Waduh! Ntar judulnya jadi adikku adalah guru cintaku?
“Ha-ha-ha-ha!” Flora memegangi perutnya. Perempuan itu tergelak mendengar apa yang Kalingga ceritakan. “Kamu seriusan ngomong kayak gitu ke adik kamu, Mas?”“Honey, kamu ngetawain Mas?”“Maaf, Maaf. Aku nggak tahan, Mas. Kamu lucu banget soalnya.” Angel mengulum bibirnya, mencoba menahan agar tawanya terhenti. Sungguh, suami kulkasnya sangat menggemaskan. Bisa-bisanya dia ingin berguru untuk sesuatu yang tidak diperlukan.Bagaimanapun sikap Kalingga, Flora tak mempermasalahkannya. Ia sudah terbiasa dengan suaminya yang jarang dapat mengekspresikan rasa cintanya. Meski tak setiap saat, tapi momen itu selalu muncul di waktu yang tepat.Begitu saja sudah cukup. Flora tak ingin mengubah Kalingga.“Mas, kamu nggak perlu kayak siapa pun. Aku suka Mas yang apa adanya. Aku juga nggak sebel kok sama sikap dingin, Mas. Anggep aja itu ciri khas yang Mas punya.”Flora merebahkan kepalanya di pangkuan Kalingga. Ia merubah posisinya tidurnya, membuat wajah keduanya saling berhadapan.“Mas mau aku
Marisca menggigit jari-jarinya. Wanita yang berkedudukan sebagai asisten pribadi ke-2 Kalingga itu mengalami kecemasan.Hari ini Kalingga dan ayahnya tidak masuk kantor dan kabarnya keluarga Hasan tengah menggelar syukuran atas hamilnya istri Kalingga.“Wanita itu hamil..” cicitnya, tak tenang.Tanpa kehamilan saja Kalingga terlihat begitu mencintainya, apalagi jika wanita itu mengandung darah daging Kalingga?! Maka kesempatannya untuk mendekati Kalingga akan semakin tipis.Selama ini ia sudah berusaha keras menahan diri dari penyiksaan istri Kalingga. Ia berdiam ketika direndahkan hanya untuk tetap bisa berada disekitar pria yang pernah dirinya sukai dalam diam. Ia suka kala melihat Kalingga berubah menjadi sangat lembut meski itu bukan ditujukan untuknya.Setidaknya ia dapat membayangkannya setiap malam. Berandai jika itu dirinya lalu terlelap dan melanjutkan bayangan indah tersebut di dalam mimpinya.“Bagaimana ini?! Apa yang harus aku lakukan?! Lingga udah deket. Aku nggak bisa ke
Asap tak kasat mata mengepul di atas ubun-ubun Anya. Setelah dirinya susah payah memasak, masakan yang dirinya masak selama berjam-jam berakhir mengenaskan. Jangankan disentuh oleh sang peminta, dicicipi pun tidak. ‘Keterlaluan!’ Padahal membuat nasi ayam Hainan tak semudah membalikan telapak tangan. Prosesnya sangat lama dan panjang menurut Anya. Flora harus menunggu berjam-jam karena itu pertama kalinya ia membuat masakan tersebut. Pada saat menunggu itu-lah mulut cantik sahabatnya terus mengunyah makanan ringan dan membuat perutnya kekenyangan. Seandainya saja ada pengukuran ngidam paling mengesalkan serta menguras emosi dan seluruh bagian isi kantong empedu, ngidam Flora lah yang menduduki posisi kursi pemenang pertamanya. Sial sekali! Ia terkena prank ibu hamil anyaran! “Nyam, maafin gue. Gue beneran udah kenyang pake banget. Udah nggak sanggup makan apa-apan lagi. Sekarang aja gue mual liatnya.” Ucapan Flora merujuk pada makanan yang sudah Anya sajikan. Ia ingin muntah bukan
Anya C.H [Lo! Jangan ikut-ikutan bikin idup gue nambah susah hari ini!]“The fuck! Nggak jelas bininya Kamaru!” gerutu Alexiz usai membaca pesan yang istri sahabatnya kirimkan. Pesan tersebut tampaknya tak berhenti disana, Anya terlihat masih mengetikkan pesan lanjutan untuknya.[Lo ikutin aja rencana Angel! Gue sibuk! Nggak ada waktu buat ngurusin masalah lo sama dia. Don't childish! Angel pengen nyelesein masalah kalian karena dia percaya sama lo!]‘Angel?’ batinnya menemukan nama sang istri disebutkan dalam pesan wanita itu. Angel sepertinya menghubungi Anya karena dirinya tak bisa diajak berbicara dengan benar.[Stupid!]Tak ketinggalan emoticon jari tengah tersemat sebagai penutup pesan Anya.“What a bitch! Nggak sopan lo, Nya! Gue kan lebih tua jauh dari lo!”Istri sahabatnya benar-benar minus akhlak. Meski santai begini, rentang usia mereka tak bisa dikatakan sedikit. Wanita itu pantas bahkan pantas dijuluki sebagai keponakannya.Alexiz menghisap batang rokok ditangannya dalam
“Mas! HP kamu bunyi!” Seru Flora memanggil Kalingga yang kini sedang berada di kamar mandi.“Angkat aja, Hon. Paling orang kantor.”Dikarenakan telah mendapatkan izin untuk mengakses ponsel suaminya, Flora pun menuruni ranjang. Ia meraih ponsel yang Kalingga tinggalkan di atas nakas.Pada layar telepon genggam suaminya, ID penelepon bertuliskan PA2 lengkap bersama potretnya, membuat Flora mengetahui dengan pasti siapa gerangan yang tengah menghubungi sang suami.Flora terlebih dahulu mengusap icon telepon pada layar ponsel Kalingga, sebelum tangannya meletakkan ponsel tersebut pada daun telinganya. “Ya?” jawabnya dengan suara tegas.‘Ling.. Ah, maksud saya Pak Kalingga. Bisa saya berbicara dengan beliau, Bu?’Seseorang di seberang sana tampaknya tahu benar jika Flora-lah yang mengangkat panggilannya. Dia segera merevisi panggilannya untuk sang suami. Sekali pun demikian, kesal
Kamarudin mengendurkan simpul dasi yang melingkar pada batang lehernya. Pria itu melepaskannya dengan gerakan tergesa.Pemandangan yang dirinya lihat cukup menyakitkan mata dan untuk itu, ia harus meminta pertanggungjawaban kepada sang kakak.“Beresin aja dikit-dikit, Mbak Surti! itu tadi saya liat dia ngelempar ke belakang sofa..”“Siap, Mas.”“Saya ke samping dulu,” pamit Kamarudin lalu undur diri untuk menyatroni sang kakak.Dampak psikologis yang tercipta berkat penolakan istri kakaknya cukup mengerikan. Lihatlah kelakuan sang istri yang bertolak-belakang dengan kebiasaannya, semua itu pasti terjadi karena emosi istrinya yang tidak dapat disalurkan dengan baik.“Loh, Kam. Tumben kamu ke rumah nggak bawa pasukan.” Sapa Miranti yang tersentak melihat keberadaan putra ke-duanya tanpa menantu dan cucu-cucunya. Kamarudin jarang sekali bertandang jika tak memiliki keperluan. Rumah mereka seolah d
“Udah cantik, Nyet! Tenang!” goda Anya melihat sahabatnya terus saja bergaya didepan cermin. Perempuan yang tengah memainkan ponselnya itu menggelengkan kepalanya. Tumben sekali Flora bersikap tak percaya diri. ‘Biasanya juga malu-maluin dulu!’ batin ibu hamil itu mengingat betapa memalukannya tingkah dirinya, Flora dan Angel saat berkuliah. “Beneran, Nyam?” tanya Flora memastikan. “Iyaaa! Nggak percayaan amat! Lagian siapa sih yang berani ngomentarin istri sama mantunya pemilik perusahaan? Bosen kerja mereka?!” cetus Anya mencoba mengembalikan kepercayaan diri sahabatnya yang sepertinya memang benar-benar menurun. “Ck! Lo tuh nggak tau aja, Nyam! Di kantor Mas Lingga ada demit!” Flora membelai perutnya sembari beramit-amit dalam hati. Ia tahu jika ibu hamil dilarang berucap sembarangan, tapi mulut dan pikirannya sama sekali tak bisa diajak kerjasama. Rasanya ia ingin terus mengumpati wanita kegatalan yang selalu mencari celah untuk mendekati suaminya. “Masa sih? Kok lo nggak pern
Alexiz menundukkan kepalanya. Pria itu merasa tak enak hati pada keluarga Kamarudin. Ia sendiri tak menyangka Angel akan melesat untuk memberikan pelajaran.Rupanya, wanitanya cukup tanggap jika berkenaan dengan masalah orang lain. Dia dapat mengetahui adanya orang ke-3 yang berniat mengusik rumah tangga sahabatnya— ‘tapi mengapa hal tersebut tidak diberlakukan untuk kehidupan pribadi mereka?’ batin Alexiz, bertanya-tanya.“Kasih ke saya!”Angel meraih senjata api yang diulurkan ke arahnya. Sahabat Anya dan Flora itu dengan santainya meletakkan moncong pistol pada pipi Marisca. Melakukan tepukan-tepukan kecil seolah senjata tersebut berperan sebagai pengganti telapak tangannya yang berharga.“Bersaing juga harus tau batasan, Nona! Manusia diberikan akal sehat untuk mempertimbangkan segala kemungkinan dari tindakan yang kita pilih. Terlepas dari apa yang kamu pilih, seharusnya kamu sadar, Flora dan kamu..” Kepala A
Kegagalan Josephin dalam menikahi Jesika secara dadakan akhirnya terbalas. Dikarenakan dirinya yang merupakan kakak Kamasea, ijab qobulnya pun dilaksanakan terlebih dahulu. Tak seperti biasa, Josephin benar-benar tidak mau mengalah pada saudara kembarnya. Untuk pertama kalinya ia bersikap egois, memprioritaskan dirinya di atas kemauan sang adik. “Hi, Wife..” Sapa Josephin dengan senyuman sehangat mentari kala penghulu telah mengesahkan pernikahan mereka. “Hello, Jo..” Pada meja yang bersebelahan dengan prosesi ijab qobul Josephin, Kamasea berseru. “Cih! Abang shut up! Gilirannya Ceya ini!!” Seruannya itu terdengar oleh seluruh tamu undangan mengingat adanya alat pengeras yang terpasang di atas meja ijabnya. “Ya Tuhan.. Punya anak pada ngebet kawin.. Dikira kawin enak kali ya..” gumam Anya, menepuk keningnya. Setelah Michellion yang biang kerok itu ia lepaskan dengan segenap keikhlasan hati, kini tibalah pada momen yang menurut Anya paling berat. Sebagai seorang ibu yang mencintai
Duka mendalam sedang dirasakan oleh Alexiz. Sejak penghulu yang menikahkan putrinya pulang, pria tampan itu terus saja menangis. Kenyataan dimana putrinya telah dipersunting oleh anak sahabatnya semakin terasa nyata.“Tell me! It was a dream, right? Tadi mereka cuman simulasi ijab aja kan?!” Ucap lirih Alexiz yang belum dapat menerima kenyataan.Melepaskan putri kesayangannya ke tangan pria lain merupakan mimpi terburuk Alexiz. Apalagi kepada orang seperti Michellion Hasan yang ia kenal baik kebobrokannya.“Alexiz, wake up! ini nyata! Lexa kita udah nikah, Lex. Dia akhirnya bisa raih cita-citanya..”Alexiz pun terhenyak. ‘Cita-Cita sampah sialan!’ maki pria itu dalam hati.Sejak kapan tepatnya menikah menjadi cita-cita? Putrinya sungguh abnormal. Disaat anak lain mencita-citakan pekerjaan setinggi langit, putrinya yang cantik dan sedikit tidak baik hati justru mengidam-idamkan lelaki bermasa depan suram seperti Michellion.Ngenes.. Ngenes! Mana anak satu-satunya lagi ah!“Stop crying
“Saya terima nikah dan kawinnya, Alexa Sasongko bin..” “Bin.. Bin-tiiii..” Plak! “Argh, Mama!!” erang Michellion kesakitan. “Satu tarikan napas, Ichell!! Satu tarikan!” berang Anya tak mengindahkan protes kesakitan bungsunya. “Serius dong! Jangan salah-salah mulu! Sekali salah lagi, nggak bisa kawin selamanya kamu!” timpal Anya, menakut-nakuti Michellion. Putranya sudah dua kali mengacaukan ijab qobulnya. Anya kan gemas jadinya. Kalau memang tidak niat menikah, anak itu seharusnya bersikap gentle, berani mengakui ketidaksiapannya di depan Alexa dan keluarganya. Memang dasar Michellion! Otaknya hanya berkembang jika menyangkut uang, selebihnya mah nol besar. Michellion yang ragu dengan pernyataan Anya pun bertanya, “masa sih, Mah? Masa gitu doang Ichell terus harus jadi jomblo seumur hidup?” “Dih, nggak percaya-an! Auto blacklist kamu tuh. Iya kan Pak Penghulu?” “Ng..” Melihat pelototan maut Anya, penghulu yang tadinya hendak menyangkal pun merubah jawabannya. “Iya, Mas! Mas h
“Gundulmu!” Sembur Alexiz, ngegas.Calon menantunya memang minta ditendang sampai ke Afrika. Ya mengapatidak– disaat suasana sedang panas-panasnya, anak itu tetap bisa mengelantur.Padahal ia sedang panas dingin karena mendeteksi adanya sinyal permusuhan dariorang-orang rumahnya.Anya menjentikan jari. “Woi! Jadinya gimana? Kaki gue pegel nih berdiri mulu!” tanya perempuan itu tak santai.“...”“Mah, Mah!!” sela Josephin karena omnya tak kunjung menanggapi pertanyaan sang mama. “Nikahin sekarang aja sekalian, Mah. Itung-itung jagain Om Lexiz kalau berubah pikiran lagi ntarnya..”“What?!”Siapa sangka jika usul Josephin itu mengagetkan dua pria disana.Iya, kalian tidak salah jika menebak pekikan tersebut berasal dari mulut Michellion dan calon papa mertuanya.Kali ini keduanya terlihat sangat kompak. Karena kekompakan yang jarang terlihat itu, keduanya bahkan sampai bertatapan mesra.Respon kaget yang mengisyaratkan ketidaksetujuan itu berbanding terbalik dengan Alexa.Alexa yang te
‘Anjing lah! Perasaan gue jadi anak udah sholeh, kenapa ada aja sih ujiannya!’Ditengah umpatan yang Michellion pendam, bibir anak itu berkedut dikarenakan senyuman yang terpaksa harus dirinya hadirkan.“Kamu, bla-bla-bla..”Dengan wajah datarnya— bungsu kamarudin itu berpura-pura fokus mendengarkan. Setiap kali nada papa Alexa berubah, ia menganggukkan kepala. Padahal ia sendiri tidak menyimak serius kalimat-kalimat yang dikeluarkan oleh omnya.“Gara-gara kamu masa depan Lexa jadi kacau gini! Kalau sampai kamu nanti nggak bisa bahagiain Lexa... Siap-siap aja ya kamu.. Om bakal kirim kamu ke neraka jahanam!”“Heum..” gumam Michellion lemah sebagai jawaban.“Jalur express!!”“Via darat apa laut, Om?” celetuk Michellion. Ia paling tidak betah jika harus terus dalam mode serius. Menjadi orang serius bukanlah bakatnya. Melakukan itu hanya membuatnya lelah jiwa dan raga.“What the..”“Uhuk!! Banyak anak dibawah umur disini, Lex!” tegur Kalingga. Setelah tak bisa menghadiri acara lamaran ke
Pada hari berikutnya, kediaman Anya kembali ramai. Kali ini lamaran datang dari pihak orang kepercayaan Kamarudin.“Apaan nih, Man? Pake repot-repot segala.”“Sogokan biar lamarannya nanti diterima, Bu.” Kekeh Lukman dengan tawa renyah di akhir kalimatnya.“Aigo! Mana ada Kenan ditolak.. Bawa diri aja udah pasti diterima lamarannya.” Sahut Anya, membalas.Anya tak mungkin mempersulit masuknya Kenan ke dalam keluarga besar mereka. Selain dikarenakan putrinya yang terlanjur cinta mati, Kenan sendiri sudah dirinya incar sejak keduanya baru mendekatkan diri.Andaikan Kamarudin tidak bertindak sebagai ayah yang terlewat posesif kepada putrinya, pembicaraan tentang pernikahan Kamaseda dan Kenan pasti sudah lama terealisasikan.“Masuk, yuk.. Kita kirain nggak jadi kesini.. Abisnya lama banget nggak nyampe-nyampe kaliannya.” Ujar Kamarudin, mempersilahkan.“Iya, nih!! Ceya sampe udah mau banjir air mata itu..” pungkas Anya, menimpali perkataan Kamarudin.Kenan pun meminta maaf karena telah me
Sudah diputuskan!! Demi menghargai silsilah persaudaraan diantara anak-anaknya, Kamarudin dan Anya pun akhirnya menentukan hari yang berbeda untuk prosesi lamaran ketiganya. Ya, hanya 3 karena Josephin tidak dihitung.. Menjelang hari lamarannya, Josephin untuk sementara waktu diungsikan ke rumah orang tua Anya. Anak itu akan mengetuk pintu rumah mereka dengan didampingi opa dan kedua omanya. Terdengar rempong kan?! Namun bagi Anya, alur seperti itu, hukumnya wajib untuk dijalankan. Anya tidak ingin melepas putri pertamanya dengan asal-asalan. Ia ingin putrinya dilepaskan dengan alur yang semestinya, seperti para anak perempuan milik orang lain. Untuk itu, Josephin pun harus melakukannya sesuai prosedur, dengan bertindak seolah-olah dia merupakan pihak luar yang hendak meminang putri dari keluarganya. Yah, salah sendiri ngebet nikahnya sama dengan angota keluarga sendiri. Coba saja anak itu memilih gadis lain, pendampingan pada lamarannya pasti akan ditemani Anya dan Kamarudin se
“Ya Tuhan,” desah Kamarudin.Pria itu meletakkan ponselnya ke atas meja kerja.“Sialan lo, Lex!”Beberapa detik yang lalu Kamarudin baru saja mendapatkan laporan. Ia akhirnya mengetahui jika sahabat baiknya lah yang menjadi dalang dari meledaknya tagihan putra bungsunya.Sungguh sahabat yang baik. Pria itu sangat tahu cara untuk membalaskan dendamnya. Dengan begini, ia jadi tak bisa berkutik, termasuk memarahi putranya agar Michellion dapat belajar artinya bertanggung jawab dalam menggunakan uang.Yah, mereka juga tak mungkin mengambil kembali barang-barang yang telah diberikan. Hal itu sangat tidak etis. Sebesar apa pun mereka merugi, apa yang mereka hadiahkan jelas sudah menjadi hak si penerima, terlepas dari seberapa liciknya Alexiz dalam memanfaatkan momentum lamaran putrinya.“Man, buat lamaran Ceya nanti, kalian udah nyiapin apa?” tanya Kamarudin, mengangkat kepalanya dan memandang Lukman yang saat ini tengah membaca berkas di meja tamu ruangan kerjanya.“Standar saja sih, Pak..
Michellion berjalan mengendap setelah melewati pintu utama rumahnya.Kepalanya celingukan, memastikan jika dirinya aman, tak berpapasan dengan sang mama.Gila, Gila!Seharian berkeliling mencari hadiah benar-benar membuatnya ingin mati berdiri.Ia tidak tahu pasti berapa uang yang telah dirinya gelontorkan, tapi mengingat banyaknya perhiasan dan hal-hal lain yang calon papa mertuanya beli, sudah dipastikan ia akan tinggal nama ditangan mamanya.“Chell..”“Ssst, Kak, jangan kenceng-kenceng!” hardik Michellion, pelan. Ia kan tengah menghindari pertemuan dengan mamanya. Kalau sampai mamanya tahu ia sudah pulang, habis sudah telinga dan kewarasannya.Di Balik tembok yang memisahkan ruang tamu dengan keluarga, Michellion melambaikan tangan, mengundang sang kakak untuk mendekat ke arahnya.“Apaan sih? Kamu yang kesini lah!”Mendengar jawaban kakaknya, Michellion pun menghentakkan kaki-kakinya.“Cepetan ih!!” pinta Michellion, setengah mengerang.Rumahnya mungkin terlihat sepi, tapi dibalik