Mendengar ucapan Tirta, wajah Bella langsung memerah dan menyangkal, "Jangan bicara sembarangan, mana mungkin aku lupa?"Tirta berkata, "Kamu nggak mau tidur lagi denganku, bukankah itu berarti mau lupakan jasaku? Apa aku salah bicara?"Bella tidak bisa menyangkal bahwa tindakannya saat ini memang tidak jauh berbeda dari apa yang dikatakan Tirta. Bagaimanapun, waktu itu dia sendiri yang memohon agar Tirta memeluknya saat tidur."Tirta, bukannya aku nggak mau tidur sama kamu. Tapi lihatlah keadaanmu sekarang ... kamu buat aku kesakitan, gimana aku berani tidur sama kamu? Gimana kalau kamu kasar padaku nanti?"Ayu menjelaskan dengan perasaan bersalah. Saat berbicara, matanya menghindar ke arah lain, sementara hatinya berdegup kencang tak menentu.Tirta berdeham sejenak, lalu berkata dengan merasa bersalah, "Ah, kamu takut sama kemaluanku ini ya? Itu karena Nona Bella terlalu cantik. Kalau berhadapan sama wanita jelek, bendaku ini nggak akan bereaksi.""Aku berani jamin, aku cuma ingin ti
Untungnya, hal yang dikhawatirkan Bella tidak terjadi. Pada saat bersamaan, rasa hangat dan nyaman yang tidak asing menyelimuti seluruh tubuhnya dan membuat Bella tanpa sadar menurunkan kewaspadaannya.Dia menghela napas lega. Namun tiba-tiba, ekspresi Bella berubah. Dia merasa Tirta melepaskannya. Dari sudut matanya, dia melihat Tirta sedang melepas pakaiannya.Secara refleks, Bella melindungi bagian tubuhnya yang penting dan bertanya, "Tir ... Tirta, kenapa kamu lepas pakaian?""Nona Bella, jangan panik. Aku sudah terbiasa tidur telanjang, rasanya lebih nyaman. Kamu nggak keberatan, 'kan?" Tirta melepas semua pakaiannya dengan cepat, lalu tersenyum dengan polos."Nggak ... nggak apa-apa, ayo cepat tidur," jawab Bella dengan wajah memerah. Dia tak mungkin memaksa Tirta untuk mengubah kebiasaannya. Oleh karena itu, dia hanya membalikkan tubuhnya dan berbaring menyamping dengan tersipu.Lantaran merasa gugup, Bella lupa bahwa Tirta tidak pernah tidur telanjang saat di dalam gua. Bella h
Setelah menikmati sarapan yang menyenangkan bersama Bella, mereka menuju ke area luar di depan sebuah tambang giok dengan ditemani oleh staf. Saat itu, sekitar 100 orang sudah berkumpul di sana sambil menunggu dengan sabar."Bu Bella, Pak Tirta, ini adalah batu giok mentah yang ditambang pagi ini," kata seorang mandor yang segera berdiri menyambut mereka sembari menunjuk ke tumpukan batu di depan tambang.Batu giok mentah itu bervariasi ukurannya, ada yang sebesar telapak tangan, dan ada pula yang setinggi manusia. Sekilas, terlihat ada puluhan batu giok yang sudah terkumpul."Bagus, kalian sudah bekerja keras menambang sebanyak ini sepanjang pagi," kata Bella dengan wajah yang terlihat senang. "Setelah proyek ini selesai, setiap orang akan mendapatkan gaji dua kali lipat dari yang seharusnya."Melihat begitu banyak batu giok mentah pada hari pertama saja, Bella optimis bahwa akan ada lebih banyak lagi batu yang ditemukan di hari-hari berikutnya.Setelah menyampaikan terima kasih kepad
Melihat Tirta dan Bella bergandengan tangan menuju tumpukan batu giok tanpa menggubrisnya sama sekali, Resnu hampir kehilangan akal sehatnya. "Tirta, akan kubunuh kamu! Kalau kubunuh kamu, aku bisa merebut Bella kembali!"Dalam keadaan marah dan malu, Resnu tiba-tiba mengeluarkan sebuah pistol. Dia berteriak keras dan menarik pelatuknya!"Pak Tirta, hati-hati!" Pada saat Resnu mengeluarkan pistol, para pekerja dan mandor segera berteriak memperingatkan Tirta. Namun, semuanya sudah terlambat. Peluru telah telanjur ditembakkan."Tirta, awas!" Bella yang mendengar suara tembakan, langsung berbalik dengan ekspresi yang berubah drastis.Setelah terdengar suara tembakan, tubuh Tirta berhenti sejenak dan pakaian di punggungnya berlubang akibat terkena peluru."Hahaha, mati sana! Bukannya kamu merasa sudah hebat? Aku mau lihat seberapa hebatnya kamu!" Melihat Tirta tertembak, Resnu tampak sangat bersemangat. Pada saat bersamaan, dia berpikir bahwa memang sudah seharusnya dia membunuh Tirta sej
Tirta tidak ingin membunuh Resnu di hadapan begitu banyak orang. Yang terpenting lagi adalah, status Resnu sangat tinggi. Jika Tirta membunuhnya sekarang, pasti akan membuat Bella terkena masalah.Jika hanya Tirta seorang, tentu dia tidak akan mempertimbangkan hal ini. Namun, karena telah memutuskan untuk menerima Bella, Tirta terpaksa harus mempertimbangkan banyak hal dan akhirnya melepaskan Resnu kali ini."Nggak kusangka. Master Tirta masih muda saja sudah sehebat ini .... Apa dia pernah belajar bela diri ya? Kalau nggak, mana mungkin bisa hancurin pistol?""Menurutku, sepertinya dia belajar Teknik Zirah Emas. Padahal tadi dia jelas-jelas terkena peluru, tapi malah nggak luka sedikit pun!"Setelah Resnu dan bawahannya melarikan diri, para pekerja yang merasa terkejut baru mulai tersadar kembali. Mereka semua menebak-nebak apakah Tirta memiliki jurus untuk melindungi diri. Jika bukan karena ada Bella di sana, mereka pasti sudah mengerumuni Tirta."Tirta, kamu ... benaran nggak apa-ap
Melihat Bella begitu percaya diri, mandor yang bernama Adit ini lantas mengambil tiga potong batu yang berukuran lebih kecil untuk dipotong. Di satu sisi, dia penasaran dengan kepercayaan diri Bella. Di sisi lain, dia juga takut Bella akan ditipu orang."Adit, tunggu kami! Kami juga ikutan!" Beberapa pekerja lainnya berbondong-bondong mengikutinya. Hanya saja, beberapa saat setelah mereka pergi, ponsel Bella kembali berdering."Bella, ini Paman Dirga." Dirga menelepon Bella dengan suara yang kelelahan dan merasa bersalah."Paman, apa ada masalah yang mau diberitahukan padaku?" tanya Bella. Meski Dirga adalah seniornya, nada bicara Bella tetap terdengar tak acuh. Bagaimanapun, putranya telah mencoba untuk mencelakai Bell. Jadi, Bella juga tidak perlu bersikap segan pada Dirga."Bella, aku sudah tahu soal Pasha. Aku juga nggak nyangka anak itu bisa melakukan hal segila itu. Tujuanku meneleponmu adalah untuk minta maaf. Ke depannya, aku bakal didik Pasha dengan baik."Setelah ulah yang di
"Pasha ... punya ambisi itu hal bagus. Tapi, sifatmu terlalu agresif dan kejam. Kalaupun diberi kesempatan, kamu juga nggak akan bisa mempertahankannya. Justru karena melihat sifatmu ini, Kakek baru memutuskan untuk menyuruh Bella untuk mengambil alih tambang giok ini.""Karena semuanya sudah terjadi, Ayah juga nggak akan banyak bicara. Setelah kamu pulang nanti, Kakek memutuskan akan menyuruhmu bekerja dari tingkat yang paling dasar. Dalam waktu 10 tahun, kalau kamu bisa meraih prestasi yang memuaskan bagi Kakek, dia akan beri kamu kesempatan lagi," ujar Dirga."Ayah, aku nggak percaya Kakek akan sebaik itu. Apa kamu buat perjanjian sama dia?" tanya Pasha dengan alis berkerut.Bisnis Keluarga Purnomo sangat besar dan banyak sekali anggota di bawah mereka. Tentu saja, hukuman yang biasa diberikan juga sangat ketat dan disiplin. Pasha telah melakukan hal separah ini, dia tidak percaya hanya menerima hukuman seperti ini.Waktu 10 tahun memang terdengar lama. Namun, darah yang mengalir da
Saat Tirta baru saja hendak melanjutkan memeriksa giok, Adit dan beberapa pekerja lainnya telah kembali sambil membawa potongan giok dengan antusias."Bu Bella, benar-benar seperti yang kamu bilang. Ucapan Pak Tirta nggak salah! Beberapa batu giok yang ditambang ini isinya benar-benar seperti yang dikatakan Pak Tirta!"Mendengar hal itu, Tirta langsung menyadari bahwa kemampuannya lagi-lagi diragukan orang. Namun, dia tidak terlalu peduli. Kenyataan telah membuktikan kemampuannya."Kalau sudah tahu kehebatan Pak Tirta, kalian nggak mau minta maaf sama dia?" ucap Bella sambil bercanda."Tentu saja. Pak Tirta, aku benar-benar minta maaf. Aku yang nggak pandai menilai orang! Mohon terima permintaan maafku! Malam ini aku traktir Pak Tirta minum!" ujar Adit sambil terkekeh-kekeh."Cuma masalah kecil kok, nggak perlu sampai begitu. Aku juga nggak marah. Pak Adit cepat urus anggota untuk mulai penambangan lagi. Setelah selesai sibuk nanti, aku masih harus segera pulang," balas Tirta seraya te
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,
Selain itu, perasaan Selina campur aduk saat melihat Tirta. Melihat ekspresi mereka yang terkejut, Idris tertawa dan bertanya, "Apa Pak Tirta nggak pernah beri tahu kalian?"Idris membatin, 'Pak Tirta sangat hebat. Biarpun nggak ada Pak Saba, Pak Tirta bisa mendekati petinggi negara yang lain asalkan dia mau.'Sayangnya, Idris sudah berjanji kepada Tirta tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Kalau tidak, Idris akan menjadi pelindung Tirta dan memamerkan kehebatannya.Yuli masih merasa antusias. Bahkan, dia sangat bangga hingga memandangi Tirta seraya tersenyum lebar dan menjawab, "Nggak. Pak Tirta, kenapa kamu nggak beri tahu kami hal sepenting ini?"Sekarang Tirta terpaksa harus mengakuinya. Dia berdeham, lalu menanggapi dengan ekspresi tenang, "Karena aku merasa hal seperti ini nggak perlu diumbar. Aku juga nggak ingin memanfaatkan status Pak Saba untuk bertindak semena-mena."Kenyataannya memang seperti itu. Tirta tidak pernah berinisiatif mengatakan dirinya adalah saudara Saba.Yu
Tirta tertawa licik, lalu membalas, 'Oke. Kak, aku akan pergi. Nanti malam jangan berpikiran untuk menghabisiku lagi.'Kemudian, Tirta keluar dengan perasaan gembira. Dia melihat Idris yang antusias sedang duduk tegak sambil mengobrol dengan Marila, Yuli, dan Selina.Begitu Tirta keluar, Idris langsung berhenti bicara. Dia berdiri, lalu menyambut Tirta, "Pak Tirta ...."Yuli juga menghampiri Tirta dan menimpali sembari tersenyum, "Pak Tirta, apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.""Ada apa? Tentu saja boleh," sahut Tirta.Yuli sangat senang melihat Tirta menyetujui permintaannya. Dia segera menarik Tirta kembali ke kamar. Namun, sebelum Yuli membawa Tirta masuk ke kamar, Anton yang keberatan menghentikan Yuli, "Aduh, berhenti! Yuli, kamu gila, ya? Kenapa kamu nggak langsung bertanya pada Pak Tirta di sini saja? Untuk apa kamu bawa dia ke kamar? Kamu kira ini rumahmu?"Anton berucap pada Tirta dengan ekspresi canggung, "Pak Tirta, begini. Ibunya Susanti ingin
Namun, bagian tubuh yang telah dipijat oleh Tirta terasa hangat dan nyaman, membuat Idris sangat rileks."Sudah beres. Pak Idris, masalahmu berasal dari kelelahan berkepanjangan ditambah dengan faktor bawaan, menyebabkan kondisi tubuhmu lebih lemah dari orang lain, makanya sulit menghasilkan sperma.""Dengan metode kedokteran barat, masalah seperti ini sangat sulit ditangani, bahkan sering kali tak terdeteksi.""Tapi di tanganku, ini bukan masalah besar. Kalau kondisi tubuh istrimu juga memungkinkan, aku jamin malam ini kamu bisa langsung tepat sasaran."Saat mengatakan itu, alis Tirta tiba-tiba berkerut. Dia baru teringat satu hal. Dia sudah berhubungan intim dengan begitu banyak wanita, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang hamil."Wah, terima kasih banyak, Pak Tirta! Kalau aku dan istriku benar-benar bisa punya anak, aku pasti akan undang kamu ke acara syukuran!"Idris yang tenggelam dalam euforia itu sama sekali tidak menyadari ekspresi aneh di wajah Tirta. Dia sangat bersyukur
"Pak Idris, kalau memang ada sesuatu, lebih baik berdiri dan bicarakan saja. Selama bukan hal yang melanggar nurani dan hukum, aku pasti akan bantu." Melihat keadaan itu, Tirta hanya bisa menghela napas dengan pasrah."Benarkah? Kamu benaran bersedia membantuku, tanpa mengungkit kesalahan masa lalu? Tapi, permintaanku ini .... Aku ingin kamu membantuku dan istriku agar bisa punya seorang anak.""Kami sudah menikah 20 tahun, sampai sekarang belum juga punya keturunan. Aku dan istriku sudah pergi ke rumah sakit di seluruh negeri, tapi nggak ada yang bisa menemukan penyebab pastinya ...."Idris akhirnya berdiri dari lantai, tetapi suaranya masih penuh emosi dan sedikit tidak percaya. Dia merasa Tirta yang seperti dewa hidup pasti sulit didekati dan tak mudah diajak bicara. Itu sebabnya, sikapnya terhadap Tirta sangat sungkan."Kenapa nggak? Pak Idris, kamu dan Bu Marila sudah susah payah membantuku mencari Susanti. Aku tentu harus membantumu semaksimal mungkin.""Lagi pula, sekalipun buka