Dimas yang sudah selesai dengan urusannya di kamar mandi segera keluar dengan wajah yang kusut, ia merasa keaal pada Queenza dan juga orang yang sudah mengganggunya.
"Ayo duduk Nak Dimas." Bu Maya membawa Dimas duduk di kursi makan. "Kamu mau makan sama apa biar Ibu ambilkan," tawar bu Maya.Dimas tersenyum dengan paksa ia lalu menggelengkan kepalanya."Tidak perlu Bu, saya bisa ambil sendiri." Dimas lalu mengambil piring yang disidorkan bu Maya.Bu Maya yang melihat itu langsung menyikut Queenza yang kebetulan duduk di sampingnya."Apa Bu?" tanya Queenza yang tidak pahan dengan kode yang ibunya berikan."Itu ambilin makanannya nak Dimas. Kamu harusnya layani dia," bisik bu Maya.Queenza lalu menganggukan kepalanya dan mengambil piring di tangan Dimas."Biar aku ambilkan makanannya," ucap Queenza dengan lembut.Dimas kali ini tak menolak saat Queenza yang akan mengambilkan makanannya.Bu Maya yang melihat itu hanya tersenyum tipis.Hening,"Vin, kamu kok malah tidur sih? Bangun, itu bos kamu makin dekat ke sini. Dia pasti bakalan marahin kita. Alvin bangun," teriak Mia.Alvin malah semakin memejamkan matanya."Alvin, ih!" Mia sudah sangat ketakutan saat melihat Dimas yang semakin dekat ke arah mobil."Aku gak tidur," jawab Alvin dengan suara yang lirih."Terus kenapa kamu merem, itu bos kamu makin dekat ke sini. Wah, aku gak mau ya dimarahi sendiri. Harusnya kamu yang disalahkan soalnya kamu yang udah bunyikan klaksonnya," oceh Mia.Alvin masih diam tak menjawab."Alvin, kamu itu kenapa sih?" teriak Mia yang kesal dengan Alvin yang sedari tadi terus memejamkan matanya.Alvin menarik napasnya dalam-dalam lalu berucap. "I-itu tangan kamu ...."Mia yang mendengar ucapan Alvin spontan melihat ke arah tangannya. Matanya melotot saat melihat kalau kini tangannya berada tepat di pangkal paha Alvin."Ataga," teriak Mia, ia segera menjauhkan tangannya dari pangkal paha Alvin. Jadi sedari tadi yang ia pegang itu pahanya Alvin dan
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh dan memakan waktu yang laumayan lama. Akhirnya mobil yang mereka tumpangi pun sampai juga di kota. Saat Alvin akan membelokan mobil itu ke arah rumah baru Dimas. Dimas lebih dulu berucap."Kita mampir ke pusat kota dulu Vin," perintah Dimas.Alvin menganggukan kepalanya. Ia tak jadi membelokan mobil itu dan terus melajukan mobilnya sesuai perintah Dimas."Kita mau ngapain ke pusat kota Mas?" tanya Queenza yang penasaran.Dimas menoleh ke kelakang dan tersenyum ke arah Queenza. "Kita mau belanja dulu sayang, sebelum pulang."Queenza hanya berohria saja mendengar jawaban Dimas.Tiba di pusat kota Alvin segera memasuki sebuah mall yang besar di kota itu.Dimas turun terlebih dahulu dari mobil itu lalu membukakan pintu mobil untuk Queenza. "Yuk turu sayang,"Queenza menyambut uluran tangan Dimas dan tersenyum. "Terima kasih Mas.""Hmm!"Setelah Queenza keluar Dimas segera merangkul pinggang Queenza
"Heh, kamu ngapain malah bengong di sini," seru Alvin pada Mia yang sejak tadi hanya diam saja.Mia yang sejak tadi melihat terus ke arah Dimas dan Syifa tak menghiraukan seruan Alvin dan masih fokus melihat mereka dari kejauhan."Lihat apa sih? Serius banget?" Alvin yang penasaran dengan apa yang dilihat Mia pun mengikuti arah pandang Mia. "Kamu kenapa liatin mereka begitu? Kayak yang cemburu gitu?""Enak aja, aku gak cemburu cuma heran aja. Apa Mbak Queen gak cemburu lihat calon suaminya dipeluk-peluk wanita lain?" celetuk Mia. "Kenapa harus cemburu? Dia kan adiknya, bukan orang lain," jawab Alvin dengan santainya.Mia menoleh ke arah Alvin dan memukul pelan punggung Alvin. "Harusnya Mbak Queen itu waspada. Bisa aja kan adiknya itu coba merebut pak Dimas. Ya ... kan siapa yang tau. Banyak kan sekarang ipar jadi pelakor," jawab Mia.Alvin tampak terdiam beberapa saat. Ucapan Mia sedikit menyentil hatinya. Ada benarnya juga ucapan Mia, Queenza aja Dimas rebut dari adiknya. Jadi gak a
"Apa? Kamu barusan bilang apa?" tanya Dimas memastikan lagi, ia menatap tajam Mia dan Queenza secara bergantian."Apa? Apa ya? Kok aku lupa? Apa jangan-jangan aku amnesia? Kok bisa lupa dengan apa yang udah aku ucapkan ya?" elak Mia."Mia! Saya serius tidak bercanda," bentak Dimas.Seketika tubuh Mia bergetar melihat tatapan tajam Dimas. "Maaf," ucap Mia dengan pelan sambil menundukan kepalanya."Kenapa minta maaf? Saya kan minta kamu mengulang ucapan kamu tadi. Apa yang kamu bilang? Siapa yang terpesona sama Queen? Ayo bilang," desak Dimas."Enggak ada pak, tadi saya hanya bercanda. Para lelaki itu bukan terpesona sama mbak Queen, tapi mereka terpesona sama senyumanku," ucap Mia dengan pedenya. Ia pikir dengan cara begitu Dimas tidak akan mengamuk karena cemburu.Mia masih menundukan kepalanya."Pede banget kamu," ledek Alvin.Mia yang mendengar itu sontak mendongakkan kepalanya dan menatap tajam Alvin."Maksud kamu apa bilang gitu? Kamu gak percaya kalau cowok-cowok semua pada terpe
"Ya Tuhan Mia, kamu sempat-sempatnya tidur disaat begini," gerutu Alvin. Ia heran dengan Mia yang bisa tidur di mana dan kapan saja. "Woy bangun." Alvin mencoba membangunkan Mia.Mia yang merasa terusik pun mengerjapkan-gerjapkan matanya."Udah nyampe?" ucapnya sambil menggosok-gosok matanya."Dasar kebo, udah dari tadi kali kita nyampe. Kamu itu gak bisa apa gak tidur. Kamu itu baru nyampe di kota orang. Untung saja kamu naik mobil ini. Kalau saja kamu naik bus atau angkutan umum lainnya. Bisa-bisa ka—"Ucapan Alvin terhenti saat Mia membekap mulut Alvin yang terus nyerocos."Sssttt, bukan waktunya kamu ngomel, lebih baik kamu simpan omelan kamu itu dan bantuin aki buat angkut barang," ucap Mia. Ia lalu melepaskan tangannya yang membekap mulut Alvin. "Minggir." Alvin yang berdiri di pintu masuk mobil pun bergeser dan memberikan jalan untuk Mia keluar.Setelahnya mereka berdua mengangkat semua barang yang masih ada di mobil masuk ke dalam rumah."Akhirnya beres juga," ucap Mia setelah
"Hallo sayang, apa kabar?" ucap seseorang yang berdiri di hadapan Queenza.Queenza diam membeku di ambang pintu. Tangannya yang masih memegang handle pintu bergetar hebat, ingin rasanya ia berlari dari sana. Akan tetapi tubuhnya membeku dan tak bisa digerakan."Mbak." Mia bangkit lalu berjalan ke arah Queenza. Ia hendak membawa Queenza kembali ke dalam kamar.Namun lelaki yang kini berdiri di depan pintu sudah lebih dulu membawa tangan Queenza dan menyeretnya keluar."Lepas Mas, kamu ... ke-kenapa ada di sini?" tanya Queenza saat tersadar dari rasa terkejutnya. Ia mencoba melepaskan genggaman tangan Ervan. Lelaki itu menoleh sekilas ke arah Queenza dan tersenyum."Kenapa aku gak boleh ada di sini? Aku cuma mau bawa istriku pulang. Apa salahnya?" ucap Ervan sambil tersenyum menyeringai.Queenza terus memberontak dan mencoba melepaskan diri dari Ervan. Namun, sekuat apapun Queenza mencoba melepaskan genggaman tangan Ervan. Ia tak bisa melawan kekuatan Ervan. Queenza pun pasrah dan tak b
"Ada apa ya Pak? Kok rame banget," tanya Mia pada pak supir ambulance saat melihat jalanan yang mereka lewati macet.Mia yang ikut dengan mobil ambulance yang ditumpangi Abi dan kini dia duduk di kursi depan di samping pak supir jadi dia dapat melihat suasana jalan yang ramai."Gak tau Mbak. Sepertinya ada kecelakaan. Itu ada ambulance," ucap pak supir pada Mia.Mia pun mengangguk-anggukan kepalanya lalu memfokuskan kembali ke layar ponselnya dan mencoba menghubungi Alvin yang sedari tadi tak mengangkat teleponnya.Setelah beberapa saat Alvin pun akhirnya mengangkat teleponnya."Ada apa sih ganggu aja, aku lagi rapat," ucap Alvin di sebrang telepon sana."Alvin Mbak Queen, dia ...."Belum selesai Mia berucap, tatapan mata Mia tanpa sengaja melihat mobil yang tabrakan itu. Ia menyipitkan matanya saat melihat korban yang sedang dievakuasi dari mobil yang ringsek itu.Seketika mata Mia melebar, jantungnya berdetak dengan cepat saat ia melihat siapa yang tengah dibopong oleh petugas medis
"Ada apa dengan Queen Dok?" tanya Dimas menyela ucapan dokter.Dokter itu lama menatap Dimas."Pasien sekarang dalam keadaan kritis dan koma. Bapak dan Ibu banyak-banyak berdoa saja agar pasien cepat sadar dari komanya," ucap Dokter itu. "Sebentar lagi pasien akan dipindahkan ke ruang ICU."Setelah mengucapkan itu dokter pun pergi.Dimas meluruhkan tubuhnya dan terduduk di kursi tunggu yang ada di sana. Ia mendongakkan kepalanya menatap langit-langit rumah sakit, ia tidak pernah menyangka jika Queenza akan dalam keadaan seperti ini. Ia lalu melihat ke arah Mia."Mia ... sebenarnya ada apa? Kenapa bisa Queenza seperti ini?" ucap Dimas dengan suara yang begitu lirih karena syok dengan apa yang baru saja ia dengar dari dokter.Mia dengan suara yang pelan dan terisak-isak menceritakan semua kejadian di saat ia pertama kali melihat Abi datang dengan wajah penuh luka dan diseret oleh anak buah Ervan, sampai akhirnya Queenza kecelakaan.Dimas yang mendengar semu
Lama Dimas menunggu, sampai akhirnya pintu ruangan itu terbuka dan munculah dokter Manda. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri dokter."Dok bagaimana keadaan istri dan anak saya? Mereka berdua selamatkan? Mereka baik-baik saja kan Dok?" tanya Dimas."Sebelumnya saya ucapkan selamat ya Pak, anak Bapak lahir dengan selamat. Namun harus di inkubator karena anak Bapak lahir prematur, dan untuk istri Bapak ...." Dokter Manda menjeda ucapannya lalu menatap sedih Dimas."Istri saya kenapa Dok? Dia baik-baik saja kan?" tanya Dimas dengan panik dan khawatir.Dokter Manda menghela napasnya sebelum ia melanjutkan ucapannya. "Beruntungnya Bu Queenza bisa bertahan dan selamat, hanya saja sekarang dia perlu pengawasan ketat karena tadi beliau sempat pendarahan hebat. Dan kita akan terus memantaunya."Dimas hanya bisa terdiam mendengar ucapan dokter. Tak lama kemudian Queenza pun dipindahkan ke ruang perawatan."Mas," panggil Queenza dengan suara yang sangat lirih saat ia su
Sepanjang perjalanan pulang Dimas hanya diam melamun sembari menatap kosong jalanan yang mereka lewati, dia sengaja memanggil Alvin untuk menjemput mereka karena ia tidak ada tenaga untuk menyetir saking syoknya menerima kabar dari dokter yang menangangi Queenza."Mas," panggil Queenza.Dimas tidak menyahut dan masih diam saja. Ia tersadar dari lamunanya saat Queenza menggenggam erat tangannya. Dan dengan cepat ia pun menoleh ke arah sang istri."Kamu kenapa diam saja dari tadi, Mas? Apa ada seuatu yang menggangu pikiran kamu? Atau aku ada salah sama kamu?" tanya Queenza yang heran melihat Dimas diam saja sedari tadi.Dimas hanya menggelengkan kepalanya, "Pasti sudah terjadi sesuatu ya saat aku pergi tadi?" tanya Queenza lagi yang curiga dengan itu. Karena Dimas diam terus semenjak ia pergi ke toilet.Dimas lagi-lagi hanya menggelengkan kepalanya, ia melepaskan genggaman tangan Queenza dan kembali menatap ke arah jendela.Queenza menghela napasnya dengan panjang. Ia pun tak bertanya l
Dua minggu yang lalu kandungan Queenza genap berusia tujuh bulan. Dan sejak dua minggu yang lalu kondisi Queenza semakin hari semakin lemah. Bahkan untuk berjalan sejauh lima meter saja dirinya tidak mampu.Karena Queenza yang sudah bertekad akan mempertahankan janinnya meski nyawa taruhannya. Demi kebahagiaan Dimas, Queenza akan melakukan apa saja, termasuk jika dirinya harus mengorbankan nyawa demi mempertahankan anak mereka. Dan menahan semua rasa sakit yang ia rasa selama ini.Bagi Queenza, kebahagiaannya adalah melihat Dimas bahagia. Dan kebahagiaan suaminya terletak pada janin di perutnya.Semakin tua usia kandungannya, dokter menyarankan Queenza untuk lebih sering melakukan check up. Untuk memastikan sang ibu dan janinnya baik-baik saja, dokter menyarankan Queenza untuk melakukan check up setiap satu minggu sekali sejak usia kandungannya memasuki lima bulan. Jadi sejak dua bulan yang lalu dirinya hampir setiap minggu datang ke rumah sakitDan untuk menghindari kecurigaan Dimas,
Queenza menatap sang adik dan menggelengkan kepalanya. Ia sangat berharap jika Syifa tidak memberitahukan tentang kondisinya pada Dimas. "Dokter bilang apa? Queenza harus apa?" tanya Dimas, ia sangat penasaran dengan ucapan Syifa yang menggantung. "Harus bed rest, dia gak boleh kelelahan dan gak boleh mengerjakan pekerjaan yang berat, dan Mas juga jangan pernah ninggalin Mbak Queenz sendiri di rumah. Kalau memang tidak ada yang bisa menjaga Mbak Queen, Mas bisa hubungi aku mulai sekarang," ucap Syifa panjang lebar. Ia mengurungkan niatnya untuk memberitahu Dimas saat ia melihat wajah Queenza yang terlihat memohon kepadanya. Tapi, ia akan tetap memberitahu Dimas jika Queenza tak juga memberitahu.Dimas tersenyum pada Syifa."Kamu tenang aja, Mas gak akan biarin Mbak kamu turun dari atas ranjang, dia akan terus istirahat di tempat tidur sampai melahirkan," sahut Dimas.Queenza dan Syifa membelalakan matanya saat mendengar ucapan Dimas."Terus, kalau Mbak Queen gak boleh turun dari ranj
Queenza kini sudah tiba di rumah setelah dokter memberinya izin untuk pulang.Syifa membaringkan Queenza di kasur lalu setelahnya ia menyuruh Queenza untuk istirahat. "Mbak, aku hubungi mas Dimas aja ya, biar dia pulang," bujuk Syifa karena sedari tadi Queenza tidak memperbolehkan Syifa menghubungi Dimas."Gak usah, dia bentar lagi juga pulang. Mbak gak mau ganggu pekerjaannya," sahut Queenza.Syifa pun menganggukan kepalanya, ia tidak ingin memaksa lagi dan akan mencoba menghargai keputusan kakaknya."Ya udah, Mbak istirahat aja ya. Nanti kalau ada apa-apa hubungi aku atau teriak. Ini ponsel Mbak aku simpan di sini ya biar Mbak gak susah menggapainya dan pintu gak akan aku tutup biar kalau ada apa-apa Mbak bisa teriak," ucap Syifa panjang lebar.Queenza yang memang sudah lemas dan mengantuk pun tak menjawab dan hanya menganggukan krpalanya dengan lemah.Syifa tersenyum kecil saat melihat Queenza tertidur, ia pun membenarkan selimut Queenza dan setelahny
Empat tahun pun telah berlalu sejak kejadian itu. Syifa baru saja pulang dari luar negeri setelah lama ia tak pulang-pulang."Surprise, Happy anniversary ya Mbak," ucap Syifa yang baru saja tiba di rumah Queenza. "Gak kerasa pernikahan kalian sudah berusia empat tahun saja. Semoga rumah tangga kalian selalu diselimuti kebahagiaan dan segera beri aku keponakan yang lucu ya Mbak."Queenza tersenyum kecil menanggapi doa sang adik. Ia juga sangat berharap kehadiran seorang anak, namun nyatanya selama empat tahun menikah dengan Dimas ia sama sekali belum merasakan garis dua lagi, setiap kali ia periksa pasti gagal dan itu membuatnya kecewa."Kamu datang-datang udah bikin heboh saja," ucap Queenza sambil merentangkan kedua tangannya menyambut sang adik. Ia sangat merindukan Syifa yang sudah lama tak ia jumpai.Syifa mendekat dan langsung memeluk Queenza. Ia kini sudah bahagia dengan kehidupannya dan berusaha untuk melupakan cintanya kepada Alvin dan sudah mengikhlaskan Alvin untuk Mia. "Kam
Queenza berlari ke luar kamarnya dengan wajah yang diliputi oleh amarah, ia berlari sekencang mungkin sambil terus mencengkram ponsel sang suami."Syifa," teriak Queenza sambil menggedor-gedor pintu kamar Syifa dengan sangat kencang. "Syifa buka!"Queenza tak memedulikan orang-orang kini menatapnya, yang ia pikirkan sekarang adalah penjelasan dari sang adik.Syifa yang memang ada di kamarnya membuka pintu dan terkejut saat melihat Queenza kini menatapnya dengan sangat tajam.Tanpa bicara Queenza masuk dan menyeret Syifa."Mbak kenapa? Ada apa. Kenapa Mbak teriak-teriak di depan pintu kamarku?" tanya Syifa yang heran dengan kakaknya."Jelaskan, apa maksud dari vidio ini." Queenza menyodorkan ponsel Dimas pada Syifa.Syifa pun menerima ponsel itu dan melihat apa yang dimaksud oleh sang kakak. Mata Syifa membulat saat melihat vidio di dalam ponsel itu. Namun beberapa saat kemudian ia tertawa.Queenza yang melihat itu hanya mampu mengernyitkan dahinya. Kenapa adiknya malah tertawa seperti
"Sayang, kenapa kamu belum tidur? Ini udah malam lho." ucap Dimas yang heran melihat istrinya masih terjaga. "Kenapa Hmm? Kamu mau lagi?"Queenza seketika menoleh dan memelototi Dimas."Kamu itu ya Mas. Kenapa pikirannya ke sana mulu, heran deh aku." Queenza menggeleng-gelengkan kepalanya, ia heran kenapa suaminya ini selalu mesum.Dimas terkekeh pelan lalu mencubit pelan hidung Queenza."Terus kenapa kamu bemum tidur? Kamu mikirin apa, hmm? Masalah yang tadi?" tanya Dimas, ia lalu membawa kepala Queenza agar bersandar di dada bidangnya.Queenza mendongakkan kepalanya."Iya Mas. Kok aku merasa aneh ya?" "Aneh kenapa sayang?" tanya Dimas, sebelah alisnya terangkat."Iya aneh. Aku tadi udah desak Alvin buat jujur, kenapa bisa mereka tidur di kamar kita. Tapi jawaban Alvin selalu sama. Tidak tau! Kan aneh. Coba deh Mas, besok kamu yang tanya Alvin. Siapa tau aja dia mau terbuka kalau bicaranya sesama lelaki. Aku gak mau Mas kalau sampai Alvin mempermain
"Syifa bangun," teriak Queenza. Ia langsung menarik tangan adiknya itu untuk bangun. "Apa-apaan kalian. Kenapa bisa kalian tidur bersama?"Queenza menatap tajam Syifa yang sudah terbangun."Ada apa Mbak?" tanya Syifa dengan polosnya."Ada apa? Kamu nanya ada apa? Kamu lihat, siapa yang tidur di sebelah kamu Syifa," bentak Queenza.Syifa mengikuti arah yang ditunjuk Queenza."Ya ampun," ucap Syifa terkejut. Queenza berdecak kesal. Ia menatap sinis Syifa."Apa yang sudah kalian lakukan di kamarku? Kenapa kalian bisa tidur dengan tubuh yang polos seperti ini? Jangan bilang kalau kalian habis ...." Queenza menutup mulutnya, ia sungguh tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.Queenza lalu berjalan ke samping kasur di mana seorang lelaki yang sangat Queenza kenal tertidur pulas di sana."Bangun!" Queenza menepuk cukup keras pipi lelaki itu. Ia sungguh merasa sangat kesal melihat semua ini. "Alvin bangun!" teriaknya lagi dengan sangat kencang.Alvin terkesiap saat Queenza menarik tan