"Queen," seru Dimas.
Queenza tak menjawab dan masih setia membelakangi Dimas."Kamu marah? Aku pergi gak lama kok, cuma seminggu," ucap Dimas sambil mencoba membalikkan tubuh Queenza agar menghadap ke arahnya. Ia tak ingin pergi meninggalkan Queenza dengan ke adaan Queenza yang marah padanya. Itu akan membuat ia tak tenang untuk meninggalkan Queenza."Seminggu? Kamu bilang gak lama? Itu lama Mas!" sahut Queenza, ia menatap Dimas dengan tatapan yang sendu."Maaf, aku juga sebenarnya tak ingin pergi meninggalkan kamu. Tapi, ada pekerjaan yang mengharuskan aku pergi," balas Dimas dengan penuh sesal. Ia juga sebenarnya berat untuk meninggalkan Queenza sendiri di sini, apalagi sekarang di rumah ini ada wanita ular yang dibawa Ervan dan entah sampai kapan wanita itu akan ada di rumah ini. "Jangan marah ya? Aku akan usahan untuk pulang lebih cepat." Sambungnya.Queenza terdiam, ia seharusnya tak egois seperti ini. Ia lalu membalikan badannya dan menghadap ke arah Dimas.Siang harinya Queenza keluar dari dalam kamar dan mendapati rumah yang sepi."Mas Ervan sama wanita itu ke mana? Masa masih tidur?" gumam Queenza, ia berjalan ke arah kamar untuk memeriksa Ervan. Namun, saat ia membuka kamar itu tak ada siapapun di dalam kamar itu. "Ke mana mereka?" Lanjutnya lagi.Queenza memutuskan untuk pergi ke dapur. Di sana ia melihat masakan yang tadi pagi dimasak oleh Dimas. Queenza yang kebetulan lapar dengan cepat memanaskan kembali masakan itu. "Baru setengah hari kita gak ketemu, kok aku udah kangen sama kamu mas," gumam Queenza sambil menyuapkan nasi ke mulutnya. Ia menangis, entah kenapa perasaannya jadi melow seperti ini. Seperti ada yang kosong di dalam hatinya. "Mas cepat pulang," lirih Queenza sambil terus menyuapkan makanan yang tadi Dimas buatkan untuknya.Tak lama kemudian terdengar suara seseorang yang menyerukan nama Queenza."Queen!"Queenza sudah tau siapa yang memanggilnya, ia dengan cepat menghentikan makannya
Queenza yang tengah asyik tiduran terkejut saat tiba-tiba pintu kamarnya dibuka dari luar. Dengan cepat ia menoleh dan terkejut saat melihat Ervan yang masuk ke dalam kamarnya."Mas kamu ngapain ke sini?" tanya Queenza, ia terkejut sekaligus takut dengan kehadiran Ervan di kamarnya. Ia takut jika Ervan akan menyiksanya lagi karena sudah berani melawan.Ervan tak menjawab dan hanya diam sambil terus berjalan ke arah Queenza yang berada di atas ranjang."Mas! Kamu mau ngapain? Jangan macam-macam ya." Queenza menggeser sedikit demi sedikit tubuhnya saat melihat Ervan terus berjalan ke arahnya. Queenza berdiri dan berniat untuk berlari ke luar saat Ervan sudah duduk di atas ranjang. Ia lalu berjalan dengan cepat menuju pintu. Ada rasa takut di dalam hatinya."Kamu mau ke mana?" tanya Ervan saat melihat Queenza hendak pergi."Mau ke luar," jawab Queenza sambil berjalan ke arah pintu.Ervan berdiri dan segera memeluk Queenza dari belakang.Queenza terkejut
Queenza terbangun saat ia merasakan getaran ponsel di bawah bantalnya. Dengan cepat ia membawa ponsel itu dan turun dari atas ranjang. Ia menoleh sekilas ke arah Ervan yang tertidur pulan sebelum ia keluar dari dalam kamar. Setelah ia menutup pintu, dengan cepat ia mengangkat panggilan itu."Hallo Mas," ucap Queenza saat ia sudah mengangkat teleponnya."Kamu lagi apa Queen? Kenapa lama angkat teleponnya?" tanya Dimas di sebrang telepon sana.Queenza berjalan ke ruang tamu dan duduk di sana sambil terus berteleponan dengan Dimas. Sampai cukup lama mereka bertukar cerita lewat sambungan telepon itu. Queenza yang memang masih mengantuk dan juga lemas tertidur kembali di tengah-tengah obrolannya bersama Dimas."Hallo ... hallo Queen?" seru Dimas di sebrang telepon sana.Queenza yang sudah tertidur tidak mendengar seruan Dimas dan tertidur pulas di sofa ruang tamu.Dimas tersenyum di sebrang telepon sana dan segera memutus panggilannya bersama Queenza. Di dal
Tok ... tok ... tok.Queenza membuka matanya yang terpejam. Ia lalu melihat sekeliling dan menunduk. "Ya ampun, ternyata cuma mimpi," gumam Queenza saat ia baru menyadari jika ia masih berada di dalam kamar mandi. "Bisa-bisa ya aku ketiduran saat berendam. Mimpi bercinta dengan mas Dimas lagi," ucapnya terkekeh pelan. Tok ... tok ... tok.Queenza beranjak dari dalam bathtub dan segera memakai handuknya. Iablalu berjalan menuju pintu dan membuka pintu itu.Terlihat Ervan yang sedang berdiri sambil menatap heran pada Queenza."Kamu lagi ngapain di dalam? Kenapa lama banget?" tanya Ervan sambil masuk ke dalam kamar mandi."Eh, Mas kamu mau ngapain?" tanya Queenza yang terkejut melihat Ervan yang langsung main masuk saja."Aku kebelet sekalian mau mandi," sahutnya."Kenapa gak pake kamar mandi di kamar lain aja sih Mas? Kenapa kamu harus masuk ke sini?" gerutu Queenza, ia hendak keluar. Namun, Evan dengan cepat menahan tangannya."Emangnya kenap
Queenza terdiam saat mendengar ucapan Dimas."Queen, kamu masih di sana kan?" panggil Dimas lagi yang terheran saat tak mendengar suara Queenza."Masih," jawab Queenza. "Mas aku mau sarapan dulu ya, nanti kita sambung lagi," ucap Queenza pada Dimas."Oke, nanti malam aku hubungi kamu lagi ya sayang, ingat kamu harus makan yang banyak biar kamu dan dede bayinya sehat," ucap Dimas sebelum ia menutup teleponnya."Iya, kamu juga jangan lupa sarapan sebelum berangkat kerja, jangan lupa makan siang dan malamnya. Biarpun kamu sibuk sempatkan makan walaupun sedikit," cerocos Queenza mengingatkan.Dimas tersenyum di sebrang telepon sana. Queenza sudah seperti istrinya saja yang akan selalu mengomelinya jika telat makan. Ia jadi membayangkan jika ia dan Queenza nanti menikah mungkin akan begini rasanya."Iya sayang. Aku akan selalu ingat pesan kamu itu. Ya udah sekarang kamu tutup teleponnya, aku juga mau kerja," balas Dimas."Hmm, kamu di sana hati-hati ya Mas, ingat. Jangan lirik-lirik wanita
"Gimana kabar kamu sayang? Aku kangen banget sama kamu," bisik Dimas tepat di telinga Queenza.Queenza yang masih menganggap jika ini hanya mimpi tersenyum dan segera membalikan badannya menghadap Dimas. "Aku juga kangen kamu Mas," jawab Queenza sambil mengalungkan kedua tangannya ke leher Dimas dan mengecup pelan bibir Dimas.Dimas yang sudah tak bisa menahan hasratnya segera mencium bibur Queenza dan melumatnya, karena gemas Dimas mengigit bibir Queenza pelan."Aww!" Queenza mengaduh dan melepaskan ciuman mereka. Ia menatap Dimas lekat-lekat. "Bentar, bukannya ini mimpi? Tapi kenapa ini sakit ya?" ucap Queenza sambil memegangi bibirnya.Dimas terkekeh lalu mencubit pelan hidung Queenza."Kamu itu kenapa? Dari tadi bergumam sendiri?" tanya Dimas yang gemas melihat reaksi wajah Queenza yang menggemaskan."Mas, ini aku lagi mimpi kan?" tanya Queenza."Mimpi apa?" Dimas balik bertanya karena ia heran melihat Queenza yang seperti orang linglung."Mas coba kamu pukul aku, atau kamu cubit a
Queenza mendongakkan kepalanya saat terdengar seseorang memanggil namanya. Ia terkejut melihat siapa yang kini ada di depannya dengan cepat ia merapatkan duduknya pada Dimas.Orang yang tadi memanggil Queenza duduk dan melihat Queenza dengan tatapan aneh."Lama kita gak ketemu ya Queen, sekalinya kita ketemu, eh kamu kok makin terlihat menyedihkan ya," ledek orang itu pada Queenza. "Iya ya, kita udah lama gak ketemu, ternyata kalian masih awet juga. Btw kalian udah married atau masih pa-ca-ran," balas Queenza sambil tersenyum meledek."Kenapa? Masih belum move on ya dari Bayu? Masih berharap Bayu akan balik lagi sama kamu? Ck, ck, ck. Kasihan banget sih kamu Queen. Makanya jadi wanita itu harus bisa puasin pasangan, apalagi di ranjang. Ya jelas Bayu pilih aku lah yang bisa puasin dia, dibanding kamu yang sok suci," ujar orang itu lagi."Kamu tadi bilang apa? Aku belum move on? Aduh maaf banget kamu harus kecewa. Karena aku udah dapet tuh gantinya," ucap Queenza terkekeh pelan. Ia lalu
Dimas yang tak tega membiarkan Queenza pulang sendiri pun memutuskan untuk keluar dari mobilnya dan menyusul Queenza yang sudah cukup jauh pergi."Queen," teriak Dimas sambil berlari menyusul Queenza.Queenza tak menghiraukan teriakan Dimas dan terus berjalan."Queenza tunggu." Dimas memegang tangan Queenza dan menariknya dalam pelukannya. "Aku minta maaf," ucap Dimas sambil mendekap Queenza. Queenza hanya diam saja tak menjawab atau membalas pelukan Dimas. Ia masih bingung dengan apa yang terjadi dengan kehidupannya ini. Entah apa yang harus ia lakukan sekarang. Dimas melepaskan pelukannya dan membawa Queenza kembali ke dalam mobil. Sepenjang perjalanan tak ada percakapan di antara mereka. Sampai mereka tiba di halaman rumah. Queenza membuka pintu mobil dan segera pergi masuk ke dalam rumah. Dimas hanya menatap sendu punggung Queenza yang kini hilang dibalik pintu.Queenza masuk ke dalam kamar dan duduk di sisi ranjang. Ia kini dalam dilema besar. Ia sebenarnya ingin bersama Dimas
Lama Dimas menunggu, sampai akhirnya pintu ruangan itu terbuka dan munculah dokter Manda. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri dokter."Dok bagaimana keadaan istri dan anak saya? Mereka berdua selamatkan? Mereka baik-baik saja kan Dok?" tanya Dimas."Sebelumnya saya ucapkan selamat ya Pak, anak Bapak lahir dengan selamat. Namun harus di inkubator karena anak Bapak lahir prematur, dan untuk istri Bapak ...." Dokter Manda menjeda ucapannya lalu menatap sedih Dimas."Istri saya kenapa Dok? Dia baik-baik saja kan?" tanya Dimas dengan panik dan khawatir.Dokter Manda menghela napasnya sebelum ia melanjutkan ucapannya. "Beruntungnya Bu Queenza bisa bertahan dan selamat, hanya saja sekarang dia perlu pengawasan ketat karena tadi beliau sempat pendarahan hebat. Dan kita akan terus memantaunya."Dimas hanya bisa terdiam mendengar ucapan dokter. Tak lama kemudian Queenza pun dipindahkan ke ruang perawatan."Mas," panggil Queenza dengan suara yang sangat lirih saat ia su
Sepanjang perjalanan pulang Dimas hanya diam melamun sembari menatap kosong jalanan yang mereka lewati, dia sengaja memanggil Alvin untuk menjemput mereka karena ia tidak ada tenaga untuk menyetir saking syoknya menerima kabar dari dokter yang menangangi Queenza."Mas," panggil Queenza.Dimas tidak menyahut dan masih diam saja. Ia tersadar dari lamunanya saat Queenza menggenggam erat tangannya. Dan dengan cepat ia pun menoleh ke arah sang istri."Kamu kenapa diam saja dari tadi, Mas? Apa ada seuatu yang menggangu pikiran kamu? Atau aku ada salah sama kamu?" tanya Queenza yang heran melihat Dimas diam saja sedari tadi.Dimas hanya menggelengkan kepalanya, "Pasti sudah terjadi sesuatu ya saat aku pergi tadi?" tanya Queenza lagi yang curiga dengan itu. Karena Dimas diam terus semenjak ia pergi ke toilet.Dimas lagi-lagi hanya menggelengkan kepalanya, ia melepaskan genggaman tangan Queenza dan kembali menatap ke arah jendela.Queenza menghela napasnya dengan panjang. Ia pun tak bertanya l
Dua minggu yang lalu kandungan Queenza genap berusia tujuh bulan. Dan sejak dua minggu yang lalu kondisi Queenza semakin hari semakin lemah. Bahkan untuk berjalan sejauh lima meter saja dirinya tidak mampu.Karena Queenza yang sudah bertekad akan mempertahankan janinnya meski nyawa taruhannya. Demi kebahagiaan Dimas, Queenza akan melakukan apa saja, termasuk jika dirinya harus mengorbankan nyawa demi mempertahankan anak mereka. Dan menahan semua rasa sakit yang ia rasa selama ini.Bagi Queenza, kebahagiaannya adalah melihat Dimas bahagia. Dan kebahagiaan suaminya terletak pada janin di perutnya.Semakin tua usia kandungannya, dokter menyarankan Queenza untuk lebih sering melakukan check up. Untuk memastikan sang ibu dan janinnya baik-baik saja, dokter menyarankan Queenza untuk melakukan check up setiap satu minggu sekali sejak usia kandungannya memasuki lima bulan. Jadi sejak dua bulan yang lalu dirinya hampir setiap minggu datang ke rumah sakitDan untuk menghindari kecurigaan Dimas,
Queenza menatap sang adik dan menggelengkan kepalanya. Ia sangat berharap jika Syifa tidak memberitahukan tentang kondisinya pada Dimas. "Dokter bilang apa? Queenza harus apa?" tanya Dimas, ia sangat penasaran dengan ucapan Syifa yang menggantung. "Harus bed rest, dia gak boleh kelelahan dan gak boleh mengerjakan pekerjaan yang berat, dan Mas juga jangan pernah ninggalin Mbak Queenz sendiri di rumah. Kalau memang tidak ada yang bisa menjaga Mbak Queen, Mas bisa hubungi aku mulai sekarang," ucap Syifa panjang lebar. Ia mengurungkan niatnya untuk memberitahu Dimas saat ia melihat wajah Queenza yang terlihat memohon kepadanya. Tapi, ia akan tetap memberitahu Dimas jika Queenza tak juga memberitahu.Dimas tersenyum pada Syifa."Kamu tenang aja, Mas gak akan biarin Mbak kamu turun dari atas ranjang, dia akan terus istirahat di tempat tidur sampai melahirkan," sahut Dimas.Queenza dan Syifa membelalakan matanya saat mendengar ucapan Dimas."Terus, kalau Mbak Queen gak boleh turun dari ranj
Queenza kini sudah tiba di rumah setelah dokter memberinya izin untuk pulang.Syifa membaringkan Queenza di kasur lalu setelahnya ia menyuruh Queenza untuk istirahat. "Mbak, aku hubungi mas Dimas aja ya, biar dia pulang," bujuk Syifa karena sedari tadi Queenza tidak memperbolehkan Syifa menghubungi Dimas."Gak usah, dia bentar lagi juga pulang. Mbak gak mau ganggu pekerjaannya," sahut Queenza.Syifa pun menganggukan kepalanya, ia tidak ingin memaksa lagi dan akan mencoba menghargai keputusan kakaknya."Ya udah, Mbak istirahat aja ya. Nanti kalau ada apa-apa hubungi aku atau teriak. Ini ponsel Mbak aku simpan di sini ya biar Mbak gak susah menggapainya dan pintu gak akan aku tutup biar kalau ada apa-apa Mbak bisa teriak," ucap Syifa panjang lebar.Queenza yang memang sudah lemas dan mengantuk pun tak menjawab dan hanya menganggukan krpalanya dengan lemah.Syifa tersenyum kecil saat melihat Queenza tertidur, ia pun membenarkan selimut Queenza dan setelahny
Empat tahun pun telah berlalu sejak kejadian itu. Syifa baru saja pulang dari luar negeri setelah lama ia tak pulang-pulang."Surprise, Happy anniversary ya Mbak," ucap Syifa yang baru saja tiba di rumah Queenza. "Gak kerasa pernikahan kalian sudah berusia empat tahun saja. Semoga rumah tangga kalian selalu diselimuti kebahagiaan dan segera beri aku keponakan yang lucu ya Mbak."Queenza tersenyum kecil menanggapi doa sang adik. Ia juga sangat berharap kehadiran seorang anak, namun nyatanya selama empat tahun menikah dengan Dimas ia sama sekali belum merasakan garis dua lagi, setiap kali ia periksa pasti gagal dan itu membuatnya kecewa."Kamu datang-datang udah bikin heboh saja," ucap Queenza sambil merentangkan kedua tangannya menyambut sang adik. Ia sangat merindukan Syifa yang sudah lama tak ia jumpai.Syifa mendekat dan langsung memeluk Queenza. Ia kini sudah bahagia dengan kehidupannya dan berusaha untuk melupakan cintanya kepada Alvin dan sudah mengikhlaskan Alvin untuk Mia. "Kam
Queenza berlari ke luar kamarnya dengan wajah yang diliputi oleh amarah, ia berlari sekencang mungkin sambil terus mencengkram ponsel sang suami."Syifa," teriak Queenza sambil menggedor-gedor pintu kamar Syifa dengan sangat kencang. "Syifa buka!"Queenza tak memedulikan orang-orang kini menatapnya, yang ia pikirkan sekarang adalah penjelasan dari sang adik.Syifa yang memang ada di kamarnya membuka pintu dan terkejut saat melihat Queenza kini menatapnya dengan sangat tajam.Tanpa bicara Queenza masuk dan menyeret Syifa."Mbak kenapa? Ada apa. Kenapa Mbak teriak-teriak di depan pintu kamarku?" tanya Syifa yang heran dengan kakaknya."Jelaskan, apa maksud dari vidio ini." Queenza menyodorkan ponsel Dimas pada Syifa.Syifa pun menerima ponsel itu dan melihat apa yang dimaksud oleh sang kakak. Mata Syifa membulat saat melihat vidio di dalam ponsel itu. Namun beberapa saat kemudian ia tertawa.Queenza yang melihat itu hanya mampu mengernyitkan dahinya. Kenapa adiknya malah tertawa seperti
"Sayang, kenapa kamu belum tidur? Ini udah malam lho." ucap Dimas yang heran melihat istrinya masih terjaga. "Kenapa Hmm? Kamu mau lagi?"Queenza seketika menoleh dan memelototi Dimas."Kamu itu ya Mas. Kenapa pikirannya ke sana mulu, heran deh aku." Queenza menggeleng-gelengkan kepalanya, ia heran kenapa suaminya ini selalu mesum.Dimas terkekeh pelan lalu mencubit pelan hidung Queenza."Terus kenapa kamu bemum tidur? Kamu mikirin apa, hmm? Masalah yang tadi?" tanya Dimas, ia lalu membawa kepala Queenza agar bersandar di dada bidangnya.Queenza mendongakkan kepalanya."Iya Mas. Kok aku merasa aneh ya?" "Aneh kenapa sayang?" tanya Dimas, sebelah alisnya terangkat."Iya aneh. Aku tadi udah desak Alvin buat jujur, kenapa bisa mereka tidur di kamar kita. Tapi jawaban Alvin selalu sama. Tidak tau! Kan aneh. Coba deh Mas, besok kamu yang tanya Alvin. Siapa tau aja dia mau terbuka kalau bicaranya sesama lelaki. Aku gak mau Mas kalau sampai Alvin mempermain
"Syifa bangun," teriak Queenza. Ia langsung menarik tangan adiknya itu untuk bangun. "Apa-apaan kalian. Kenapa bisa kalian tidur bersama?"Queenza menatap tajam Syifa yang sudah terbangun."Ada apa Mbak?" tanya Syifa dengan polosnya."Ada apa? Kamu nanya ada apa? Kamu lihat, siapa yang tidur di sebelah kamu Syifa," bentak Queenza.Syifa mengikuti arah yang ditunjuk Queenza."Ya ampun," ucap Syifa terkejut. Queenza berdecak kesal. Ia menatap sinis Syifa."Apa yang sudah kalian lakukan di kamarku? Kenapa kalian bisa tidur dengan tubuh yang polos seperti ini? Jangan bilang kalau kalian habis ...." Queenza menutup mulutnya, ia sungguh tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.Queenza lalu berjalan ke samping kasur di mana seorang lelaki yang sangat Queenza kenal tertidur pulas di sana."Bangun!" Queenza menepuk cukup keras pipi lelaki itu. Ia sungguh merasa sangat kesal melihat semua ini. "Alvin bangun!" teriaknya lagi dengan sangat kencang.Alvin terkesiap saat Queenza menarik tan