“Semuanya sekarang masih baik-baik saja. Tetapi obatku tidak selamanya bisa membantu kondisimu. Apa akhir-akhir ini perutmu sering sakit, Lucy?” tanya Wahyu setelah memeriksa kondisi gadis itu di ranjang pasiennya.“Ya, kalau aku banyak minum,” jawab Lucy jujur dan cukup singkat.Wahyu yang mendengar pernyataan barusan hanya bisa menghela napas lelah. “Itu dia Lucy, itu sudah masuk gejalanya. Jadi tolong hentikan sesegera mungkin kebiasaan minum-mu itu.”“Kau kan sudah tahu jawabannya kalau itu sangat sulit. Bagaimana mau dihentikan kalau itu sulit?”Wahyu hanya bisa diam menyaksikan bagaimana ekspresi gadis di hadapannya sekarang. Untung saja sebagai seorang dokter, Wahyu punya stok kesabaran yang lumayan tebal untuk menghadapi sisi Lucy yang cukup bebal.Setahun yang lalu, Wahyu bertemu dengan Lucy di sebuah klub malam. Wahyu sebenarnya tidak berniat datang, dia hanya kebetulan punya janji dengan temannya dan mereka bertemu disana. Ketika akan pulang, Wahyu melihat gadis ini memegan
“Tuan, saya bersungguh-sungguh. Kau tidak perlu mengantar saya. Ada apa denganmu sebenarnya?” Lucy berusaha keras menjauhi Bima, tetapi pria kaku tersebut malah terus saja membuntuti dia di belakang walaupun sudah berkali-kali Lucy mencoba untuk menolaknya setelah dia sadar sepenuhnya atas kejadian gila tadi. Tetapi pria itu bak menyumpal telinganya sendiri, dia tidak mendengarkan perkataan Lucy sama sekali.“Kenapa? Bukannya tadi kau bilang tidak apa kalau hanya mengantar sampai halte? Lagipula apa salahnya aku melakukan ini? anggap saja aku berterima kasih atas apa yang sudah kau lakukan tadi.”Kini Bima dan Lucy sudah berjalan berbarengan. Memang hal itu tidak bisa disangkal karena Lucy sempat mengiyakan, tetapi setelah keluar dari rumah sakit dia malah merasa tidak enak karena memberikan jawaban secara impulsive. Ini terlalu canggung, dan Lucy tidak nyaman dengan situasi yang terjadi diantara mereka berdua.“Kau sering ke rumah sakit ini?” tanya Bima tiba-tiba saja seolah dia sela
Kenny baru saja selesai dengan urusannya. Sekarang pria bebas berambut merah tersebut bersenandung riang menuju ke klub malam favoritnya untuk membuang stress. Meski dia merasa tidak enak lantaran meninggalkan Rookie yang ternyata perlu lembur malam ini, tetapi jika mungkin dia bisa mendapatkan malam indah bersama sang primadona klub sekali lagi seperti kemarin. Setidaknya itu adalah harapannya. Sungguh... benar apa kata orang ciuman Rose membuatnya terngiang sepanjang hari dan membuatnya ingin mencoba lagi."Kalau beruntung bisa saja dia aku sewa malam ini," kata Kenny dengan percaya diri.Begitu selesai memarkirkan mobilnya, dia melihat seorang pria agak tinggi dengan rambutnya yang di cat berwarna perak tengah menggotong seorang gadis masuk ke dalam mobilnya. Gadis itu sendiri tidak terlihat melawan atau malah dia tidak sadarkan diri karena Kenny sempat melihat kedua tangan dan kakinya terkulai begitu saja di posisi itu. Apakah pelacur yang dibawa barusan untuk dinikmati di hotel t
Kedua kelopak mata Lucy dalam kondisi setengah terbuka. Dirinya kini sudah berbaring di atas kasur empuk, tetapi Lucy yakin dengan jelas bahwa suasana di tempat ini jauh dari pada kamar tidur yang biasa dia gunakan untuk beristirahat. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali, kesadaran secara utuh belum dapat dia rasakan. Dia mencoba sebisa mungkin mengingat apa yang terjadi, dan apa saja yang mungkin terlewatkan. Kepalanya terasa berkabut dan pusing bukan main. Lucy memegangi kepalanya sendiri. Dia sungguh bingung dengan situasinya kini. Siapa yang membawa dirinya? ingatan yang bisa dia temukan hanyalah sampai di titik dimana dia menemani minum seorang pria berambut perak dan setelah itu semua pudar dan menghilang tanpa sisa. Apa yang terjadi kepadanya?“Sudah bangun, Tuan putri?”Lucy mendadak beku mendapati seorang pria yang seringainya mirip dengan rubah di hadapnnya. Pria itu duduk di depan ranjang, dan menatapnya dengan ekspresi yang menyeramkan. Sudah jelas sekarang siapa y
Luciana adalah seorang gadis yang pintar, dia masuk ke SMA juga karena beasiswa. Meskipun dia tahu bahwa usahanya untuk membuat kedua orang tuanya terkesan tidak punya harga apa-apa. Sejak masuk SMP, hubungan orangtuanya semakin memburuk, bahkan kedapatan terus bertengkar hingga titik salah satu diantara mereka tidak pulang berhari-hari. Mereka sibuk dengan urusan mereka sendiri dan melupakan Lucy yang adalah putri semata wayang mereka. Apa saja yang Lucy butuhkan untuk sekolahnya, atau kebutuhannya sebagai seorang anak sama sekali tidak bisa dia dapatkan dari kedua orangtuanya. Mereka sama sekali tidak peduli.Lucy tumbuh menjadi dewasa sebelum waktunya. Karena keadaan keluarga yang tidak harmonis itulah yang memaksa dirinya untuk rela kehilangan masa remaja yang menyenangkan seperti anak lain. Sikapnya bak orang dewasa sungguhan, dan dia pandai menyembunyikan emosi sebenarnya dari orang-orang. Dia bicara bila ada yang bicara padanya bila tidak ada Lucy bisa tidak bicara seharian. Se
“Aku ingin ciuman pertamaku,” celetukan tersebut berasal dari Yogi, pria yang super cerewet itu langsung mengundang kegaduhan terutama untuk Tata yang kebetulan duduk disebelahnya.“Apa sih yang kau pikirkan di otakmu? Dasar mesum!” teriak Tata refleks.“Itu adalah imajinasi Yogi yang paling payah yang pernah aku dengar,” sahut Rookie yang ikut bergabung berkomentar soal celetukan temannya yang tidak bertanggung jawab.“Dia kan jomblo abadi, makanya dikepalanya kepikiran hal-hal aneh macam itu,” timpal Nata, satu-satunya yang berkacamata dan bintang dikelas karena kepintarannya dalam bidang sains dan fisika.“Hei, kalian seenaknya saja bilang begitu. Memangnya kalian sudah pernah? Aku hanya mencoba jujur disini, tidak seperti kalian yang munafik!” sambar Yogi kesal.“Coba kau tanya pada Mr. Playboy saja,” lanjut Nata yang menunjuk pada Rookie dengan ujung dagunya. Semua orang langsung menoleh pada pria itu seketika. Merasa menjadi pusat perhatian dalam sekejap mata, Rookie bingung men
“Berhasil! Ternyata kau juga tertipu! Astaga Lucy … kenapa wajahmu memerah seperti itu?” kata Rookie sambil terbahak-bahak.“Apa?” Lucy kini malah hanya terdiam bak orang dungu, dia masih tidak mengerti dengan sikap yang diperlihatkan oleh Rookie tadi.“Aku sedang latihan! Jadi aku mencoba untuk bersikap serius. Tidak ada yang cocok dengan lawan latihanku. Yogi selalu berlebihan, Tata tidak mau, dan Nata sedang sibuk, karena itulah hanya kau yang bisa aku jadikan patner. Kau tahu, aku ingin menyatakan perasaanku pada Hime,” jelas Rookie dengan sumringah di depan Lucy.Sejujurnya Lucy saat ini sangat ingin menangis. Tetapi kenapa pula dia harus bereaksi begitu? Apa karena yang dikatakan oleh Rookie tadi hanyalah sebatas candaan saja? sesungguhnya semenit yang lalu Lucy sempat merasakan perasaan yang takjub luar biasa. Dan dititik itu Lucy sadar bahwa dia …“Ah, sial! kau benar-benar berhasil menipuku. Tadi itu akting yang sangat natural sampai aku tidak menyadari kalau kau hanya sedang
Bima membuka pintu kamar adiknya. Meneliti seisi kamar itu hingga ke sudut-sudut. Tetapi yang dia cari tidak ada disana, yang Bima temukan hanyalah sepi dan hening. Setelah melihat kondisi kakeknya dari rumah sakit, Senna secara misterius hilang begitu saja. Bima memang merasa agak aneh dengan gerak-gerik adik perempuannya. Terutama karena dia yang tiba-tiba saja langsung datang tanpa memerlukan paksaan. Keberadaan Senna di rumah sakit adalah sebuah keajaiban yang Bima sendiri masih perlu waktu mengkategorikannya sebagai sesuatu yang patut disyukuri atau justru perlu dia curigai. Sebab dari apa yang Bima ketahui, gadis itu sebetulnya tidak begitu peduli soal kondisi kakeknya. Malah dia selalu terlihat memperlihatkan ketidaksukaan dan membenci kakeknya selama 10 tahun ini. Lantas kenapa?Bima kembali menutup pintu kamar adiknya dan menghela napas lelah, pria itu kemudian turun ke bawah. Malam ini Bima memang pulang untuk sekadar memastikan keberadaan adiknya saja. Bima merasa sedikit m
Saat itulah pintu kamar Lucy terbuka, menampakan sosok mungil yang dibalut oleh kaos oversize dan celana panjang training. “Kalau kalian ingin berkelahi di rumahku, aku tidak akan membiarkan kalian masuk rumahku lagi.”“Kau seharusnya tetap berada di dalam, Lucy.”“Tapi semakin aku menahan diriku, semakin aku mendengar Bibi memancing keributan. Aku tahu betul bagaimana Bibi kalau sedang marah.”“Tidak akan ada yang terjadi, selama dia mengangkat jarinya padaku. Kalau dia berani memukulku aku akan pastikan dia tidak bisa berjalan lagi dengan kedua kakinya seumur hidup.”“Justru itu, Bibi orang yang mudah terpancing emosi.”Percakapan diantara kedua orang itu membuat Rookie diam saja. Dia menyadari seberapa dekat hubungan keduanya, dan itu menyadarkan Rookie bahwa ada dinding tidak kasat mata yang tidak bisa dia pisahkan dari kedua orang ini. Bagaimana pun juga, Yuichi pastinya sudah Lucy anggap sebagai pengganti orangtuanya. Mengingat masa lalunya yang cukup buruk dan hanya orang itu s
Sepeninggal Rookie, Lucy tercenung di tempat duduknya. Kedua matanya menatap tanpa minat pada seluruh makanan yang tersaji di atas meja. Saat dia memutuskan untuk menganggap semua itu bukanlah apa-apa dan waktunya bagi dia untuk menahan diri dan tahu diri saat itulah dia mendengar seseorang mengetuk pintu dan menekan bel di luar.Lucy sempat berpikir bahwa barangkali itu adalah Rookie, hanya saja begitu dia membuka pintu Lucy malah tercengang.“Bibi Yuichi?!”“Lama tidak bertemu, Lucy.” Wanita itu tersenyum padanya dengan ramah.Lucy segera menghapus semua ekspresi yang sempat mengganggunya. Kemudian memberi bibinya senyuman yang sama sebagai balasan.“Masuklah. Aku tidak tahu kalau Bibi akan datang.”“Cukup sulit menghubungimu sejak kau meninggalkan aku di kantor pengadilan waktu itu. Jadi, bagaimana sekarang? kau masih berhubungan dengan orang itu?” cerocos Bibi Yuichi sambil meletakan beberapa paper bag di konter dapur. Sesaat dia melihat makanan yang tersaji di meja makan. Masih h
Rookie melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Beberapa kali atas ulahnya dia mendapatkan hadiah berupa umpatan dan juga bunyi klakson dari pengguna jalan lain gara-gara dia mencoba terus menyalip mereka dengan cara serampangan, tetapi lelaki itu tidak peduli. Semua itu demi upayanya memperpendek jarak tempuh menuju tujuannya sekarang. Rumah sakit.Semua itu karena sebuah kalimat yang terlontar dari mulut Bima. Sebenarnya hanya beberapa kata saja, tetapi hal tersebut cukup membuat jantung lelaki itu berdebar kencang dan hatinya di penuhi dengan kecemasan. Kekhawatiran yang memicu dirinya bertindak gegabah dan nekad. Tentu saja. Mengemudi secara ugal-ugalan di jalan raya bukan tindakan terpuji dan sejujurnya dia pun saat ini sedang menantang maut pula.“Senna mencoba bunuh diri, Rookie. Aku menemukan dia ada di kamar mandi hotel …”Rookie menginjak pedal gasnya lagi, memutar setir ke kiri dan merebut jalan sebuah truk pengantar barang yang membuatnya sekali lagi mendapatkan klakson
Bunyi bel dari pintu kamar hotel yang dia sewa membuat Senna segera bangun dari sofa dan melangkah menuju pintu masuk dengan sumringah. Sebelumnya dia menyempatkan waktu untuk mematut di depan cermin seukuran setengah badan yang terpasang di dekat pintu hanya untuk sekadar mengecek penampilannya sendiri. Senna tentu saja ingin berpenampilan terbaik di hadapan Rookie. Tanpa merasa perlu mengintip dari lubang pintu Senna segera membuka lebar-lebar pintu kayu tersebut dengan senyum termanis yang bisa dia buat. Namun dengan segera harapan yang terpupuk di dalam dirinya harus pupus seketika tatkala melihat siapa orang yang sekarang berdiri dihadapannya. Dia seorang pria tetapi bukan Rookie. Ya, bukan Rookie melainkan kakaknya sendiri, Bima.“Kenapa kakak ada disini?” tanya Senna dengan marah.“Dia tidak akan datang,” kata Bima seraya menerobos masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. “Setelah kau menelepon dia, Rookie menghubungiku karena itulah kesepakatan kami. Dia juga berpesan padaku un
Lagi-lagi telepon berdering, ini sudah kesekian kalinya sejak Rookie angkat kaki dari restoran tempat dia berbincang bersama sang Ibu. Begitu mengetahui siapa yang ibunya libatkan dalam pertemuan mereka, Rookie langsung naik pitam. Tanpa perlu basa-basi lelaki itu langsung meninggalkan mereka. Dan sekarang ponselnya jadi dua kali lipat lebih berisik. Sampai titik dimana akhirnya Rookie menyerah dan mengangkat panggilan telepon yang berasal dari nomor ponsel ibunya.“Ya, Bu?”“Ini aku,” sahut seseorang dari balik panggilan. Kernyitan di dahi Rookie menguat. Saat ini Rookie sangat emosi, tetapi perempuan ini justru menyiram minyak ke dalam kobaran api. Dia jelas tahu bahwa menghubunginya sekarang sudah merupakan sebuah kesalahan besar.“Sudahlah, sekarang katakan apa maumu. Kau tahu kalau kita sudah berakhir kan? kenapa kau melibatkan ibuku?”“Kenapa kau berubah, Rookie? Kenapa kau memperlakukan aku seperti ini?” tanya perempuan itu lagi yang membuat Rookie semakin muak.“Kau berharap a
Rookie melangkah cepat memasuki sebuah restoran keluarga yang letaknya tidak jauh dari gedung perkantoran tempat dimana dia bekerja. Langkahnya terburu karena tidak ingin membuat orang tuanya menunggu. Terlebih adalah hal yang aneh mendapati kabar dari sang ibu setelah konflik yang terjadi dan wanita itu tiba-tiba saja memintanya bertemu. Ya, beberapa saat yang lalu setelah obrolan kecilnya bersama Bima. Ibunya menelepon dan mengatakan bahwa dia telah berada di Jakarta dan meminta untuk bertemu.Restoran tempat janji temu tampak mulai ramai saat Rookie melangkah memasukinya. Restoran tersebut menyediakan makanan hasil laut dan selalu penuh apalagi setiap weekend. Seorang pramusaji dengan seragam sailor mengantarkan Rookie ketika dia berkata punya janji temu.“Maaf membuat ibu menunggu lama,” ujar Rookie kepada ibunya yang sudah terlebih dahulu datang.“Duduklah, kita makan dulu sebelum bicara,” kata ibunya. “Ibu sudah pesankan udang saus inggris untukmu. Kau masih suka itu kan?”Rooki
Hari-hari berikutnya berlalu dengan begitu cepat dan baik. Hubungan Lucy dan Rookie semakin erat dan hangat. Mereka juga sering menghabiskan waktu bersama. Beberapa kali Rookie bahkan selalu mengajaknya sarapan sebelum dia berangkat kerja, juga mengantar Lucy untuk pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli beberapa keperluan sehari-hari yang wanita itu butuhkan. Sungguh, situasi ini seperti mereka sudah melangkah jauh. Bisa dikatakan seperti mereka telah terhubung sebagai sepasang pengantin baru. Validasinya dari beberapa penjaga toko paruh baya yang mendoakan mereka, tentu saja. Dan hal itu membuat Rookie bahagia bukan kepalang mendengarnya.Tidak hanya sampai disana, bahkan dibeberapa kesempatan Rookie juga selalu mampir setelah pulang kerja ke kediaman Lucy untuk makan malam bersama. Bahkan sampai titik dimana dia menginap juga. Rookie benar-benar merasa nyaman dengan dinamika yang terjadi diantara mereka berdua. Karena Lucy sekarang sudah mulai mengisi kehidupan sehari-harinya dan
Bima mengulurkan tangan, menggenggam erat pergelangan tangan adiknya. Memberikan isyarat agar dia tidak pergi kemana pun atau melakukan sesuatu yang mungkin akan mengakibatkan keributan yang tidak diperlukan. Sejujurnya dia cukup terkejut atas situasi barusan. Niatan yang Bima lakukan dengan membawa adik bungsunya keluar untuk pertama kalinya ini adalah karena dia punya rencana untuk mengubah suasana hati Senna. Tetapi belum usai pula harapannya mencapai titik sukses, Bima malah harus menelan pil pahit bahwa upayanya tidak sepenuhnya berhasil. Semuanya serasa kembali ke titik nol hanya karena kemunculan Rookie dan Lucy.Bima tentu tidak akan menjudge adiknya atas aksi yang gadis itu buat dengan segera keluar mengikuti mereka tanpa pikir panjang saat mendengar suaranya. Dia juga bisa memahami kalau Senna sudah pasti sangat terpukul dengan kenyataan yang ada di depan matanya. Dia paham akan hal itu sebab dirinya pun merasakan hal yang serupa.“Lepaskan aku, Kak,” kata Senna dengan suara
Senna tercenung begitu dirinya dihadapkan pada sebuah kedai yang ditunjukan oleh sang kakak. Bagian dindingnya di tempeli banner yang berisi menu yang kedai tersebut jual. Ada pula spanduk yang berisi informasi nama kedai tersebut bersamaan dengan nomor telepon bagi yang punya keinginan untuk pesan antar. Sebuah tempat yang termalpau sederhana untuk Senna yang tidak pernah makan di tempat yang telah dia cap sebagai tempat makan orang dengan kasta rendah.“Kenapa kita disini?” tanyanya kepada Bima yang terlihat sama sekali tidak terganggu dengan pemandangan yang ada didepan mereka. Fakta bahwa pria ini pula yang mengajaknya kemari pun sudah bisa dimasukan ke dalam salah satu keajaiban dunia.“Aku sudah bosan sarapan hanya dengan sereal dan kopi atau makanan yang dimasak koki di rumah kita. Apa salahnya bila kita sedikit berganti suasana?” jawab Bima dengan tenang dan tanpa rasa bersalah sedikit pun.Otot wajah Senna sedikit berkerut mendengar pernyataan sang kakak. “Dari semua tempat y