"Jadi kamu kecelakaan mas? dan kamu sempet ngga sadar beberapa hari? yaampun mas, maafin aku ya aku ngga ada disaat kamu butuh aku."
"Ngga papa Zen, semua ini musibah.""Terus, gimana keadaan Aldo mas? apa dia juga ikut jadi korban kecelakaan itu? soalnya nomor ponsel dia juga ngga bisa dihubungi.""Aldo?" ucap Emil bingung.Pasalnya ia tak mengingat dengan siapa Aldo? bahkan ia pun tidak tau bagaimana kronologi nya saat ia kecelakaan."Iya Aldo mas, kamu kan waktu itu pergi keluar kotanya sama Aldo, jadi Aldo gimana? kamu waktu kamu kecelakaan itu kamu lagi Aldo? atau kamu sendiri?" cecar Alzena yang membuat Emil semakin bingung.Ia berusaha mengingat, berusaha membawa pikirannya dalam masa yang dimaksud Alzena, namun ternyata.."Aaaagh," Emil berteriak dengan kedua tangan menekan bagian kepalanya."Mas, kamu kenapa mas?""Ngga papa, kepala aku sakit.""Apa mau kerumah sakit mas? kita kerumah"Apa yang terjadi Zen? kalian baru ketemu loh, kenapa udah marahan lagi?" tanya Adit pada Alzena yang kini berwajah muram.Setelah Alzena datang dan membicarakan segala keanehan yang ia rasa."Kakak tanya aja sendiri sama mas Emil, dia udah bohongin aku kak, dia udah buat aku kecewa.""Soal apa Zen? kamu kecewa soal apa? bukannya seharusnya kalian sedang bahagia saat ini? harusnya kalian romantis romantisan bukan malah marahan kaya gini.""Siapa yang ngga marah kak, kalau tau ternyata suaminya selama ini tinggal satu rumah sama mantannya," celetuk Alzena yang membuat Adit terbelalak."Asal kakak tau, kalau selama ini mas Emil itu tinggal sama Sabrina kak, dia seneng seneng disana, sama Beverly juga, rasanya lengkap sudah kebahagian mereka, udah kaya keluarga harmonis.""Kamu tau dari mana?""Beverly yang cerita kak, kalau selama ini mereka selalu main bareng.""Zen, coba kamu tanya penjelasannya sama Emil dulu,
Siang ini, Emil yang tertegun memperhatikan Alzena dan Beverly bermain bersama, canda dan tawa yang terlihat membuat Emil sedikit mengingat sesuatu.Sebuah hal yang sama yang terjadi beberapa tahun yang lalu, saat Beverly masih berusia empat tahun dan sebelum ia terbaring koma dirumah sakit."Aaaaahhgg," kembali desahan itu terdengar kala rasa sakit seketika menghampiri kepala Emil.Bagaimana ingin berpikir lebih jauh, jika baru begini saja rasa sakit sudah menggerogoti kepalanya.Kini Emil pun terduduk lemah, dengan ekspresi wajah sedih."Maafin aku ya, sampai sekarang aku belum bisa inget kalian. Sejujurnya aku rindu kenangan indah bersama kalian, tapi apa daya, aku masih belum mampu mengingat semuanya," batin Emil dengan mata meremang.Ditengah tengah renungan Emil tiba tiba sebuah tangan terasa meraih bahu Emil, hingga membuatnya terkejut."Sabrina."Ya ternyata tangan itu milik Sabrina."Ikut aku y
Suara decitan dari banyaknya alat alat medis yang berada didekat Sabrina, membuat suasana ruangan menegang, Aland yang sedari tadi menunggu terus terucap doa dalam hatinya.Bagaimana pun Sabrina adalah adik kandungnya, meski Aland membenci sifat buruknya, namun ia sangat menyayangi Sabrina."Sabrina, bangun. Jangan buat aku khawatir seperti ini," ucap Aland dengan pandangan yang terus tertuju pada wanita yang terbaring lemah dihadapannya saat ini.Ditengah tengah keheningannya, tiba tiba..Dreet dreett!Sebuah panggilan masuk diponsel Aland, yang membuatnya dengan cepat meraih ponsel itu dalam saku celananya.Nama Adit menari nari dilayar benda pipih tersebut, ada keperluan apa Adit menghubungi Aland?"Iya.""Aland, ada sesuatu yang ingin saya tanyakan, apa kita bisa bertemu?""Saya dirumah sakit, jika ada sesuatu yang penting datang saja kesini," jawab Aland yang membuat Adit mengerutkan dahinya.
"Kamu kenapa mas? aku perhatiin dari tadi kamu bengong," tanya Alzena yang kini menghampirinya Emil dihalaman belakang."Ngga papa, aku cuma kepikiran Sabrina," jawab Emil yang membuat Alzena terkejut.Deg!Hatinya seakan ingin terlepas dari tempatnya, mendengar sang suami memikirkan sang mantan, yang baru saja pergi menghadap ilahi."Ngga nyangka aja, secepat ini dia pergi, dia kan masih muda," tambah Emil yang membuat Alzena masih tertegun memperhatikan wajahnya."Namanya juga azal mas, ngga ada yang tau. Apa ada yang kamu inget lagi dari masa lalu kamu dengan Sabrina?" tanya Alzena yang akhirnya terucap setelah bersusah payah merangkai kata."Ngga, aku ngga inget apa apa lagi."Mendengar jawaban itu Alzena menghela nafas lega, jujur ia tak ingin masa lalunya bersama Sabrina terlebih dulu diingat oleh Emil."Zen," panggil Emil yang memutuskan lamunan Alzena."Iya.""Bantu aku yuk! bantu aku m
Jam menunjukan pukul 02:00 dini hari, Emil yang merasakan dahaga, perlahan beranjak dan melangkahkan kaki menuju dapur, untuk menuang air putih ke dalam gelas kosong yang telah ia siapkan.Kemudian Emil pun menenggaknya hingga tandas, kembali langkahnya hendak memasuki ruang kamar, namun langkahnya seketika terhenti kala ia melihat sebuah ruangan yang pintunya tak tertutup rapat.Perlahan langkahnya berjalan mendekati ruangan tersebut, karena rasa penasaran dan ingin tahu.Tempat yang tidak lain adalah ruangan kerjanya itu, ia memasuki dengan langkah ragu. Ruangan yang terasa asing dan sepeti tak pernah berada didalamnya, meski pun hatinya berkata ini adalah tempat ternyamannya saat itu."Ini ruangan apa?" gumam Emil dengan pandangan yang terus tertuju pada setiap sudut ruangan.Diruangan itu terdapat banyak foto dan piagam penghargaan miliknya, namanya terpampang jelas dalam sebuah piagam yang tertempel didinding.Melihat semua
"Mas, kepalanya sakit lagi ya mas? mas Emil. mas," tanya Alzena pada laki laki yang meringkuk kesakitan itu.Sementara Aldo yang melihatnya bingung, belum sempat Emil menjawab pertanyaan sang istri tiba tiba...Bruuukk!Tubuh kekar Emil terjatuh dan tergeletak dibawah."Mas Emil," pekik Alzena yang lalu menolong dan menopang kepala Emil.Sementara Aldo yang dengan cepat membantu Alzena untuk memasukan Emil kedalam mobilnya. Dan dengan cepat melaju menuju rumah sakit."Aku kan udah bilang mas, kondisi mas belum mampu, tapi mas malah ngeyel," gerutu Alzena sepanjang perjalanan."Lebih cepat ya Do, saya khawatir terjadi apa apa pada suami saya.""Baik nyonya."Aldo pun menambah laju kecepatannya, hingga kini sampailah mereka dirumah sakit, dengan cepat Emil dibawa keruang periksa.Alzena dan Aldo yang menunggunya dengan risau, panik dan khawatir dengan keadaan Emil. Membuat hati sang istri tak ten
Hari demi hari berlalu, Emil yang yang kini telah bangkit dan kembali dengan pekerjaan utamanya, merintis perusahaan mulai dari nol bukanlah hal yang mudah.Kini kembali masa itu sedang ia jalani, yang harus penuh semangat dan bekerja keras, kini perusahaan nya telah beroperasi kembali, meski belum sesukses dulu namun kini masih berjalan perlahan.Sementara Alzena yang tampaknya begitu frustasi dengan perkara hutang yang telah ia lakukan. Hatinya tak tenang setiap kali teringat akan hutang yang beberapa hari lagi harus ia lunasi."Yaallah, satu minggu lagi hutang itu harus lunas, dan aku harus gimana? aku belum punya uang sebanyak itu," ucap Alzena dengan pandangan merenung."Apa aku harus jujur sama mas Emil tapi kalau dia kaget dan sakit kepala lagi gimana?" tambahnya dengan ekspresi wajah tegang.Baru saja berhenti bibirnya berkata tiba tiba, Em yang kini datang dan bertanya."Ada apa Zen? kamu lagi mikirin sesuatu?"
"Mas, kamu udah sampek mana? buruan pulang ya, aku punya kejutan buat kamu," ucap Alzena pada Emil melalui media ponselnya."Kejutan, apa?""Suprise dong, kalau aku bilang sekarang bukan kejutan namanya, nanti aku bilang nya kalau kamu udah sampek rumah aja.""Dasar kamu ya buat aku penasaran aja. Yaudah iya ini aku udah mau sampe kok, tunggu ya jangan lupa kejutannya," ucap Emil yang membuat Alzena terkekeh.Wajah ayu yang tampak berbinar itu terus tersenyum menandakan kebahagiaan. Tut tut tut!Panggilan pun terputus. Sementara Alzena yang sedang duduk bersama Adit, Maya, Zidan dan Beverly."Horeee.. Be mau punya adik," pekik Beverly kegirangan.Membuat semua yang memandang tersenyum bahagia."Selamat ya Zen, akhirnya Be mau punya adik.""Iya kak May, semoga kak may juga cepet menyusul ya.""Amin."Beberapa menit kemudian.Terdengar deru mobil yang kini me