Share

Bab 82

Author: Skavivi
last update Last Updated: 2022-05-07 17:32:25

Sehabis sarapan, seorang asisten rumah tangga membantuku mengepak makanan untuk perjalanan nanti.

"Anna, mama dan papa tidak bisa ikut. Biar Ardi menyelesaikan masalahnya dulu setelah itu baru kami akan menyambut kedatangan ibumu dengan baik." ucap mama Rita dengan lembut sambil mengelus perutku. "Mama yakin, anak ini kuat sepertimu. Ardi sudah banyak cerita tentangmu."

Aku mengangguk dan hatiku menghangat, tak masalah pikirku karena aku juga tidak enak hati jika nanti ibuku tidak menyambut baik besannya ini. Ibuku pun pasti minder mengingat siapa dia dan besannya ini.

"Santai aja, ma. Memang sebaiknya kami selesaikan dulu masalah ini. Cuma mama beneran menerimaku?" aku bertanya dengan ragu-ragu. Sungguh aku ingin meyakinkan diri bahwa semua ini nyata.

"Mama justru senang Ardi bertanggung jawab dengan kelakuannya. Tapi dalam kondisi sekarang, yang seharusnya menerimamu adalah Farah karena kamu masuk dalam rumah tangganya." Mama Rita tersenyum pengertian.

Aku paham, tetapi untuk sement
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (9)
goodnovel comment avatar
Nia Kurniawati
ortunya Ardi eh malah dukung pusing aku kalau ada cerita gini suara hati istri ku menjerit bayangin kalo suami nikah lagi ...... tapi apalah daya ini hanya cerita dan aku mau tau ending nya bakal kaya apa penasaran
goodnovel comment avatar
Mamane Naya
lanjut donk cay
goodnovel comment avatar
Herlina Maharani
pak Ardi bener2 serius sm Anna,, semoga semuanya di mudahkan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dosa Termanisku   Bab 83

    Aku menatap suamiku dengan pandangan bertanya, "Kepikiran apa, serius banget." Pak Ardi menelengkan kepalaku agar bersandar di lengannya, sementara satu tangannya mengambil tablet dari tas kerja dengan susah payah. "Apa kamu tidak keberatan saya sambi kerja, Anna? Setengah hari memandangmu saja rasanya saya bisa mati kutu." akunya seraya menyeringai. "Aku juga punya pekerjaan sebenarnya, dan pekerjaanku lebih berat darimu mas!" balasku sambil memasang wajah serius saat menatapnya.Pak Ardi mengerutkan kening. "Coba katakan, saya akan membantu pekerjaanmu yang saya rasa kecil." Pak Ardi menjentikkan jarinya, menyepelekan ucapanku dan pekerjaanku yang biasa-biasa saja. Memang, aku aku. Tapi coba saja jika aku berkata begini ; "Pekerjaanku itu mencintaimu dan mempelajarimu mas, itu berat karena aku cuma secuil kisah yang terpaksa beradu dengan suami orang." Tatapan pak Ardi langsung menguji nyaliku, aku mengulum senyum sambil menunduk. "Canda, bos." imbuhku kemudian. Pak Ardi menge

    Last Updated : 2022-05-10
  • Dosa Termanisku   Bab 84

    Matahari meredup dengan enggan di ufuk ketika seperempat perjalanan menuju rumah hampir sampai. Aku tersenyum lega, setidaknya itu cukup menyenangkan bagiku karena terkadang gelap lebih menyejukkan ketimbang terang yang menyilaukan.Aku menunduk saat suamiku mendesah lelah sambil mendusel di dan menciumi batas antar dirinya dan anaknya. "Anna, kamu tidak keberatan?""Gimana lagi, kamu tidur sampe ngorok mas." akuku sambil mengusap punggungnya, "tadinya mau aku jatuhin. Tapi gak tega." imbuhku sambil menahan senyum. Pak Ardi ikut tersenyum. "Maaf, pahamu nyaman untuk jadi bantal jadi saya kebablasan saya. Kakimu kesemutan?" tanyanya sambil memaksa diri untuk duduk. Pak Ardi membungkukkan badan seraya mengusap wajahnya. "Lama sekali saya tidur." gumamnya pelan. "Kerjaan banyak dan susah?" aku mengulurkan air mineral. "Kenapa sampai ngotot begitu? Galak banget.""Kamu kira kerjaan kamu saja yang susah? Saya juga." akunya seraya menenggak beberapa tegukan air. Ia menatap pemandangan l

    Last Updated : 2022-05-12
  • Dosa Termanisku   Bab 85

    Aku tersenyum penuh pemakluman sambil menggenggam tangannya. Pak Ardi membuang napas, mencoba mengatur dirinya agar kembali menjadi Ardi sang petinggi perusahaan yang gagah, galak dan berwibawa.Kami memang hanya berdua saat menghadapi seorang wanita rapuh dan sendiri, jelas jika dalam peperangan superhero melawan penjahat, kami adalah pemenangnya. Tapi sayangnya wanita yang akan kami hadapi itu memiliki kekuatan super. Doa-doa dan restunya slalu diharapkan sebagai mujurnya jalan hidup setiap anak, setiap manusia. Jelas sekarang kami kalah telak, kami pahami itu hingga sampai gugup begini."Masih mampu mas? Aku masih pengen liat kesungguhan cintamu.""Saya mampu, Anna." Pak Ardi tersenyum kikuk. "Niat saya sudah bulat, tapi seandainya ibu menolak saya sekarang kamu mau apa?" Manuver yang dilakukan pak Ardi membuatku tercengang. Aku belum membayangkan bagaimana jika ibu benar-benar menolak kami hingga aku harus sendiri membesarkan anak ini. Aku tidak sanggup, bukan tidak sanggup membi

    Last Updated : 2022-05-13
  • Dosa Termanisku   Bab 86

    Aku membersihkan kamarku sebelum Pak Ardi merebahkan diri di kasur sempit dan kempes itu. Ia menaruh tangan kiri di keningnya untuk menutup sebagian wajahnya."Apa kesukaan ibumu, Ann?" tanyanya sambil menguap.Aku mengeluarkan vitamin dan obat dari pouch. "Tidak ada. Ibu sama denganku, memandang segalanya dengan biasa-biasa saja. Kecuali..., laki-laki." "Laki-laki?" Pak Ardi bergumam dengan mimik sebal. "Ayahmu, maaf." Aku tersenyum. "Gak masalah, dia sudah pergi mas." aku mendudukkan diri di tikar. "Lagian aku dan ibu sebenarnya sudah terlatih menghadapi laki-laki brengsek sepertimu. Jadi mungkin ibu shock aja, kenapa aku justru memilih jalan ini untuk masa depanku---atau mungkin ibu tak pernah sembuh dari lukanya, ibu mungkin takut aku mengalami hal yang sama." Aku mengendikkan bahu. Aku melempar tiga butir obat dan vitamin ke dalam mulutku seraya menenggak segelas air putih. "Luka batin?" Pak Ardi merangkul leherku karena kasur ini memang ada dipannya, setinggi aku duduk sekara

    Last Updated : 2022-05-14
  • Dosa Termanisku   Bab 87

    Mendatangi rumah ketua desa ternyata tak segampang yang aku pikirkan. Sepanjang kami menyusuri jalan kampung, banyak orang menaruh atensinya kepada kami. Gosip nampaknya sudah menyebar, terdengar mereka kembali bisik-bisik lagi.Aku tersenyum rikuh tapi suamiku dengan santai berjalan sambil tersenyum, tadi pun ia sempat menendang keritil dan bersiul-siul menirukan suara burung gereja. "Kata ibu-ibu tadi rumahnya cat merah dekat masjid yang ada pohon rambutannya mas." ucapku sambil memandang sekeliling, merantau membuatku tidak tahu apapun yang terjadi di kampung ini. Sebagian nama orang-orangnya pun sudah luput dari ingatanku. "Mas ingat siapa namanya tadi?" "Pak Rohmadi, Anna." Pak Ardi mengangguk serius.Aku langsung tersenyum. "Jika ingatan ku tidak salah, Pak Rohmadi itu guru SD mas, aku yakin sekarang dia sudah sepuh.""Semoga saja dia tidak mengajar, Anna. Kalau iya, pastinya kita akan mengulur waktu lagi." Aku setuju, tapi rumah itu sudah ada di depan mata. Kurang lima puluh

    Last Updated : 2022-05-16
  • Dosa Termanisku   Bab 88

    Pak Ardi langsung menaikkan kedua tangannya. Wajahnya pura-pura terkesiap ketika ibu menghadangnya. Aku ikut terkesiap juga penasaran sidang apa yang ibu katakan."Baik, ibu. Sidang saya sesuka hati ibu. Saya akan pasrah." ucapnya dengan nada bercanda.Tak pernah aku lihat wajah jenaka Pak Ardi itu. Mungkin jika bukan ibu, pasti pria ini akan tertawa atau malah membentaknya.Aku bertanya, "Ibu mau menyidang dengan cara apa? "Anna, ibu melakukannya untuk kamu. Bukan untuk ibu." kata ibu diselimuti oleh rasa marah dan kecewa.Aku mengangguk. "Iya, tapi apa? Anna pasti mendukung ibu kalau itu kebaikan bersama. Aku, ibu, pak Ardi."Ibu menyuruh pak Ardi mematung sementara ibu masuk ke dalam kamarnya. Aku mengendikkan bahu saat pak Ardi bertanya dengan sorot matanya."Saya penasaran Anna. Gak sabaran ingin lekas tau." ungkapnya tanpa ada beban sedikitpun, bahkan masih sempat tersenyum."Paling-paling surat perjanjian." jawabku. Tak lama, barang cuma semenit saja, jawabanku langsung terj

    Last Updated : 2022-05-18
  • Dosa Termanisku   Bab 89

    Setengah jam berlalu, namun Pak Ardi tak kunjung datang. Aku berdiri gelisah di teras rumah. Si plontos menyeletuk dari kursi bambu. "Cari bos?" Aku mengangguk sambil maju ke jalan dan celingukan. Pak Ardi terlihat dari kejauhan, melambaikan tangannya. Aku semringah. Sorot mataku pasti setingkat lebih hidup melihatnya dengan cepat menuruni jalan mengikuti tarikan gravitasi. "Anna wohaaa ... Saya berhasil." serunya, sama sepertiku sorot matanya lebih hidup dan bersemangat. Dia menyerahkan bukunya padaku. "Kamu menyukai usaha saya hari ini?" "Janji sucimu sudah terbagi, tapi kamu suka. Dasar..." aku menggulung buku seraya memukul dadanya dengan itu. "Aku gak tau harus bilang apa selain cuma bilang terima kasih, mas." ucapku di pelukannya."Jadi kapan kita akan memutuskan untuk ke luar negeri, Ann?"Aku mendongkak dengan skeptis. "Nanti dulu mas, masa iya kita langsung meninggalkan ibu." "Ibu kita ajak, semudah itu!" tanggapnya santai. "Dua hari kita disini lagi mas, kita masih ha

    Last Updated : 2022-05-20
  • Dosa Termanisku   Bab 90

    Aku menatap ibu sambil tersenyum hangat. Satu yang aku tahu, aku merindukan dekapannya. Namun ia tahu, jika aku memasang wajah merajuk. Aku rindu.Ibu memutus jarak. Dengan wajah menanti, tangan menengadah, ku kira dia ingin memelukku. Tapi ternyata, dia mengunci pintu kamar seraya menyembunyikan kuncinya ke dalam kantong celana. Aku mendesis."Sampai segitunya, Bu." ucapku seraya naik ke kasur busa dan merebahkan diri. Kembalinya aku di kamar ini, dua pasang mata pernah menatapku nanar, marah, sedih dan acuh. Tapi entah mengapa, di saat aku mengumpulkan sisa-sisa kenangan buruk itu, tak ada rasa yang begitu menyiksa hatiku."Biar Ardi bisa berpikir jernih, biar dia bisa ngerasain bagaimana tidur di rumah biasa!" jawab ibu sarkas ke, duduk di tepi ranjang. "Kamu sudah bertemu mertuamu, Na?" tanya ibu menoleh kepadaku.Aku mengangguk, ekspresi ibu sempat terpana lalu menyipitkan mata."Bagaimana mereka memperlakukanmu? Apa seperti Susanti dulu?" "Enggak, ibu tenang aja. Keluarga mas A

    Last Updated : 2022-05-23

Latest chapter

  • Dosa Termanisku   Bab 161

    Beberapa menit yang terjadi dalam hidup saya, dalam keadaan terengah-engah Anna mencengkram rambut belakang saya dengan keras. "Kayaknya aku mau melahirkan sekarang mas, kayaknya aku..." Wajahnya mulai mengeras, kakinya mulai terbuka dan saya mendadak pontang-panting dalam hati ingin sekali memintanya lebih lama bertahan lama dalam perjalanan. "Bagaimana pak?" sahut Johan."Usahakan lebih cepat, Han! Jika di tilang polisi tidak masalah. Saya lebih takut jika anak saya lahir di dalam mobil dan di jalan raya, dia akan menjadi pembalap!"Johan tidak menjawab sebab ia langsung menghidupkan lampu hazard di tengah jalan dan membunyikan klakson mobil berulang kali. Di belakang, mobil yang membuntuti kami ikut menghidupkan lampu hazard—lampu darurat—, tak ayal kejadian itu membuat beberapa pengguna jalan lain melihat ke arah mobil kami di tengah kemacetan."Istri saya mau melahirkan, tolong beri jalan!" teriak saya dari jendela mobil. "Tolong bapak, ibu, kakak... Anna sudah bukaan lima–aaaw

  • Dosa Termanisku   Bab 160

    "Honeymoon, are you sure?" omel Anna sembari berkacak pinggang. Saya mengangguk sambil merapatkan jaket, lama-lama dingin ternyata."Han, tutup semua pintu dan pergilah bersama kuncinya!""Whyyyyy...." teriak Anna dengan panik, "Mas, kamu makin lama malah makin mirip penjahat ya. Han, Han. Jangan..." Anna mendekap tubuh Johan dengan spontan. "Han, delapan tahun kita berusaha menjadi partner kerja dan keluarga yang baik. Tolong dong kali ini aja kamu membantah bos kita! Gak bisa apa sedikit aja membangkang." rengek Anna dengan lucu.Johan menatap saya dengan takut-takut. "Maaf bapak, ini bukan salah saya." katanya sambil berusaha melepas tangan Anna yang tetap kekeh menahannya di dapur.Saya beranjak sembari mengulum senyum. "Lepaskan Johan, Anna. Ada saya yang bisa kamu peluk seperti itu. Jangan dia, dia tidak akan tergoda dengan omelanmu apalagi rayuanmu!" kata saya mengingatkan.Saya hendak meraih rambutnya yang panjang dan pirang keemasan, namun secepat yang saya duga, Anna mengh

  • Dosa Termanisku   Bab 159

    Desember, Musim dingin yang sangat menyejukkan kulit, hati, jiwa tapi tidak dengan isi kepala.Kami sekeluarga bersama rekan seperjuangan meninggalkan musim hujan bulan Desember di tanah air demi menuruti Alinka pergi ke London untuk melihat salju turun dan bisa menjadi keluarga ‘dingin’ dengan kualitas sekian. Saya termenung di depan pemanas ruangan, mendengar obrolan anak muda di belakang saya yang sedang seru-serunya bermain kartu. Naufal membawa pacarnya yang berambut cokelat tua panjang, anak pejabat negara yang kapan hari bapaknya menemui saya untuk mengajak kolaborasi bisnis dan mencocokkan anak kami berdua. Saya tidak tahu jodoh Naufal nantinya siapa, jadi saya cuma bisa senyum-senyum sambil mengambil tawaran pertama saja. Kolaborasi bisnis biar enakan hidup saya, urusan itu kan bisa di atur, kalau jodoh anak saya tidak.Kenzo membawa sahabatnya, laki-laki, tukang nge-game. Saya heran, dulu saya tidak nge-game, tapi anak saya yang satu itu sangat menyukai permainan. Entah y

  • Dosa Termanisku   Bab 158

    Tina memasang muka datarnya setelah bunyi bell berdentang berkali-kali. Parasnya yang semakin berusia dan jompo, dia menyebutkan begitu karena tidak bisa lagi memakai hak tinggi menatap saya dengan wajah jengkel."Masuk aja kali..." ucapnya dengan suara malas di mic rapat yang tertempel di meja kerja, suara itu akan terdengar di louds speaker di depan ruangan saya. Seseorang di luar saya yang pasti adalah keluargaku—bel itu bel khusus private family—mendorong pintu. Seorang wanita dengan anggun melangkah sembari menggandeng tangan anak laki-lakinya yang berekspresi cemberut. Saya menaruh pulpen di meja seraya beranjak. Menyambut keduanya dengan pelukan. "Sebelum kita makan siang, ada yang perlu kamu urus, mas."Apa?Anna merogoh tas kerjanya yang besar, mobil derek mainan Alinskie rusak, dereknya copot dan gigi Sir Tow Mater nama karakter di film kartun itu rompel. Saya menerima mainan yang nyaris pasti akan menjadi rosokan ini dengan wajah ternganga. "Harus aku apakan ini sayang?

  • Dosa Termanisku   Bab 157

    "London, papa. London, aku ingin ke sana. Aku ingin menikmati musim dingin di sana, aku ingin main salju seperti Elsa dan Anna, papa." seru Alinka sembari menarik-narik ujung jas kerja saya di depan lemari kacanya berisi mainannya dan Alinskie. Dua bayi saya yang kami bertiga perjuangkan dan tumbuhkan dengan suka duka cita atas harapan yang besar di rumah ini sudah tumbuh menjadi anak sekolah dasar berusia delapan tahun."Ayolah papa jawab, aku maksa ini." desak Alinka keras kepala. Saya mendesah, batal berangkat ke kantor dengan tertib dan memilih berlutut untuk melihat wajah manis, pipi putih dan tidak suka memakai rok atau dress, dia benci katanya tidak keren seperti kakak-kakaknya juga ampuh memberi contoh baju keren cowok ganteng ibu kota."Anna dan Elsa bukan di London sayang, tapi di Norwegia dan Irlandia. Kita tidak bisa ke sana, kamu belum libur sekolah." kata saya menasihati, tapi tepat seperti yang saya duga ini bukan jawaban yang tepat. Mawar berduriku menjerit, memanggi

  • Dosa Termanisku   Bab 156

    Saya merenung, meyakini diri sekuat mungkin dengan apa terjadi di dalam sana bahwa Anna memang berbicara dari hati ke hati kepada Farah, mengungkap segalanya yang terpendam dan meyakinkan Farah jika ia mampu menjadi yang terakhir, mengalah dan menjadi ibu sambung yang mumpuni. Saya yakin itu, saya yakin karena kerap kali Anna berkata bahwa ia tidak ingin mengambil lebih dari haknya. Walau sejujurnya dengan amat sangat, banyak ragu yang menyapa silih berganti di dalam dada saya. Saya kalut. Bagaimana jika Farah tiada? Tapi logika berkata, jangan Tuhan, jangan dulu. Jangan sekarang, jangan Tuhan. Dia harus kembali padaku, harus kembali bagaimanapun kondisinya. Saya harus memperbaiki kesalahan ini, saya harus memperbaikinya dulu dan akan saya serahkan perhatian lebih.Saya membenturkan kepala belakang di tembok berkali-kali dengan frustrasi seraya mengusap wajah dan tertunduk.•••Derap langkah sepatu yang tergesa-gesa dari ujung koridor yang senyap membuat saya beranjak dan tertegun me

  • Dosa Termanisku   Bab 155

    Dalam keremangan lampu kamar rumah sakit, saya membelai rambut Farah yang terasa kusut dan lembab. Ia masih terlelap seperti tak punya beban apapun. Wajahnya tenang, napasnya teratur, air susu ibu yang seharusnya keluar sebagai insting terkuat seorang ibu menyusui hanya merembes sesekali dan sangat jarang seakan tubuhnya berhenti beroperasi dalam tenang yang menegangkan. "Sepertinya kamu ingin menjadi putri tidur, Fa. Mimpimu bagus?" tanya saya seraya membelai wajahnya. "Kamu mimpi apa? Apa seindah waktu kencan pertama kita di kebun teh Cisarua Bogor? Seindah itu, ah... Kamu membuatku iri jadinya."Saya tersenyum sendiri, entah kenapa ingatan akan masa kencan pertama kami, pendekatan yang lucu itu menggelikan dan menyenangkan."Aku ingat, kamu mengeluh kedinginan dan tidak mau aku peluk. Katamu aku simpanse bonobo yang tidak cukup punya satu pasangan dan kamu yakin itu walaupun kamu mencintaku dengan tulus. Dan kamu tau, itu kata-kata paling kejam yang aku dengar selain buaya darat,

  • Dosa Termanisku   Bab 154

    Entah berapa lama waktu yang saya habiskan untuk menunggu Farah di rumah sakit, keadaannya yang belum stabil mengharuskan Farah mendapatkan perawatan intensif yang lebih dari apa yang saya perkirakan."Makan dulu mas." Anna mengusap kedua bahu saya dari belakang seraya mengecup puncak kepala saya. "Semuanya akan membaik mas, percayalah." bisiknya sambil merangkul pundak saya. "Kamu yang kuat, banyak orang yang membutuhkanmu hari ini dan selamanya sampai waktu berhenti."Saya menelengkan kepala untuk mengecup pipinya yang masih terlihat tembam meski Alinka sudah berusia nyaris tiga bulan. "Terima kasih, makanlah lebih dulu Anna." pinta saya, dia mengasihi dua bayi, Alinka dan Alinskie sekarang, selama seminggu kami di rumah sakit. Anna butuh banyak makan, sementara saya, saya tidak tahu kenapa akhir-akhir ini rasanya energi dalam tubuh saya tidak sekuat dan seegois biasanya. Pikiran saya hanya tersita untuk kepulihan Farah.Saya hanya kerja sebentar lalu ke sini, tidur di sofa dan me

  • Dosa Termanisku   Bab 153

    Dua bulan kemudian. Saya menuruni anak tangga dengan cepat setelah mendengar Naufal berteriak dari bawah memanggil nama saya dan mengatakan mama-nya menyuruh saya turun."Iya, papa turun. Papa turun sayang." kata saya menggebu-gebu.Naufal berkacak pinggang di depan anak tangga paling bawah. Ia mengerut marah, saya tersenyum kanak-kanak. Aturan main di rumah ini sudah berjalan selama dua bulan setelah saya dengan berani dan bertanggung jawab mengatakan pada semua keluarga, rekan bisnis, teman nongkrong, dan media jika saya memiliki dua istri dan bayi mungil. Meski sempat terjadi gonjang-ganjing gosip yang makin lama di gosok makin sip saya percaya waktu akan menjawab semua getir dan getar yang ada. "Papa tadi baru ganti popok adikmu, Fal. Maaf lama, adikmu bawel." seloroh saya, Naufal menutup telinganya. Dia sering begitu jika saya membicarakan Alinka, berbeda dengan Kenzo. Oh anakku yang satu itu memang anak pintar, dia menjadi kakak yang baik dan sering tidur bersama Anna karena b

DMCA.com Protection Status