Share

Bab 115

Penulis: Skavivi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-23 15:26:53
"Kamu tunggu di sini, Anna. Kami butuh waktu untuk bicara secara pribadi." kata suamiku di depan pintu kamar. Ekspresinya terlihat serius tapi hangat juga menyebalkan.

Kayaknya kamar mereka udah pindah, batinku seraya duduk sendiri di sofa lalu mengangguk.

"Gak bicara secara bareng-bareng saja mas biar semuanya terbuka. Aku—"

"Nanti Anna, ada waktunya sendiri!"

Seorang pelayan rumah membuka pintu kamar mereka. Lalu menawarkan bantuan untuk menjaga Mbak Farah dengan sikap rikuh, juga takut.

"Ambilkan saja makan malam dan obat-obatannya! Siapkan juga untuk perempuan di ruang tamu." suara bariton itu tetap menggelegar di dalam kamar sebelum senyap kembali terasa.

Pelayan rumah tadi menghampiriku, lalu membungkuk hormat. Lalu pergi mungkin untuk mengambil apa yang pak Ardi suruh.

Aku hanya tersenyum rikuh karena tidak biasa mendapat perhatian khusus dari orang lain apalagi yang bersikap seperti orang penting seperti ini.

Terdiam. Kesenyapan ruangan besar ini kemudian hilang sewaktu Nauf
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (9)
goodnovel comment avatar
Nia Kurniawati
gak bisa nebak alurnya bakal gmna
goodnovel comment avatar
Herlina Maharani
mengharukan... pak Ardi emang menyebalkan sekaligus mengagumkan... semakin penasaran sayaaahh..
goodnovel comment avatar
Elok Fatimah
naufal, bneran ttp gk suka anna.. tnggal nggu anna dan farah. bakal ngamuk ga nh si farah?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dosa Termanisku   Bab 116

    Aku tidak bisa tidur. Aku tidak bisa tenang bahkan hanya sekedar untuk membaringkan tubuhku di ranjang yang begitu empuk, aku tidak bisa. Sulit, tidak ada lagi tenang yang singgah di benakku. Satu pohon harapanku sedang berada di dalam badai. Entah bagaimana upaya untuk meredamnya. Aku keluar dari kamar, bisa ku lihat party di halaman belakang masih terjadi. Dan suami dua istri itu sudah ada di sana, meneguk minuman keras yang tersaji dalam berbagai merek di atas meja.Coki dan Dito juga masih ada di sana. Tertawa senang karena entah, lalu sepasang mata yang melihatku bergeming di pembatas balkon bersorak memanggil namaku. "Come on, sweetie." Aku mendengus. Dasar tua-tua keladi. Bos Jaff Film itu pasti merasa untung aset barunya ternyata adalah istri ke dua big bos. Sudah pasti aliran dana akan lancar dan dukungan dari internal tertinggi perusahaan akan mantap jaya.Aku berdecih sambil menggeleng. Aku tidak mau suamiku mendapatiku di sana. Apalagi ada Mbak Farah di bawah yang pasti

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-24
  • Dosa Termanisku   Bab 117

    "Anna, ayo sarapan." seru mama dari ambang pintu. Aku menoleh sambil tersenyum."Mas sama Mbak sudah bangun, ma?" tanyaku sambil menutup pintu. Mama yang datang bareng ibu menggeleng. "Paling-paling Ardi kecapekan, Ann. Benar katanya kemarin adalah hari yang berat karena sebelumnya dia sudah ngobrol dan meminta izin sama mama untuk mengungkapkan fakta tentang kamu." Aku tersenyum hangat. Tapi jika mungkin ini bukan jalan kami untuk melanjutkan hidup bersama karena Mbak Farah tidak setuju, biar kan waktu yang akan menjawab semua arti aku dalam hidup mas Ardi."Makasih, ma."Mama mengelus pipiku sambil tersenyum hangat."Semoga Farah mengerti kekurangannya, lagian Ardi juga tidak salah seratus persen. Tapi Mama cuma berharap, kamu juga paham posisi kamu di antara mereka.""Aku tau," seruku, anak mama itu kan cuma mau enaknya aja, maunya cuma goyang terus, setelah itu bingung sendiri kan jadinya. Mama terkekeh geli. "Ardi benar, selain kamu berani terang-terangan kamu juga jujur bange

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-24
  • Dosa Termanisku   Bab 118

    "Kamu mau kemana, Anna?" seru pak Ardi dari ruang keluarga.Aku merapikan bajuku yang entah punya siapa. Aku hanya mengambil dari dalam lemari yang ternyata juga menyimpan baju-baju perlengkapan bayi perempuan.Aku mendongak setelah cukup menarik napas panjang seraya menghembuskannya."Aku masih ada kerjaan sebelum cuti, so happy holiday bos." Pak Ardi menaruh tangan Mbak Farah yang sejak aku turun dari lantai atas masih dia genggam terus seraya menghampiriku "Saya temani.""Gak usah...," kataku sambil geleng-geleng kepala. "Bukan aku yang harusnya kamu temenin, udah ah. Aku keluar dulu mas."Pak Ardi mengulurkan tangannya di depan wajahku. Aku mengerutkan kening. "Apa? Ish...""Salim dulu sama suami." Aku memutar bola mataku dan berjalan menghindarinya keluar rumah. "Sayang, aku keluar sebentar sama Anna, boleh?" teriak pak Ardi di dalam yang sanggup di dengar banyak pelayannya. Sementara aku yang sudah di halaman rumah mencari pengawal yang bisa membawaku pergi dari sini. Aku t

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Dosa Termanisku   Bab 119

    Aku menunduk sambil ku taruh papper bag untuk Mbak Farah dari pak Ardi, oleh-oleh jalan-jalan tadi di mal dan sebagai permintaan maaf kami karena pergi sampai siang. Isinya tas branded buat Mbak gaya-gayaan, kata suaminya tadi sambil tertawa sedih. "Aku sebenarnya benci dia beli tas-tas mahal hanya untuk di pajang di lemari, Anna. Apalagi kondisinya sekarang, dia lebih banyak di rumah. Jadi untuk apa tas-tasnya itu, ah!" aku suaminya tadi sambil menghela napas. Aku yang mengaku sebagai teman istrinya hanya tersenyum mengejek."Maaf lama, Mbak. Habis acara nobar tadi mampir les kelas parenting new born." kataku mencoba intonasi suara yang lebih rendah. Mbak Farah membuka isinya, dilihatnya tas mahal itu dengan teliti, bahkan di endus-endus juga.Aku yang melihatnya meringis sambil melirik suaminya yang meluruskan kakinya di sofa. Pak Ardi tersenyum geli. "Apa suamimu tidak membelikan barang yang sama?" tanya Mbak Farah dengan suara tegas."Aku gak mau." jawabku sama tegasnya."Kena

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-26
  • Dosa Termanisku   Bab 120

    Aku berada di antara dua orang yang sama-sama kecewa. Kecewa akan rumah tangga mereka sendiri di atas kekayaan yang begitu melimpah dan aku, apa keberadaanku hanyalah bensin yang menyiram rasa kecewa mereka hingga berapi-api? Atau sejuk seperti air conditioner bagi pak Ardi?Entah. Aku tidak mau ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka. Keberadaan ku di sini hanyalah meminta pertanggungjawaban dari pak Ardi. Yang lain dari itu adalah bonus atau getahnya. Aku mengikat rambutku di depan cermin. Hari ini masih jam setengah lima pagi, karena aku sudah di anjurkan untuk sering jalan kaki demi kelancaran proses melahirkan. Aku sudah siap untuk keluar rumah.Aku tersenyum saat menyapa pelayan rumah yang menaiki anak tangga. "Ibu mau kemana?" tanyanya sungkan. "Jalan kaki, tapi kalo bos cariin aku. Bilang saja saya kabur. Oke.""Tapi, Bu. Nanti saya di ma—,"Aku melambaikan tangan, "Kamu sudah terlatih menghadapi pak Ardi kan?" Dia mengangguk dengan pasrah. "Ya udah, bilang gitu." de

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-26
  • Dosa Termanisku   Bab 121

    [ MULAI PART INI, POV PAK ARDI YA. TIDAK JADI DI JUDUL BARU. SEMOGA PEMBACA MASIH BERKENAN MENIKMATI. SALAM SAYANG, SKAVIVI 💚]•••Saya memakai kolonye sebelum menyisir rambut setelah mandi pagi dan mengantar Farah berjemur di taman rumah."Dimana Anna?" tanya saya sewaktu sudah mendudukkan diri di ruang makan. Tumben dia belum turun, pikir saya karena semalam saya membiarkan istri ke dua saya bebas. Tidak saya ganggu atau saya cumbu. Bahkan saya tidur di kamar Naufal untuk meredam rasa kecewanya.Seorang pelayan rumah yang saya suruh menjadi pelayan pribadi Anna mendekat dengan tubuh yang sedikit membungkuk hormat."Ibu Anna keluar rumah untuk jalan kaki, pak." jelasnya takut-takut. Semua pelayan perempuan di rumah ini pasti semua sama, kalau tidak takut ya sungkan. Apa saya menyeramkan?Saya langsung mengerutkan kening sambil mengepalkan tangan di bawah meja. "Jam berapa dia keluar?" Muka pelayan perempuan berusia tiga puluh lima tahunan itu langsung panik. Begitu juga saya. Sud

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-26
  • Dosa Termanisku   Bab 122

    "Lah, emang bos gak tau Anna di mana?" sahut Coki terheran-heran. Melihatnya tampak tersenyum usil saya tahu dia sedang merendahkan martabat saya sebagai seorang suami."Anna sedang main petak umpet!" jawab saya lantas menyaut ponsel Coki. "Saya pinjam sebentar!""Eh–eh–eh, untuk apa bos? Yah–yah–yah, hilang privasi gue..."Saya meninggalkan Coki ke ruang teman saya yang lebih ada privasinya. Saya membaca semua chat yang mereka lakukan, tak ada bocoran Anna ingin pergi ke mana, atau indikasi keterlibatan Coki atas kejadian hari ini. Coki clear, saya pun juga mengecek emailnya. MarryAnne, nama istri saya memang ada di barisan paling atas email-nya. Hanya saja isinya cuma kerjaan. "Sebenarnya ada apa, bos? Istri elo kabur, atau pada gak mau berbagi cinta?" tanya bos Jaff Film yang kursinya saya duduki. "Saya tidak tau, Anna hanya pamit keluar untuk jalan kaki, tapi sampai jam sekarang dia belum pulang. Nomernya mati, tolong, kamu juga hubungi dia. Tanyakan keberadaannya." pinta saya

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-27
  • Dosa Termanisku   Bab 123

    Perjalanan yang penuh dengan berbagai rasa dalam jiwa sudah saya lalui sampai ke alamat pemilik mobil yang Anna sewa."Saya sendiri yang akan menemuinya, kalian hanya perlu mengawasi." kata saya seraya turun dari mobil. Saya berdehem, sumpah, baru pertama kali ini saya harus turun langsung ke target sasaran. Biasanya saya hanya terima bersih, tanda tangan dan terima hasil. Sekarang, risiko affair yang memeriahkan hidup saya ini benar-benar membuat saya harus down to earth."Bapak Pujianto." panggil saya ketika beliau melihat ponsel dan bersandar di badan mobil."Maaf..., Mas Ardi?" tanyanya sambil tersenyum sopan. Saya mengangguk sambil memastikan bapak ini bukan seseorang yang bisa Anna ajak berbuat cerdik. "Silahkan masuk, mas." Bapak Pujianto membuka pintu mobil. Saya yang benar-benar ingin segera tahu Anna dia antar ke mana langsung masuk, tidak di bangku penumpang. Tapi di samping kursi kemudi.Bapak Pujianto hanya tersenyum saat melihat saya membetulkan posisi duduk."Langsun

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-28

Bab terbaru

  • Dosa Termanisku   Bab 161

    Beberapa menit yang terjadi dalam hidup saya, dalam keadaan terengah-engah Anna mencengkram rambut belakang saya dengan keras. "Kayaknya aku mau melahirkan sekarang mas, kayaknya aku..." Wajahnya mulai mengeras, kakinya mulai terbuka dan saya mendadak pontang-panting dalam hati ingin sekali memintanya lebih lama bertahan lama dalam perjalanan. "Bagaimana pak?" sahut Johan."Usahakan lebih cepat, Han! Jika di tilang polisi tidak masalah. Saya lebih takut jika anak saya lahir di dalam mobil dan di jalan raya, dia akan menjadi pembalap!"Johan tidak menjawab sebab ia langsung menghidupkan lampu hazard di tengah jalan dan membunyikan klakson mobil berulang kali. Di belakang, mobil yang membuntuti kami ikut menghidupkan lampu hazard—lampu darurat—, tak ayal kejadian itu membuat beberapa pengguna jalan lain melihat ke arah mobil kami di tengah kemacetan."Istri saya mau melahirkan, tolong beri jalan!" teriak saya dari jendela mobil. "Tolong bapak, ibu, kakak... Anna sudah bukaan lima–aaaw

  • Dosa Termanisku   Bab 160

    "Honeymoon, are you sure?" omel Anna sembari berkacak pinggang. Saya mengangguk sambil merapatkan jaket, lama-lama dingin ternyata."Han, tutup semua pintu dan pergilah bersama kuncinya!""Whyyyyy...." teriak Anna dengan panik, "Mas, kamu makin lama malah makin mirip penjahat ya. Han, Han. Jangan..." Anna mendekap tubuh Johan dengan spontan. "Han, delapan tahun kita berusaha menjadi partner kerja dan keluarga yang baik. Tolong dong kali ini aja kamu membantah bos kita! Gak bisa apa sedikit aja membangkang." rengek Anna dengan lucu.Johan menatap saya dengan takut-takut. "Maaf bapak, ini bukan salah saya." katanya sambil berusaha melepas tangan Anna yang tetap kekeh menahannya di dapur.Saya beranjak sembari mengulum senyum. "Lepaskan Johan, Anna. Ada saya yang bisa kamu peluk seperti itu. Jangan dia, dia tidak akan tergoda dengan omelanmu apalagi rayuanmu!" kata saya mengingatkan.Saya hendak meraih rambutnya yang panjang dan pirang keemasan, namun secepat yang saya duga, Anna mengh

  • Dosa Termanisku   Bab 159

    Desember, Musim dingin yang sangat menyejukkan kulit, hati, jiwa tapi tidak dengan isi kepala.Kami sekeluarga bersama rekan seperjuangan meninggalkan musim hujan bulan Desember di tanah air demi menuruti Alinka pergi ke London untuk melihat salju turun dan bisa menjadi keluarga ‘dingin’ dengan kualitas sekian. Saya termenung di depan pemanas ruangan, mendengar obrolan anak muda di belakang saya yang sedang seru-serunya bermain kartu. Naufal membawa pacarnya yang berambut cokelat tua panjang, anak pejabat negara yang kapan hari bapaknya menemui saya untuk mengajak kolaborasi bisnis dan mencocokkan anak kami berdua. Saya tidak tahu jodoh Naufal nantinya siapa, jadi saya cuma bisa senyum-senyum sambil mengambil tawaran pertama saja. Kolaborasi bisnis biar enakan hidup saya, urusan itu kan bisa di atur, kalau jodoh anak saya tidak.Kenzo membawa sahabatnya, laki-laki, tukang nge-game. Saya heran, dulu saya tidak nge-game, tapi anak saya yang satu itu sangat menyukai permainan. Entah y

  • Dosa Termanisku   Bab 158

    Tina memasang muka datarnya setelah bunyi bell berdentang berkali-kali. Parasnya yang semakin berusia dan jompo, dia menyebutkan begitu karena tidak bisa lagi memakai hak tinggi menatap saya dengan wajah jengkel."Masuk aja kali..." ucapnya dengan suara malas di mic rapat yang tertempel di meja kerja, suara itu akan terdengar di louds speaker di depan ruangan saya. Seseorang di luar saya yang pasti adalah keluargaku—bel itu bel khusus private family—mendorong pintu. Seorang wanita dengan anggun melangkah sembari menggandeng tangan anak laki-lakinya yang berekspresi cemberut. Saya menaruh pulpen di meja seraya beranjak. Menyambut keduanya dengan pelukan. "Sebelum kita makan siang, ada yang perlu kamu urus, mas."Apa?Anna merogoh tas kerjanya yang besar, mobil derek mainan Alinskie rusak, dereknya copot dan gigi Sir Tow Mater nama karakter di film kartun itu rompel. Saya menerima mainan yang nyaris pasti akan menjadi rosokan ini dengan wajah ternganga. "Harus aku apakan ini sayang?

  • Dosa Termanisku   Bab 157

    "London, papa. London, aku ingin ke sana. Aku ingin menikmati musim dingin di sana, aku ingin main salju seperti Elsa dan Anna, papa." seru Alinka sembari menarik-narik ujung jas kerja saya di depan lemari kacanya berisi mainannya dan Alinskie. Dua bayi saya yang kami bertiga perjuangkan dan tumbuhkan dengan suka duka cita atas harapan yang besar di rumah ini sudah tumbuh menjadi anak sekolah dasar berusia delapan tahun."Ayolah papa jawab, aku maksa ini." desak Alinka keras kepala. Saya mendesah, batal berangkat ke kantor dengan tertib dan memilih berlutut untuk melihat wajah manis, pipi putih dan tidak suka memakai rok atau dress, dia benci katanya tidak keren seperti kakak-kakaknya juga ampuh memberi contoh baju keren cowok ganteng ibu kota."Anna dan Elsa bukan di London sayang, tapi di Norwegia dan Irlandia. Kita tidak bisa ke sana, kamu belum libur sekolah." kata saya menasihati, tapi tepat seperti yang saya duga ini bukan jawaban yang tepat. Mawar berduriku menjerit, memanggi

  • Dosa Termanisku   Bab 156

    Saya merenung, meyakini diri sekuat mungkin dengan apa terjadi di dalam sana bahwa Anna memang berbicara dari hati ke hati kepada Farah, mengungkap segalanya yang terpendam dan meyakinkan Farah jika ia mampu menjadi yang terakhir, mengalah dan menjadi ibu sambung yang mumpuni. Saya yakin itu, saya yakin karena kerap kali Anna berkata bahwa ia tidak ingin mengambil lebih dari haknya. Walau sejujurnya dengan amat sangat, banyak ragu yang menyapa silih berganti di dalam dada saya. Saya kalut. Bagaimana jika Farah tiada? Tapi logika berkata, jangan Tuhan, jangan dulu. Jangan sekarang, jangan Tuhan. Dia harus kembali padaku, harus kembali bagaimanapun kondisinya. Saya harus memperbaiki kesalahan ini, saya harus memperbaikinya dulu dan akan saya serahkan perhatian lebih.Saya membenturkan kepala belakang di tembok berkali-kali dengan frustrasi seraya mengusap wajah dan tertunduk.•••Derap langkah sepatu yang tergesa-gesa dari ujung koridor yang senyap membuat saya beranjak dan tertegun me

  • Dosa Termanisku   Bab 155

    Dalam keremangan lampu kamar rumah sakit, saya membelai rambut Farah yang terasa kusut dan lembab. Ia masih terlelap seperti tak punya beban apapun. Wajahnya tenang, napasnya teratur, air susu ibu yang seharusnya keluar sebagai insting terkuat seorang ibu menyusui hanya merembes sesekali dan sangat jarang seakan tubuhnya berhenti beroperasi dalam tenang yang menegangkan. "Sepertinya kamu ingin menjadi putri tidur, Fa. Mimpimu bagus?" tanya saya seraya membelai wajahnya. "Kamu mimpi apa? Apa seindah waktu kencan pertama kita di kebun teh Cisarua Bogor? Seindah itu, ah... Kamu membuatku iri jadinya."Saya tersenyum sendiri, entah kenapa ingatan akan masa kencan pertama kami, pendekatan yang lucu itu menggelikan dan menyenangkan."Aku ingat, kamu mengeluh kedinginan dan tidak mau aku peluk. Katamu aku simpanse bonobo yang tidak cukup punya satu pasangan dan kamu yakin itu walaupun kamu mencintaku dengan tulus. Dan kamu tau, itu kata-kata paling kejam yang aku dengar selain buaya darat,

  • Dosa Termanisku   Bab 154

    Entah berapa lama waktu yang saya habiskan untuk menunggu Farah di rumah sakit, keadaannya yang belum stabil mengharuskan Farah mendapatkan perawatan intensif yang lebih dari apa yang saya perkirakan."Makan dulu mas." Anna mengusap kedua bahu saya dari belakang seraya mengecup puncak kepala saya. "Semuanya akan membaik mas, percayalah." bisiknya sambil merangkul pundak saya. "Kamu yang kuat, banyak orang yang membutuhkanmu hari ini dan selamanya sampai waktu berhenti."Saya menelengkan kepala untuk mengecup pipinya yang masih terlihat tembam meski Alinka sudah berusia nyaris tiga bulan. "Terima kasih, makanlah lebih dulu Anna." pinta saya, dia mengasihi dua bayi, Alinka dan Alinskie sekarang, selama seminggu kami di rumah sakit. Anna butuh banyak makan, sementara saya, saya tidak tahu kenapa akhir-akhir ini rasanya energi dalam tubuh saya tidak sekuat dan seegois biasanya. Pikiran saya hanya tersita untuk kepulihan Farah.Saya hanya kerja sebentar lalu ke sini, tidur di sofa dan me

  • Dosa Termanisku   Bab 153

    Dua bulan kemudian. Saya menuruni anak tangga dengan cepat setelah mendengar Naufal berteriak dari bawah memanggil nama saya dan mengatakan mama-nya menyuruh saya turun."Iya, papa turun. Papa turun sayang." kata saya menggebu-gebu.Naufal berkacak pinggang di depan anak tangga paling bawah. Ia mengerut marah, saya tersenyum kanak-kanak. Aturan main di rumah ini sudah berjalan selama dua bulan setelah saya dengan berani dan bertanggung jawab mengatakan pada semua keluarga, rekan bisnis, teman nongkrong, dan media jika saya memiliki dua istri dan bayi mungil. Meski sempat terjadi gonjang-ganjing gosip yang makin lama di gosok makin sip saya percaya waktu akan menjawab semua getir dan getar yang ada. "Papa tadi baru ganti popok adikmu, Fal. Maaf lama, adikmu bawel." seloroh saya, Naufal menutup telinganya. Dia sering begitu jika saya membicarakan Alinka, berbeda dengan Kenzo. Oh anakku yang satu itu memang anak pintar, dia menjadi kakak yang baik dan sering tidur bersama Anna karena b

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status