Share

Bab 88

Author: Skavivi
last update Last Updated: 2022-05-18 23:10:00

Pak Ardi langsung menaikkan kedua tangannya. Wajahnya pura-pura terkesiap ketika ibu menghadangnya.

Aku ikut terkesiap juga penasaran sidang apa yang ibu katakan.

"Baik, ibu. Sidang saya sesuka hati ibu. Saya akan pasrah." ucapnya dengan nada bercanda.

Tak pernah aku lihat wajah jenaka Pak Ardi itu. Mungkin jika bukan ibu, pasti pria ini akan tertawa atau malah membentaknya.

Aku bertanya, "Ibu mau menyidang dengan cara apa?

"Anna, ibu melakukannya untuk kamu. Bukan untuk ibu." kata ibu diselimuti oleh rasa marah dan kecewa.

Aku mengangguk. "Iya, tapi apa? Anna pasti mendukung ibu kalau itu kebaikan bersama. Aku, ibu, pak Ardi."

Ibu menyuruh pak Ardi mematung sementara ibu masuk ke dalam kamarnya. Aku mengendikkan bahu saat pak Ardi bertanya dengan sorot matanya.

"Saya penasaran Anna. Gak sabaran ingin lekas tau." ungkapnya tanpa ada beban sedikitpun, bahkan masih sempat tersenyum.

"Paling-paling surat perjanjian." jawabku.

Tak lama, barang cuma semenit saja, jawabanku langsung terj
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Yanyan
takut sejarah terulang ibu udh siapkan smua pertahanan demi sang anak hahahhh pak ardi mati kutu.. gak berdaya di kerjain emak " ......
goodnovel comment avatar
Muti
Perjuangan ooh perjuangan
goodnovel comment avatar
App Putri Chinar
ibu selalu memberikan yang terbaik untuk anaknya. mudah2an janji pak Ardi ga bakal diingkari ya bu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dosa Termanisku   Bab 89

    Setengah jam berlalu, namun Pak Ardi tak kunjung datang. Aku berdiri gelisah di teras rumah. Si plontos menyeletuk dari kursi bambu. "Cari bos?" Aku mengangguk sambil maju ke jalan dan celingukan. Pak Ardi terlihat dari kejauhan, melambaikan tangannya. Aku semringah. Sorot mataku pasti setingkat lebih hidup melihatnya dengan cepat menuruni jalan mengikuti tarikan gravitasi. "Anna wohaaa ... Saya berhasil." serunya, sama sepertiku sorot matanya lebih hidup dan bersemangat. Dia menyerahkan bukunya padaku. "Kamu menyukai usaha saya hari ini?" "Janji sucimu sudah terbagi, tapi kamu suka. Dasar..." aku menggulung buku seraya memukul dadanya dengan itu. "Aku gak tau harus bilang apa selain cuma bilang terima kasih, mas." ucapku di pelukannya."Jadi kapan kita akan memutuskan untuk ke luar negeri, Ann?"Aku mendongkak dengan skeptis. "Nanti dulu mas, masa iya kita langsung meninggalkan ibu." "Ibu kita ajak, semudah itu!" tanggapnya santai. "Dua hari kita disini lagi mas, kita masih ha

    Last Updated : 2022-05-20
  • Dosa Termanisku   Bab 90

    Aku menatap ibu sambil tersenyum hangat. Satu yang aku tahu, aku merindukan dekapannya. Namun ia tahu, jika aku memasang wajah merajuk. Aku rindu.Ibu memutus jarak. Dengan wajah menanti, tangan menengadah, ku kira dia ingin memelukku. Tapi ternyata, dia mengunci pintu kamar seraya menyembunyikan kuncinya ke dalam kantong celana. Aku mendesis."Sampai segitunya, Bu." ucapku seraya naik ke kasur busa dan merebahkan diri. Kembalinya aku di kamar ini, dua pasang mata pernah menatapku nanar, marah, sedih dan acuh. Tapi entah mengapa, di saat aku mengumpulkan sisa-sisa kenangan buruk itu, tak ada rasa yang begitu menyiksa hatiku."Biar Ardi bisa berpikir jernih, biar dia bisa ngerasain bagaimana tidur di rumah biasa!" jawab ibu sarkas ke, duduk di tepi ranjang. "Kamu sudah bertemu mertuamu, Na?" tanya ibu menoleh kepadaku.Aku mengangguk, ekspresi ibu sempat terpana lalu menyipitkan mata."Bagaimana mereka memperlakukanmu? Apa seperti Susanti dulu?" "Enggak, ibu tenang aja. Keluarga mas A

    Last Updated : 2022-05-23
  • Dosa Termanisku   Bab 91

    Keesokan harinya di rumah sederhana yang berudara dingin dan kabut masih tersebar dimana-mana. Aku terbangun tanpa ada ibu di sebelahku. Wanita perkasa itu pasti sudah ke kebun untuk memanen sayuran.Aku mengusap wajah seraya beranjak, suamiku pasti ngambek karena semalam dia tidur sendiri. Hmm, harusnya tidak, bukannya dia biasa tidur tanpa aku? Dia sudah biasa merasakan kesendirian saat keluar kota."Mas..." panggilku sambil membuka pintu kamar, kosong dengan jendela yang sudah terbuka menambah dingin suasana."Mas..." panggilku terus sambil mencarinya di seluruh rumah ini. Tak ada siapapun yang menjawab. Kemana mereka, kenapa tak ada satupun yang tinggal untuk bersamaku.Aku berjalan cepat keluar rumah. Mobil Pak Ardi juga tak ada, dengan wajah bingung dan tanpa alas kaki aku menemui tetangga yang hendak berangkat ke kebun."Mak - Mak." aku mencegahnya. "Mak tau mobil disini pergi jam berapa?" kataku sambil menunjuk tanah bekas jejak ban mobil."Subuh tadi sudah pergi, An. Kenapa p

    Last Updated : 2022-06-01
  • Dosa Termanisku   Bab 92

    Setibanya kami di rumah persembunyian kami, Pak Ardi mencium keningku sebelum mencium punggung tangan musuh bebuyutannya yang baru---ibu. "Saya harus kembali ke rumah utama. Kalian istirahat dulu, besok malam baru ke rumah orang tua saya." katanya memberitahu.Kami semua mengangguk karena tak ingin berdebat lagi setelah perjalanan tadi diisi dengan obrolan tidak santai antara pak Ardi dan ibu. Kami semua lelah dan cepat-cepat ingin rebahan."Terima kasih mas untuk hari-hari kemarin. Aku bahagia, mas juga?""Slalu Anna." Pak Ardi tersenyum, "jangan lupa check up, saya tunggu kabarnya dan tolong pastikan aman untuk melakukan penerbangan." Aku mengiyakan dan ganti mencium punggung tangan. "Hati-hati mas."Pak Ardi mengiyakan, dia masuk ke mobil dan berlalu. Aku yang sudah tak kaget lagi dengan pengawal lagi yang sudah ada di rumah ini langsung mengangkat barang bawaanku ke dalam.Tapi ibu mengernyit, mungkin bingung dengan rumah ini. "Rumah Anna ada dua, Bu. Disini dan di apartemen.

    Last Updated : 2022-06-03
  • Dosa Termanisku   Bab 93

    Aku mengusap tanganku dengan gugup setibanya di halaman rumah mertuaku. Aku heran. Ada dua cinta yang menerangi jalan kehidupan Pak Ardi, tapi kenapa masih saja jalan yang bergelombang yang ia pilih untuk setiap keputusan yang mendebarkan ini. Apa cinta kami kurang menerangi cara berpikirnya dan malah membuat keruh otaknya? Astaga. Aku mengembuskan napas sembari memandangi teras rumah dengan jantung yang semakin deg-degan. "Kenapa diam saja, Ann? Ayo turun!" ajak ibu. Aku mengangguk ragu. "Ibu yakin sanggup mengatur semuanya? Gak emosi dan bisa menerima Kenzo dan Naufal?" "Ibu jauh lebih dewasa dari kamu, Ann! Sudah ayo kita bertamu dengan sopan dan terlihat tenang." kata ibu menekan kalimat paling akhir. "Jangan sampai keluarga suamimu tau kegugupanmu, mengerti." Ibu melotot. Aku mengatur napas sembari menanggalkan gelagat yang tidak beres dari diriku sebelum turun dari mobil. Sementara ibu berjalan dengan santai menentang barang bawaannya. Ekspresinya melihat ke semua arah tanpa

    Last Updated : 2022-06-07
  • Dosa Termanisku   Bab 94

    Astaga, aku sudah memastikan semua ini akan terjadi. Penolakan dari Naufal, bocah yang lebih kritis menanggapi sesuatu yang tidak beres disini.Aku mengangguk, merasa tidak perlu mendebatnya dan melakukan pembelaan. Biar Naufal menjadi pemenangnya kali ini, namun tidak di waktu yang akan mendatang. Naufal harus aku taklukkan dengan cara dan perhatian."Oke, Tante ngalah cuma ingat ya. Jagung manis pakai susu kental manis coklat nikmat rasanya." uraiku seraya menyunggingkan senyum. Naufal bodo amat, namun tidak dengan calon jakunnya. Bocah itu meneguk ludahnya sendiri membayangkan jasuke yang kerap kita beli setelah habis jalan-jalan. "Nanti Oma buatkan, kiddos. Tapi sekarang kita makan malam dulu." kata mama Rita."Lagian kenapa Oma harus undang Tante Anna! Kenapa bukan Oma yang ke kantor? Aku gak suka papa dekat-dekat Tante Anna karena papa itu mantan playboy kata mama! Papa suka perempuan." seru Naufal sambil melototi ayahnya.Mata pak Ardi terbelalak, tertohok dengan ucapan Naufa

    Last Updated : 2022-06-08
  • Dosa Termanisku   Bab 95

    "Kamu gila mas!" aku menusuk dadanya sewaktu gudang kembali tertutup rapat. "Suka banget bikin keputusan yang terus-menerus bikin aku gak tenang. Kenapa sih gak kita bicarakan dulu untuk tahap ini mas, kenapa slalu sesuka hatimu sendiri." Aku mengerang, ku tatap ia dengan mata nyaris meloncat keluar jika saja pak Ardi tidak tersenyum lebar dan membuatku menusuk dadanya lagi."Lihat, bisa-bisanya masih senyum! Ah, ya, aku lupa siapa yang aku hadapi. Bapak dari dua anak yang satu galak, yang satu easy going. Aku lupa kamu punya campuran genetik itu hingga semua kamu anggap biasa saja. Bu Menyebalkan." desisku mengakhiri perdebatan ini. "Sudah marah-marahnya Anna?" Pak Ardi membelai pipiku, "kamu tegang sepertinya." "Tegang?" gumamku, "ya aku tegang, bukan karena aku ingin terus berada di fase aman pernikahan ini tapi aku tidak mau menyakiti banyak orang lagi. Mengertilah mas. Anakmu, istrimu, keluarganya dan aku sendiri."Aku mencari tempat duduk, lelah pikir membuatku lelah juga han

    Last Updated : 2022-06-10
  • Dosa Termanisku   Bab 96

    Pak Ardi menatapku dengan tatapan aneh sewaktu menarik resleting celana. Aku bertanya kenapa, ia menaruh jari telunjuk di bibir sembari mendekatiku dan mencondongkan tubuhnya untuk berbisik di telingaku."Keluarlah lewat jendela dan sembunyi sebentar di taman belakang." bisiknya yang berbarengan dengan gagang pintu yang bergerak. "PAPA! PAPA!" Aku membuang napas, "Anak itu sama menyebalkannya seperti kamu mas, sama sekali dan aku yakin, kamu sepaham denganku sekarang."Pak Ardi mencium bibirku, ia meringis dan menyuruhku bergegas dengan gerakan kepalanya. Aku membawa diriku yang terasa lemas menuju jendela yang memang sanggup untuk keluar masuk. Aku berdiam di batas terakhir sudut rumah ini. Aku menyandarkan tubuhku di tembok, yang menghadap pagar dan tanaman hias yang lebat terawat.Di dalam teriakan Naufal memekik keras. "Papa ngapain di gudang? Papa ngapain disini dan keringetan? Jawab!"Astaga, anak itu masih saja belum percaya dengan pernyataan kami tadi."Papa cari berkas yan

    Last Updated : 2022-06-12

Latest chapter

  • Dosa Termanisku   Bab 161

    Beberapa menit yang terjadi dalam hidup saya, dalam keadaan terengah-engah Anna mencengkram rambut belakang saya dengan keras. "Kayaknya aku mau melahirkan sekarang mas, kayaknya aku..." Wajahnya mulai mengeras, kakinya mulai terbuka dan saya mendadak pontang-panting dalam hati ingin sekali memintanya lebih lama bertahan lama dalam perjalanan. "Bagaimana pak?" sahut Johan."Usahakan lebih cepat, Han! Jika di tilang polisi tidak masalah. Saya lebih takut jika anak saya lahir di dalam mobil dan di jalan raya, dia akan menjadi pembalap!"Johan tidak menjawab sebab ia langsung menghidupkan lampu hazard di tengah jalan dan membunyikan klakson mobil berulang kali. Di belakang, mobil yang membuntuti kami ikut menghidupkan lampu hazard—lampu darurat—, tak ayal kejadian itu membuat beberapa pengguna jalan lain melihat ke arah mobil kami di tengah kemacetan."Istri saya mau melahirkan, tolong beri jalan!" teriak saya dari jendela mobil. "Tolong bapak, ibu, kakak... Anna sudah bukaan lima–aaaw

  • Dosa Termanisku   Bab 160

    "Honeymoon, are you sure?" omel Anna sembari berkacak pinggang. Saya mengangguk sambil merapatkan jaket, lama-lama dingin ternyata."Han, tutup semua pintu dan pergilah bersama kuncinya!""Whyyyyy...." teriak Anna dengan panik, "Mas, kamu makin lama malah makin mirip penjahat ya. Han, Han. Jangan..." Anna mendekap tubuh Johan dengan spontan. "Han, delapan tahun kita berusaha menjadi partner kerja dan keluarga yang baik. Tolong dong kali ini aja kamu membantah bos kita! Gak bisa apa sedikit aja membangkang." rengek Anna dengan lucu.Johan menatap saya dengan takut-takut. "Maaf bapak, ini bukan salah saya." katanya sambil berusaha melepas tangan Anna yang tetap kekeh menahannya di dapur.Saya beranjak sembari mengulum senyum. "Lepaskan Johan, Anna. Ada saya yang bisa kamu peluk seperti itu. Jangan dia, dia tidak akan tergoda dengan omelanmu apalagi rayuanmu!" kata saya mengingatkan.Saya hendak meraih rambutnya yang panjang dan pirang keemasan, namun secepat yang saya duga, Anna mengh

  • Dosa Termanisku   Bab 159

    Desember, Musim dingin yang sangat menyejukkan kulit, hati, jiwa tapi tidak dengan isi kepala.Kami sekeluarga bersama rekan seperjuangan meninggalkan musim hujan bulan Desember di tanah air demi menuruti Alinka pergi ke London untuk melihat salju turun dan bisa menjadi keluarga ‘dingin’ dengan kualitas sekian. Saya termenung di depan pemanas ruangan, mendengar obrolan anak muda di belakang saya yang sedang seru-serunya bermain kartu. Naufal membawa pacarnya yang berambut cokelat tua panjang, anak pejabat negara yang kapan hari bapaknya menemui saya untuk mengajak kolaborasi bisnis dan mencocokkan anak kami berdua. Saya tidak tahu jodoh Naufal nantinya siapa, jadi saya cuma bisa senyum-senyum sambil mengambil tawaran pertama saja. Kolaborasi bisnis biar enakan hidup saya, urusan itu kan bisa di atur, kalau jodoh anak saya tidak.Kenzo membawa sahabatnya, laki-laki, tukang nge-game. Saya heran, dulu saya tidak nge-game, tapi anak saya yang satu itu sangat menyukai permainan. Entah y

  • Dosa Termanisku   Bab 158

    Tina memasang muka datarnya setelah bunyi bell berdentang berkali-kali. Parasnya yang semakin berusia dan jompo, dia menyebutkan begitu karena tidak bisa lagi memakai hak tinggi menatap saya dengan wajah jengkel."Masuk aja kali..." ucapnya dengan suara malas di mic rapat yang tertempel di meja kerja, suara itu akan terdengar di louds speaker di depan ruangan saya. Seseorang di luar saya yang pasti adalah keluargaku—bel itu bel khusus private family—mendorong pintu. Seorang wanita dengan anggun melangkah sembari menggandeng tangan anak laki-lakinya yang berekspresi cemberut. Saya menaruh pulpen di meja seraya beranjak. Menyambut keduanya dengan pelukan. "Sebelum kita makan siang, ada yang perlu kamu urus, mas."Apa?Anna merogoh tas kerjanya yang besar, mobil derek mainan Alinskie rusak, dereknya copot dan gigi Sir Tow Mater nama karakter di film kartun itu rompel. Saya menerima mainan yang nyaris pasti akan menjadi rosokan ini dengan wajah ternganga. "Harus aku apakan ini sayang?

  • Dosa Termanisku   Bab 157

    "London, papa. London, aku ingin ke sana. Aku ingin menikmati musim dingin di sana, aku ingin main salju seperti Elsa dan Anna, papa." seru Alinka sembari menarik-narik ujung jas kerja saya di depan lemari kacanya berisi mainannya dan Alinskie. Dua bayi saya yang kami bertiga perjuangkan dan tumbuhkan dengan suka duka cita atas harapan yang besar di rumah ini sudah tumbuh menjadi anak sekolah dasar berusia delapan tahun."Ayolah papa jawab, aku maksa ini." desak Alinka keras kepala. Saya mendesah, batal berangkat ke kantor dengan tertib dan memilih berlutut untuk melihat wajah manis, pipi putih dan tidak suka memakai rok atau dress, dia benci katanya tidak keren seperti kakak-kakaknya juga ampuh memberi contoh baju keren cowok ganteng ibu kota."Anna dan Elsa bukan di London sayang, tapi di Norwegia dan Irlandia. Kita tidak bisa ke sana, kamu belum libur sekolah." kata saya menasihati, tapi tepat seperti yang saya duga ini bukan jawaban yang tepat. Mawar berduriku menjerit, memanggi

  • Dosa Termanisku   Bab 156

    Saya merenung, meyakini diri sekuat mungkin dengan apa terjadi di dalam sana bahwa Anna memang berbicara dari hati ke hati kepada Farah, mengungkap segalanya yang terpendam dan meyakinkan Farah jika ia mampu menjadi yang terakhir, mengalah dan menjadi ibu sambung yang mumpuni. Saya yakin itu, saya yakin karena kerap kali Anna berkata bahwa ia tidak ingin mengambil lebih dari haknya. Walau sejujurnya dengan amat sangat, banyak ragu yang menyapa silih berganti di dalam dada saya. Saya kalut. Bagaimana jika Farah tiada? Tapi logika berkata, jangan Tuhan, jangan dulu. Jangan sekarang, jangan Tuhan. Dia harus kembali padaku, harus kembali bagaimanapun kondisinya. Saya harus memperbaiki kesalahan ini, saya harus memperbaikinya dulu dan akan saya serahkan perhatian lebih.Saya membenturkan kepala belakang di tembok berkali-kali dengan frustrasi seraya mengusap wajah dan tertunduk.•••Derap langkah sepatu yang tergesa-gesa dari ujung koridor yang senyap membuat saya beranjak dan tertegun me

  • Dosa Termanisku   Bab 155

    Dalam keremangan lampu kamar rumah sakit, saya membelai rambut Farah yang terasa kusut dan lembab. Ia masih terlelap seperti tak punya beban apapun. Wajahnya tenang, napasnya teratur, air susu ibu yang seharusnya keluar sebagai insting terkuat seorang ibu menyusui hanya merembes sesekali dan sangat jarang seakan tubuhnya berhenti beroperasi dalam tenang yang menegangkan. "Sepertinya kamu ingin menjadi putri tidur, Fa. Mimpimu bagus?" tanya saya seraya membelai wajahnya. "Kamu mimpi apa? Apa seindah waktu kencan pertama kita di kebun teh Cisarua Bogor? Seindah itu, ah... Kamu membuatku iri jadinya."Saya tersenyum sendiri, entah kenapa ingatan akan masa kencan pertama kami, pendekatan yang lucu itu menggelikan dan menyenangkan."Aku ingat, kamu mengeluh kedinginan dan tidak mau aku peluk. Katamu aku simpanse bonobo yang tidak cukup punya satu pasangan dan kamu yakin itu walaupun kamu mencintaku dengan tulus. Dan kamu tau, itu kata-kata paling kejam yang aku dengar selain buaya darat,

  • Dosa Termanisku   Bab 154

    Entah berapa lama waktu yang saya habiskan untuk menunggu Farah di rumah sakit, keadaannya yang belum stabil mengharuskan Farah mendapatkan perawatan intensif yang lebih dari apa yang saya perkirakan."Makan dulu mas." Anna mengusap kedua bahu saya dari belakang seraya mengecup puncak kepala saya. "Semuanya akan membaik mas, percayalah." bisiknya sambil merangkul pundak saya. "Kamu yang kuat, banyak orang yang membutuhkanmu hari ini dan selamanya sampai waktu berhenti."Saya menelengkan kepala untuk mengecup pipinya yang masih terlihat tembam meski Alinka sudah berusia nyaris tiga bulan. "Terima kasih, makanlah lebih dulu Anna." pinta saya, dia mengasihi dua bayi, Alinka dan Alinskie sekarang, selama seminggu kami di rumah sakit. Anna butuh banyak makan, sementara saya, saya tidak tahu kenapa akhir-akhir ini rasanya energi dalam tubuh saya tidak sekuat dan seegois biasanya. Pikiran saya hanya tersita untuk kepulihan Farah.Saya hanya kerja sebentar lalu ke sini, tidur di sofa dan me

  • Dosa Termanisku   Bab 153

    Dua bulan kemudian. Saya menuruni anak tangga dengan cepat setelah mendengar Naufal berteriak dari bawah memanggil nama saya dan mengatakan mama-nya menyuruh saya turun."Iya, papa turun. Papa turun sayang." kata saya menggebu-gebu.Naufal berkacak pinggang di depan anak tangga paling bawah. Ia mengerut marah, saya tersenyum kanak-kanak. Aturan main di rumah ini sudah berjalan selama dua bulan setelah saya dengan berani dan bertanggung jawab mengatakan pada semua keluarga, rekan bisnis, teman nongkrong, dan media jika saya memiliki dua istri dan bayi mungil. Meski sempat terjadi gonjang-ganjing gosip yang makin lama di gosok makin sip saya percaya waktu akan menjawab semua getir dan getar yang ada. "Papa tadi baru ganti popok adikmu, Fal. Maaf lama, adikmu bawel." seloroh saya, Naufal menutup telinganya. Dia sering begitu jika saya membicarakan Alinka, berbeda dengan Kenzo. Oh anakku yang satu itu memang anak pintar, dia menjadi kakak yang baik dan sering tidur bersama Anna karena b

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status