"Oh, aku rasa Kak Aiko jadi berbeda. Dia sepertinya menjadi makin dewasa dan memesona," jelas Naura saat memperhatikan tatapan Tirta kepadanya."Ehem, ehem .... Ya, sepertinya begitu. Penilaianmu sangat tajam." Tirta bisa menebak bahwa Naura penasaran dengan hal itu, makanya tidak berbicara banyak."Kalian bicara apa sih? Bukannya aku dari dulu memang begini? Dasar aneh." Ekspresi Aiko terlihat tersipu. Kemudian, dia bertanya, "Naura, kamu pasti capek jalan-jalan seharian, 'kan?""Ayo duduk. Aku pergi masak untuk kalian. Setelah makan, kita antar Tirta pulang." Usai berbicara, Aiko bangkit dan pergi ke dapur."Oke, aku memang capek. Terima kasih." Naura duduk di tempat Aiko duduk sebelumnya. Jaraknya dengan Tirta tidak sampai setengah meter. Kemudian, dia melirik Tirta."Aiko, kalau kamu capek, biar aku saja. Kamu dan Bu Naura istirahat saja." Tirta tidak memperhatikan Naura karena mencemaskan Aiko. Dia maju dan meraih tangan Aiko."Hais ...." Naura diam-diam menghela napas."Kamu bisa
"Naura, terima kasih. Kalau nggak ada kamu, aku nggak mungkin kenal Tirta. Kamu pasti bisa menemukan tambatan hatimu juga suatu hari nanti! Aku janji bakal membantumu nanti!" Aiko menggenggam tangan Naura. Dia tidak merasa Naura sedang berbohong."Aiko, Bu Naura, mienya sudah matang. Ayo dicoba." Tidak lama setelah kedua wanita itu mengobrol, Tirta menyajikan dua mangkuk mie dari dapur.Mie diletakkan di depan keduanya. Kuahnya bening. Di atasnya terdapat taburan daun bawang dan beberapa tetes minyak wijen. Kelihatannya tidak terlalu menggugah selera, tetapi aromanya sangat harum.Jangankan Naura yang suka makan mie, Aiko yang selalu makan makanan lezat juga menjadi lapar melihatnya."Wah, wangi sekali! Tirta, kamu memang jago masak mie! Gimana cara masak mie ini?" Naura pun mengambil sumpit, lalu mengambil mangkuknya dan mencicipinya. Begitu menyeruputnya, ekspresi Naura langsung terlihat puas."Ya, sepertinya ini mie terenak yang pernah kumakan! Cepat kasih tahu kami gimana cara masa
"Tirta! Dasar cabul! Kamu mengintipku mandi! Benar-benar nggak tahu malu!"Cuaca di bulan Juli sangat panas. Tirta Hadiraja yang mendaki gunung untuk memetik bahan obat kepanasan sehingga langsung melepaskan pakaiannya dan menyelam di sungai. Begitu muncul ke permukaan, dia malah melihat pemandangan indah di depannya!Nabila Frenaldi, putri kepala desa, tampak memaki Tirta seraya menunjuknya. Dia baru berusia 18 tahun. Melalui air sungai yang bergoyang, samar-samar terlihat sepasang buah dada yang memikat dan ....Tirta yang tidak pernah melihat pemandangan seperti ini sontak terperangah di tempatnya!"Berengsek! Kalau kamu masih menatapku, akan kucungkil bola mata!" maki Nabila dengan wajah memerah sambil menutupi bagian tubuhnya yang penting.Nabila juga kepanasan. Kebetulan, sekarang liburan musim panas. Dia merasa bosan sehingga diam-diam keluar untuk berendam. Tanpa diduga, dia malah diintip oleh Tirta!"A ... aku nggak mengintipmu. Aku juga datang untuk berendam. Apa aku perlu be
"Tirta, ada apa denganmu?" tanya Ayu dengan bingung. Dia tidak tahu apa yang membuat Tirta begitu gembira."Oh, bukan apa-apa, Bibi. Ayo, kita pulang dulu," balas Tirta sambil menahan kegembiraannya dan memapah Ayu. Dia akan mencari kesempatan untuk menguji kejantanannya nanti!Ayu mengangguk, lalu berpesan dengan sungguh-sungguh, "Lain kali, kamu harus lebih berhati-hati kalau keluar memetik bahan obat. Kalau nggak ada Nabila, kita mungkin sudah nggak bisa bertemu. Cari waktu ke supermarket besok. Kita beli barang, lalu bertamu ke rumah Nabila untuk berterima kasih. Aku akan menemanimu.""Aku sudah tahu, Bi. Tenang saja." Kemudian, Tirta membatin, 'Kalau bukan karena Nabila, aku juga nggak mungkin berniat bunuh diri.'Lantaran masih merasa enggan, Tirta menggaruk kepala sambil mengeluh dengan kesal, "Bibi, aku boleh nggak pergi nggak? Wanita itu terlalu sombong.""Jangan bicara omong kosong! Dia yang menolongmu lho! Kamu seharusnya bersikap lebih ramah! Pokoknya, besok kamu harus ikut
Melati baru berusia 27 atau 28 tahun sehingga tubuhnya masih seksi seperti wanita muda lainnya. Sentuhan hangat dari tubuhnya seketika membuat Tirta merasa makin panas."Kak Melati, jangan bercanda. Gi ... gimana aku bisa membantumu? Kalau mertuamu tahu, aku bisa dihajar sampai setengah mati!" Tirta tidak pernah mengalami hal seperti ini sehingga menggeleng dengan kuat."Tirta, tenang saja. Aku nggak bakal memberi tahu siapa pun tentang ini. Cuma sekali ini. Kalau kamu menolak, aku akan memberi tahu Kak Ayu semuanya," ancam Melati lagi saat melihat Tirta masih belum bisa diajak berkompromi."Jangan ... aku akan memberikannya kepadamu." Tirta yang kebingungan akhirnya mulai melepaskan celananya.Melati tentu senang melihatnya, tetapi dia tetap menghentikan. "Jangan buru-buru, ini pertama kali untukku. Kemaluanmu besar sekali. Aku pasti kesakitan kalau dimasukkan begitu saja. Nanti Kak Ayu mendengar suaraku.""Begini saja, mertuaku lagi pergi 2 hari ini. Malam ini, kamu datang ke rumahku
"A ... apa-apaan itu? Cepat singkirkan ...." Mata Nabila tiba-tiba berkaca-kaca. Di luar dugaannya, Tirta sudah sembuh. Nabila tentu panik."Kenapa kamu nggak bertingkah sombong lagi? Coba saja kamu mengejekku lagi. Cepat lepaskan rokmu. Kita lihat, aku bisa menidurimu atau nggak." Tirta menyeringai, mencoba untuk memasang ekspresi garang.Tirta tidak berniat untuk menodai Nabila. Dia sudah merasa puas jika wanita ini ketakutan sampai menangis. Tubuh Nabila benar-benar wangi, apalagi Tirta sedang memeluknya, rasanya benar-benar nyaman. Ketika melihat Nabila menangis, Tirta justru merasa senang."Aku ... huhu .... Tirta, kamu memang berengsek. Cepat lepaskan. Kalau kamu berani menyentuhku, aku akan ...." Nabila hendak mengancam."Kamu bisa apa?" tanya Tirta seperti orang yang sedang mengancam. Sesudah itu, dia mengangkat tangan dan menepuk bokong Nabila.Plak! Suara yang sungguh nyaring. Nabila pun menangis sesenggukan sembari memukul dada Tirta. "Huhuhuhu ... aku sudah kotor ... aku ng
Namun, Tirta segera menggeleng dan tersenyum mengejek diri sendiri. Nabila baru saja berkata, jangan mencarinya kalau tidak ada urusan penting. Wanita ini hanya membantunya karena merasa kasihan, bukan karena menyukainya.Malam hari, Melati masih menunggu Tirta, tetapi Tirta sudah kehilangan minatnya. Prioritas utama untuk sekarang adalah mendapatkan sertifikat medis dan mempertahankan kliniknya.Masalahnya, banyak tulisan yang tidak Tirta pahami di buku medis. Meskipun Nabila membantunya membujuk Agus, apakah Tirta bisa mendapatkan sertifikat medis dengan ilmunya itu?Tirta yang merasa gusar akhirnya kembali ke klinik. Ayu yang mendengar suara pun berjalan ke luar dan bertanya, "Tirta, kamu sudah kembali?""Ya, Bi. Ayo, kita pulang untuk makan," sahut Tirta.Tiba-tiba, seorang pria paruh baya berjanggut dan bergigi kuning menghampiri Tirta dan berucap, "Tirta, jangan buru-buru. Aku ingin mengobrol denganmu."Pria ini bernama Raden, dia sangat terkenal di Desa Persik. Lima tahun lalu,
"Nggak, aku nggak melihatnya ...." Tirta buru-buru mengklarifikasi bahwa dirinya tidak melakukan apa pun."Cih! Tirta, kamu nggak pernah melihat wanita, ya? Kenapa otakmu penuh dengan hal-hal kotor sih? Memalukan sekali!" hardik Nabila."Aku ... aku nggak memikirkan apa pun kok!" bantah Tirta."Hantu pun nggak percaya!" bentak Nabila sambil memelotot dengan waspada.Tirta merasa getir. Dia baru teringat bahwa dirinya menjadi begitu sensitif dengan wanita sejak memakan ular putih itu. Dengan situasi seperti ini, mana mungkin Nabila bersedia mengajarinya lagi! Dilihat dari penampilan Nabila, wanita ini jelas-jelas ingin kabur."Nabila datang, ya? Kenapa aku mendengar suaranya?" Ketika Tirta sibuk memikirkan cara untuk menahan Nabila, tiba-tiba terlihat Ayu berjalan ke luar dengan meraba-raba karena matanya buta."Oh, ya, Bi. Dia datang untuk mengajariku. Aku ingin berterima kasih padanya," sahut Tirta sembari menoleh. Berhubung ada yang lebih senior di sini, Tirta buru-buru menyatakan tu
"Naura, terima kasih. Kalau nggak ada kamu, aku nggak mungkin kenal Tirta. Kamu pasti bisa menemukan tambatan hatimu juga suatu hari nanti! Aku janji bakal membantumu nanti!" Aiko menggenggam tangan Naura. Dia tidak merasa Naura sedang berbohong."Aiko, Bu Naura, mienya sudah matang. Ayo dicoba." Tidak lama setelah kedua wanita itu mengobrol, Tirta menyajikan dua mangkuk mie dari dapur.Mie diletakkan di depan keduanya. Kuahnya bening. Di atasnya terdapat taburan daun bawang dan beberapa tetes minyak wijen. Kelihatannya tidak terlalu menggugah selera, tetapi aromanya sangat harum.Jangankan Naura yang suka makan mie, Aiko yang selalu makan makanan lezat juga menjadi lapar melihatnya."Wah, wangi sekali! Tirta, kamu memang jago masak mie! Gimana cara masak mie ini?" Naura pun mengambil sumpit, lalu mengambil mangkuknya dan mencicipinya. Begitu menyeruputnya, ekspresi Naura langsung terlihat puas."Ya, sepertinya ini mie terenak yang pernah kumakan! Cepat kasih tahu kami gimana cara masa
"Oh, aku rasa Kak Aiko jadi berbeda. Dia sepertinya menjadi makin dewasa dan memesona," jelas Naura saat memperhatikan tatapan Tirta kepadanya."Ehem, ehem .... Ya, sepertinya begitu. Penilaianmu sangat tajam." Tirta bisa menebak bahwa Naura penasaran dengan hal itu, makanya tidak berbicara banyak."Kalian bicara apa sih? Bukannya aku dari dulu memang begini? Dasar aneh." Ekspresi Aiko terlihat tersipu. Kemudian, dia bertanya, "Naura, kamu pasti capek jalan-jalan seharian, 'kan?""Ayo duduk. Aku pergi masak untuk kalian. Setelah makan, kita antar Tirta pulang." Usai berbicara, Aiko bangkit dan pergi ke dapur."Oke, aku memang capek. Terima kasih." Naura duduk di tempat Aiko duduk sebelumnya. Jaraknya dengan Tirta tidak sampai setengah meter. Kemudian, dia melirik Tirta."Aiko, kalau kamu capek, biar aku saja. Kamu dan Bu Naura istirahat saja." Tirta tidak memperhatikan Naura karena mencemaskan Aiko. Dia maju dan meraih tangan Aiko."Hais ...." Naura diam-diam menghela napas."Kamu bisa
Beberapa saat kemudian, Naura diam-diam kembali dengan berjalan kaki. Akan tetapi, dia tidak kembali ke vila, melainkan menuju ke belakang vila dan bersembunyi di bawah pohon rindang. Aiko dan Tirta tidak akan memperhatikan tempat ini."Hm ... mereka seharusnya sudah melakukannya, 'kan?" Naura seperti pencuri yang diam-diam mengeluarkan remot dan ponsel dari sakunya. Kemudian, dia membuka sebuah aplikasi CCTV dan mengatur CCTV agar menghadap ke kamar tempat Tirta dan Aiko berada, lalu mengaktifkannya.Benar, Naura memang memasang CCTV di kamarnya. Hanya saja, dia tidak pernah menyalakannya. Namun, kali ini dia punya tujuan lain.Tidak berselang lama, terlihat seluruh adegan di dalam kamar dengan jelas. Naura juga mendengar suara-suara di dalam sana. Dia sontak terbelalak. Wajah dan telinganya memerah."Kak Aiko sampai nangis ....""Gimana bisa Tirta begitu ....""Astaga ... Tirta benaran ....""Aku harus menyimpan rekaman ini supaya bisa negosiasi sama Kak Aiko!"Napas Naura memburu. D
Tubuh Tirta tidak terlihat kekar. Namun, setelah dia menindih tubuh Aiko, Aiko bisa langsung merasakan keperkasaannya. Seketika, jantung Aiko berdetak kencang. Dia panik, malu, tetapi juga dipenuhi penantian.Dengan suara manja, Aiko berkata, "Hm ... Tirta, santai sedikit. Aku buka baju dulu. Aku belum siap. Kamu kasih aku waktu buat persiapan dulu ya? Aku sempat baca di internet. Kalau wanita nggak terangsang, rasanya nggak seru ....""Oh? Kamu sampai cari tahu di internet? Kalau begitu, apa kamu tahu gimana caranya agar wanita cepat terangsang?" Tirta mengangkat alis dengan penuh minat. Kedua matanya penuh antusiasme seperti serigala kelaparan. Dia mengamati tubuh Aiko dengan serakah.Yang dikatakan Aiko benar. Jika wanita tidak terangsang, pria juga tidak akan bisa menikmatinya."Sudah .... Katanya dengan sentuhan dan ciuman, tapi aku kurang paham ...." Setelah melihat sorot mata Tirta, Aiko tidak berani menatapnya dan memalingkan wajah dengan malu. Dia sampai terbata-bata saking gu
"Kasih aku kunci vilamu. Kamu sudah boleh pergi jalan-jalan. Setelah Tirta pergi, kamu baru balik," ucap Aiko dengan gembira melihat Tirta keluar dari kantor polisi."Oh, ya sudah. Ini kuncinya ...." Entah mengapa, Naura merasa tidak nyaman melihat Aiko gembira seperti ini. Jelas-jelas dia mengenal Tirta duluan, tetapi malah Aiko yang punya hubungan istimewa dengan Tirta.Ketika hendak menyerahkan kunci kepada Aiko, Naura tiba-tiba membulatkan tekadnya. Dia lantas menyimpan kuncinya kembali ke saku, lalu berkata tanpa berani menatap Aiko, "Eh, aku baru ingat, ada barang penting yang ketinggalan di vila. Aku antar kamu saja dulu. Setelah ambil barangku, aku baru pergi.""Ya sudah, kita sama-sama saja. Aku kasih tahu Tirta dulu. Aku suruh dia ikut mobilmu dari belakang." Aiko langsung mengangguk menyetujui.Setelah turun dari mobil, Aiko menjelaskan kepada Tirta, lalu kembali ke mobil Naura. Dengan wajah memerah, dia berkata kepada Naura, "Ayo, sudah boleh jalan."....Tidak sampai sejam
Setelah mengantar Mauri dan lainnya, Saad mengajak Tirta untuk makan bersama di kota. Akan tetapi, Tirta menolak dengan lembut karena masih punya urusan lain. Kemudian, dia langsung pergi."Tirta, kami pergi dulu. Sampai jumpa lagi!" ujar Naura. Aiko masih ingin bersama Tirta, tetapi Naura malah menariknya ke mobil."Naura, aku dan Tirta mau ke vilamu nanti. Kenapa kamu malah menarikku?" keluh Aiko dengan jengkel setelah masuk ke mobil."Kakak sepupuku yang bodoh, Tirta saja menolak ajakan ayahku. Pasti karena ada Susanti. Dia pasti bakal ke vila karena sudah janji. Kalau kamu menunggu dia dengan riasan secantik ini, Susanti pasti bakal curiga," jelas Naura dengan ekspresi cemas."Benar juga. Kenapa aku nggak kepikiran ya? Ya sudah, terima kasih," ujar Aiko dengan penuh rasa syukur setelah memahaminya."Hais, aku sudah bosan dengar kamu bilang terima kasih. Aku cuma mau kamu kembali seperti dulu. Jangan buat aku cemas terus." Naura mengernyit sambil mengembuskan napas panjang.....Di
Setelah mengobrol beberapa saat lagi, terlihat dua orang polisi membawa seorang wanita berambut pirang dari koridor. Wajahnya cantik, kulitnya putih, bokongnya sintal, pinggangnya ramping.Meskipun kedua tangannya diborgol yang menunjukkan dia adalah tahanan, aura yang terpancar dari sosoknya terlihat jauh berbeda dari orang biasa. Dia tidak lain adalah Alicia, anggota inti Black Gloves yang dipenjarakan oleh Tirta dan Susanti.Meskipun sudah lama tidak bertemu, wanita berambut pirang dari Negara Martim ini langsung mengenali Tirta. Tatapannya dipenuhi kebencian dan kenakalan. "Bocah, akhirnya kita ketemu lagi!""Ya, kita ketemu lagi. Dasar wanita tua, dilihat dari matamu, sepertinya kamu ingin melahapku?" sapa Tirta sambil maju dan tersenyum ramah. Jika tidak ada orang di sini, dia pasti sudah menendang bokong Alicia."Melahapmu? Benar juga, soalnya darahmu lezat sekali. Aku nggak bakal pernah lupa rasanya. Aku memang ingin melahapmu!" sahut Alicia dengan ekspresi rakus sambil menjila
"Apa itu, Pak? Katakan saja. Kalau ada masalah, bilang saja. Kami bisa membantumu mengatasinya," tanya Tirta yang merasa agak penasaran."Ya. Apa kamu butuh bantuan kami untuk menjaga keluargamu? Kalau benar begitu, serahkan saja kepadaku. Aku pasti akan mengatur semuanya dengan baik," ujar Saad sambil tersenyum.Ketika melihat Mauri akan pergi ke ibu kota provinsi karena dipromosikan, Saad merasa agak iri. Namun, dia tahu dirinya cepat atau lambat juga akan mendapat promosi, asalkan berhubungan baik dengan Tirta. Kalaupun tidak, tetap tidak akan ada yang menyentuhnya karena hubungannya dengan Tirta."Bukan, keluargaku sudah kuatur dengan baik. Masalah ini berhubungan dengan Susanti," sahut Mauri sambil menggeleng."Berhubungan denganku? Apa aku membuat kesalahan?" tanya Susanti dengan heran."Kamu berpikir terlalu jauh." Mauri menggeleng dan menjelaskan, "Menurut rencana awal yang disepakati, setelah aku pergi, Byakta akan mengambil alih jabatanku. Tapi, kemarin Byakta membuat kesalah
Aiko mendongak sambil menatap Tirta dengan penuh cinta. Ketika melihat bibir ranum yang menggoda itu, hati Tirta pun bergetar.Tirta sontak merangkul Aiko dan hendak menciumnya. Namun, Naura yang berdiri di samping buru-buru menghentikan, "Hei, kalian jangan keterlaluan! Kalau mau mesra-mesraan, tunggu setelah Pak Mauri pergi. Aku nggak mau jadi nyamuk di sini!"Entah mengapa, ketika mengatakan ini, hati Naura terasa agak getir.Aiko tidak seperti Tirta yang begitu tidak tahu malu. Dia melirik para polisi wanita itu, lalu mendorong Tirta dengan agak kecewa sekaligus manja. "Sudahlah, ada banyak orang di sini. Kalau kamu punya waktu, kita ke vila Naura saja nanti."Untungnya, ada mobil yang menghalangi mereka. Para polisi wanita itu pun tidak bisa melihat apa yang dilakukan Tirta dan Aiko."Tentu saja aku punya waktu," timpal Tirta setelah berpikir sesaat. "Setelah mengantar Pak Mauri, kita sama-sama ke sana. Tapi, sore nanti cucu Pak Saba punya urusan denganku. Aku harus pulang sore na