Namun, kepercayaan diri Bella tidak kalah dari Irene sehingga membuatnya tampak bagaikan model saat mengenakan pakaian ini. Bukan hanya menampilkan pesona feminin yang khas, tetapi juga memancarkan aura kuat seorang pemimpin.Sikapnya tampak seolah-olah dia adalah seorang ratu yang menguasai dunia dan semua pria tunduk di bawah kendalinya. Terutama dengan lekukan tubuhnya yang sempurna dan potongan kerah baju yang menonjolkan dadanya yang halus, membuat siapa pun ingin merasakan keindahan tubuhnya.Rambut panjangnya yang bergelombang dipenuhi dengan aura dominan. Dipadukan dengan wajah cantik yang tak kalah dari Irene, penampilannya ini cukup untuk membangkitkan keinginan semua pria untuk menaklukkannya.Saat kedua wanita ini berdiri berdampingan, visual yang ditampilkan memang sangat memuaskan. Namun, Tirta malah berkata, "Nggak tahu. Tapi kalaupun tahu, aku tetap nggak ingin ikutan. Perutku lapar sekali sekarang. Sudah sibuk seharian, aku ingin pulang untuk makan."Sikap Tirta ini me
Dalam hatinya, Bella bertanya-tanya, seperti apa pria ini sebenarnya? Tirta bahkan membuatnya meragukan pandangannya terhadap seorang pria.....Namun bagaimanapun, akhirnya Tirta telah menyetujuinya. Di bawah tatapan semua orang, Bella membawa Tirta pergi sambil melenggang.Tak lama kemudian, kedua orang itu tiba di sebuah ruangan yang sangat mewah. Di udara bahkan tercium wewangian yang samar. Karpet wol yang mahal terhampar di atas lantai kayu yang mewah dan memberikan sensasi yang nyaman saat diinjak.Tubuh Tirta bahkan terasa tenggelam saat menduduki sofa yang sangat empuk di dalam ruangan. Cahaya matahari menerobos masuk melalui jendela yang tinggi dan elegan, menyinari piano impor yang jelas bernilai sangat mahal. Semua ini memberikan kesan seperti dalam istana bangsawan.Tirta tak kuasa berdecak kagum. Orang kaya memang pintar menikmati hidup. Hanya sebuah ruang tamu saja telah menghabiskan uang sebanyak ini.Seorang pelayan bergegas menyajikan teh. Tirta hanya meliriknya denga
Namun, dari penampilan Tirta, sepertinya kedua kemungkinan itu tidak benar. Bella sungguh tidak memahami isi pikiran Tirta. Apa mungkin status pria ini benar-benar tidak biasa? Bagaimanapun, orang biasa tidak mungkin bersikap seperti ini.Karena tidak berdaya, Bella terpaksa berbicara terus terang, "Kami telah melihat bakat dan kemampuanmu dalam memilih batu. Kamu sangat luar biasa. Kami ingin mengundangmu bergabung dengan Keluarga Purnomo. Asalkan kamu menyetujuinya, kami bisa memberimu berapa pun yang kamu mau atau mungkin kamu punya permintaan lain?"Tirta hanya menggeleng. Dia menolak dengan berkata, "Maaf sekali, memilih batu bukan pekerjaan utamaku. Aku cuma membantu teman. Lagi pula, pekerjaan ini sangat membosankan."Bella yakin Tirta memahami tawarannya. Namun, Tirta malah menolaknya selugas ini. Ini benar-benar di luar dugaan. Ini pertama kalinya Bella melihat orang seaneh Tirta.Jadi, Bella bertanya sekali lagi dengan sangat serius, "Pak Tirta, Kamu yakin nggak mau mempertim
Setelah menolak tawaran Bella, Tirta kembali ke lokasi ekspo dan berkumpul dengan Irene dan lainnya.Saat ini, tampak beberapa bos besar sedang berdiri di hadapan Afrian. Mereka menjual 3 batu giok Putro dan langsung mentransfer dana ke rekening Afrian. Afrian tidak mungkin mau rugi dalam berbisnis.Ketiga batu giok milik Putro diperkirakan bernilai 4 triliun. Afrian berhasil menjualnya dengan harga 4 triliun. Ditambah lagi Bella membeli batu yang dipilih oleh Tirta, Afrian pun untung 110 triliun.Hal ini tentu membuat Afrian sangat senang. Dia hampir lupa untuk mempertahankan citranya. Bagaimanapun, modal Afrian hanya 200 miliar. Namun, sekarang dia untung 110 triliun."Pak Afrian, lain kali kita harus bekerja sama.""Pak Afrian, kalau kamu punya waktu nanti, datang saja ke kelabku untuk minum dan ngobrol. Kamu pasti ingin bersenang-senang setelah untung besar. Kelabku untuk kalangan atas. Aku akan memberi gratis kepadamu dan keluargamu.""Pak Afrian, aku punya beberapa batu berkualit
“Di seluruh dunia, hanya Pak Tirta yang punya keahlian memilih batu sehebat ini. Sebagai pemimpin industri batu giok dalam negeri, Keluarga Purnomo nggak mungkin membiarkan orang sehebat ini berkeliaran di luar," jelas Afrian.Tirta tidak peduli dengan pernyataan semacam ini. Dia menyahut, "Ini cuma hobiku. Kalau Keluarga Purnomo bersikeras, biarkan saja mereka. Lagi pula, aku belum tentu bakal berpartisipasi dalam ekspo seperti ini lagi.""Baiklah kalau begitu." Afrian tidak membujuk Tirta lagi. Dia teringat pada pendapatannya kali ini. Setelah mengeluarkan sebuah kartu bank dari sakunya, Afrian hendak meletakkanya di tangan Tirta."Uang 4 triliun ini hasil jual batu Putro. Aku tahu nominal ini nggak bisa dibandingkan dengan bantuan besar yang kamu berikan. Keluarga Manggala akan selalu mengingat kebaikanmu ini. Tolong terima niat baik kami," ucap Afrian dengan tulus.Tirta tidak menerimanya, melainkan berkata, "Berikan saja dulu kepada Irene. Bisa dibilang kita adalah keluarga. Lagi
Afrian tentu mengerti bahwa Tirta malas meladeni sekelompok orang ini. Dia langsung berkata, "Irene, termani Pak Tirta istirahat. Kamu harus melayaninya dengan baik. Jangan sampai terjadi kesalahan apa pun."Dengan demikian, Afrian pun tetap berada di sini untuk mengobrol dengan para bos ini. Dia ingin memberi Tirta dan Irene ruang untuk berduaan."Hehe. Kalau begitu, kami pamit dulu," ucap Tirta sambil menunjukkan senyuman nakal. Tatapannya yang dipenuhi penantian membuat wajah Irene tersipu."Oke, Ayah." Irene mengiakan. Kemudian, dia mengemudikan mobil putihnya. Tirta juga mengemudikan mobilnya dan mengikuti Irene dari belakang.Tidak berselang lama, kedua mobil itu tiba di sebuah kediaman mewah. Tempat ini sunyi senyap, seolah-olah khusus disiapkan untuk mereka berdua.Tirta duduk di sofa dengan lelah. Dia menghela napas dan berucap, "Hais .... Ekspo seperti ini benar-benar merepotkan. Aku sampai kepanasan dan kelelahan. Apalagi di sana sangat ramai."Irene melepaskan sepatu hak ti
Irene sudah membuat persiapan untuk disetubuhi Tirta. Saat ini, perut Tirta tiba-tiba keroncongan. Ini agak memalukan karena waktunya tidak tepat."Aku sangat ingin melahapmu, tapi sekarang perutku terlalu lapar," ujar Tirta dengan canggung.Irene tersenyum sambil membalas, "Ya, kamu sudah bekerja keras hari ini. Aku akan memasak untukmu, lalu kita baru ...."Tirta meneruskan ucapan Irene, "Kita akan memuaskanmu nanti."Tirta mengelus perut Irene yang rata. Irene mengerlingkan matanya dan mengeluh, "Dasar menyebalkan! Tunggu sebentar ya."Irene segera bangkit dan memasak untuk Tirta. Harus diakui bahwa wanita yang memasak untuk pria yang dicintainya punya pesona yang berbeda.Meskipun Irene selalu bersikap dingin dan merupakan wanita karier yang luar biasa, dia juga pintar memasak. Irene memang wanita yang serbabisa.Selain itu, Irene juga wanita yang nakal. Karena tidak ada siapa pun, dia bersikap dengan sangat berani. Meskipun sedang memasak, dia tetap memberi bonus kepada Tirta.Ire
Irene menghabiskan 2 jam untuk menyelesaikan masakannya. Tirta belum kenyang, tetapi Irene yang memasak sudah kenyang duluan.Setelah beristirahat sejenak, berbagai makanan lezat dan mewah pun disajikan di atasnya. Tirta duduk di kursi, lalu menatap Irene dan melambaikan tangannya sambil terkekeh-kekeh. Dia bertanya, "Kak, bukankah kamu seharusnya melayaniku makan?"Wajah Irene memerah. Dia duduk di pangkuan Tirta dengan pose yang menggoda sambil menyahut, "Tentu saja. Sudah tugasku untuk membuatmu kenyang. Ayo buka mulutmu, aaa ...."Irene menjulurkan tangannya yang putih sambil menyuapi Tirta. Tirta pun menikmati pelayanan ini dengan hati yang puas."Enak nggak?" tanya Irene dengan suara lembut."Tentu saja enak. Masakan Kak Irene paling enak. Tapi, tubuhmu lebih enak," timpal Tirta dengan nakal."Kalau begitu, kamu makan saja aku sampai kenyang." Irene mengedipkan matanya dengan genit.Tirta pun tertawa. "Aku nggak mungkin bisa kenyang. Nafsuku sangat besar lho."Sambil menikmati ma
Melihat respons Lutfi, Shinta tertawa dan mengomentari, "Kak Lutfi, apa Kak Tirta lebih hebat darimu?"Lutfi menyahut, "Bukan cuma lebih hebat dariku. Bahkan, guruku juga nggak berhasil melatih Tinju Harimau Ganas seperti Tirta."Lutfi yang penasaran bertanya, "Tirta, katakan dengan jujur, apa sebelumnya kamu sudah pernah berlatih Tinju Harimau Ganas? Aku baru saja memberimu buku-buku itu."Tirta yang merasa antusias menjawab, "Kak Lutfi, kamu salah paham. Sebelum kamu memberiku buku-buku itu, aku nggak pernah berlatih ilmu bela diri. Kemarin aku cuma melihatnya sekilas, aku juga nggak menyangka bisa menguasainya. Apa aku benar-benar lebih hebat dari gurumu?"Lutfi menanggapi dengan ekspresi kaget, "Kamu cuma melihatnya sekilas? Tirta, sepertinya kamu itu memang genius langka dalam dunia bela diri. Tinju Harimau Ganas ini memang terdengar biasa saja. Tapi, dibandingkan teknik lain dari buku-buku yang kuberikan padamu, Tinju Harimau Ganas paling sulit dilatih."Lutfi meneruskan, "Guruku
Sebelum Niko sempat bicara, Lutfi menunjuk Karsa sambil marah-marah, "Sepertinya kamu masih nggak menyesali perbuatanmu! Awalnya kamu cuma dijatuhi hukuman tembak mati! Kalau kamu nggak takut mati, aku rasa lebih baik kamu dipenjara seumur hidup seperti dia!"Tindakan Lutfi sudah melanggar perintah Saba, tetapi seharusnya Saba tidak akan menyalahkan Lutfi. Sementara itu, Pinot sudah gila. Dia baru berusia 40-an tahun, tetapi harus menghabiskan sisa hidupnya di penjara.Ekspresi Ladim menjadi masam setelah mendengar ucapan Lutfi. Dia berseru, "Apa? Aku nggak mau dihukum seperti dia! Aku mohon, bunuh aku!"Jika tahu dirinya akan berakhir tragis, tadi Ladim pasti tidak akan berbicara. Sayangnya, semua sudah terlambat.Akhirnya, Ladim dan lainnya pun dipenjara. Niko baru tertawa terbahak-bahak, lalu pergi ke kantor Susanti.Setelah mendengar laporan Niko, Susanti tersenyum dan menanggapi, "Mereka memang pantas dihukum! Kalau mereka itu pemimpin yang memedulikan rakyat, mereka nggak akan be
Biasanya Saba memang terlihat ramah, tetapi dia tidak akan memaafkan orang-orang seperti Ladim dan lainnya yang melakukan perbuatan keji.Begitu Saba melontarkan ucapannya, Ladim dan lainnya sangat terpukul. Biarpun mereka terus memohon kepada Saba, Lutfi juga tidak peduli. Dia memimpin anggotanya untuk membawa Ladim dan lainnya keluar dari klinik."Mereka memang pantas dihukum!" celetuk Tirta. Dia yang merasa puas memandang Saba sembari bertanya, "Kak Saba, sebenarnya ada yang mau kutanyakan."Saba kembali tersenyum. Dia menyahut, "Tirta, kamu langsung bilang saja. Nggak usah sungkan."Tirta mengungkapkan kebingungannya, "Bukannya kemarin kamu bilang sudah pensiun dan nggak punya jabatan apa pun lagi? Kenapa sekarang aku merasa kamu tetap berkuasa? Kamu nggak kelihatan seperti kehilangan jabatan."Saba tertawa, lalu menjelaskan, "Tirta, ini semua berkat kamu. Sebenarnya aku nggak berniat memberitahumu. Tapi, aku akan bicara jujur karena kamu sudah bertanya."Saba meneruskan, "Awalnya
Ladim sungguh emosional sekarang. Dia menerjang ke arah Karsa dan menghajarnya. Dia ingin sekali menembak mati Karsa sekarang juga!"Karsa, akan kuhabisi kamu! Matilah kamu! Beraninya kamu menipuku untuk melawan teman Pak Saba! Kamu harus mati!"Pinot yang murka dan takut juga menyerbu ke arah Karsa dan menghajarnya habis-habisan."Ah ... ah .... Tolong berhenti! Aku nggak tahu dia teman Pak Saba!" teriak Karsa dengan kesakitan. Bagaimanapun, dia masih belum pulih dari cedera sebelumnya. Dia hampir tewas dibuat Ladim dan Pinot."Bagus, bagus sekali." Tirta menonton dengan seru, bahkan bertepuk tangan."Sialan! Kalau nggak ada Pak Saba, kamu bukan siapa-siapa!" Karsa memelototi Tirta dengan tatapan penuh kebencian dan keengganan."Kamu benar, kamu hebat. Tapi, asal kamu tahu, kalau bukan karena ada hukum di negara ini, kamu pasti sudah kubunuh kemarin. Kamu kira aku takut padamu?" sahut Tirta dengan suara rendah sambil maju. Tatapannya terlihat dingin.Seketika, jantung Karsa seperti be
"Hehe, jadi kamu Tirta ya? Masih muda dan cuma rakyat jelata, tapi berani menyuruhku masuk untuk menemuimu? Benar-benar nggak tahu diri!" Setelah memasuki klinik, Pinot menatap Tirta dengan tatapan tajam. Sikapnya terlihat seperti pejabat tinggi yang penuh wibawa."Ayah Angkat, dia Tirta. Jangan lepaskan dia begitu saja! Tirta, ayah angkatku sudah datang. Kamu akan berakhir tragis. Setahun lagi akan menjadi hari peringatan kematianmu!" Karsa yang dibawa masuk langsung dipenuhi api kebencian setelah melihat Tirta. Setelah berbicara kepada Pinot, dia berteriak dengan marah kepada Tirta."Kamu ayah angkat Karsa? Huh, sudah tua dan mau mati, tapi masih saja bodoh. Pendiri negara, Pak Saba, ada di sini. Kamu malah berani sesombong ini?" Tirta sama sekali tidak peduli dengan Karsa, melainkan menatap Pinot dan tersenyum dingin."Pak Saba? Saba Dinata? Hahaha, kenapa nggak bilang dia raja saja? Kamu ini cuma orang kampung yang picik. Atas dasar apa kamu mengenal orang sehebat Pak Saba?" Pinot
"Bu ... buset! Me ... mereka punya pistol!" Begitu melihat perubahan situasi yang mendadak, orang-orang itu pun terkesiap.Apalagi, aura yang dipancarkan oleh para pengawal Nagamas itu dipenuhi niat membunuh. Mereka ketakutan hingga memucat dan sekujur tubuh gemetar. Seketika, tidak ada yang berani bergerak.Saat ini, terdengar suara santai seseorang. "Aku Tirta. Beri tahu bos kalian, kalau mau menemuiku, suruh dia masuk sendiri. Mau aku yang keluar? Dia nggak pantas!"Tirta menyesap tehnya, lalu menyunggingkan senyuman meremehkan."Ya, cuma wali kota rendahan. Atas dasar apa dia menyuruh Kak Tirta keluar menemuinya? Dia saja yang merangkak masuk!" ucap Shinta yang memeluk anak harimau."Kita keluar!" Para bawahan itu tidak berani membantah karena mereka dibidik dengan pistol. Mereka berlari keluar dengan ketakutan."Hm? Aku suruh kalian bawa Tirta keluar. Kenapa kalian malah keluar secepat ini?" tanya Pinot dengan kesal saat melihat bawahannya keluar dengan tangan kosong."Ayah Angkat
Semua orang mengikuti arah pandang Pinot. Begitu melihatnya, mereka semua terkejut. Bagaimana bisa mobil dengan plat nomor ibu kota muncul di tempat terpencil seperti ini?Bahkan, mobil yang berada di paling depan punya plat nomor yang begitu istimewa, A99999! Jelas, pemilik mobil ini bukan orang biasa!"Pak Pinot, aku rasa kamu berlebihan. Orang-orang di ibu kota itu nggak mungkin datang ke tempat jelek seperti ini. Ini nggak masuk akal. Mungkin saja, ini rekayasa Tirta. Jangan menakuti diri sendiri," ucap Ladim sambil tersenyum tipis setelah terpikir akan kemungkinan ini."Masuk akal. Kalau Tirta kenal tokoh besar di ibu kota, mana mungkin dia masih tinggal di tempat bobrok seperti ini?""Ayah Angkat, dia mungkin tahu kita bakal kemari untuk balas dendam. Dia takut, makanya ingin menakuti kita dengan cara seperti ini. Kamu jangan tertipu," ujar Karsa yang ingin sekali membalas dendam."Seharusnya begitu. Huh! Bocah ini licik juga! Kalian semua, masuk dan tangkap dia!" Setelah menghel
"Pak Ladim, kalau kamu suka, kita bisa pindahkan dia ke Kota Lais supaya lebih dekat. Setelah kamu menundukkannya, jangan lupa kirim ke tempatku.""Ya, aku memang punya rencana seperti itu." Ladim tertawa terbahak-bahak.Saat ini, tenaga Karsa telah pulih banyak. Tatapannya dipenuhi kebencian. Dia mengertakkan gigi sambil berkata dengan susah payah, "Ayah Angkat, akhirnya kamu datang. Aku jadi cacat gara-gara mereka. Gimana aku bisa berbakti padamu di kemudian hari?""Kamu harus membantuku membalas dendam! Kalau nggak, aku nggak bakal bisa tenang seumur hidup!""Sebenarnya siapa yang membuatmu jadi begini? Kejam sekali." Pinot baru memperhatikan penampilan tragis Karsa. Bukan hanya patah tangan dan kaki, tetapi kelima jari di tangan kiri juga putus.Pinot tak kuasa menarik napas dalam-dalam saking terkejutnya. Kondisi Harto juga sama tragisnya."Nama bocah itu Tirta! Kami bertemu di kota kecil sekitar. Bukan cuma aku, tapi adikku juga! Ayah Angkat, Pak Ladim, kalian harus membalaskan d
Di sisi lain, di dalam kantor polisi.Wali Kota Hamza, Pinot, bersama dengan kepala kepolisian, Ladim, duduk dengan santai di aula utama. Mereka mulai bertanya kepala polisi yang berjaga di depan, Niko."Kapan atasan kalian keluar? Cuma menyerahkan penjahat, sepertinya nggak perlu terlalu lama, 'kan?" Yang berbicara adalah Ladim. Dia menerima banyak hadiah dari Karsa. Ketika ada masalah, dia tentu harus turun tangan."Huh, Bu Susanti sedang sibuk dan nggak punya waktu untuk bertemu dengan kalian. Kalian bisa kembali saja. Lagian, para penjahat itu ditangkap di wilayah kami. Tanpa izin dari Bu Susanti, aku nggak akan melepaskan mereka!"Niko jelas bisa merasakan bahwa mereka datang dengan niat buruk. Makanya, dia mendengus dan berkata dengan kesal."Hehe, memang benar kalian yang tangkap, tapi mereka semua berasal dari Kota Hamza. Jadi, sudah seharusnya diserahkan ke Kepolisian Kota Hamza untuk diproses. Kalian nggak punya hak untuk bernegosiasi denganku. Suruh atasan kalian keluar dan