Di sebuah pesta, dua orang pelayan membicarakan siapa yang akan menikah hari ini.
Di ruang yang berbeda, Aleena sedang merias wajahnya. Tidak lama kemudian ia berjalan menghampiri pengantinnya. Setelah bertukar cincin ia menarik pasangannya dan mengumumkan kalau sekarang Daffin adalah miliknya.
Flashback dua minggu sebelum pernikahan.
Aleena keluar dari mobilnya lalu berjalan masuk ke perusahaan dan langsung disambut oleh banyak karyawannya. Sambil berjalan, sekretarisnya membacakan jadwal untuk Aleena hari ini.
“Presdir Aleena, ini jadwal kerja hari ini," kata Bagas sekretarisnya.
Aleena mendengarkan semuanya sambil berjalan.
“Pak Hendra bertanya padamu, kapan waktu luangmu agar bisa pergi kencan buta?” tanya sekretaris saat selesai membacakan jadwal kerja Aleena.
Aleena langsung menghentikan langkahnya, ia berbalik arah dan menatap Bagas dengan tatapan misterius. Membuat Bagas sedikit takut dengan tatapan bosnya itu.
Aleena kemudian mengalihkan pertanyaan Bagas dengan bertanya balik, "Mengapa banyak ruang etalase kosong yang tidak di isi dengan produknya?"
Dengan penuh hati-hati Bagas menjawab setiap pertanyaan Aleena. Aleena juga menanyakan mengapa karyawan toko tidak bekerja dengan baik. Ia malah duduk-duduk di sofa tamu sambil memainkan ponsel dan bergurau.
“Akan saya urus Presdir, karyawan yang tidak bersungguh-sungguh bekerja akan saya beri surat peringatan bahkan mungkin pemecatan," kata Bagas sopan.
“Main pecat-pecat saja! Kamu kira ini drama! Tinggal pecat langsung beres. Kamu cukup kasih surat peringatan saja!” Aleena berkata dengan tegas.
“Baik presdir,"
“Oh iya aku lupa dengan perkataanmu yang tadi, bisa kamu ulangi?” tanya Aleena.
“Pak Hendra bertanya...,” kata-kata Bagas terpotong dengan ucapan Aleena.
“Bukan itu! Yang sebelumnya," ujar Aleena.
“Rapat Dewan rutin Presdir Aleena harus datang tepat waktu.”
Tanpa sepatah kata apapun, Aleena langsung menuju ke ruangannya. Ia mempersiapkan diri untuk rapat dewan rutin.
Di ruang rapat, beberapa anggota sedang protes.
“Kenapa boros lagi?”
“Kenapa harus mengeluarkan produk baru lagi?”
“Ini tidak masuk akal!"
“Pak Hendra akan pensiun, dan Nona Aleena masih muda. Masih ingin membuktikan pada dunia kalau dia mampu?”
“Nona Aleena, kan wanita. Pikirannya pasti dangkal, itu tidak bisa di hindari!"
“Dia cuma mengandalkan jabatan dan posisi keluarga saja."
Beberapa saat kemudian, Aleena datang dengan wibawanya dan masuk tanpa permisi, kemudian mencela perkataan terakhir dari anggota rapat.
“Memang posisi keluarga saya bagus di sini, tapi duduk dijabatan ini anda juga harus punya kemampuan,” amarah Aleena sedikit membludak, membuat para anggota rapat sedikit sungkan dan kaget melihat kedatangan Aleena.
“Tapi dalam hal ini, aku tak punya tips untuk dibagikan pada kalian.” Aleena berjalan melewati para anggota rapat, dan menuju podium.
“Kurangilah gosip, bekerjalah yang banyak,” ucapan Aleena yang tegas membuat para anggota rapat terlihat sedikit menunduk malu.
“Direktur yang barusan bicara, tolong lihat kembali angka keuntungan Mentari Group tahun lalu. Profitnya meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya,”
“Siapapun boleh menggunakan cara ini untuk menjatuhkan Mentari Group, tapi aku akan terus berusaha meningkatkan Mentari Group," lanjut Aleena.
Aleena menjelaskan panjang lebar tentang peningkatan perusahaan selama ia pimpin, tapi terlihat di raut wajah Aleena kemarahan yang besar akibat omongan-omongan anggota rapat tadi.
“Semuanya, perkenalkan aku Aleena Syafii Suhendra. Aku tidak harus membuktikan diri aku dari keluarga Suhendra. Walau aku cuma di rumah, aku bisa makan dan mati selama tiga generasi. Tapi jika anggota dewan mau melipat gandakan penghasilan anda tahun depan, sekarang adalah waktu yang tepat," kata Aleena dengan penuh kesombongan.
Para anggota rapat hanya menggelengkan kepala, tidak tahan melihat Aleena yang begitu sombong memimpin rapat.
“Seminggu lagi, lakukan voting untuk proyek tersebut disini. Selamat datang semuanya, bawa kepalamu sendiri. Ikutlah partisipasi dengan logis jangan hanya mendengar perkataan orang lain,”
“Rapat ditunda." Aleena meninggalkan ruang rapat.
Sementara para anggota rapat kebingungan sekali, tapi mereka semua tidak bisa berbuat apa apa.
“Dasar munafik, di depanku saja mereka bisa sangat baik. Di belakangku mereka semua menusukku!” Aleena mengomel sepanjang jalan.
Dimas yang mengawal Aleena sedari tadi, memberikan sebuah permen untuk menenangkan hati Aleena. Kemudian Dimas memberikan data kepada Aleena dan juga menjelaskan beberapa target market, riset pasar dan perencanaan untuk produk kosmetik terbarunya.
Namun tidak hanya itu, Dimas juga menyampaikan bahwa ada sekitar tujuh belas direktur yang ada di rapat tadi. Tiga diantaranya adalah direktur yang menentang peluncuran produk kosmetik Aleena, direktur Surya yang masih saudara dengan Aleena hanya melihat seberapa baik perkembangan peluncuran produk kosmetik terbarunya dan direktur lainnya tidak berkomentar apapun.
Selain itu, direktur Alya yang tidak hadir saat rapat. Memiliki posisi sangat tinggi di dewan direksi. Pilihannya sangat penting untuk mendukung Aleena.
“Mengapa akhir akhir ini direktur Alya tidak pernah hadir!?” tanya Aleena sedikit membentak.
“Direktur Alya sedang cuti, beliau baru saja melahirkan minggu lalu.” Dimas menjelaskan dengan penuh sabar.
“Kalau begitu, ayo! Kita jenguk!” Aleena berjalan meninggalkan Dimas.
“Apakah presdir Aleena ingin menyiapkan hadiah?” tanya Dimas.
Aleena tidak menjawab, namun matanya melototi Dimas. Menandakan bahwa ia membutuhkan hadiah untuk menjenguk direktur Alya. Tanpa pikir panjang, Dimas menyiapkan berbagai kebutuhan bayi sebagai hadiah untuk menyambut bayi direktur Alya.
Aleena dan Dimas menuju ke rumah sakit Pelita Bunda. Aleena mencoba menata suasana hatinya agar terlihat senang. Memamerkan senyum termanisnya untuk mengambil hati direktur Alya.
Aleena mengetuk pintu kamar direktur Alya dengan penuh senyum manis.
“Aleena?” Direktur Alya sedikit terkejut melihat Aleena yang mau menjenguknya.
“Hai... apa direktur sudah baikan?” Aleena penuh dengan basa basi, “Bagaimana bisa direktur terlihat lebih baik daripada saat di perusahaan?” lanjut Aleena.
Sementara itu, Dimas yang sebelumnya sudah disuruh Aleena untuk memotret keakraban yang dibuat Aleena terhadap direktur Alya sekarang, ia melakukan misinya.
“Wah! Bayi anda terlihat lucu sekali!?" Aleena mengalihkan pembicaraan menuju bayi direktur Alya.
Direktur Alya tampak sedikit kebingungan melihat tingkah Aleena. Ia sudah tahu, jika Aleena sok akrab seperti ini pasti dia ada maunya.
“Siapa nama bayinya direktur?” Aleena masih tetap berulah, sedangkan Alya hanya diam mengikuti alur yang dibuat Aleena.
Dimas sudah selesai memotret Aleena dan direktur Alya, ia meminta ijin kepada mereka untuk pergi.
“Direktur Alya, presdir Aleena. Saya ijin pamit dulu ya!” Dimas meninggalkan kamar direktur Alya dengan sopan.
Setelah Dimas pergi, Alya barulah sedikit bersuara.
“Apa kamu punya dua kepribadian?” tanya Alya dengan santai.
“Direktur Alya suka sekali bercanda ya?” Aleena menjawab dengan sedikit tertawa kecil. “Aku ke sini mengirim hadiah untuk kelahiran bayi anda, dan aku juga tulus mengunjungi anda” lanjut Aleena.
“Baiklah, kalau saya mengganggu istirahat anda. Saya pamit dulu,” Aleena membalikkan badannya untuk pergi.“Aku tahu, kamu ke sini karena demi voting! Tapi aku tidak bisa memberitahumu sekarang, aku memilih apa!” kata Alya.Aleena kembali berjalan mendekati Alya dan sedikit mengerutkan dahinya, tanpa sedikit bertanya apa maksud dari ucapan Alya.“Presdir Aleena, kosmetik yang akan anda luncurkan adalah produk untuk kalangan muda. Setahuku, dalam hidupmu tak ada yang lain selain pekerjaan,” cetus Alya.“Bagaimana bisa kau membuatku percaya pada orang yang tak punya minat? Bisakah mengelola produk seperti itu?” lanjut Alya dengan tegas.Hati Aleena sebenarnya sudah marah mendengar perkataan Alya yang sedikit menyakitkan. Namun ia menahannya, agar bisa mendapatkan hati dan voting baik dari Alya.“Maaf direktur, bolehkah saya bertanya pada anda?” kata Aleena. “Apa arti hidup bagi
Edo bersih keras terus mencoba membuka tirai itu. Namun dengan makin kuat Daffin menahannya, sementara itu Aleena hanya tersenyum melihat adegan itu.“Ya sudah kalau begitu aku keluar dulu,” Edo berpura-pura meninggalkan ruangan, padahal ia hanya mondar-mandir di situTangan Daffin melepaskan tirai yang sedari tadi ia tahan, kemudian dengan usil Edo membuka tirai itu dan betapa terkejutnya ia melihat Daffin yang sedang berduaan dengan Aleena. Ditambah lagi kancing kemeja Daffin yang masih terbuka, membuat Edo menjadi salah sangka. Edo pun berpikiran kotor terhadap Daffin dan AleenaEdo pun menutup tirai itu dengan ekspresi wajah yang bertanya-tanya juga merasa bersalah, namun ia diam tanpa bertanya.“Ups … maafkan aku, aku mengganggumu,” Edo menaruh jadwal kerjanya di meja Daffin kemudian pergi meninggalkan mereka.“Temen kamu sudah pergi tuh,” kata Aleena sambil menahan tawa.Daffin tidak berkata a
“Menggendong bayi tidaklah sulit. Aku akan punya anak,” kata Aleena pada diri sendiri.“Bayi laki-laki sepertinya lucu,” sambungnya sambil membayangkan.Keesokan harinya Aleena pergi ke aula untuk latihan wushu. Saat latihan, ia selalu menang. Pada latihannya yang terakhir, tiba tiba Dimas datang menghampiri Aleena.“Presdir, ini daftar kencan buta yang telah ku siapkan,” Dimas menyodorkan tabletnya kepada Aleena.Dimas bertanya apakah orang orang ini masuk kriteria Aleena. Dengan ketus Aleena menjawab bahwa semua orang yang ada di daftar kencan buta itu jelek dan tidak masuk dalam kriterianya.Dimas jadi serba salah di buatnya, ia bingung harus mencarikan calon suami seperti apa untuk bosnya itu.“Lalu seperti apa yang masuk kriteria presdir?” tanya Dimas sambil memperhatikan dirinya dari atas sampai bawah.“Apa seperti saya kriteria presdir?” lanjutnya.Aleena tidak
“Jika tidak ada lagi, kamu boleh pergi,” kata Daffin mempersilahkan.“Dokter Daffin, apa kau mau menikah denganku?” tanya Aleena tiba-tiba, membuat Daffin sedikit membelalakkan matanya.“Apa?” Daffin sedikit terkejut.“Oh, maksudku apakah kamu sudah punya pacar?” Aleena mengalihkan pertanyaannya dengan pertanyaan lain.“Ini adalah privasiku. Aku tak bisa menjawabnya.”“Artinya tidak punya kan?” Aleena terus mendesak pertanyaan kepada Daffin.“Aneh sekali. Kamu tampan, baik hati, punya kepribadian yang lembut, dan juga ahli bedah. Harusnya kamu sangat popular,” Aleena terus bicara membuat Daffin merasa risih mendengarnya.“Jika kamu sudah baikan silahkan keluar, aku harus bekerja. Terimakasih,” Daffin mempersilahkan Aleena pergi.“Baiklah, aku akan pergi. Terimakasih dokter Daffin sudah mengobatiku,” Aleena bersiap-siap me
“Kamu sebaiknya membawanya ke rumah sakit secepat mungkin!” perintah Daffin.“Lakukan beberapa pemeriksaan rinci dalam bedah toraks dan penyakit dalam, jadi kamu bisa tau apa yang terjadi,” lanjut Daffin.“Aduh, sakit … sakit …” ayah Rosa mengeluh kesakitan.“Dokter Daffin apa seorang ahli bedah toraks atau penyakit dalam?” Rosa menggayuh lengan Daffin.“Aku dari department bedah umum.”“Lalu kapan biasanya kamu di rumah sakit?” Rosa mencoba menggoda Daffin.Daffin membelalakkan matanya merasa risih dengan pertanyaan Rosa dan sikapnya yang sedikit menggelikan itu. Aleena tidak mau kalah dengan Rosa, ia mencoba mengalihkan perhatian Daffin.“Dokter Daffin, kupikir kamu tidak dapat membantu apapun di sini. Jadi kamu boleh pergi!” Aleena mengusir Daffin secara halus.“Pak, ingatlah untuk pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan,&r
“Eh maaf, sepertinya kami tidak pantas menerima ini,” Edo mengembalikan bingkisan kepada Rosa.“Ini memang bukan untukmu!”“Kalau begitu aku duluan, aku sebentar lagi ada praktek,” kata Daffin.Rosa terus berusaha menghalangi Daffin untuk tidak pergi.“Dokter Daffin, bisakah kita berteman?” tanya Rosa dengan genit.Daffin merasa risih, ia kemudian mencoba pergi dari Rosa. Namun Rosa merengek seperti anak kecil. Dan akhirnya Rosa beracting bahwa tangannya yang patah terluka.Edo dan Daffin sudah ingin kembali menolong Rosa, tapi datanglah Aleena mencegah itu semua.“Aleena, kenapa kamu di sini?” tanya Rosa.Aleena tidak menjawab pertanyaan Rosa, ia malah fokus menghampiri Daffin.“Kebetulan sekali! Perkenalkan aku Aleena dan ini Daffin kekasihku,” Aleena menggandeng lengan Daffin, namun Daffin mencoba menghindarinya.“Hah?” Ed
“Duduklah,” perintah Rosa kepada ayahnya.“Tapi ini department bedah umum,” Daffin menjelaskan.“Kamu sangat hebat. Tentu saja, ayahku lebih mempercayaimu.”“Bukankah seperti itu, ayah?” tanya Rosa basa-basi kepada ayahnya.“Iya,” jawab ayah Rosa.“Baiklah, aku akan membantu bapak membuat janji untuk chek up. Dan kita akan tau department mana yang harus di tuju setelah hasil tes keluar.”“Oke, terimakasih dokter Daffin.”“Sama-sama.”“Dokter Daffin, aku membawakanmu secangkir kopi,” Rosa memberikan sebuah tote bag kepada Daffin.“Tidak perlu, terimakasih,” tolak Daffin.Rosa merengek seperti anak kecil. “Ini hanya secangkir kopi, ini mewakili hatiku. Apakah kamu tidak mau meneimanya?” tangisan Rosa semakin menjadi-jadi.“Baiklah, kamu bisa meletakkannya di sini. Terimakas
“Aku sudah mencari kesempatan untuk berbicara denganmu,” ujar Arya.“Oh, untuk apa?”“Presdir Aleena, kamu menjalankan Perusahaanmu dengan sangat baik. Tapi wanita sepertimu, mungkin tidak mengerti tentang semua metode bisnis tersebut.”Aleena tidak menjawab perkataan Arya. Namun sesaat kemudian, pandangannya seakan halu. Ia melihat Daffin berada di café yang sama dengannya. Ia mencoba memalingkan pandangannya, Aleena juga memastikan apakah dia hanya halu atau benar melihat Daffin.Ternyata benar, Daffin berada di café yang sama dengan Aleena pada saat itu. Daffin menemui seorang lelaki tua.“Profesor,” sapa Daffin, lelaki tua itu hanya mengangguk.“Kita bertemu di rumah sakit setiap hari, tapi kamu memintaku untuk datang ke sini setelah bekerja. Apa ada yang ingin kamu katakana padaku?” Daffin menatap dengan serius.“Seharusnya kamu yang ingin mengatakan
Daffin yang melihat Aleena minum anggur membuatnya tidak tega.“Apa yang kamu lakukan? Jangan minum terus!” perintah Daffin.Tapi Aleena tidak memperdulikan perkataan Daffin, ia terus minum. Untuk tegukan yang kedua, Daffin merampas gelas Aleena.“Biar aku saja yang minum,” kata Daffin dengan ragu.Aleena tersenyum melihat Daffin yang mau minum anggur, Aleena tidak tinggal diam, ia mengambil segelas anggur dan mulai bersulang dengan Daffin.Daffin yang tak pernah minum alcohol akhirnya berhasil menghabiskan segelas anggur. 10 menit, 20 menit efeknya belum terlihat. Namun setelah 1 jam, Daffin akhirnya mabuk. Daffin sangat lucu ketika mabuk, pasalnya dia cerewet bercerita tentang organ tubuh manusia. Hal itu membuat Aleena tertawa lepas. Usai bercerita banyak hal tentang organ tubuh manusia, Daffin tertidur sangat pulas sekali.Keesokan harinya, Daffin merasa sedikit pusing dan terbangun dari tidurnya. Ia membuka matan
“Cantik sekali pengantin wanitanya,” ujar Lisa.“Terimakasih, mari silahkan duduk,” Aleena mempersilahkan semuanya untuk duduk.Ibu mertua, bibi dan Lisa memberikan sebuah hadiah kepada Aleena. Hadiahnya tidak seberapa harganya, tapi mereka sangat tulus memberikan itu semua. Membuat Aleena terlihat beruntung dan banyak terimakasih kepada mereka.“Apa yang kamu rasakan sekarang, Aleena?” tanya bibi.Aleena hanya tersenyum, ia bingung akan menjawab apa.Dari jauh terlihat Rosa memakai gaun yang sangat mewah melebihi Aleena. Namun saat dekat di pintu ruangan, Dimas mengusir Rosa. Semua orang tidak mau jika acara resepsi pernikahan Aleena dan Daffin berantakan hanya karena adanya Rosa.Namun Rosa melawan, ia tetap saja ingin masuk ke dalam acara. Dengan sigap, Aleena langsung menghampiri Rosa.“Rosa, kamu sangat berani kemari?” kata Aleena dengan tegas dan dingin.“Kenapa? Tidak
Semua orang yang ada di rapat membicarakan Aleena dengan bisik-bisik. Aleena merasa kesal, akhirnya ia menyuruh Dimas untuk memberitahu sesuatu kepada semuanya.“Sekarang mari kita pilih proyek kosmetik terbaru dari Mentari Group. Pemungutan suara dimulai,” Dimas mempersilahkan semua orang untuk memberikan pungutan suara.Pemungutan suara dimulai, tetapi hanya satu orang yang mengangkat tangan untuk menyetujuinya. Namun beberapa saat kemudian, datanglah Hendra ke ruang rapat.“Rupanya semua sudah ada di sini,” Hendra membuka pintu ruang rapat, kemudian masuk.Kedatangan Hendra membuat semua anggota rapat menjadi hormat, mereka semua langsung berdiri dan membungkukkan setengah badannya.“Aku mendengar dari Aleena, hari ini ada pemungutan suara penting untuk keputusan proyek kosmetik terbaru dari Mentari Group. Baik silahkan dimulai pemungutan suaranya,” kata Hendra sambil duduk di sebelah Aleena.“Ale
Saat keluarga Daffin dan keluarga Aleena sedang asyik membicarakan bagaimana rencana pernikahan mereka, tiba-tiba datang Rosa.“Aleena … Aleena …” Rosa merajuk kepada Aleena.“Kenapa kamu … “ kata-kata Rosa terpotong oleh Aleena.“Kenapa? Ada yang salah?” Aleena menggandeng lengan Daffin dengan erat, seakan tahu bahwa Rosa akan mengambil Daffin dari Aleena.“Dokter Daffin, kenapa kamu tiba-tiba pergi menikahi Aleena?” Rosa merengek tidak tahu malu.“Apakah kamu berhutang uang kepada Aleena?” Rosa kembali protes.Daffin yang merasa posisinya terancam, ingin menjawab perkataan gadis itu tapi ia takut salah menjawab. Sedangkan Aleena seakan tidak peduli dengan ucapan Rosa. Keluarga Aleena dan keluarga Daffin juga hanya diam menyaksikan kedatangan Rosa yang marah-marah tidak jelas arahnya.“Aleena … kamu sangat tercela, kamu benar-benar melakukan
Di rumah sakit, Daffin dan Edo sedang sibuk membahas pasien mereka. Namun di tengah perjalanan dari ruang pasien menuju ruang kerja mereka, Daffin dihampiri oleh seseorang.“Dokter Daffin,” sapa seseorang.“Saya punya dua tiket untuk konser piano, bukankah anda mengatakan pada saya bahwa anda menyukainya?” seseorang memberikan tiket konser kepada Daffin.“Apakah anda bisa pergi dengan saya?” ajak seseorang.“Maaf, saya punya rencana malam ini,” tegas Daffin.“Oh begitu ya,” seseorang itu terlihat sedih.“Saya sedang tidak ada acara, saya bisa pergi dengan anda?” Edo menawarkan diri.“Tidak mau,” tolak seseorang itu, kemudian pergi meninggalkan Daffin dan Edo.“Sebelumnya, Aku baru mengetahuimu cara menolak dengan sangat baik,” ujar Edo sedikit meledek.“Waktu berubah, harusnya memang seperti itu kan?” Daffin mening
Daffin menghela nafas panjang, kemudian memulai berbicara.“Ibu, bibi, Lisa, ini adalah … “ Daffin menujuk Aleena, namun kata-katanya berhenti.“Tolong biarkan Daffin menandatangani … “ ucap Aleena terpotong.“Tanda tangan?”“Tanda tangan?”“Tanda Tangan?”“Yang dia maksud adalah … “ kata Daffin.“Maksudnya menadatangani kontrak hidup untuk menemani satu sama lain.”“Apa kamu akan menikah?” tanya Santi.“Benar ibu,” jawab singkat Aleena.“Maaf, kami harus membahas ini dulu,” Santi beranjak dari duduknya, mengajak bibi Daffin dan Lisa untuk berdiskusi.Semua orang yang ada di rumah itu sebenarnya syok. Daffin tidak pernah mengenalkan Aleena kepada keluraganya, namun tiba-tiba hari ini mengajak Aleena ke rumah dan ingin menikahinya.“Menikahlah, aku menyetuj
Aleena dan Daffin sampai di sebuah tempat.“Terimakasih,” ucap Aleena melepas sabuk pengaman.“Jangan makan makanan dingin!” kata Daffin.“Aku tau.”Malam itu Aleena bersama dengan rekan kerjanya melaksanakan meeting sekaligus makan malam. Sesekali Aleena terlihat memegang perutnya, sepertinya ia sedang menahan sakit.Usai meeting, Aleena dan rekan kerjanya turun dari ruangan menuju lobby.“Terimakasih atas jamuannya, nona Aleena?!” kata salah satu rekan kerjanya.“Sama-sama, terimakasih juga sudah hadir di meeting ini. Semoga kerja sama kita tetap berlanjut,” ucap Aleena.“Baiklah kalau begitu saya dan yang lainnya duluan ya,” pamit rekan kerjanya.“Siap, hati-hati.”Di lobby hotel, tiba-tiba Aleena merasakan sakit perut yang luar biasa. Aleena menjongkokkan tubuhnya dan mencoba menahan sakit perutnya.“Aleena, ini,&r
“Aku sudah mencari kesempatan untuk berbicara denganmu,” ujar Arya.“Oh, untuk apa?”“Presdir Aleena, kamu menjalankan Perusahaanmu dengan sangat baik. Tapi wanita sepertimu, mungkin tidak mengerti tentang semua metode bisnis tersebut.”Aleena tidak menjawab perkataan Arya. Namun sesaat kemudian, pandangannya seakan halu. Ia melihat Daffin berada di café yang sama dengannya. Ia mencoba memalingkan pandangannya, Aleena juga memastikan apakah dia hanya halu atau benar melihat Daffin.Ternyata benar, Daffin berada di café yang sama dengan Aleena pada saat itu. Daffin menemui seorang lelaki tua.“Profesor,” sapa Daffin, lelaki tua itu hanya mengangguk.“Kita bertemu di rumah sakit setiap hari, tapi kamu memintaku untuk datang ke sini setelah bekerja. Apa ada yang ingin kamu katakana padaku?” Daffin menatap dengan serius.“Seharusnya kamu yang ingin mengatakan
“Duduklah,” perintah Rosa kepada ayahnya.“Tapi ini department bedah umum,” Daffin menjelaskan.“Kamu sangat hebat. Tentu saja, ayahku lebih mempercayaimu.”“Bukankah seperti itu, ayah?” tanya Rosa basa-basi kepada ayahnya.“Iya,” jawab ayah Rosa.“Baiklah, aku akan membantu bapak membuat janji untuk chek up. Dan kita akan tau department mana yang harus di tuju setelah hasil tes keluar.”“Oke, terimakasih dokter Daffin.”“Sama-sama.”“Dokter Daffin, aku membawakanmu secangkir kopi,” Rosa memberikan sebuah tote bag kepada Daffin.“Tidak perlu, terimakasih,” tolak Daffin.Rosa merengek seperti anak kecil. “Ini hanya secangkir kopi, ini mewakili hatiku. Apakah kamu tidak mau meneimanya?” tangisan Rosa semakin menjadi-jadi.“Baiklah, kamu bisa meletakkannya di sini. Terimakas