"Om, mau nemenin Be main ngga?" tanya Beverly kala kini menghampiri Emil yang sedang terduduk seorang diri dihalaman belakang.
"Boleh, mau main apa?""Boneka.""Yuk. kita main," jawab Emil yang membuat Beverly tersenyum.Dua boneka Barbie yang ia keluarkan. Kini mereka pun bermain layaknya bersama teman sebaya nya, ditengah tengah bermainnya, tiba tiba Beverly berkata."Om tau ngga, kalau om itu mirip banget sama Daddy, Be jadi kangen sama daddy dan mommy."Tertegun kala Emil mendengar ucapan yang rasanya membuat hati Emil bergetar. Entahlah, rasanya hati Emil selalu merasa berbeda tiap kali berdekatan dengan gadis mungil yang ada dihadapannya saat ini."Jangan sedih ya, Be boleh kok anggap om daddy kamu," jawab Emil yang membuat mata Beverly membulat."Serius om, asiiik. Selain wajah om mirip daddy, suara om juga mirip banget sama daddy, emang ada ya om, didunia ini orang yang bener bener mirip, kaya om dan dad"Emil," gumam Aland yang membuat Sabrina terbelalak."Jadi ternyata Emil disini juga?" tambah Aland dengan ekspresi wajah terkejut.Tak menunggu lama, Aland pun melangkah untuk mengikuti Emil, panggilan Sabrina tak lagi dihiraukan olehnya.Hingga kini Aland melihat Emil yang terduduk sedang menyeruput kopinya. Sedikit berpikir yang tidak tidak tentang adanya Emil disini, mengapa Aland melihat Emil baik baik saja tinggal bersama Sabrina?"Emilio," panggil Aland yang membuat Emil seketika menoleh.Pandangannya tertuju tajam pada Aland, yang kini berjalan mendekat. Pandangan Aland pun tak berkedip, seakan tak menyangka jika Emil dapat berbuat seperti ini."Anda mengenal saya?" tanya Emil yang membuat Aland terbelalak.Mengapa Emil tak mengenalinya? membuat mata Aland membulat dan kebingungan, kini pandangan Aland memperhatikan Sabrina berharap mendapat jawaban darinya."Aku jelasin tentang ke adaan Emilio, ikut aku
"Aku mau dibawa kemana kak? lepasin aku, aku mau cari mas Emil dan Beverly," ucap Alzena memberontak.Setelah keadaannya membaik, dan Alzena diperbolehkan keluar rumah sakit, Adit dan Maya memutuskan untuk membawa Alzena bertemu psikolog, agar keadaan sang adik tak memburuk."Zen, kamu ikut kakak dulu ya, nanti setelah kamu sembuh kakak janji akan bawa kamu cari Emil dan Beverly."Terdiam kala mendengar sang kakak berkata demikian, kini pandangan Alzena tertuju pada seorang laki laki yang sedari tadi terdiam memperhatikannya.Jody, ya dia adalah Jody, tak merasa asing juga sangat mengenalnya, Alzena berharap Jody dapat membantunya saat ini. Alzena tak mau dibawa ke RSJ, karena Alzena merasa baik baik saja."Jody, tolong aku. Aku ngga mau ke rumah sakit jiwa, aku baik baik aja, aku cuma mau cari mas Emil dan Beverly, anak ku."Entah apa yang barus Jody lakukan, kasihan melihat Alzena seperti ini, namun apa pun keputusannya ini buk
"Ayah, Ibu, Zidan," pekik Beverly yang membuat Adit, Maya dan Zidan seketika menoleh.Terbelalak kala mereka dapati Beverly yang tiba tiba datang bersama Emil."Be," balas Zidan yang kemudian berlari memeluk sepupunya tersebut.Sementara Adit dan Maya yang masih tertegun tak percaya dengan pemandangan dihadapannya saat ini."Apa mereka keluarga ku?" batin Emil yang juga tertegun memperhatikan Adit dan Maya."Emil," gumam Adit dan Maya yang kini perlahan berjalan mendekat."Alhamdulilah akhirnya kamu pulang Mil," celetuk Maya dengan ekspresi wajah bahagia."Apa yang terjadi sebenarnya Mil?" tambah Adit yang membuat Emil kembali berfikir.Namun, nyata nya semua masih belum dapat ia ingat."Maaf, apa kalian keluarga ku?" tanya Emil yang membuat Adit dan Maya kini saling pandang.Tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Emil? Adit dan Maya hanya memandangnya dengan pandangan aneh.
"Jadi kamu kecelakaan mas? dan kamu sempet ngga sadar beberapa hari? yaampun mas, maafin aku ya aku ngga ada disaat kamu butuh aku.""Ngga papa Zen, semua ini musibah.""Terus, gimana keadaan Aldo mas? apa dia juga ikut jadi korban kecelakaan itu? soalnya nomor ponsel dia juga ngga bisa dihubungi.""Aldo?" ucap Emil bingung.Pasalnya ia tak mengingat dengan siapa Aldo? bahkan ia pun tidak tau bagaimana kronologi nya saat ia kecelakaan."Iya Aldo mas, kamu kan waktu itu pergi keluar kotanya sama Aldo, jadi Aldo gimana? kamu waktu kamu kecelakaan itu kamu lagi Aldo? atau kamu sendiri?" cecar Alzena yang membuat Emil semakin bingung.Ia berusaha mengingat, berusaha membawa pikirannya dalam masa yang dimaksud Alzena, namun ternyata.."Aaaagh," Emil berteriak dengan kedua tangan menekan bagian kepalanya."Mas, kamu kenapa mas?""Ngga papa, kepala aku sakit.""Apa mau kerumah sakit mas? kita kerumah
"Apa yang terjadi Zen? kalian baru ketemu loh, kenapa udah marahan lagi?" tanya Adit pada Alzena yang kini berwajah muram.Setelah Alzena datang dan membicarakan segala keanehan yang ia rasa."Kakak tanya aja sendiri sama mas Emil, dia udah bohongin aku kak, dia udah buat aku kecewa.""Soal apa Zen? kamu kecewa soal apa? bukannya seharusnya kalian sedang bahagia saat ini? harusnya kalian romantis romantisan bukan malah marahan kaya gini.""Siapa yang ngga marah kak, kalau tau ternyata suaminya selama ini tinggal satu rumah sama mantannya," celetuk Alzena yang membuat Adit terbelalak."Asal kakak tau, kalau selama ini mas Emil itu tinggal sama Sabrina kak, dia seneng seneng disana, sama Beverly juga, rasanya lengkap sudah kebahagian mereka, udah kaya keluarga harmonis.""Kamu tau dari mana?""Beverly yang cerita kak, kalau selama ini mereka selalu main bareng.""Zen, coba kamu tanya penjelasannya sama Emil dulu,
Siang ini, Emil yang tertegun memperhatikan Alzena dan Beverly bermain bersama, canda dan tawa yang terlihat membuat Emil sedikit mengingat sesuatu.Sebuah hal yang sama yang terjadi beberapa tahun yang lalu, saat Beverly masih berusia empat tahun dan sebelum ia terbaring koma dirumah sakit."Aaaaahhgg," kembali desahan itu terdengar kala rasa sakit seketika menghampiri kepala Emil.Bagaimana ingin berpikir lebih jauh, jika baru begini saja rasa sakit sudah menggerogoti kepalanya.Kini Emil pun terduduk lemah, dengan ekspresi wajah sedih."Maafin aku ya, sampai sekarang aku belum bisa inget kalian. Sejujurnya aku rindu kenangan indah bersama kalian, tapi apa daya, aku masih belum mampu mengingat semuanya," batin Emil dengan mata meremang.Ditengah tengah renungan Emil tiba tiba sebuah tangan terasa meraih bahu Emil, hingga membuatnya terkejut."Sabrina."Ya ternyata tangan itu milik Sabrina."Ikut aku y
Suara decitan dari banyaknya alat alat medis yang berada didekat Sabrina, membuat suasana ruangan menegang, Aland yang sedari tadi menunggu terus terucap doa dalam hatinya.Bagaimana pun Sabrina adalah adik kandungnya, meski Aland membenci sifat buruknya, namun ia sangat menyayangi Sabrina."Sabrina, bangun. Jangan buat aku khawatir seperti ini," ucap Aland dengan pandangan yang terus tertuju pada wanita yang terbaring lemah dihadapannya saat ini.Ditengah tengah keheningannya, tiba tiba..Dreet dreett!Sebuah panggilan masuk diponsel Aland, yang membuatnya dengan cepat meraih ponsel itu dalam saku celananya.Nama Adit menari nari dilayar benda pipih tersebut, ada keperluan apa Adit menghubungi Aland?"Iya.""Aland, ada sesuatu yang ingin saya tanyakan, apa kita bisa bertemu?""Saya dirumah sakit, jika ada sesuatu yang penting datang saja kesini," jawab Aland yang membuat Adit mengerutkan dahinya.
"Kamu kenapa mas? aku perhatiin dari tadi kamu bengong," tanya Alzena yang kini menghampirinya Emil dihalaman belakang."Ngga papa, aku cuma kepikiran Sabrina," jawab Emil yang membuat Alzena terkejut.Deg!Hatinya seakan ingin terlepas dari tempatnya, mendengar sang suami memikirkan sang mantan, yang baru saja pergi menghadap ilahi."Ngga nyangka aja, secepat ini dia pergi, dia kan masih muda," tambah Emil yang membuat Alzena masih tertegun memperhatikan wajahnya."Namanya juga azal mas, ngga ada yang tau. Apa ada yang kamu inget lagi dari masa lalu kamu dengan Sabrina?" tanya Alzena yang akhirnya terucap setelah bersusah payah merangkai kata."Ngga, aku ngga inget apa apa lagi."Mendengar jawaban itu Alzena menghela nafas lega, jujur ia tak ingin masa lalunya bersama Sabrina terlebih dulu diingat oleh Emil."Zen," panggil Emil yang memutuskan lamunan Alzena."Iya.""Bantu aku yuk! bantu aku m