Dengan satu tangan memeluk toples snack di atas pangkuannya, Flora pun bertanya setelah selesai mengunyah makanan dalam mulutnya. “Tetangga samping beneran ngambek ke kita ya, Bu?” “Kayaknya iya deh, Flo. Udah dua hari nggak keliatan batang hidungnya. Mau nyamperin ke rumahnya, Ibu juga nggak berani,” di akhir kalimatnya, Miranti ber-ih-ria. Keduanya tidak tahu jika absennya Anya sama sekali tak memiliki hubungan dengan pembelian perhiasan tempo hari. Anya sendiri belum mengadu sebab ia takut dirinya dinilai tak becus mengasuh anak-anaknya. “Kita sogok pake apa ya, Bu?” Suara krauk-krauk muncul seusai Flora kembali memasukkan snack ke dalam mulutnya. “Mempan, emang?!” “Nggak tau.” Lagipula, apa yang tidak dimiliki Anya?! Perempuan itu hampir mempunyai semua barang terbaru karena penyakit gila belanjanya. Kali ini pasti akan sulit untuk mengajak Anya berdamai, mengingat mantan dosennya sampai membekukan kartu-kartu pembayaran sang sahabat. “Kamu nggak ada komunikasi sama Angel?”
“Gue nggak nyangka si Tasya cinta banget sama perdamaian dunia. Liat deh lengannya, pake pita warna item gitu. Gue yakin donasinya pasti nggak main-main doi.”Kamasea yang mengetahui arti dibalik pemasangan pita dilengan Tasya pun meringis. Sungguh penilaian yang teramat positif, tapi sayangnya bukan itu alasan Tasya melingkarkan pita disana.Pita hitam tersebut terpasang sebagai bukti betapa dalam duka yang dirasakan oleh sahabatnya. Tasya berkata akan terus memasang pita tersebut selama masa berkabung hatinya.Kasihan!Begitulah deritanya orang yang jatuh cinta secara sepihak. Sakitnya benar-benar menembus dada.Ciat-Ciat!“Tas, lo udah nggak tidur berapa jam?” tanya Kamasea. Beberapa kali dirinya mengirimkan pesan ketika tak sengaja terjaga dan sahabatnya itu dengan cepat membalas pesannya, seolah memang tak pernah mengistirahatkan tubuh serta pikirannya.“Sejak lo ngasih tau gue Jo incess..”“Jo, What?!”Plak!Kamasea sekuat tenaga memukul kepala teman kakaknya. “B aja, Dodol! Ngg
Pinggang Anya melengkung ke belakang, “Surtiiii!!” Perempuan itu berteriak membuat Surti tergopoh-gopoh menghampiri dirinya. Belum sempat Surti bertanya tentang apa yang menyebabkannya sampai berteriak, Anya pun bertitah, “keluar, Sur!! Cek-in langit, mataharinya sekarang ada disebelah mana!” “Bu-Buat apa loh, Mbak Anya?” “Look!!” Anya melangkan jari telunjuk tanpa mengubah posisi tubuhnya yang tak sedap untuk dipandang. Mengikuti kemana ujung jari majikannya mengarah, Surti pun terkesiap. Ia tak perlu melaksanakan titah sang majikan, karena tanpa diperiksa pun ia sudah mendapatkan jawabannya. “Gaswat, Mbak Anya! Kiamat emang udah deket, Mbak.” “Ki-Kiamat?!” gagap Alexa. Genggaman tangannya pada Michellion kontan mengerat. Michellion yang peka terhadap ketakutan gadis disampingnya pun berkata, “percaya sama Mbak Surti mah musyrik, Lex. Langitnya aja cerah pake banget, mana ada kiamat yang kayak gitu.” “Mas Ichell yang pegangan tangan sama Mbak Lexa lebih horor dari puting beli
Surti merinding.Pemandangan dihadapannya sangat-sangat menakutkan untuk dilihat. Kiamat mungkin memang sudah dekat, jika tidak, majikan kecilnya tak akan mungkin bersikap manis, apalagi sampai memandang tanpa kedip anak sahabat mamanya.“Ichell try it, aaak!!”Hwik!‘Mas Ichell mau disuapin nggak pake sendok sama Mbak Alexa? Ya Allah, Surti belom siap mati. Surti kan belom nikah, Ya Allah.’ Sepanjang menjadi penjaga Michellion, Surti terus teringat akan Tuhannya.Surti menjadi seperti ini karena perubahan Michellion yang teramat drastis. Anak itu berubah tidak dengan langkah demi langkah, seakan terkena sihir yang Surti tahu sama sekali tidak digunakan oleh si cantik Alexa.Meski Surti terserang virus lebay Anya, logika dikepalanya tetap bekerja. Jika Alexa menggunakan pelet dan semacamnya, anak itu tak mungkin baru menggunakannya sekarang. Pasti sudah dari zaman dulu sihir pemikat itu ditiupkan ke ubun-ubun anak majikannya.“Yummy kan?”“U’um.. Aku mau yang itu,” Michellion menunju
“Abang nggak lagi ada niatan buat selingkuh sama pacarnya Jo kan?”Kenan pun mendengus begitu pula dengan Kamasea yang berada dibelakangnya.“Mohon maaf Abangnya Ceya yang paling gans se-kebun monyet.. Bucin juga harus pake otak!” Sembur Kamasea, mewakili kekasihnya yang dijadikan sasaran kecemburuan sang kakak.“Tau kamu, Jo! Kan kamu sendiri yang nyuruh aku kesini bareng Bang Kenan!” Jesika pun ikut menyemburkan kekesalannya. Sebenarnya tak ada yang banyak berubah dari hubungan keduanya, kecuali status dan sikap posesif Josephin yang semakin bertambah tak masuk diakal. Hal itu pun membuat Jesika kepayahan sebab merasa risih oleh perubahan tersebut. Sampai detik ini, ia belum terbiasa dengan kegilaan Josephin terhadapnya.“Mian.. Abisnya aku liat kalian jalannya deket banget.” Ucap Josephin meminta maaf, lengkap dengan alasan dibalik kecemburuan tiba-tibanya.“Yeeee!! Ya kali jalannya jauh-jauhan! Orang Bang Kenan sama Eci nggak musuhan kok!”Kenan yang kini telah mensejajari Kamasea
“Abang, Mama sama Papa kan lagi nggak ada di rumah.. Em, anu.. Gimana kalau sambil nungguin akunya disuruh pulang, kit-kita main ke apart-nya Abang?” “Enggak boleh, Ceya.” Kenan berusaha untuk terlihat tenang meski jari-jari tangannya terasa gatal, ingin memutar roda kemudi supaya berbalik arah, menuju tempat yang kekasihnya sebutkan. Jawabannya sungguh tak selaras dengan apa yang hatinya teriakkan. Di dalam hati pemuda itu, Kenan berteriak keras, menyetujui ide cantik sang kekasih. Namun ia menahannya dengan sangat kuat, menipu dirinya sendiri, begitu pula dengan sang kekasih yang mendengar penolakannya. “Yah!” hela Kamasea. Ia sudah menduga jika sang kekasih akan menolak ajakannya, tapi perasaan kecewa rupanya tetap bersarang di hati kecilnya. Lirihnya suara Kamasea membuat Kenan menjadi tak tega. “Kalau pengen banget, kamu telepon Jo sama Eci.” Ucapnya, mencarikan jalan keluar untuk permasalahan mereka. Kenan menyalip mobil didepannya. Setelah mengamankan posisi mobilnya, pemud
Waktu bergulir dengan cepatnya. Seperti feeling Kamasea, keduanya diharuskan untuk melanjutkan sekolah ke negara lain. Hal itu dimaksudkan demi kepentingan keduanya, sekaligus menjadi syarat mutlak jika si kembar berniat mempertahankan cinta mereka sampai ke jenjang pernikahan. Sebelum pergi untuk studinya, Josephin lebih dulu mengajukan perjanjian dibawah payung hukum. Tepat ketika dirinya menyelesaikan gelar, pertunangannya dengan Jesika wajib segera diselenggarakan– itu berarti, secara tidak langsung, Jesika telah menjadi miliknya. Gadis itu tak diperkenankan memiliki hubungan dengan laki-laki lain, selama dirinya mengenyam bangku perkuliahan. Tiga tahun lamanya si kembar hilang dari peredaran, ada banyak hal yang berubah sejak kepergian keduanya. Dimulai pada Shafa yang dua tahun lalu melepas masa lajang usai mendapat restu para kakak-kakaknya. Kenan si calon menantu yang berhasil membangun perusahaan kecilnya bersama teman-teman kuliahnya dan Jesika yang tumbuh menawan, hidup me
Ketika pintu ruang kerjanya dibuka tanpa ketukan, Jesika mengalihkan pandangannya dari layar laptop.“Pantes kok belom nangkring di ruangannya Papa. Masih kerja to ternyata.” Ucap Kamarudin melihat putrinya belum bersiap untuk pulang.Gadis itu masih berada dibalik meja kerjanya, bertemankan secangkir kopi yang uapnya mengepul tersapu oleh angin pendingin ruangan.“Ayo, Kak.. Udah jam segini loh.”“Papa.. Papa duluan aja deh. Nanggung banget soalnya, Pah.”“Dilanjutin di rumah kan bisa, Kak. Mama kamu ntar ngomel kalau Papa pulangnya nggak bareng anak gadisnya.”Semenjak kepergian Josephin, tidak ada lagi orang yang Anya percayai untuk menjaga Jesika. Baik-buruk menghilangnya anak itu memang terasa sangat kental. Alhasil, karena berada di satu tempat kerja yang sama, Kamarudin lah yang mendapatkan tugas sebagai bodyguard si sulung.Jesika pun terkekeh. “Nggak bakalan, Pah. Biar Eci chat Mama. Beneran nanggung ini. Kalau di-log out bisa-bisa Eci ngulang dari awal lagi.”“Papa tungguin
Kegagalan Josephin dalam menikahi Jesika secara dadakan akhirnya terbalas. Dikarenakan dirinya yang merupakan kakak Kamasea, ijab qobulnya pun dilaksanakan terlebih dahulu. Tak seperti biasa, Josephin benar-benar tidak mau mengalah pada saudara kembarnya. Untuk pertama kalinya ia bersikap egois, memprioritaskan dirinya di atas kemauan sang adik. “Hi, Wife..” Sapa Josephin dengan senyuman sehangat mentari kala penghulu telah mengesahkan pernikahan mereka. “Hello, Jo..” Pada meja yang bersebelahan dengan prosesi ijab qobul Josephin, Kamasea berseru. “Cih! Abang shut up! Gilirannya Ceya ini!!” Seruannya itu terdengar oleh seluruh tamu undangan mengingat adanya alat pengeras yang terpasang di atas meja ijabnya. “Ya Tuhan.. Punya anak pada ngebet kawin.. Dikira kawin enak kali ya..” gumam Anya, menepuk keningnya. Setelah Michellion yang biang kerok itu ia lepaskan dengan segenap keikhlasan hati, kini tibalah pada momen yang menurut Anya paling berat. Sebagai seorang ibu yang mencintai
Duka mendalam sedang dirasakan oleh Alexiz. Sejak penghulu yang menikahkan putrinya pulang, pria tampan itu terus saja menangis. Kenyataan dimana putrinya telah dipersunting oleh anak sahabatnya semakin terasa nyata.“Tell me! It was a dream, right? Tadi mereka cuman simulasi ijab aja kan?!” Ucap lirih Alexiz yang belum dapat menerima kenyataan.Melepaskan putri kesayangannya ke tangan pria lain merupakan mimpi terburuk Alexiz. Apalagi kepada orang seperti Michellion Hasan yang ia kenal baik kebobrokannya.“Alexiz, wake up! ini nyata! Lexa kita udah nikah, Lex. Dia akhirnya bisa raih cita-citanya..”Alexiz pun terhenyak. ‘Cita-Cita sampah sialan!’ maki pria itu dalam hati.Sejak kapan tepatnya menikah menjadi cita-cita? Putrinya sungguh abnormal. Disaat anak lain mencita-citakan pekerjaan setinggi langit, putrinya yang cantik dan sedikit tidak baik hati justru mengidam-idamkan lelaki bermasa depan suram seperti Michellion.Ngenes.. Ngenes! Mana anak satu-satunya lagi ah!“Stop crying
“Saya terima nikah dan kawinnya, Alexa Sasongko bin..” “Bin.. Bin-tiiii..” Plak! “Argh, Mama!!” erang Michellion kesakitan. “Satu tarikan napas, Ichell!! Satu tarikan!” berang Anya tak mengindahkan protes kesakitan bungsunya. “Serius dong! Jangan salah-salah mulu! Sekali salah lagi, nggak bisa kawin selamanya kamu!” timpal Anya, menakut-nakuti Michellion. Putranya sudah dua kali mengacaukan ijab qobulnya. Anya kan gemas jadinya. Kalau memang tidak niat menikah, anak itu seharusnya bersikap gentle, berani mengakui ketidaksiapannya di depan Alexa dan keluarganya. Memang dasar Michellion! Otaknya hanya berkembang jika menyangkut uang, selebihnya mah nol besar. Michellion yang ragu dengan pernyataan Anya pun bertanya, “masa sih, Mah? Masa gitu doang Ichell terus harus jadi jomblo seumur hidup?” “Dih, nggak percaya-an! Auto blacklist kamu tuh. Iya kan Pak Penghulu?” “Ng..” Melihat pelototan maut Anya, penghulu yang tadinya hendak menyangkal pun merubah jawabannya. “Iya, Mas! Mas h
“Gundulmu!” Sembur Alexiz, ngegas.Calon menantunya memang minta ditendang sampai ke Afrika. Ya mengapatidak– disaat suasana sedang panas-panasnya, anak itu tetap bisa mengelantur.Padahal ia sedang panas dingin karena mendeteksi adanya sinyal permusuhan dariorang-orang rumahnya.Anya menjentikan jari. “Woi! Jadinya gimana? Kaki gue pegel nih berdiri mulu!” tanya perempuan itu tak santai.“...”“Mah, Mah!!” sela Josephin karena omnya tak kunjung menanggapi pertanyaan sang mama. “Nikahin sekarang aja sekalian, Mah. Itung-itung jagain Om Lexiz kalau berubah pikiran lagi ntarnya..”“What?!”Siapa sangka jika usul Josephin itu mengagetkan dua pria disana.Iya, kalian tidak salah jika menebak pekikan tersebut berasal dari mulut Michellion dan calon papa mertuanya.Kali ini keduanya terlihat sangat kompak. Karena kekompakan yang jarang terlihat itu, keduanya bahkan sampai bertatapan mesra.Respon kaget yang mengisyaratkan ketidaksetujuan itu berbanding terbalik dengan Alexa.Alexa yang te
‘Anjing lah! Perasaan gue jadi anak udah sholeh, kenapa ada aja sih ujiannya!’Ditengah umpatan yang Michellion pendam, bibir anak itu berkedut dikarenakan senyuman yang terpaksa harus dirinya hadirkan.“Kamu, bla-bla-bla..”Dengan wajah datarnya— bungsu kamarudin itu berpura-pura fokus mendengarkan. Setiap kali nada papa Alexa berubah, ia menganggukkan kepala. Padahal ia sendiri tidak menyimak serius kalimat-kalimat yang dikeluarkan oleh omnya.“Gara-gara kamu masa depan Lexa jadi kacau gini! Kalau sampai kamu nanti nggak bisa bahagiain Lexa... Siap-siap aja ya kamu.. Om bakal kirim kamu ke neraka jahanam!”“Heum..” gumam Michellion lemah sebagai jawaban.“Jalur express!!”“Via darat apa laut, Om?” celetuk Michellion. Ia paling tidak betah jika harus terus dalam mode serius. Menjadi orang serius bukanlah bakatnya. Melakukan itu hanya membuatnya lelah jiwa dan raga.“What the..”“Uhuk!! Banyak anak dibawah umur disini, Lex!” tegur Kalingga. Setelah tak bisa menghadiri acara lamaran ke
Pada hari berikutnya, kediaman Anya kembali ramai. Kali ini lamaran datang dari pihak orang kepercayaan Kamarudin.“Apaan nih, Man? Pake repot-repot segala.”“Sogokan biar lamarannya nanti diterima, Bu.” Kekeh Lukman dengan tawa renyah di akhir kalimatnya.“Aigo! Mana ada Kenan ditolak.. Bawa diri aja udah pasti diterima lamarannya.” Sahut Anya, membalas.Anya tak mungkin mempersulit masuknya Kenan ke dalam keluarga besar mereka. Selain dikarenakan putrinya yang terlanjur cinta mati, Kenan sendiri sudah dirinya incar sejak keduanya baru mendekatkan diri.Andaikan Kamarudin tidak bertindak sebagai ayah yang terlewat posesif kepada putrinya, pembicaraan tentang pernikahan Kamaseda dan Kenan pasti sudah lama terealisasikan.“Masuk, yuk.. Kita kirain nggak jadi kesini.. Abisnya lama banget nggak nyampe-nyampe kaliannya.” Ujar Kamarudin, mempersilahkan.“Iya, nih!! Ceya sampe udah mau banjir air mata itu..” pungkas Anya, menimpali perkataan Kamarudin.Kenan pun meminta maaf karena telah me
Sudah diputuskan!! Demi menghargai silsilah persaudaraan diantara anak-anaknya, Kamarudin dan Anya pun akhirnya menentukan hari yang berbeda untuk prosesi lamaran ketiganya. Ya, hanya 3 karena Josephin tidak dihitung.. Menjelang hari lamarannya, Josephin untuk sementara waktu diungsikan ke rumah orang tua Anya. Anak itu akan mengetuk pintu rumah mereka dengan didampingi opa dan kedua omanya. Terdengar rempong kan?! Namun bagi Anya, alur seperti itu, hukumnya wajib untuk dijalankan. Anya tidak ingin melepas putri pertamanya dengan asal-asalan. Ia ingin putrinya dilepaskan dengan alur yang semestinya, seperti para anak perempuan milik orang lain. Untuk itu, Josephin pun harus melakukannya sesuai prosedur, dengan bertindak seolah-olah dia merupakan pihak luar yang hendak meminang putri dari keluarganya. Yah, salah sendiri ngebet nikahnya sama dengan angota keluarga sendiri. Coba saja anak itu memilih gadis lain, pendampingan pada lamarannya pasti akan ditemani Anya dan Kamarudin se
“Ya Tuhan,” desah Kamarudin.Pria itu meletakkan ponselnya ke atas meja kerja.“Sialan lo, Lex!”Beberapa detik yang lalu Kamarudin baru saja mendapatkan laporan. Ia akhirnya mengetahui jika sahabat baiknya lah yang menjadi dalang dari meledaknya tagihan putra bungsunya.Sungguh sahabat yang baik. Pria itu sangat tahu cara untuk membalaskan dendamnya. Dengan begini, ia jadi tak bisa berkutik, termasuk memarahi putranya agar Michellion dapat belajar artinya bertanggung jawab dalam menggunakan uang.Yah, mereka juga tak mungkin mengambil kembali barang-barang yang telah diberikan. Hal itu sangat tidak etis. Sebesar apa pun mereka merugi, apa yang mereka hadiahkan jelas sudah menjadi hak si penerima, terlepas dari seberapa liciknya Alexiz dalam memanfaatkan momentum lamaran putrinya.“Man, buat lamaran Ceya nanti, kalian udah nyiapin apa?” tanya Kamarudin, mengangkat kepalanya dan memandang Lukman yang saat ini tengah membaca berkas di meja tamu ruangan kerjanya.“Standar saja sih, Pak..
Michellion berjalan mengendap setelah melewati pintu utama rumahnya.Kepalanya celingukan, memastikan jika dirinya aman, tak berpapasan dengan sang mama.Gila, Gila!Seharian berkeliling mencari hadiah benar-benar membuatnya ingin mati berdiri.Ia tidak tahu pasti berapa uang yang telah dirinya gelontorkan, tapi mengingat banyaknya perhiasan dan hal-hal lain yang calon papa mertuanya beli, sudah dipastikan ia akan tinggal nama ditangan mamanya.“Chell..”“Ssst, Kak, jangan kenceng-kenceng!” hardik Michellion, pelan. Ia kan tengah menghindari pertemuan dengan mamanya. Kalau sampai mamanya tahu ia sudah pulang, habis sudah telinga dan kewarasannya.Di Balik tembok yang memisahkan ruang tamu dengan keluarga, Michellion melambaikan tangan, mengundang sang kakak untuk mendekat ke arahnya.“Apaan sih? Kamu yang kesini lah!”Mendengar jawaban kakaknya, Michellion pun menghentakkan kaki-kakinya.“Cepetan ih!!” pinta Michellion, setengah mengerang.Rumahnya mungkin terlihat sepi, tapi dibalik