Kalingga menang? Tidak mungkin! Pria itu kalah telak. Sepanjang sejarah pertikaian, tidak ada satu orang pun yang mampu mengalahkan Anya Calista. Anya dan jiwa barbarnya tak mempunyai tombol mundur saat bertikai, terlebih ketika memperebutkan sesuatu. Perempuan yang menjadi adik ipar Kalingga itu mempunyai semboyan, ‘Hajar Terus Sampai Dapat,’ membuat Kalingga tak bisa berkutik karena terserang oleh gempuran-gempurannya yang sangat frontal. Dipojokkan sofa yang dirinya duduki, Kalingga melipat bibirnya masuk ke dalam mulut. Pria itu hanya bisa meratap, melihat putri kecilnya dikelilingi oleh Anya dan keluarga kecilnya. “Bu, mukanya Mas Lingga kayak tikus kecebur got,” bisik Shafa ditelinga Miranti. “Biar tau rasa dia,” balas Miranti setelah membuktikan bisikan putrinya. Ia tak menaruh simpati atas berkibarnya bendera putih di kepala putra pertamanya. Dibandingkan merasa kasihan, Miranti justru senang melihat Kalingga dibuat merana oleh menantu kesayangannya. “Sea, mau punya
Flora mengerang. Dengan matanya yang masih terpejam, perempuan itu mengulurkan tangannya, meraba-raba ranjang yang seharusnya ditempati oleh suaminya. Wanita itu membuka matanya kala tak menemukan keberadaan Kalingga. “Mas..” panggilnya, serak. “Ya, Honey?” “Kamu ngapain? Kok nggak tidur?” tanya Flora, menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang. “Biasa, Mas lagi liatin anak kita, Hon.” “Loh! Ngapain diliatin, Mas? Dianya kan juga tidur.” “Pengen aja, Hon. Abisnya anak kita gemesin.” Astaga! Ayah bucin yang satu ini memang ada-ada saja. Sejak mereka mempunyai Azalea, pria itu hampir tak pernah memejamkan matanya saat malam. Flora sudah berkali-kali mendapati Kalingga terjaga seperti ini. “Akunya nggak bisa bobok loh, Mas, kalau nggak ada kamu.” Flora tak membuat. Entah apa yang terjadi, tapi setiap kali ditinggalkan, ia pasti bisa merasakannya. Yah, walau tidak langsung saat Kalingga menuruni ranjang. Namun ia tetap akan terbangun pada akhirnya. “Mas pindahin aja ya, Leanya, H
“Honey..” “Cieee, dijemput Ayang..” lontar Anya, menggoda. Mereka baru saja selesai membahas suami-suami bucin anak, anggota club-nya malah muncul, menyabangi Flora. “Balik gih, mumpung Mas Lingga nggak amnesia, kalau dia punya bini.” Angel terkikik mendengar gurauan Anya. Berbeda dengan Angel, Flora justru panik. Perempuan itu kelabakan setelah netranya bertemu pandang dengan milik suaminya. “L-Lo ngomong apa sih, Nyam! Jangan yang nggak-nggak deh!” Gerutu mami Azalea. “Kenapa, Mas? Leanya nggak nangis kan?” tanya Flora, mencoba mengalihkan perhatian Kalingga agar melupakan kata-kata sahabatnya. “Nggak, Hon.. Kamunya lama, makanya Mas susulin.” “Uh, to tweet!!” itu suara Anya— karena tidak mungkin sekali Angel berani melontarkan candaan disaat ada Kalingga di sekitar mereka. “Kalian masih lama nongkrongnya?” Kalingga bertanya dengan tangan menepuk-nepuk pantat Azalea. Entah mengapa, menepuk pantat Azalea yang berada di dalam gendongannya, kini menjadi kebiasaan yang tak Kalin
‘Apa aku harus coba ya?’ Flora tak begitu yakin dengan rencana yang Anya usulkan. Namun untuk mengabaikannya, Flora juga tak bisa. Beberapa hari setelah Anya mengusulkan idenya, Flora selalu terbayang oleh ide-ide Anya. Hati kecilnya bahkan ikut memberontak, seolah meminta dirinya untuk merealisasikan rencana yang sebenarnya terkesan cukup kekanakkan. “Honey, kita beli yang ini ya? Kalau dipake Lea pasti anak kita jadi tambah cantik.” “Eum..” “Ah— topi ini juga.. Barangnya lucu-lucu banget.. Mas harus borong ini semua, Hon..” Menghela napas—hanya itu yang dapat Flora lakukan. Ia bahkan belum sempat memberikan jawaban dan suaminya sudah menggulir layar ponselnya. Sejujurnya, Flora benci perasaan kotor yang saat ini singgah di hatinya. Mencemburui kasih sayang Kalingga terhadap putri mereka juga teramat menyiksanya. Ia merasa begitu kerdil karena hinggapnya perasaan sejenis itu pada bayi yang dirinya lahirkan. Namun disisi yang berlainan, Flora merasa perasaan tersebut normal
Time flies so fast— Sangat cepat sampai Anya tak rela dengan kecepatannya.Jika saja bisa, Anya ingin mengembalikan waktu yang telah berputar. Ia ingin kembali pada masa dimana anak-anaknya masih bertingkah menggemaskan.‘Nggak kayak sekarang!’ Suara hati Anya itu merujuk pada sikap Josephin yang semakin menyerupai papanya.Kaku dan over protektif— khususnya kepada kakak dan adik perempuannya.“Ganti!” titah Josephin tegas. Pemuda berseragam putih abu-abu itu meminta kakaknya untuk mengganti pakaian yang dikenakannya.“Aku nggak keluar lama, Jo! Aku cuman mau ngambil print out. Aku juga cuman duduk di dalem mobil kok.”“Too much short, Eci! Paha kamu keliatan! Dia makin pendek pas kamu duduk!”“Mama..” rengek Jesika, meminta bantuan Anya.Anya?Wanita itu tentu saja melengos. Anya tidak mau menabuh genderang perang dengan suami dan anak laki-laki pertamanya. Ia hanya akan mendapatkan ceramah berkepanjangan jika turun tangan.“Abang nggak asyik! Rok dibeli kan buat dipake, Bang! Kak Je
“Mami, buka mulutnya.. Pesawat terbangnya Mami, mau mendarat nih!”Diiringi dengan suara, “aaak!” Flora membuka mulutnya, menerima suapan yang diberikan oleh suami tercintanya.“Yummy?”“Engh!” Angguk Flora.“Nah— Sekarang Papi mau terbang lagi ya! Papi mendarat dimana nih enaknya?”“Lea, Papi! Mamnya Lea udah abis!” seru Azalea sembari menunjukkan isi mulutnya yang kosong melompong.“Wiiih!! Pinternya anak Papi. Siap-Siap kalau gitu. Satu..” Pada hitungan ke tiga, Kalingga memasukkan sendok berisikan nasi dan lauk ke dalam mulut putri kesayangannya. Ia pun berseru, “Nice Captain! Semua pesawatnya sudah berhasil dikirimkan semua..” Ia lalu mengetuk-ngetukkan sendok pada piring kosong ditangannya.Kedamaian yang tak dimiliki oleh Anya dan Alexiz, rupanya memilih keluarga kecil Kalingga sebagai tuannya. Anggota keluarga lain seperti Shafa serta kedua orang tua pria itu, bahkan tertular virus damai ketiganya.Mereka senang melihat momen manis yang dihadirkan keluarga kecil Kalingga. Seti
“Ewh— Jadinya kamu mau pindah ke sekolahannya Ichell?” Alexa dengan berani menganggukkan kepala. “Iya, Tante!” Gadis itu memegangi dadanya, kemudian berucap, “kalau sekolah nggak ada Ichell tuh rasanya sepi.. Jadinya Lexa minta mama buat mindahin Lexa deh.” Sudut bibirnya tertarik ke atas, membuat kelopak matanya menyipit. “Emangnya bisa? Kamu kan udah kelas tiga, Lex..” tanya Anya yang ternyata satu pendapat dengan papa anak itu. “Katanya Mama— pasti bisa!” ucap Alexa, mantap. Ia berkeyakinan penuh jika tidak ada hal yang tak bisa mamanya lakukan. ‘Kasihan banget deh anak gue! Baru juga lepas, udah dikejar-kejar lagi! Untung kamu cakep, Lex!’ dumel Anya sembari menatap Alexa. “Tante jangan bilang-bilang ke Ichell ya.. Lexa rencananya mau kasih Ichell surprise.” Kejutan?! Sudah pasti Michellion akan sangat terkejut. Anak itu sengaja memilih sekolah yang tak akan mungkin dilirik oleh keluarga Sasongko. Michellion rela berpisah dari para sahabatnya agar dapat menghindari Alexa.
Michellion membuka pintu rumahnya tanpa menutupnya kembali. “Mamaaa!!” Bungsu Kamarudin Hasan itu sengaja berteriak untuk membuat mamanya naik darah. “Welcom home, Ichell!!” “Mam.. Hiyaaak!!” jerit Michellion dengan tubuh terlonjak, yang otomatis menghentikan langkah kakinya. Kedua lengan Michellion terlipat di depan dada— dengan kepalan tangannya yang mengarah ke atas langit-langit ruang keluarga. Ekspresi wajahnya yang semula tengil, berubah seketika setelah melihat sosok yang menyambut kepulangannya. “MAMA! NGAPAIN SI NEN..” Suara Michellion mengecil, tatkala matanya beradu pandang dengan sahabat mamanya, “ek sihir..” “WEY!” Pemuda cilik itu kemudian memekik keras karena lengannya yang ditarik masuk ke dalam pelukan. “Miss you, Ichell!! Kangen banget aku tuh sama kamu.” Oh— ini bencana! Belum lama dirinya merasakan indahnya kebebasan dan sekarang ia harus kembali tersedot pada labirin penganiayaan mental gadis yang dirinya hindari. “Lep-pas-in ak-ku!” Pinta Michellion penuh
Kegagalan Josephin dalam menikahi Jesika secara dadakan akhirnya terbalas. Dikarenakan dirinya yang merupakan kakak Kamasea, ijab qobulnya pun dilaksanakan terlebih dahulu. Tak seperti biasa, Josephin benar-benar tidak mau mengalah pada saudara kembarnya. Untuk pertama kalinya ia bersikap egois, memprioritaskan dirinya di atas kemauan sang adik. “Hi, Wife..” Sapa Josephin dengan senyuman sehangat mentari kala penghulu telah mengesahkan pernikahan mereka. “Hello, Jo..” Pada meja yang bersebelahan dengan prosesi ijab qobul Josephin, Kamasea berseru. “Cih! Abang shut up! Gilirannya Ceya ini!!” Seruannya itu terdengar oleh seluruh tamu undangan mengingat adanya alat pengeras yang terpasang di atas meja ijabnya. “Ya Tuhan.. Punya anak pada ngebet kawin.. Dikira kawin enak kali ya..” gumam Anya, menepuk keningnya. Setelah Michellion yang biang kerok itu ia lepaskan dengan segenap keikhlasan hati, kini tibalah pada momen yang menurut Anya paling berat. Sebagai seorang ibu yang mencintai
Duka mendalam sedang dirasakan oleh Alexiz. Sejak penghulu yang menikahkan putrinya pulang, pria tampan itu terus saja menangis. Kenyataan dimana putrinya telah dipersunting oleh anak sahabatnya semakin terasa nyata.“Tell me! It was a dream, right? Tadi mereka cuman simulasi ijab aja kan?!” Ucap lirih Alexiz yang belum dapat menerima kenyataan.Melepaskan putri kesayangannya ke tangan pria lain merupakan mimpi terburuk Alexiz. Apalagi kepada orang seperti Michellion Hasan yang ia kenal baik kebobrokannya.“Alexiz, wake up! ini nyata! Lexa kita udah nikah, Lex. Dia akhirnya bisa raih cita-citanya..”Alexiz pun terhenyak. ‘Cita-Cita sampah sialan!’ maki pria itu dalam hati.Sejak kapan tepatnya menikah menjadi cita-cita? Putrinya sungguh abnormal. Disaat anak lain mencita-citakan pekerjaan setinggi langit, putrinya yang cantik dan sedikit tidak baik hati justru mengidam-idamkan lelaki bermasa depan suram seperti Michellion.Ngenes.. Ngenes! Mana anak satu-satunya lagi ah!“Stop crying
“Saya terima nikah dan kawinnya, Alexa Sasongko bin..” “Bin.. Bin-tiiii..” Plak! “Argh, Mama!!” erang Michellion kesakitan. “Satu tarikan napas, Ichell!! Satu tarikan!” berang Anya tak mengindahkan protes kesakitan bungsunya. “Serius dong! Jangan salah-salah mulu! Sekali salah lagi, nggak bisa kawin selamanya kamu!” timpal Anya, menakut-nakuti Michellion. Putranya sudah dua kali mengacaukan ijab qobulnya. Anya kan gemas jadinya. Kalau memang tidak niat menikah, anak itu seharusnya bersikap gentle, berani mengakui ketidaksiapannya di depan Alexa dan keluarganya. Memang dasar Michellion! Otaknya hanya berkembang jika menyangkut uang, selebihnya mah nol besar. Michellion yang ragu dengan pernyataan Anya pun bertanya, “masa sih, Mah? Masa gitu doang Ichell terus harus jadi jomblo seumur hidup?” “Dih, nggak percaya-an! Auto blacklist kamu tuh. Iya kan Pak Penghulu?” “Ng..” Melihat pelototan maut Anya, penghulu yang tadinya hendak menyangkal pun merubah jawabannya. “Iya, Mas! Mas h
“Gundulmu!” Sembur Alexiz, ngegas.Calon menantunya memang minta ditendang sampai ke Afrika. Ya mengapatidak– disaat suasana sedang panas-panasnya, anak itu tetap bisa mengelantur.Padahal ia sedang panas dingin karena mendeteksi adanya sinyal permusuhan dariorang-orang rumahnya.Anya menjentikan jari. “Woi! Jadinya gimana? Kaki gue pegel nih berdiri mulu!” tanya perempuan itu tak santai.“...”“Mah, Mah!!” sela Josephin karena omnya tak kunjung menanggapi pertanyaan sang mama. “Nikahin sekarang aja sekalian, Mah. Itung-itung jagain Om Lexiz kalau berubah pikiran lagi ntarnya..”“What?!”Siapa sangka jika usul Josephin itu mengagetkan dua pria disana.Iya, kalian tidak salah jika menebak pekikan tersebut berasal dari mulut Michellion dan calon papa mertuanya.Kali ini keduanya terlihat sangat kompak. Karena kekompakan yang jarang terlihat itu, keduanya bahkan sampai bertatapan mesra.Respon kaget yang mengisyaratkan ketidaksetujuan itu berbanding terbalik dengan Alexa.Alexa yang te
‘Anjing lah! Perasaan gue jadi anak udah sholeh, kenapa ada aja sih ujiannya!’Ditengah umpatan yang Michellion pendam, bibir anak itu berkedut dikarenakan senyuman yang terpaksa harus dirinya hadirkan.“Kamu, bla-bla-bla..”Dengan wajah datarnya— bungsu kamarudin itu berpura-pura fokus mendengarkan. Setiap kali nada papa Alexa berubah, ia menganggukkan kepala. Padahal ia sendiri tidak menyimak serius kalimat-kalimat yang dikeluarkan oleh omnya.“Gara-gara kamu masa depan Lexa jadi kacau gini! Kalau sampai kamu nanti nggak bisa bahagiain Lexa... Siap-siap aja ya kamu.. Om bakal kirim kamu ke neraka jahanam!”“Heum..” gumam Michellion lemah sebagai jawaban.“Jalur express!!”“Via darat apa laut, Om?” celetuk Michellion. Ia paling tidak betah jika harus terus dalam mode serius. Menjadi orang serius bukanlah bakatnya. Melakukan itu hanya membuatnya lelah jiwa dan raga.“What the..”“Uhuk!! Banyak anak dibawah umur disini, Lex!” tegur Kalingga. Setelah tak bisa menghadiri acara lamaran ke
Pada hari berikutnya, kediaman Anya kembali ramai. Kali ini lamaran datang dari pihak orang kepercayaan Kamarudin.“Apaan nih, Man? Pake repot-repot segala.”“Sogokan biar lamarannya nanti diterima, Bu.” Kekeh Lukman dengan tawa renyah di akhir kalimatnya.“Aigo! Mana ada Kenan ditolak.. Bawa diri aja udah pasti diterima lamarannya.” Sahut Anya, membalas.Anya tak mungkin mempersulit masuknya Kenan ke dalam keluarga besar mereka. Selain dikarenakan putrinya yang terlanjur cinta mati, Kenan sendiri sudah dirinya incar sejak keduanya baru mendekatkan diri.Andaikan Kamarudin tidak bertindak sebagai ayah yang terlewat posesif kepada putrinya, pembicaraan tentang pernikahan Kamaseda dan Kenan pasti sudah lama terealisasikan.“Masuk, yuk.. Kita kirain nggak jadi kesini.. Abisnya lama banget nggak nyampe-nyampe kaliannya.” Ujar Kamarudin, mempersilahkan.“Iya, nih!! Ceya sampe udah mau banjir air mata itu..” pungkas Anya, menimpali perkataan Kamarudin.Kenan pun meminta maaf karena telah me
Sudah diputuskan!! Demi menghargai silsilah persaudaraan diantara anak-anaknya, Kamarudin dan Anya pun akhirnya menentukan hari yang berbeda untuk prosesi lamaran ketiganya. Ya, hanya 3 karena Josephin tidak dihitung.. Menjelang hari lamarannya, Josephin untuk sementara waktu diungsikan ke rumah orang tua Anya. Anak itu akan mengetuk pintu rumah mereka dengan didampingi opa dan kedua omanya. Terdengar rempong kan?! Namun bagi Anya, alur seperti itu, hukumnya wajib untuk dijalankan. Anya tidak ingin melepas putri pertamanya dengan asal-asalan. Ia ingin putrinya dilepaskan dengan alur yang semestinya, seperti para anak perempuan milik orang lain. Untuk itu, Josephin pun harus melakukannya sesuai prosedur, dengan bertindak seolah-olah dia merupakan pihak luar yang hendak meminang putri dari keluarganya. Yah, salah sendiri ngebet nikahnya sama dengan angota keluarga sendiri. Coba saja anak itu memilih gadis lain, pendampingan pada lamarannya pasti akan ditemani Anya dan Kamarudin se
“Ya Tuhan,” desah Kamarudin.Pria itu meletakkan ponselnya ke atas meja kerja.“Sialan lo, Lex!”Beberapa detik yang lalu Kamarudin baru saja mendapatkan laporan. Ia akhirnya mengetahui jika sahabat baiknya lah yang menjadi dalang dari meledaknya tagihan putra bungsunya.Sungguh sahabat yang baik. Pria itu sangat tahu cara untuk membalaskan dendamnya. Dengan begini, ia jadi tak bisa berkutik, termasuk memarahi putranya agar Michellion dapat belajar artinya bertanggung jawab dalam menggunakan uang.Yah, mereka juga tak mungkin mengambil kembali barang-barang yang telah diberikan. Hal itu sangat tidak etis. Sebesar apa pun mereka merugi, apa yang mereka hadiahkan jelas sudah menjadi hak si penerima, terlepas dari seberapa liciknya Alexiz dalam memanfaatkan momentum lamaran putrinya.“Man, buat lamaran Ceya nanti, kalian udah nyiapin apa?” tanya Kamarudin, mengangkat kepalanya dan memandang Lukman yang saat ini tengah membaca berkas di meja tamu ruangan kerjanya.“Standar saja sih, Pak..
Michellion berjalan mengendap setelah melewati pintu utama rumahnya.Kepalanya celingukan, memastikan jika dirinya aman, tak berpapasan dengan sang mama.Gila, Gila!Seharian berkeliling mencari hadiah benar-benar membuatnya ingin mati berdiri.Ia tidak tahu pasti berapa uang yang telah dirinya gelontorkan, tapi mengingat banyaknya perhiasan dan hal-hal lain yang calon papa mertuanya beli, sudah dipastikan ia akan tinggal nama ditangan mamanya.“Chell..”“Ssst, Kak, jangan kenceng-kenceng!” hardik Michellion, pelan. Ia kan tengah menghindari pertemuan dengan mamanya. Kalau sampai mamanya tahu ia sudah pulang, habis sudah telinga dan kewarasannya.Di Balik tembok yang memisahkan ruang tamu dengan keluarga, Michellion melambaikan tangan, mengundang sang kakak untuk mendekat ke arahnya.“Apaan sih? Kamu yang kesini lah!”Mendengar jawaban kakaknya, Michellion pun menghentakkan kaki-kakinya.“Cepetan ih!!” pinta Michellion, setengah mengerang.Rumahnya mungkin terlihat sepi, tapi dibalik