Mulai besok Qey double up yak, jadi jangan sampe keabisan koin, hihihi
Michellion membuka pintu rumahnya tanpa menutupnya kembali. “Mamaaa!!” Bungsu Kamarudin Hasan itu sengaja berteriak untuk membuat mamanya naik darah. “Welcom home, Ichell!!” “Mam.. Hiyaaak!!” jerit Michellion dengan tubuh terlonjak, yang otomatis menghentikan langkah kakinya. Kedua lengan Michellion terlipat di depan dada— dengan kepalan tangannya yang mengarah ke atas langit-langit ruang keluarga. Ekspresi wajahnya yang semula tengil, berubah seketika setelah melihat sosok yang menyambut kepulangannya. “MAMA! NGAPAIN SI NEN..” Suara Michellion mengecil, tatkala matanya beradu pandang dengan sahabat mamanya, “ek sihir..” “WEY!” Pemuda cilik itu kemudian memekik keras karena lengannya yang ditarik masuk ke dalam pelukan. “Miss you, Ichell!! Kangen banget aku tuh sama kamu.” Oh— ini bencana! Belum lama dirinya merasakan indahnya kebebasan dan sekarang ia harus kembali tersedot pada labirin penganiayaan mental gadis yang dirinya hindari. “Lep-pas-in ak-ku!” Pinta Michellion penuh
Josephin menepikan mobilnya. Ia menginjak pedal rem dan memindahkan tuas persneling ke dalam mode parkir. Tangan kanannya menekan tombol navigasi, menurunkan kaca pada pintu kabin yang dirinya tempati. Setelah itu, Josephin menyalakan klakson, berniat memberitahukan kehadirannya pada sosok yang saat ini tengah berbincang dengan teman-temannya. “Jooo..” Sapa si gadis sembari melambaikan tangannya. Josephin pun membalasnya dengan semangat yang sama. “Wait, tunggu sebentar ya, Jo..” “Ya,” balas Josephin, singkat. Pandangan pemuda itu tak beralih meski sosok yang dirinya jemput telah mengetahui eksistensinya. Josephin tetap setia, memandangi sang gadis, demi untuk memuaskan keserakahannya akan diri gadis yang diam-diam dirinya sukai. “Eum, begitu aja.. Nanti aku coba tanya Papaku, siapa tau aja dia mau bantuin kita.. Kalau gitu aku pulang dulu ya.. Kasihan adek aku, dia juga baru pulang sekolah.” Bersamaan dengan jari-jari tangannya yang mengepal, sudut bibir Josephin berdekut.
“Jesi?”“Eh, Hi, Do!” balas Jesika, ramah.Josephin dan Jesika baru saja keluar dari toko roti ketika seseorang menghentikan langkah kaki mereka.Mendengar betapa ramahnya Jesika, kilat dimata Josephin pun menyambar.Tubuhnya bereaksi cepat, menarik lengan Jesika agar berada di belakangnya.“Jo, kamu ngapain?” tanya Jesika berbisik.Orang yang menyapanya bukanlah orang asing. Pemuda itu merupakan teman yang dulunya pernah mengambil kelas dan mata kuliah yang sama dengannya.“Aku kenal kok sama dia..” imbuh Jesika, masih berpikir jika mungkin saja Josephin mengira temannya sebagai pemuda antah berantah yang ingin mendekatinya.Karena Josephin melepaskan tangannya, Jesika pun lagi-lagi bersuara untuk menyakinkan sang adik.“Kamu kan denger kita saling panggil nama..”Josephin mengerang rendah. Sulit baginya untuk membiarkan Jesika berbincang dengan lawan jenis, selain pada Kenan dan keluarganya. Jiwa posesifnya terlalu kuat, sampai mengakar ke denyut nadinya.Pemuda di hadapan Josephin
Saat ini, Surti, Jesika dan si kembar— keempatnya tengah berdiam di kamar Michellion. Kamasea sendiri menjadi orang terakhir, yang menyusul pengasuh serta kedua kakaknya. Gadis itu bergegas naik ke lantai dua, usai mengantarkan kepergian Kenan dari rumahnya.“Aneh! Kok bisa ketahuan sih, kalau Ichellnya nilep duit jajan?” Seloroh Kamasea yang tak habis pikir, mengapa tindak penggelapan adiknya bisa diketahui oleh sang mama.“Jangan-Jangan Mama punya kekuatan khusus lagi?” Oceh anak itu untuk kesekian kalinya.Jika dipikir-pikir kembali, tidak ada yang luput dari pengawasan mama mereka. Wanita itu seperti mempunyai banyak mata yang tersebar dimana-mana, hingga membuat mereka tak dapat menyembunyikan kenakalan.Josephin yang gemas akan pemikiran adik perempuannya pun melayangkan sentilan pada dahi anak itu.“Ih, sakit, Abang!” rengek Kamasea sembari menggosok keningnya.“Habisnya kamu yang nggak-nggak sih! Mulai sekarang kurang-kurangin deh nonton anime-nya! Kamu juga Cil!”Michellion
“Liat, Pah! Kata Abang, tytyd Papa nggak ilang evenudah disunat!” dengan semangat empat lima, Michellion memaksa Kamarudin untukmemperlihatkan pusaka berharganya. “Pah, buka, cepetan! Ichell kan mau liatih!” Saking semangatnya, anak itu bahkan sampai menarik-narik tali pengikatcelana pendek papanya.“Babe, anakmu! Aku mau dibugilin sama dia..”Anya pun meraup wajahnya. Kelakuan anakbungsunya sungguh di luar nalar. Ia saja belum sepenuhnya memaafkan kesalahanyang diperbuatnya,, sekarang dia kembali berulah, jauh lebih ekstrim darisekedar korupsi uang jajan sekolahnya.“Chell, panggil Abang. Buktiin pake punyadia aja..” “Ah, iyak! Abang kan juga udah sunat ya,Mah..”Josephin yang mendengarnya pun mengubah langkahkakinya. Anak lelaki tertua Anya itu melangkah mundur, tak meneruskan niatnyauntuk menyambangi kamar kedua orang tuanya.Nahasnya, Josephin tertangkap oleh sangadik yang berlari secepat pelari nasional. Anak itu menarik atasan seragamkakaknya hingga terdengar suar
Miranti memicingkan matanya. “Kayak Shafa..” Cicitnya, memperhatikan sosok yang baru saja menuruni sebuah mobil di depan gerbang rumahnya. “Hwik!!” Miranti buru-buru menyembunyikan dirinya dibelakang pilar saat kepala Shafa berputar. “Eh— ngapain aku ngumpet segala? Aku kan bukan maling!” cerocos perempuan itu setelah tersadar dengan apa yang dirinya lakukan. Kini dengan percaya diri, Miranti pun memunculkan dirinya. “Shafaa!” Ia memanggil nama sang putri dan bertitah, keras. “Bawa masuk ke dalem!” kalimatnya merujuk pada pemuda yang mengantarkan kepulangan putrinya. “KE RUMAH MAS KAMAU!” Teriaknya lagi dengan tangan terentang, menunjuk rumah anak tengahnya. Miranti lupa jika rumahnya tengah diinvasi oleh sekumpulan tukang drama. Cucu perempuannya juga sedang sakit. Ia masih mempunyai hati nurani untuk tak menambah beban pikiran Kalingga. Perempuan itu pun lebih dulu pergi menuju kediaman sang putra, melewati pintu penghubung yang memang dibuat agar memudahkan mobilitas dua pen
“Dinuduh! Awas dilaporin pencemaran nama baik loh kamu!” amuk Anya, memperingati Kamarudin yang asal menuduh anak orang. “Overdosis kan banyak penyebabnya, Babe. Siapa tau dia minum obat pilek dosisnya kebanyakan..” “Keracunan, Pak!” Ucap Benton agar tak disalahpahami. Pertemuan pertamanya dengan keluarga Shafa tak boleh berakhir kacau. Gadis manis, penurut dan mandiri seperti Shafa sangat sulit ditemukan. Shafa bahkan tak pernah menuntut aneh-aneh. Terpenting, Shafa jauh dari kata materialistis. Dua minggu mereka berpacaran, tapi Shafa tak sekali pun memanfaatkan dirinya. Setiap kali pergi kencan, mereka paling hanya menonton dan makan di restoran. Shafa tak pernah aji mumpung untuk dibelanjakan meski ia sudah menawarkan hal itu. Yah— Sekarang Benton mengerti alasannya. Shafa yang terlihat sederhana, gadis itu hidup berkecukupan. Kakaknya merupakan mantan dosen yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama perusahaan keluarga istrinya. Jika dilihat dari penampilan ibunya pun, ke
“Morning, Pak Udin..”Senyum selebar daun kelor membuat gigi-gigi Benton terlihat, tatkala menyapa Kamarudin yang tengah membukakan pintu untuknya.“Kamarudin!” bentak Kamarudin, tak terima jika ada orang asing memanggilnya dengan nama khusus yang diberikan oleh sang istri.“Ngapain kamu disini? Shafa tinggalnya disamping!” lontar Kamarudin, berbicara dengan nada teramat ketus.Pagi hari Kamarudin mendadak menjadi suram seusai melihat wajah laki-laki yang mencuri hati adiknya.Sungguh pengawalan hari yang memuakkan. Kamarudin sanksi jika hari-harinya akan berjalan indah nantinya.“Saya tahu, Pak. Tapi kata Tante Miranti, belum waktunya saya ngapel ke sana. Tunggu Pak Ud—Kamarudin,” cicit Benton merevisi panggilannya, lalu berkata, “nge-ACC saya jadi calon adik iparnya dulu.”Hampir saja Benton keceplosan. Bersama kakak seniornya yang kelak akan menjadi kakak iparnya, lidah Benton telah terlatih untuk menistakan nama dosen mereka.Benton juga merasa jika nama panggilan yang dibuat oleh
Kegagalan Josephin dalam menikahi Jesika secara dadakan akhirnya terbalas. Dikarenakan dirinya yang merupakan kakak Kamasea, ijab qobulnya pun dilaksanakan terlebih dahulu. Tak seperti biasa, Josephin benar-benar tidak mau mengalah pada saudara kembarnya. Untuk pertama kalinya ia bersikap egois, memprioritaskan dirinya di atas kemauan sang adik. “Hi, Wife..” Sapa Josephin dengan senyuman sehangat mentari kala penghulu telah mengesahkan pernikahan mereka. “Hello, Jo..” Pada meja yang bersebelahan dengan prosesi ijab qobul Josephin, Kamasea berseru. “Cih! Abang shut up! Gilirannya Ceya ini!!” Seruannya itu terdengar oleh seluruh tamu undangan mengingat adanya alat pengeras yang terpasang di atas meja ijabnya. “Ya Tuhan.. Punya anak pada ngebet kawin.. Dikira kawin enak kali ya..” gumam Anya, menepuk keningnya. Setelah Michellion yang biang kerok itu ia lepaskan dengan segenap keikhlasan hati, kini tibalah pada momen yang menurut Anya paling berat. Sebagai seorang ibu yang mencintai
Duka mendalam sedang dirasakan oleh Alexiz. Sejak penghulu yang menikahkan putrinya pulang, pria tampan itu terus saja menangis. Kenyataan dimana putrinya telah dipersunting oleh anak sahabatnya semakin terasa nyata.“Tell me! It was a dream, right? Tadi mereka cuman simulasi ijab aja kan?!” Ucap lirih Alexiz yang belum dapat menerima kenyataan.Melepaskan putri kesayangannya ke tangan pria lain merupakan mimpi terburuk Alexiz. Apalagi kepada orang seperti Michellion Hasan yang ia kenal baik kebobrokannya.“Alexiz, wake up! ini nyata! Lexa kita udah nikah, Lex. Dia akhirnya bisa raih cita-citanya..”Alexiz pun terhenyak. ‘Cita-Cita sampah sialan!’ maki pria itu dalam hati.Sejak kapan tepatnya menikah menjadi cita-cita? Putrinya sungguh abnormal. Disaat anak lain mencita-citakan pekerjaan setinggi langit, putrinya yang cantik dan sedikit tidak baik hati justru mengidam-idamkan lelaki bermasa depan suram seperti Michellion.Ngenes.. Ngenes! Mana anak satu-satunya lagi ah!“Stop crying
“Saya terima nikah dan kawinnya, Alexa Sasongko bin..” “Bin.. Bin-tiiii..” Plak! “Argh, Mama!!” erang Michellion kesakitan. “Satu tarikan napas, Ichell!! Satu tarikan!” berang Anya tak mengindahkan protes kesakitan bungsunya. “Serius dong! Jangan salah-salah mulu! Sekali salah lagi, nggak bisa kawin selamanya kamu!” timpal Anya, menakut-nakuti Michellion. Putranya sudah dua kali mengacaukan ijab qobulnya. Anya kan gemas jadinya. Kalau memang tidak niat menikah, anak itu seharusnya bersikap gentle, berani mengakui ketidaksiapannya di depan Alexa dan keluarganya. Memang dasar Michellion! Otaknya hanya berkembang jika menyangkut uang, selebihnya mah nol besar. Michellion yang ragu dengan pernyataan Anya pun bertanya, “masa sih, Mah? Masa gitu doang Ichell terus harus jadi jomblo seumur hidup?” “Dih, nggak percaya-an! Auto blacklist kamu tuh. Iya kan Pak Penghulu?” “Ng..” Melihat pelototan maut Anya, penghulu yang tadinya hendak menyangkal pun merubah jawabannya. “Iya, Mas! Mas h
“Gundulmu!” Sembur Alexiz, ngegas.Calon menantunya memang minta ditendang sampai ke Afrika. Ya mengapatidak– disaat suasana sedang panas-panasnya, anak itu tetap bisa mengelantur.Padahal ia sedang panas dingin karena mendeteksi adanya sinyal permusuhan dariorang-orang rumahnya.Anya menjentikan jari. “Woi! Jadinya gimana? Kaki gue pegel nih berdiri mulu!” tanya perempuan itu tak santai.“...”“Mah, Mah!!” sela Josephin karena omnya tak kunjung menanggapi pertanyaan sang mama. “Nikahin sekarang aja sekalian, Mah. Itung-itung jagain Om Lexiz kalau berubah pikiran lagi ntarnya..”“What?!”Siapa sangka jika usul Josephin itu mengagetkan dua pria disana.Iya, kalian tidak salah jika menebak pekikan tersebut berasal dari mulut Michellion dan calon papa mertuanya.Kali ini keduanya terlihat sangat kompak. Karena kekompakan yang jarang terlihat itu, keduanya bahkan sampai bertatapan mesra.Respon kaget yang mengisyaratkan ketidaksetujuan itu berbanding terbalik dengan Alexa.Alexa yang te
‘Anjing lah! Perasaan gue jadi anak udah sholeh, kenapa ada aja sih ujiannya!’Ditengah umpatan yang Michellion pendam, bibir anak itu berkedut dikarenakan senyuman yang terpaksa harus dirinya hadirkan.“Kamu, bla-bla-bla..”Dengan wajah datarnya— bungsu kamarudin itu berpura-pura fokus mendengarkan. Setiap kali nada papa Alexa berubah, ia menganggukkan kepala. Padahal ia sendiri tidak menyimak serius kalimat-kalimat yang dikeluarkan oleh omnya.“Gara-gara kamu masa depan Lexa jadi kacau gini! Kalau sampai kamu nanti nggak bisa bahagiain Lexa... Siap-siap aja ya kamu.. Om bakal kirim kamu ke neraka jahanam!”“Heum..” gumam Michellion lemah sebagai jawaban.“Jalur express!!”“Via darat apa laut, Om?” celetuk Michellion. Ia paling tidak betah jika harus terus dalam mode serius. Menjadi orang serius bukanlah bakatnya. Melakukan itu hanya membuatnya lelah jiwa dan raga.“What the..”“Uhuk!! Banyak anak dibawah umur disini, Lex!” tegur Kalingga. Setelah tak bisa menghadiri acara lamaran ke
Pada hari berikutnya, kediaman Anya kembali ramai. Kali ini lamaran datang dari pihak orang kepercayaan Kamarudin.“Apaan nih, Man? Pake repot-repot segala.”“Sogokan biar lamarannya nanti diterima, Bu.” Kekeh Lukman dengan tawa renyah di akhir kalimatnya.“Aigo! Mana ada Kenan ditolak.. Bawa diri aja udah pasti diterima lamarannya.” Sahut Anya, membalas.Anya tak mungkin mempersulit masuknya Kenan ke dalam keluarga besar mereka. Selain dikarenakan putrinya yang terlanjur cinta mati, Kenan sendiri sudah dirinya incar sejak keduanya baru mendekatkan diri.Andaikan Kamarudin tidak bertindak sebagai ayah yang terlewat posesif kepada putrinya, pembicaraan tentang pernikahan Kamaseda dan Kenan pasti sudah lama terealisasikan.“Masuk, yuk.. Kita kirain nggak jadi kesini.. Abisnya lama banget nggak nyampe-nyampe kaliannya.” Ujar Kamarudin, mempersilahkan.“Iya, nih!! Ceya sampe udah mau banjir air mata itu..” pungkas Anya, menimpali perkataan Kamarudin.Kenan pun meminta maaf karena telah me
Sudah diputuskan!! Demi menghargai silsilah persaudaraan diantara anak-anaknya, Kamarudin dan Anya pun akhirnya menentukan hari yang berbeda untuk prosesi lamaran ketiganya. Ya, hanya 3 karena Josephin tidak dihitung.. Menjelang hari lamarannya, Josephin untuk sementara waktu diungsikan ke rumah orang tua Anya. Anak itu akan mengetuk pintu rumah mereka dengan didampingi opa dan kedua omanya. Terdengar rempong kan?! Namun bagi Anya, alur seperti itu, hukumnya wajib untuk dijalankan. Anya tidak ingin melepas putri pertamanya dengan asal-asalan. Ia ingin putrinya dilepaskan dengan alur yang semestinya, seperti para anak perempuan milik orang lain. Untuk itu, Josephin pun harus melakukannya sesuai prosedur, dengan bertindak seolah-olah dia merupakan pihak luar yang hendak meminang putri dari keluarganya. Yah, salah sendiri ngebet nikahnya sama dengan angota keluarga sendiri. Coba saja anak itu memilih gadis lain, pendampingan pada lamarannya pasti akan ditemani Anya dan Kamarudin se
“Ya Tuhan,” desah Kamarudin.Pria itu meletakkan ponselnya ke atas meja kerja.“Sialan lo, Lex!”Beberapa detik yang lalu Kamarudin baru saja mendapatkan laporan. Ia akhirnya mengetahui jika sahabat baiknya lah yang menjadi dalang dari meledaknya tagihan putra bungsunya.Sungguh sahabat yang baik. Pria itu sangat tahu cara untuk membalaskan dendamnya. Dengan begini, ia jadi tak bisa berkutik, termasuk memarahi putranya agar Michellion dapat belajar artinya bertanggung jawab dalam menggunakan uang.Yah, mereka juga tak mungkin mengambil kembali barang-barang yang telah diberikan. Hal itu sangat tidak etis. Sebesar apa pun mereka merugi, apa yang mereka hadiahkan jelas sudah menjadi hak si penerima, terlepas dari seberapa liciknya Alexiz dalam memanfaatkan momentum lamaran putrinya.“Man, buat lamaran Ceya nanti, kalian udah nyiapin apa?” tanya Kamarudin, mengangkat kepalanya dan memandang Lukman yang saat ini tengah membaca berkas di meja tamu ruangan kerjanya.“Standar saja sih, Pak..
Michellion berjalan mengendap setelah melewati pintu utama rumahnya.Kepalanya celingukan, memastikan jika dirinya aman, tak berpapasan dengan sang mama.Gila, Gila!Seharian berkeliling mencari hadiah benar-benar membuatnya ingin mati berdiri.Ia tidak tahu pasti berapa uang yang telah dirinya gelontorkan, tapi mengingat banyaknya perhiasan dan hal-hal lain yang calon papa mertuanya beli, sudah dipastikan ia akan tinggal nama ditangan mamanya.“Chell..”“Ssst, Kak, jangan kenceng-kenceng!” hardik Michellion, pelan. Ia kan tengah menghindari pertemuan dengan mamanya. Kalau sampai mamanya tahu ia sudah pulang, habis sudah telinga dan kewarasannya.Di Balik tembok yang memisahkan ruang tamu dengan keluarga, Michellion melambaikan tangan, mengundang sang kakak untuk mendekat ke arahnya.“Apaan sih? Kamu yang kesini lah!”Mendengar jawaban kakaknya, Michellion pun menghentakkan kaki-kakinya.“Cepetan ih!!” pinta Michellion, setengah mengerang.Rumahnya mungkin terlihat sepi, tapi dibalik