Tirta tetap menunjukkan ekspresi tenang dan santai ketika berucap, "Lagian kalau kamu tetap di luar, aku juga nggak bisa mengobatimu. Lebih baik kita masuk bareng.""Itu memang harimau, aku nggak mungkin salah lihat ...." Nia bersikeras dengan pendapatnya. Namun, dia tahu bahwa menerima perawatan Tirta di luar bukanlah pilihan. Jadi meskipun dengan hati berat, dia mengikuti Tirta dan Melati masuk ke dalam klinik.Ketika mereka masuk, Ayu keluar dari dapur karena mendengar suara mereka. Dia bertanya, "Tirta, mana bajumu? Wanita ini sudah aku suruh masuk dari tadi, tapi dia tetap nggak mau. Dia datang untuk mengobati penyakit apa sih? Apa Bibi perlu membantumu nanti?"Mendengar ucapan Ayu, wajah Nia langsung memerah. Jelas sekali dia tidak ingin orang lain tahu bahwa dia mencari Tirta untuk mengobati dadanya."Bajunya kotor, jadi aku buang. Nia cuma ada masalah kecil kok. Nggak perlu bantuan, Bibi. Aku bisa menyelesaikannya sendiri," jawab Tirta sambil menggeleng. Pria itu bisa memahami
"Tirta! Dasar cabul! Kamu mengintipku mandi! Benar-benar nggak tahu malu!"Cuaca di bulan Juli sangat panas. Tirta Hadiraja yang mendaki gunung untuk memetik bahan obat kepanasan sehingga langsung melepaskan pakaiannya dan menyelam di sungai. Begitu muncul ke permukaan, dia malah melihat pemandangan indah di depannya!Nabila Frenaldi, putri kepala desa, tampak memaki Tirta seraya menunjuknya. Dia baru berusia 18 tahun. Melalui air sungai yang bergoyang, samar-samar terlihat sepasang buah dada yang memikat dan ....Tirta yang tidak pernah melihat pemandangan seperti ini sontak terperangah di tempatnya!"Berengsek! Kalau kamu masih menatapku, akan kucungkil bola mata!" maki Nabila dengan wajah memerah sambil menutupi bagian tubuhnya yang penting.Nabila juga kepanasan. Kebetulan, sekarang liburan musim panas. Dia merasa bosan sehingga diam-diam keluar untuk berendam. Tanpa diduga, dia malah diintip oleh Tirta!"A ... aku nggak mengintipmu. Aku juga datang untuk berendam. Apa aku perlu be
"Tirta, ada apa denganmu?" tanya Ayu dengan bingung. Dia tidak tahu apa yang membuat Tirta begitu gembira."Oh, bukan apa-apa, Bibi. Ayo, kita pulang dulu," balas Tirta sambil menahan kegembiraannya dan memapah Ayu. Dia akan mencari kesempatan untuk menguji kejantanannya nanti!Ayu mengangguk, lalu berpesan dengan sungguh-sungguh, "Lain kali, kamu harus lebih berhati-hati kalau keluar memetik bahan obat. Kalau nggak ada Nabila, kita mungkin sudah nggak bisa bertemu. Cari waktu ke supermarket besok. Kita beli barang, lalu bertamu ke rumah Nabila untuk berterima kasih. Aku akan menemanimu.""Aku sudah tahu, Bi. Tenang saja." Kemudian, Tirta membatin, 'Kalau bukan karena Nabila, aku juga nggak mungkin berniat bunuh diri.'Lantaran masih merasa enggan, Tirta menggaruk kepala sambil mengeluh dengan kesal, "Bibi, aku boleh nggak pergi nggak? Wanita itu terlalu sombong.""Jangan bicara omong kosong! Dia yang menolongmu lho! Kamu seharusnya bersikap lebih ramah! Pokoknya, besok kamu harus ikut
Melati baru berusia 27 atau 28 tahun sehingga tubuhnya masih seksi seperti wanita muda lainnya. Sentuhan hangat dari tubuhnya seketika membuat Tirta merasa makin panas."Kak Melati, jangan bercanda. Gi ... gimana aku bisa membantumu? Kalau mertuamu tahu, aku bisa dihajar sampai setengah mati!" Tirta tidak pernah mengalami hal seperti ini sehingga menggeleng dengan kuat."Tirta, tenang saja. Aku nggak bakal memberi tahu siapa pun tentang ini. Cuma sekali ini. Kalau kamu menolak, aku akan memberi tahu Kak Ayu semuanya," ancam Melati lagi saat melihat Tirta masih belum bisa diajak berkompromi."Jangan ... aku akan memberikannya kepadamu." Tirta yang kebingungan akhirnya mulai melepaskan celananya.Melati tentu senang melihatnya, tetapi dia tetap menghentikan. "Jangan buru-buru, ini pertama kali untukku. Kemaluanmu besar sekali. Aku pasti kesakitan kalau dimasukkan begitu saja. Nanti Kak Ayu mendengar suaraku.""Begini saja, mertuaku lagi pergi 2 hari ini. Malam ini, kamu datang ke rumahku
"A ... apa-apaan itu? Cepat singkirkan ...." Mata Nabila tiba-tiba berkaca-kaca. Di luar dugaannya, Tirta sudah sembuh. Nabila tentu panik."Kenapa kamu nggak bertingkah sombong lagi? Coba saja kamu mengejekku lagi. Cepat lepaskan rokmu. Kita lihat, aku bisa menidurimu atau nggak." Tirta menyeringai, mencoba untuk memasang ekspresi garang.Tirta tidak berniat untuk menodai Nabila. Dia sudah merasa puas jika wanita ini ketakutan sampai menangis. Tubuh Nabila benar-benar wangi, apalagi Tirta sedang memeluknya, rasanya benar-benar nyaman. Ketika melihat Nabila menangis, Tirta justru merasa senang."Aku ... huhu .... Tirta, kamu memang berengsek. Cepat lepaskan. Kalau kamu berani menyentuhku, aku akan ...." Nabila hendak mengancam."Kamu bisa apa?" tanya Tirta seperti orang yang sedang mengancam. Sesudah itu, dia mengangkat tangan dan menepuk bokong Nabila.Plak! Suara yang sungguh nyaring. Nabila pun menangis sesenggukan sembari memukul dada Tirta. "Huhuhuhu ... aku sudah kotor ... aku ng
Namun, Tirta segera menggeleng dan tersenyum mengejek diri sendiri. Nabila baru saja berkata, jangan mencarinya kalau tidak ada urusan penting. Wanita ini hanya membantunya karena merasa kasihan, bukan karena menyukainya.Malam hari, Melati masih menunggu Tirta, tetapi Tirta sudah kehilangan minatnya. Prioritas utama untuk sekarang adalah mendapatkan sertifikat medis dan mempertahankan kliniknya.Masalahnya, banyak tulisan yang tidak Tirta pahami di buku medis. Meskipun Nabila membantunya membujuk Agus, apakah Tirta bisa mendapatkan sertifikat medis dengan ilmunya itu?Tirta yang merasa gusar akhirnya kembali ke klinik. Ayu yang mendengar suara pun berjalan ke luar dan bertanya, "Tirta, kamu sudah kembali?""Ya, Bi. Ayo, kita pulang untuk makan," sahut Tirta.Tiba-tiba, seorang pria paruh baya berjanggut dan bergigi kuning menghampiri Tirta dan berucap, "Tirta, jangan buru-buru. Aku ingin mengobrol denganmu."Pria ini bernama Raden, dia sangat terkenal di Desa Persik. Lima tahun lalu,
"Nggak, aku nggak melihatnya ...." Tirta buru-buru mengklarifikasi bahwa dirinya tidak melakukan apa pun."Cih! Tirta, kamu nggak pernah melihat wanita, ya? Kenapa otakmu penuh dengan hal-hal kotor sih? Memalukan sekali!" hardik Nabila."Aku ... aku nggak memikirkan apa pun kok!" bantah Tirta."Hantu pun nggak percaya!" bentak Nabila sambil memelotot dengan waspada.Tirta merasa getir. Dia baru teringat bahwa dirinya menjadi begitu sensitif dengan wanita sejak memakan ular putih itu. Dengan situasi seperti ini, mana mungkin Nabila bersedia mengajarinya lagi! Dilihat dari penampilan Nabila, wanita ini jelas-jelas ingin kabur."Nabila datang, ya? Kenapa aku mendengar suaranya?" Ketika Tirta sibuk memikirkan cara untuk menahan Nabila, tiba-tiba terlihat Ayu berjalan ke luar dengan meraba-raba karena matanya buta."Oh, ya, Bi. Dia datang untuk mengajariku. Aku ingin berterima kasih padanya," sahut Tirta sembari menoleh. Berhubung ada yang lebih senior di sini, Tirta buru-buru menyatakan tu
"Kenapa ingatanmu tiba-tiba menjadi bagus sekali?" tanya Nabila dengan ekspresi tidak percaya. Tirta yang awalnya terlihat bodoh justru berhasil menguasai 500 kata dalam satu jam. Bagaimana mungkin Nabila tidak terkejut dengan pencapaian ini?"Aku memang terlahir genius," sahut Tirta dengan ekspresi angkuh. Jika terus seperti ini, bukankah berarti dia bisa menghafal 3.000 kata dalam beberapa hari ini? Itu artinya, Nabila mungkin menjadi pacarnya? Wanita ini bukan hanya cantik, tetapi juga seksi. Pasti nyaman kalau dipeluk saat tidur! Begitu memikirkan ini, ekspresi Tirta tampak berseri-seri."Hehe!" Tirta terkekeh-kekeh. Melihat ini, Nabila pun mengernyit sambil berkata, "Cih, senyumanmu cabul sekali. Pasti mulai memikirkan hal-hal kotor!""Bukan urusanmu," balas Tirta dengan santai. Kemudian, dia menambahkan, "Cepat ajari aku lagi. Mungkin saja aku berhasil menguasai 3.000 kata malam ini, lalu kamu akan menjadi pacarku!""Jangan berangan-angan secepat itu. Tapi, sekarang sudah malam s
Tirta tetap menunjukkan ekspresi tenang dan santai ketika berucap, "Lagian kalau kamu tetap di luar, aku juga nggak bisa mengobatimu. Lebih baik kita masuk bareng.""Itu memang harimau, aku nggak mungkin salah lihat ...." Nia bersikeras dengan pendapatnya. Namun, dia tahu bahwa menerima perawatan Tirta di luar bukanlah pilihan. Jadi meskipun dengan hati berat, dia mengikuti Tirta dan Melati masuk ke dalam klinik.Ketika mereka masuk, Ayu keluar dari dapur karena mendengar suara mereka. Dia bertanya, "Tirta, mana bajumu? Wanita ini sudah aku suruh masuk dari tadi, tapi dia tetap nggak mau. Dia datang untuk mengobati penyakit apa sih? Apa Bibi perlu membantumu nanti?"Mendengar ucapan Ayu, wajah Nia langsung memerah. Jelas sekali dia tidak ingin orang lain tahu bahwa dia mencari Tirta untuk mengobati dadanya."Bajunya kotor, jadi aku buang. Nia cuma ada masalah kecil kok. Nggak perlu bantuan, Bibi. Aku bisa menyelesaikannya sendiri," jawab Tirta sambil menggeleng. Pria itu bisa memahami
Setelah berpikir sejenak, Melati membalas, "Aku juga nggak tahu di mana Bu Yanti tinggal .... Di gunung ini nggak ada sinyal. Gimana kalau nanti setelah kita turun gunung, aku telepon Arum? Dia pasti tahu di mana Bu Yanti tinggal.""Ya sudah, kita langsung turun gunung sekarang saja. Jangan pikirkan dua harimau itu lagi, seharusnya nggak akan ada masalah," jawab Tirta sambil menempatkan Yanti di kursi belakang mobil. Melati pun membantu menjaga Yanti selama perjalanan.Setelah mobil turun gunung dan mendapatkan sinyal, Melati segera menghubungi Arum melalui telepon. Suara Arum segera terdengar."Apa? Bu Yanti mau lapor ke polisi biar dua harimau itu ditangkap?""Biarkan saja kalau sudah lupa. Bu Yanti tinggal di ujung barat desa, di rumah yang ....""Oh ya, di klinik datang seorang wanita muda. Katanya, dia mau cari Tirta untuk berobat. Kak Melati, tolong sampaikan ke Tirta ya ...."Setelah mendapatkan alamat rumah Yanti dari Arum, Tirta langsung mengarahkan mobil menuju rumah tersebut
"Tirta, apa lukaku sudah bisa dibalut sekarang?" tanya Yanti. Dia akhirnya menyadari bahwa sikapnya tadi kurang wajar. Matanya menghindar, bahkan tak berani menatap Tirta secara langsung.Tirta menjawab, "Bisa, Bu Yanti. Lagian, bajumu sudah rusak dan nggak bisa dipakai lagi. Lebih baik dilepaskan saja. Aku akan cuci bajumu ini, lalu pakai kainnya untuk membalut lukamu.""Setelah selesai, kamu bisa pakai bajuku untuk sementara kalau nggak keberatan," ujar Tirta sambil mencuci tangannya di aliran sungai kecil."Oke, terserah kamu. Lagian, bajuku memang sudah nggak bisa dipakai lagi," jawab Yanti sambil mengangguk pelan. Dia berusaha mengatasi rasa malunya dan perlahan melepaskan pakaian tipis yang dikenakannya.Meski berat badan Yanti sekitar 55 kilogram, pinggangnya tetap terlihat ramping dan memberikan kontras tajam dengan bagian atas tubuhnya yang montok.Bahkan Tirta yang sudah terbiasa menghadapi berbagai situasi, tak kuasa meliriknya sejenak sebelum akhirnya tersadar kembali.Sete
"Uhuk, uhuk. Nggak usah begitu gugup, Bu. Mungkin agak perih waktu dioleskan obat nanti. Kamu harus tahan ya," ucap Tirta untuk menenangkan Yanti. Ketika memeriksa luka itu, Tirta tak kuasa merasa takjub dengan ukuran payudara Yanti. Besar sekali!"Tirta, gimana kalau aku oles sendiri? Kalau kamu yang oles, aku ... aku malu ...." Suara Yanti terdengar lirih. Dia masih tidak berani membuka matanya. Wajah dan lehernya sampai memerah."Boleh saja. Tapi, kamu nggak bisa membalut lukamu sendiri. Aku tetap harus membantumu. Sebaiknya serahkan saja kepadaku. Kalau cepat beres, kita juga cepat turun. Langit sudah mau gelap lho," sahut Tirta sambil membersihkan tanaman obat dengan air sungai."Ya sudah, kamu saja yang bantu aku." Yanti mengiakan. Lagi pula, Tirta sudah pernah melihatnya. Jika terus menolak, dia hanya akan terkesan terlalu manja. Makanya, Yanti akhirnya membulatkan tekadnya.Setelah membersihkan tanaman obat, Tirta mencari dua buah batu bulat yang agak bersih. Setelah mencucinya
"Hais, memang nggak bagus kalau ada yang tahu. Pokoknya, aku nggak bakal beri tahu siapa pun tentang masalah hari ini," balas Tirta sambil melangkah dengan stabil. Dia bisa merasakan payudara besar di punggungnya.Setelah mendengarnya, Yanti pun mengiakan dan tidak merespons lagi. Dia tidak pernah bersentuhan dengan pria. Kini, Tirta malah menopang bokongnya dan bajunya rusak. Hal ini tentu membuat perasaannya campur aduk dan tak kuasa berpikir sembarangan.'Waktu itu, dia nggak sengaja menyemprotku. Kali ini, dia malah melihat dadaku. Jangan-jangan ... semua ini adalah takdir?'Tirta tentu tidak tahu apa-apa tentang pemikirkan Yanti ini. Sambil menggendong Yanti, dia terus mencari tanaman obat yang bisa digunakan untuk menghilangkan bekas luka.Sekitar tujuh atau delapan menit kemudian, mereka tiba di depan air terjun itu. Di bawahnya adalah air bersih.Tirta berjongkok untuk menurunkan Yanti, lalu berujar, "Bu, kamu bersihkan diri dulu di sini. Tadi aku melihat tanaman obat yang bisa
"Bakal berbekas kalau infeksi? Serius? Jangan-jangan kamu cuma mau ambil keuntungan dariku? Kamu bicara begitu untuk menakutiku, 'kan?" tanya Yanti yang masih belum berbalik. Namun, dia merasa yang dikatakan Tirta masuk akal.Yanti terluka dan pakaiannya rusak. Dia pasti tidak bisa mengejar harimau lagi untuk sekarang. Dia terpaksa mengesampingkan masalah ini dulu."Kalau aku ingin ambil untung darimu, ngapain aku repot-repot ngarang kebohongan? Di sini nggak ada siapa-siapa. Aku bisa langsung menidurimu kalau memang mau!" sahut Tirta dengan pasrah."Terserah kamu saja. Pokoknya aku sudah mengingatkanmu. Mau diobati atau nggak, terserah kamu," lanjut Tirta."Kamu benaran bukan ingin ambil untung, 'kan? Kalau begitu, kamu mau gimana? Aku bakal turuti ucapanmu." Setelah ragu-ragu sejenak, Yanti akhirnya membuat keputusan. Payudara wanita sangat penting, hampir sama dengan kemaluan pria. Dia tentu tidak ingin payudaranya berbekas."Kita cari sungai yang bersih dulu untuk bersihkan lukamu.
"Tirta, aku perlu ikut nggak?" tanya Melati dengan agak panik."Nggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Nanti aku bawa Bu Yanti balik. Kamu tenang saja," sahut Tirta sambil mengeluarkan jarum perak di sakunya dan menunjukkannya kepada Melati."Kamu ingin membuat Bu Yanti lupa kejadian hari ini ya? Ya sudah, kamu kejar dia. Aku nggak bakal ikut supaya kamu nggak repot." Melati memahami maksud Tirta. Dia pun hanya menunggu di mobil.Tirta turun dari mobil, lalu berteriak kepada Yanti yang berlari di depan, "Bu Yanti, tunggu aku! Aku salah makan siang ini. Perutku terus mulas. Aku jadi nggak kuat lari. Jangan terlalu cepat, aku nggak bisa menyusulmu!""Kamu masih begitu muda. Seharusnya tubuhmu kuat. Kenapa malah lemas sekali? Cepat sedikit! Aku nggak lihat harimaunya lagi!" Yanti sama sekali tidak berhenti dan terus berlari. Payudaranya yang besar itu pun terus berguncang dibuatnya."Hais ...." Tirta menghela napas dengan tidak berdaya. Ketika dia memutuskan untuk tidak berpura-pura lagi dan
"Bu Yanti, kedua harimau itu nggak melukai siapa pun. Untuk apa kamu lapor polisi?"Begitu mendengarnya, Tirta menghentikan mobilnya. Kemudian, dia turun, tetapi tidak berniat membawa Yanti mencari harimau.Sepertinya, Yanti melihat kedua harimau itu waktu mereka kabur. Makanya, dia mengejar kedua harimau itu bersama Melati."Harimau sangat ganas. Mereka bisa memangsa orang. Aku melihat mereka di desa tadi! Mereka pasti mencari mangsa di bawah gunung karena nggak ada yang bisa dimakan di pegunungan!""Aku tentu harus lapor polisi supaya mereka menangkap kedua harimau itu. Kemudian, mereka akan dibawa ke pusat perlindungan satwa! Kalau ditunda, takutnya akan ada yang terluka!" jelas Yanti dengan ekspresi cemas dan napas terengah-engah.Bisa dilihat bahwa kepala desa ini sangat baik hati. Namun, dia tidak tahu bahwa kedua harimau itu adalah milik Tirta. Mereka ditugaskan untuk menjaga rumah."Kamu berpikir terlalu jauh. Mungkin mereka cuma mau jalan-jalan. Kalau tujuan mereka adalah mema
"Kak! Ka ... kamu ini ya! Karena kamu yang mulai duluan, aku nggak bakal sungkan-sungkan lagi! Waktu Tirta mengantarmu pulang hari itu, aku melihat bulu keriting di mulutmu! Cepat jujur, apa itu .... Ah!"Naura sungguh kewalahan karena ditindas Aiko. Tanpa sempat berpikir lagi, dia langsung mengungkapkan apa yang dilihatnya hari itu.Begitu mendengarnya, wajah Aiko sontak memerah. Dia buru-buru menutup mulutnya dan berteriak nyaring, "Ah! Nggak mungkin! Kamu pasti salah lihat! Kalau kamu berani bicara sembarangan, aku bakal menyiksamu mati-matian!"....Mobil akhirnya berhenti di depan klinik. Setelah turun dari mobil, Tirta membuka bagasi dan menurunkan barang belanjaan mereka. Kemudian, dia dan Arum sama-sama memasuki klinik.Sebelum Tirta meletakkan barang-barangnya, Ayu menghampiri dan berkata dengan cemas, "Tirta, Arum, akhirnya kalian pulang! Dua ekor harimau besar kabur saat Melati membuka pintu untuk mengambil barang!""Melati sedang mencari mereka! Taruh saja barang-barang kal