"Tirta sudah jelasin semuanya kepadaku. Aku nggak marah lagi. Kalau nggak, aku nggak bakal ikut dia pulang.""Oh .... Kalau begitu, ayo masuk. Kalian sudah makan belum?" Melati melirik Tirta. Saat melihat Tirta mengangguk, dia baru merasa lega dan bertanya dengan penuh perhatian, "Aku masak untuk kalian ya?""Ya. Kalau kalian belum makan, aku dan Melati bisa masak untuk kalian," ucap Ayu yang juga merasa lega."Nggak usah repot-repot. Aku sudah capek. Aku mau tidur saja. Aku juga nggak lapar kok." Ekspresi Susanti tampak kelelahan. Kemudian, dia berbalik dan bertanya kepada Tirta, "Malam ini aku tidur di mana?""Hm .... Sepertinya kamu tidur sama Kak Arum saja. Ranjangnya baru dan lebih besar. Jadi, lebih nyaman dari ranjang lama," timpal Tirta setelah berpikir sejenak dan melirik sekeliling.Susanti mengangguk dan bertanya lagi, "Gimana denganmu? Kamu tidur di mana?""Aku bisa tidur di mobil kok. Aku sering tidur begitu. Kalau nggak, besok aku ke kota beli ranjang baru," sahut Tirta d
"Ada apa, Tirta? Kamu kenal kepala desa baru kita?""Kenapa reaksimu berlebihan sekali?"Ayu dan Melati bertanya dengan penasaran."Eee ... nggak kenal. Tapi, kami pernah bertemu. Aku ke kamar sebentar. Kalian nggak usah hiraukan aku." Usai berbicara, Tirta langsung melarikan diri ke kamar dan menutup pintu.Ternyata, kepala desa baru itu adalah wanita berdada besar yang tidak sengaja disembur oleh Tirta kemarin, Yanti!Jika tidak, Tirta tidak akan bersembunyi seperti ini. Ini sungguh di luar dugaannya. Bagaimana bisa wanita itu dipindahkan ke Desa Persik untuk jadi kepala desa?Kelak, mereka pasti akan sering bertemu. Bukankah situasi ini sangat mencanggungkan? Bagaimana jika Yanti menceritakan masalah itu kepada Ayu dan lainnya? Bagaimana dia harus menjelaskan? Begitu memikirkannya, Tirta merasa sangat pusing."Aum ...." Di dalam sana, lima ekor harimau mengelilingi Tirta, seolah-olah bertanya kenapa Tirta terlihat panik?"Sstt, diam ...." Tirta meletakkan jarinya di depan mulut, men
"Eh? Dia wakil kepala kepolisian? Dia masih sangat muda." Yanti melirik Susanti lagi setelah mendengar penjelasan itu. Makin dilihat makin familier.Tiba-tiba, ekspresinya berubah drastis. "Oh! Bukannya dia polwan yang kemarin sama bocah itu?"'Sial! Kenapa aku malah lupa sama Susanti?' Tirta yang menguping di kamar sontak merasa bersalah."Bocah? Maksudmu Tirta?" tanya Arum saat melihat Yanti begitu terkejut. Lagi pula, kemarin Tirta terus bersama Susanti."Tirta .... Benar! Namanya Tirta. Arum, kamu kenal dia?" Yanti sontak terbelalak. Napasnya menjadi cepat. Payudaranya sampai berguncang."Kenal. Ini klinik Tirta. Oh ya, ini bibi Tirta, ini kakak ipar Tirta. Kalau polwan itu, dia pacar Tirta. Aku kokinya." Arum memperkenalkan satu per satu."Apa? Klinik ini punya Tirta? Benar juga, aku baru ingat dia bilang dia bisa pengobatan tradisional." Wajah Yanti tiba-tiba memerah."Terus, di mana dia sekarang? Hais, sudahlah. Arum, nanti kamu yang catat informasi pribadinya ya. Aku masih ada
"Ini ... bukan salahku. Ini gara-gara Kak Arum suruh aku menghabiskan sebaskom besar sup ikan!" Tirta terpaksa menjelaskan karena ketiga wanita ini mendesaknya."Setelah membereskan kasus Dhio, aku pinjam toilet rumahnya karena nggak tahan lagi. Aku nggak lihat Bu Yanti di dalam dan langsung pipis. Tapi, aku benaran nggak sengaja.""Pantas saja, Bu Yanti langsung kabur waktu mendengar namamu." Ketiga wanita itu akhirnya memahami apa yang terjadi. Ketika membayangkannya, mereka merasa sangat canggung."Dasar kamu ini. Biasanya matamu sangat jeli. Kenapa malah melakukan hal sekonyol ini? Cukup kita yang tahu masalah ini. Kalau nggak, nanti Bu Yanti malu!" Mereka yakin Tirta tidak serendahan itu. Hanya saja, ketika memikirkan Tirta melihat tubuh Yanti dan Yanti melihat kemaluan Tirta, hati mereka menjadi tidak nyaman."Uhuk, uhuk. Aku pasti nggak bakal beri tahu siapa pun soal ini. Kalau kalian nggak tanya, aku juga nggak bakal kasih tahu," ujar Tirta dengan tidak berdaya sambil mengangg
Kemudian, Arum berkata, "Ehem. Bi Ayu, Kak Melati, aku pergi mandi dulu. Terus, aku mau tidur.""Oke.""Kamu tidur sama Bu Susanti dulu ya. Setelah vila siap, kami buatkan kamar besar untukmu."Setelah menanggapi ucapan Arum, Ayu dan Melati pun masuk ke kamar untuk beristirahat.Setelah berdiskusi sejenak, mereka memutuskan untuk tidak meminta maaf kepada Yanti tentang masalah itu dan bersikap seolah-olah tidak tahu apa pun. Dengan begini, situasi tidak akan canggung saat mereka bertemu.....Selesai mandi, Arum mengelap tubuhnya dan membalut tubuhnya dengan handuk. Kemudian, dia berbaring di samping Susanti dengan perlahan.Hari ini, Arum sangat lelah karena mengikuti Yanti. Tidak berselang lama, dia pun tertidur. Namun, tengah malam, Arum membalikkan tubuhnya karena merasa tidak nyaman.Tiba-tiba, kakinya menimpa tubuh Susanti, lebih tepatnya di tulang kemaluan Susanti. Susanti pun mengernyit dan menjerit, "Aduh!"Keduanya sama-sama terbangun. Arum buru-buru menyingkirkan kakinya dan
"Kalau begitu, kenapa awalnya sakit? Kenapa pelan-pelan jadi enak?" Setelah termangu sesaat, Arum menggigit bibirnya dan bertanya.Faktanya, Arum sedang berpikir, apakah berhubungan badan terasa lebih nyaman dari pijatan Tirta?"A ... aku juga nggak tahu. Kamu harus merasakannya sendiri supaya tahu. Sudah dulu ya, besok aku masih harus kerja. Aku tidur dulu. Kamu juga tidur lagi." Susanti sungguh kehabisan kata-kata saat melihat Arum yang begitu penasaran. Kemudian, dia tidak menjawab pertanyaan Arum lagi tidak peduli bagaimana Arum mendesaknya.'Seperti ada mekanisme baru yang aktif ... seluruh tubuh seperti terbang ... Tirta sangat jago ... Ingin terus bersatu dengan Tirta ... harus merasakannya sendiri ....' Dengan begitu, Arum tidak bisa tidur. Kata-kata ini terus terngiang di benaknya.Makin dipikirkan, tubuhnya terasa makin panas, seolah-olah ada api yang membakar dirinya. Dia seperti harus melakukan sesuatu untuk memadamkan api itu. Tiba-tiba, sebuah pemikiran yang berani muncul
Jadi, bisa dibilang mereka adalah keluarga. Ayu dan Melati tidak mungkin mengabaikannya begitu saja."Tenang saja. Selama ada Tirta, semua bakal baik-baik saja. Dia pasti melindungiku," sahut Susanti dengan wajah memerah. Dia tahu mereka sudah tahu dirinya berhubungan badan dengan Tirta."Benar juga. Kalau begitu, cepat pulang setelah semuanya beres ya. Kalian pasti capek karena sibuk dua hari ini," pesan Ayu sambil mengangguk."Oke, kami pasti cepat pulang kalau sudah selesai." Usai mengatakan itu, Tirta menaiki mobil polisi bersama Susanti. Karena Susanti belum pulih sepenuhnya, Tirta yang berkemudi.....Setengah jam kemudian, mereka tiba di depan rumah sakit. Meskipun terlihat agak kumuh, ini satu-satunya rumah sakit umum di sini.Sejak klinik kecil tanpa izin operasional itu ditutup, penduduk di sekitar selalu datang kemari untuk berobat. Mereka tidak berani pergi ke rumah sakit kota besar karena mahal. Makanya, banyak orang yang tertipu."Susanti, kalau kita langsung masuk untuk
Tirta merasa tidak nyaman mendengar nada bicaranya yang begitu menyudutkan. Memangnya orang miskin bukan manusia? Memangnya orang miskin hanya bisa menunggu ajal kalau sakit? Bagaimana bisa biaya pendaftaran semahal itu? Tidak masuk akal sekali!Jelas, rumah sakit ini tak tertolong lagi. Tirta harus mengambil tindakan untuk membereskan semuanya!"Nggak mengobati orang miskin ya? Kak, dari sudut pandang mana kamu merasa aku miskin? Asal kamu tahu, aku punya ratusan kerbau. Aku nggak kekurangan uang. Aku cuma nggak yakin dengan dokter di sini. Kalau dokternya nggak tahu apa penyakitku, bukankah uangku bakal sia-sia?"Sebelum datang ke rumah sakit, Tirta sempat singgah ke bank untuk menarik uang sebesar puluhan juta. Saat ini, Tirta pun meletakkan uangnya di atas konter dan bersikap seolah-olah dirinya adalah anak juragan sapi yang bodoh."Apa? Kamu punya ratusan ekor sapi? Ya ampun, dokter kami sudah yang terhebat di dunia. Kamu nggak salah pilih tempat. Begini saja, aku atur supaya dire
Tirta berkata dengan serius, "Sebenarnya kamu juga kekasihku. Aku nggak mungkin membiarkanmu menderita."Mendengar perkataan Tirta, Selina menanggapi dengan senang, "Benaran? Tirta, aku sangat senang kamu bisa bilang begitu. Aku sama sekali nggak menyesal masuk ke gua bawah tanah bersamamu waktu itu."Selina menambahkan, "Sekarang aku masih muda. Aku ingin bekerja di tim reserse beberapa tahun lagi. Kalau ke depannya aku merasa lelah, aku akan mencarimu. Aku jamin aku nggak akan berhubungan intim dengan pria lain selain kamu seumur hidupku."Kemudian, keduanya mengobrol sejenak sebelum mengakhiri panggilan telepon. Tirta tidak mengantuk. Dia menenangkan dirinya, lalu mulai meneliti Mantra Evolusi Semesta semalaman.Hanya saja, Tirta tidak bisa tenang karena Susanti belum bangun. Alhasil, dia baru mengingat sebagian kecil mantra saat subuh. Tirta masih membutuhkan usaha yang lebih keras untuk mengingat semua Mantra Evolusi Semesta.Belasan menit berlalu, Idris dan Rasmi yang berusaha me
Mendengar perkataan Marila, Tirta langsung menelan ludah dan membalas, "Ha? Bu Marila ... mana mungkin kamu bantu aku untuk masalah begini? Sudahlah, aku cuma perlu tahan sebentar."Tirta memang ingin melakukan hal itu, bahkan sekarang dia sangat tersiksa. Namun, Tirta tidak boleh meniduri Marila. Kalau tidak, ke depannya dia akan merasa malu bertemu dengan Saba.Marila menanggapi, "Pak Tirta ... kamu salah paham. Maksudku ... kalau aku bantu kamu keluarkan, apa kamu bisa merasa lebih nyaman? Aku sudah merasa sangat nyaman. Aku bisa memahami perasaan tersiksa seperti itu, tubuh terasa panas sehingga membuat kita gelisah."Marila menambahkan, "Pak Tirta sudah bantu aku memperbesar payudara, tapi nggak meminta imbalan. Aku juga ingin melakukan sesuatu untukmu. Yang penting Pak Tirta nggak menganggapku wanita liar ...."Marila yang perhatian memikirkan kepentingan Tirta. Saat bicara, dia memasukkan tangannya ke dalam baju Tirta, lalu meluncur ke dalam celananya."Tentu saja ... aku nggak
Melihat ekspresi Marila yang penuh penantian, Tirta yang genit tentu tidak bisa menolak permintaannya. Selain payudara Marila yang kecil, sebenarnya dia adalah wanita yang sempurna. Tentu saja, Tirta tidak keberatan bermesraan dengan Marila. Lagi pula, Marila sendiri yang memintanya. Jadi, Tirta sama sekali tidak merasa bersalah. Setelah memikirkan hal ini, hasrat Tirta membara.Tirta berkata, "Bu Marila, aku bisa bantu kamu. Tapi, cuma kita berdua yang tahu hal ini. Kamu nggak boleh beri tahu orang lain."Saat bicara, Tirta melakukan akupunktur pada payudara kiri Marila terlebih dahulu. Marila mengeluarkan suara yang bergetar, lalu Tirta membungkuk ...."Iya ... Pak Tirta ... tenang saja. Aku pasti ... nggak akan beri tahu siapa pun," ucap Marila. Suaranya menjadi aneh. Tubuh hingga jari kakinya menegang.Marila disiksa oleh Tirta, tetapi dia tampak sangat menikmatinya. Ini baru permulaan. Dalam waktu kurang dari 1 menit, kedua kaki Marila gemetaran.Kemudian, Marila yang malu beruca
Ekspresi Marila terlihat gugup dan malu karena hendak dia meminta Tirta memperbesar payudaranya. Marila berujar, "Pak Tirta, aku sudah beli bahan obat-obatan dan 2 bungkus jarum. Apa sekarang kamu ada waktu memperbesar payudaraku?"Tirta mengangguk. Dia teringat pengalaman memperbesar payudara Shinta sebelumnya, jadi dia mengingatkan, "Tentu saja sekarang aku ada waktu. Bu Marila, tapi sebelum memperbesar payudara, aku sarankan kamu siapkan 2 pakaian dalam dan celana bersih dulu.""Ha? Kenapa? Oke, aku siapkan dulu," sahut Marila. Dia sedikit penasaran, tetapi pengalaman terakhir kali membuatnya bisa menebak sesuatu. Dia keluar dari kamar setelah menyerahkan bahan obat-obatan dan jarum kepada Tirta."Susanti, aku nggak mengambil keuntungan dari wanita lain. Aku cuma membantunya, kamu nggak boleh marah padaku," kata Tirta. Dia melihat Susanti yang sedang tertidur, lalu mencium dahinya yang mulus dengan lembut.Kemudian, Tirta keluar dari kamar untuk memasak obat. Sementara itu, Marila t
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,