Jayme hanya membisu sepanjang perjalanan. Ia tak berhasrat untuk mengatakan sesuatu. Apa yang dikatakan Gabriel sudah jelas semuanya dan ia sama sekali tidak marah pada Zanara. Ia hanya membutuhkan waktu untuk menenangkan gemuruh hatinya yang tengah galau.Atau mungkin juga sedang terluka.Zanara pun tak terkejut kala melihat ada beberapa memar di wajah dan sudut bibir Jayme. Bukankah laki-laki selalu menyelesaikan segalanya dengan otot? Jarang sekali dari mereka yang akan membicarakan satu persoalan dengan kepala dingin.Padahal Zanara tahu, Jayme adalah pria yang cerdas dan bisa membaca situasi dan bahkan apa yang baru saja tercetus dalam, pikiran seseorang. Sangat disayangkan pria itu pada akhirnya tersulut emosi.Namun, itu baru dugaan Zanara. Karena Jayme tetap saja membisu bahkan ketika sudah tiba di rumah.“Masuklah, sayang. Beristirahatlah dulu, kau pasti lelah sudah ikut papa menjemput mama tadi, iya, kan?” Jayme seperti biasa merasa harus berinteraksi dengan Marion untuk mer
Mendengar perkataan Marion, baik Jayme maupun Zanara berubah slah tingkah. Keduanya bahkan tak pernah berada dalam satu kamar setelah pernikahan, dan bagaimana bisa Marion meminta seorang bayi? Dari mana ia dapat ide semacam itu?“Uhm ... Marion, memangnya dari mana kau tahu tentang itu?” tanya Zanara yang pipinya mulai terasa memanas.“Iya, bagaimana kau bisa tahu kata-kata seperti itu? Kau tahu, kan, papa dan mama ini ....”Jayme yang menimpali akhirnya tak melanjutkan kalimatnya kala Zanara sudah melirik ke arahnya. Hanya karena satu permintaan, keduanya tanpa sadar berubah kompak. Terlupa kalau sebelumnya sempat ada ketegangan antara mereka.Meski bagi Marion itu merupakan pembahasan yang menarik, selama ini tak pernah ia utarakan pada kedua orang tuanya. Benar kata Zanara, Marion bahkan tak pernah mengatakan hal semacam itu, mengenai bayi, pernikahan ... Marion terlalu kecil untuk memahami itu semua.“Jadi apakah boleh kalau aku mempunyai bayi?” tanya gadis kecil itu lagi, tanpa
Zanara telah bersiap untuk tidur saat ia berusaha membuka pintu kamarnya. Namun, beberapa kali pun ia mencoba, tetap saja pintu itu tak terbuka. Sepertinya Marion telah menguncinya dari dalam.Wanita itu menghela napas, kemudian mulai mengetuk pintu beberapa kali.“Marion ... sayang, apakah kau sudah tidur? Bisa tolong buka pintunya? Mama sudah mengantuk dan ingin masuk untuk tidur.” Zanara menempelkan telinga pada daun pintu dan berusaha mendengarkan apakah gadis itu masih terjaga atau sudah terlelap. Atau bisa jadi, Marion sedang pura-pura tidur.“Marion ... ayolah. Mama tidak suka kau bercanda seperti ini. Bagaimana jika kau terkunci di dalam? Marion!”Zanara mendesah kesal. Apakah Marion marah padanya karena jawabannya atas pembahasan siang tadi yang membuatnya tak puas? Ataukah ini karena penjelasan Jayme? Apakah pria itu mendoktrin Marion untuk melakukan hal ini?Zanara kemudian mengentak langkah menuju kamar Jayme, mengetuknya beberapa kali dengan keras.“Jayme buka pintunya!”
Zanara hanya menatap Marion tanpa bisa meluapkan kemarahan atau apa pun. Gadis kecil itu tertunduk merasa bersalah karena telah mengunci pintu kamarnya semalam. Dan tentu saja, usahanya itu tak membuahkan hasil. Sang ayah dan ibu justru tidur di tempat berbeda dan bahkan semakin tidak akur.Ia bisa melihat itu dari gelagat keduanya yang tidak saling bertegur sapa, bahkan Zanara memberikan makanan Jayme tanpa bersuara.“Maafkan aku, Mama ...,” sesalnya, yang tak mampu dijawab oleh Zanara karena ada berbagai perasaan yang tengah bercampur aduk saat ini. Bagaimana mungkin ia bisa menyalahkan anak sekecil Marion, karena apa yang diminta Marion adalah hal simpel yang seharusnya bisa diwujudkan oleh Zanara dan Jayme, andaikan mereka adalah sepasang suami istri yang saling mencintai.Namun ini, tidak sama sekali. Atau Zanara saja yang tidak memahami atau berusaha memahami perasaannya sendiri.Zanara berjongkok di hadapan Marion, menatap mata indah gadis kecil itu dalam-dalam.“Mama akan maa
Marion berlari menjauh dari Jayme dan Zanara yang hanya bisa ternganga keheranan akan sikap gadis kecil mereka. Bukankah anak-anak menyukai anak anjing atau kucing sebagai hewan peliharaan mereka, dan memperlakukan hewan itu seolah adik kecil mereka?Lantas mengapa keputusan yang mereka ambil justru tak sesuai ekspektasi Marion saat ini? Apakah gadis itu sungguh-sungguh ketika mengatakan bahwa ia menginginkan seorang adik?Zanara bangkit dan berniat mengejar Marion, tetapi Jayme menghalanginya.“Biarkan dulu ia meredakan rasa kesalnya. Nanti aku yang akan bicara padanya. Kau beristirahatlah dulu,” ucap Jayme, berusaha menenangkan Zanara yang tampak gusar menghadapi keinginan dan tingkah putrinya.“Tapi, Jayme, aku tidak bisa membiarkannya terus larut pada apa yang menjadi keinginannya lantas memaksakannya pada orang lain.”Jayme hanya mendesah keras. Ini sungguh merupakan tantangan baginya, harus menghadapi dua perempuan dengan watak yang sama keras. Meski selama ini Zanara selalu bers
Jayme, yang masih dengan usahanya mengintimidasi Zanara yang jelas berusaha membebaskan diri, justru diartikan lain oleh Shienna. Ia yang datang bersama Alex, kekasihnya, dan Aaron, putranya, pada akhirnya salah tingkah sendiri.Jangan ditanya bagaimana ekspresi wajah Zanara saat ini. Ia dan Jayme kini terburu-buru menormalkan situasi, seolah Shienna tak pernah menyaksikan adegan yang sebenarnya belum terjadi.“Hey, kalian. Mengapa tidak mengabari dulu?” tanya Zanara, yang sudah terlanjur terpergok hingga tak mampu menghindar lagi.“Ya, benar. Kalau kalian mengabari lebih dahulu, mungkin kami bisa menjemput. Marion pasti senang kalau mengetahui Aaron juga ikut bersama kalian,” timpal Jayme, yang justru membuat kentara sekali kalau mereka sedang salah tingkah.“Ya ... sepertinya mereka benar, sayang, seharusnya kau mengabari lebih dulu,” Alex yang sejak tadi hanya diam, akhirnya ikut bicara karena ia juga merasa tak enak telah menyelonong masuk begitu saja.“Kupikir ... mungkin Marion
Marion tampak semringah kala mengetahui bahwa tujuan Shienna datang adalah untuk mengajaknya berlibur. Ia bahkan sama sekali tak tampak sedih saat mengetahui kalau Zanara dan Jayme tak akan pergi bersamanya.Hal itu justru membuat Zanara kelimpungan karena cemas bagaimana jadinya jika ia hanya berdua dengan Jayme, sementara Jayme merasakan kegelisahan yang sama tetapi bukan mengenai mereka.Berdua dengan Zanara tentu saja justru menjadi hal yang sangat diharapkannya. Namun, bagaimana dengan Marion? Bagaimana jika ia mencari Zanara atau Jayme di malam hari lalu menangis karena tidak menemukan keduanya?“Marion, apakah kau yakin akan pergi dengan bibi Shienna?” tanya Zanara, cemas antara memikirkan Marion juga memikirkan dirinya sendiri.Ia kini tengah mengafirmasi dirinya sendiri agar tenang dan menjalani seolah mereka baru pertama bertemu dan melakukan pendekatan tanpa tergesa, seperti apa yang disarankan oleh Shienna.“Aku tidak apa-apa, Mama. Mama dan papa jaga diri selama aku pergi
Zanara menanti berjalannya waktu dengan gelisah. Beberapa gaun telah dicobanya, dan masih berserakan di atas ranjangnya. Beberapa kali ia mengintip pada jam dinding yang seolah tak juga bergerak menuju ke angka tujuh, sementara dirinya rasanya sudah tak sabar.Ia mondar-mandir tak menentu. Jayme mengatakan akan menjemputnya sepulang bekerja dan hal itu membuatnya teringat akan beberapa waktu lalu, saat Jayme juga dengan usahanya mengajak Zanara berkencan. Ia justru mengalami kecelakaan kala itu. Dan mengingat itu membuat Zanara gelisah.Haruskah ia menghubungi Jayme dan mengatakan padanya agar mengemudi dengan hati-hati? Namun, bagaimana jika Jayme justru akan panik jika mendapat telepon darinya?Zanara merasa serba salah. Akhirnya ia mengambil ponsel dan mengintip jam sejenak. Sudah pukul enam dan itu artinya satu jam lagi. Dan di kepalanya terus berputar-putar kata ‘satu jam lagi’, hingga tanpa sadar waktu justru telah lama berlalu. Zanara terhenyak kala menyadari justru mungkin sek
Satu tahun kemudian.“Jayme, apakah balon yang kemarin sudah dipasang semuanya?” tanya Zanara sembari membawa beberapa kotak besar berwarna biru. Ia tampak mondar-mandir mengatur semua yang akan mereka gunakan untuk pesta hari ini.Marion tampak bersemangat membantu sang ibu dengan memasang beberapa ornamen di sekitar meja yang di atasnya telah tertata makanan kecil dan kue tart.Sesekali ia mengedar pandangan di seluruh penjuru ruangan. Sudah cantik dengan banyak hiasan, balon, serta pernah-pernik berwarna biru dan putih. Bahkan kue yang tertata di meja pun berwarna biru. Ia sudah mengintipnya tadi dan sekarang kue itu tertutup hiasan dengan warna putih.Hari ini bukanlah hari ulang tahun Marion, atau pun Jayme dan Zanara. Bukan pula perayaan pernikahan keduanya, melainkan pesta baby shower yang terlambat mereka laksanakan dengan terpaksa—karena sempat terjadi perdebatan antara Jayme dan Zanara mengenai apakah mereka akan mengadakan pesta itu atau tidak.Di saat Jayme menginginkannya
Hari-harinya bahkan terasa kosong tanpa kehadiran Marion. Ia dan Jayme seharian hanya menghabiskan waktu di hotel, sekadar piknik di balkon atau bercinta yang akhir-akhir ini menjadi hal yang Zanara hindari.Tragedi pengaman yang terlupakan menimbulkan kecemasan di hati Zanara, bagaimana kalau itu lantas menimbulkan bibit di dalam rahimnya? Apakah ia sudah siap dengan itu?Kini Shienna dan lainnya sudah pergi dan meninggalkan Jayme dan Zanara berdua kembali. Keduanya tengah berbaring di lantai balkon dengan memandangi langit yang cerah. Semuanya sudah selesai dan ia, juga Jayme tak perlu lagi berurusan dengan masalah yang mungkin akan membuat kehidupan keduanya begitu rumit.Urusan yang harus diselesaikan oleh Zanara saat ini adalah perbincangan mengenai bayi yang kembali diulang-ulang oleh Jayme.“Berarti ini kesempatan untuk kita membuat bayi?” godanya di sela percakapan mereka sembari melakukan piknik di balkon seperti yang biasa dilakukan oleh keduanya selama tak ada Marion.“Tida
Zanara menghubungi Shienna, memintanya agar menjaga Marion sehari lagi, karena dirinya dan Jayme masih ada keperluan yang harus mereka selesaikan. Meski rindu, setidaknya ia yakin akan bertemu dengan Marion.Sementara dengan Kenneth, tak ada hari esok. Detik ini juga pria itu harus menjelaskan segalanya.Kenneth memaksa untuk pulang, saat Zanara dan Jayme tiba di rumah sakit. Dengan lengan yang patah dan beberapa luka di tubuhnya, Kenneth tak bisa pergi ke mana pun.Jayme menyeret pria itu kembali ke kamarnya, diikuti Zanara, lalu mengunci pintu ruangan tempat dirinya dirawat.“A-apa yang kalian mau? Jayme ... mengapa kau tampak aneh, kawan?”“Jangan berpura-pura lagi, Ken. Atau ... aku harus memanggilmu Brandon?”Kenneth terhenyak kala mendengar todongan Jayme terhadapnya. Ia kemudian menoleh ke arah Zanara, lalu Jayme, secara bergantian.“Apa yang kau katakan?”“Sudahlah, penipu, kau tidak bisa lari lagi. Sekarang katakan, apa tujuanmu menyamar sebagai Kenneth si detektif swasta ini
Zanara menyeret langkah keluar dari bangunan itu. Ia menguap beberapa kali, rasa kantuk sepertinya mulai menyerang. Ia masuk ke dalam pelukan Jayme dan menyandarkan kepala di dada pria yang memilih untuk menunggunya di luar.“Bagaimana?” tanya Jayme, seolah ingin tahu akan hasil yang didapat sang istri mengenai Kenneth, yang ia yakini memang adalah Kenneth yang asli.“Aku harus datang menemui Kenneth. Namun, sepertinya tidak malam ini. Kita kembali ke hotel saja, Jayme ... aku mengantuk.”Jayme mengangguk, kemudian menuntun Zanara masuk ke dalam taksi dan membiarkan wanita itu tidur sepanjang perjalanan.Tiba di hotel, giliran Jayme yang tak bisa terlelap. Ia memikirkan kecurigaan Zanara mengenai Kenneth, tetapi dirinya tak percaya. Kini, rasa ingin tahu yang sebelumnya hanya dirasakan Zanara pada akhirnya juga menggelitik perasaan Jayme.Ia mengambil ponsel Zanara yang sejak tadi berdering. Nama Mark tertera di layarnya. Apa yang dilakukan pria itu menghubungi istrinya selarut ini? A
“Gabriel? Apa yang kau lakukan di sini? Apa yang kau cari? Dan bagaimana—“ Zanara tak mampu melanjutkan kalimatnya. Ia teringat perkataan Kenneth mengenai seseorang yang mengikuti mereka.Lalu ingatan Zanara tertuju pada kertas yang berisi pelaku sabotase mobilnya, bahkan penculikan Marion pun melibatkan Gabriel di dalamnya.Ia selama ini tak percaya itu, tetapi tak ingin memulai pertengkaran dengan mengatakan bahwa Kenneth mungkin saja berdusta entah dengan tujuan apa.Kini, setelah melihat sendiri buktinya, masihkah Zanata meragukan hasil analisa dan investigasi Kenneth?Mungkin tidak, tetapi Zanara masih yakin bahwa Kenneth adalah Brandon yang menyamar. Namun, apa motif Brandon menyamar dan terus mengikuti Zanara? Dan mungkinkah dirinya akan mengakui setelah semua masalah ini menemui titik terang?Zanara mendekat pada Gabriel yang hanya menunduk, menghindari tatapan tak percaya dari wanita yang sungguh ia cintai itu. Ia tak bisa ... tak bisa jika Zanara lantas membencinya. Namun, e
Zanara berteriak, tetapi yang keluar hanya suara tak beraturan. Ia berusaha menghalangi apa pun yang akan dilakukan oleh pria misterius itu. Entah bagaimana keamanan hotel itu hingga pria asing ini bisa masuk dan melakukan ... entah apa, di kamarnya.Berbagai kemungkinan terus mengganggu pikiran Zanara.Jayme masih terlelap, bagaimana jika penyusup itu lantas ... ah! Sungguh Zanara ingin melakukan sesuatu, tetapi tangan dan kakinya sudah terikat dan tali yang mengikatnya terhubung pada trail yang ada di kamar mandi.Zanara berusaha melepaskan ikatan itu, tetapi tak bisa. Ia masih berusaha memanggil nama Jayme, dan suaranya hanya terasa seolah tenggelam dan tak terdengar.Sementara itu, si penyusup melanjutkan apa yang ia lakukan sebelumnya, mencari sesuatu entah apa. Bahkan Zanara yang sejak tadi berusaha untuk mengira-ngira pun tak menemukan jawaban hingga penyusup itu terlanjur mengikatnya seperti sekarang.“Sial!” umpatnya dengan suara yang nyaris tak terdengar, hanya tersangkut di
Jayme baru saja keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan ‘tritmen’ spesial bersama Zanara. Tak lama berselang, terdengar suara ketukan di pintu, yang tentu saja tak perlu lama menunggu, Jayme sudah menyambut siapa pun tamu yang datang mengunjungi mereka.Tak mungkin sebotol sampanye, karena ia tak memesan apa pun. Namun, yang ia pikirkan mustahil, justru terjadi. Seorang pegawai hotel datang dengan troli berisi makanan dan sebotol wine.“Maaf, apakah benar ini kamar Tuan Demir?” tanya pegawai hotel tersebut dengan bahasa Inggris yang fasih.“Ya, benar.”“Ini ada pesanan sajian makan malam dan sebotol wine untuk Tuan dan Nyonya Demir.”Jayme terdiam sejenak, bertanya pada pegawai tersebut, siapa yang memesan makan malam spesial untuk mereka. Namun, pria itu mengatakan bahwa tak disebutkan siapa pengirimnya.Jayme hendak menolak, tetapi bersamaan dengan Zanara yang keluar dari kamar mandi dan mengetahui sang suami yang tengah berbincang dengan seseorang di luar.Zanara menghampiri
“Ada satu hal yang kubingungkan darimu, Zee. Mengapa kau begitu ingin tahu mengenai pria, yang dari namanya saja sudah jelas kalau ia adalah orang lain? Tidakkah itu akan membuang waktumu?” tanya pria yang tengah bicara dengannya di seberang. “Nikmati saja bulan madumu dengan Jayme, Zee.”Zanara menghela napas, menoleh sebentar ke arah kamar Kenneth, sejenak, kemudian kembali memutar tubuhnya kembali ke posisi semula.“Bagaimana lagi? Kau tahu, kan bagaimana jahatnya ia? Kau sudah pernah merasakan juga, dia adalah psikopat,” ucap Zanara, setengah berbisik. “Dan kita tak pernah tahu apa tujuan pria itu mendekati Jayme dan aku.”Pria di seberang mengangguk, kemudian kembali memusatkan perhatiannya pada Zanara yang tengah didera kegundahan.Wajar saja, karena dulu Brandon-lah yang menyekapnya dan menghajar Mark hingga babak belur hanya demi sebuah obsesi. Jika memang semua yang ia lakukan adalah demi memiliki Zanara, mengapa ia memutuskan pertunangan begitu saja, dulu?“Sudahlah, Mark ...
Jayme dan Zanara tengah menikmati semilir angin di pantai Lido, keduanya berjemur sebagaimana layaknya turis asing lain yang melakukan hal sama.Suasana di tempat mereka berada tidak terlalu ramai, karena musim gugur baru saja tiba. Langit tidak terlalu cerah, bahkan justru tampak mendung. Namun, baik Jayme maupun Zanara tak terganggu akan cuaca apa pun. Mereka duduk dan berbincang seolah tak akan pernah habis pembahasan mereka mengenai banyak hal.Wajar saja, meski mereka telah bersama selama lebih dari tiga tahun, tetapi itu hanya kebersamaan tanpa status yang tak mungkin bagi Jayme untuk mengorek banyak hal tentang wanita itu, pun sebaliknya.Zanara bahkan tidak tertarik akan kehidupan Jayme sebelumnya. Mengenai kehidupan pribadinya, keluarganya, terlebih kehidupan asmara pria itu.Untuk bagian itu, Jayme memilih untuk tidak membahasnya dengan Zanara. Tak ada yang menarik bagi pria itu mengenai kehidupan cintanya selain dengan wanita yang kini telah menjadi istrinya itu.Sementara