"I ... ini nggak mungkin. Aku pasti salah lihat!" Joko mengucek mata. Terlihat Tirta masih berdiri dengan kokoh di tempatnya, sedangkan Jack sudah mati."Tir ... Tirta, kamu baik-baik saja?" Setelah tersadar dari keterkejutannya, Nabila segera maju untuk memeriksa kondisi Tirta. Terdengar isak tangis dari suaranya."Tirta, kamu nggak apa-apa, 'kan?" Arum dan Agus juga menghampiri dengan cemas."Kak Nabila, jangan menangis. Aku baik-baik saja kok," hibur Tirta sambil menyeka air mata Nabila."Aku melihatnya menembakmu. Gimana bisa kamu selamat? Kamu masih bisa hidup nggak? Huhu. Kalau kamu mati, aku juga nggak mau hidup lagi!" Tangisan Nabila menjadi makin kencang. Dia pun melemparkan dirinya ke pelukan Tirta dan memeluknya dengan erat."Kak Nabila, aku benaran nggak apa-apa. Memangnya kamu melihat luka di tubuhku?" tanya Tirta sambil melepaskan bajunya supaya Nabila bisa melihat dengan jelas. Memang tidak ada luka, hanya beberapa bagian yang agak merah."Gi ... gimana mungkin? Aku jela
Tirta mengeluarkan jarum perak yang selalu dibawanya. Saat berikutnya, dia menancapkannya ke kepala Joko dengan gesit. Sebelum Joko bereaksi, dia sudah kehilangan kemampuan berpikir."Katakan, apa hubunganmu dengan pria asing itu? Apa tujuannya kemari?" bentak Tirta."Namanya Jack dari Negara Martim. Aku dan dia sama-sama anggota Black Gloves. Jabatannya lebih tinggi dariku. Black Gloves berspesialisasi dalam perampokan makam. Kekuatan utama kami ada di Negara Martim.""Aku nggak tahu berapa banyak anggotanya, tapi yang jelas organisasi ini sangat besar. Aku juga bergabung secara nggak sengaja. Kami kemari untuk makam kuno seorang pangeran di dasar waduk. Ada banyak harta karun di sana.""Besok tim kami akan kemari. Setelah berhasil, aku akan mendapat banyak uang dari mereka," jelas Joko tanpa merahasiakan apa pun. Danto sekalipun tidak pernah tahu tentang ini."Ternyata ada makam kuno di dasar waduk. Pantas saja, Danto menolak mengontraknya. Tim Black Gloves akan kemari besok ...," gu
"Nggak perlu. Teknik akupunktur seperti ini membahayakan tubuh manusia," tolak Tirta setelah berpikir sesaat. Selain itu, dia memercayai Nabila dan lainnya sehingga tidak perlu menggunakan metode seperti itu."Ya sudah. Kamu lakukan tugasmu, aku akan membantumu mengawasi sekeliling," ujar Nabila. Dia khawatir ada yang melihat mereka sehingga mengamati dengan hati-hati.Sebelum melakukan akupunktur, Tirta memukul Danto dan Joko hingga jatuh pingsan. Kemudian, dia menaruh batu besar di saku Jack dan menarik kakinya untuk melemparkannya ke dasar waduk.Tidak berselang lama, air menjadi tenang kembali dan sosok Jack menghilang. Tirta pun mencabut jarum di kepala Joko dan mulai menghapus ingatan kedua bersaudara itu."Ayo, aku akan menggendong Bibi Betari pulang." Setelah semuanya beres, Tirta mengangkat Betari dan meninggalkan waduk Desa Wonogiro bersama yang lainnya.Mobil Tirta ada di sekitar waduk. Mereka naik ke mobil dan akhirnya tiba di Desa Persik sekitar 30 menit kemudian.Agus, Na
"Ya, kenapa aku bisa di sini?" Danto juga kebingungan. Bukankah dia seharusnya sedang minum teh di rumah sambil menonton drama?"Aduh, kakiku sakit sekali!" Danto yang kebingungan hendak bangkit. Namun, dia sontak menyadari sebuah lubang berdarah di pahanya. Lukanya bahkan masih bercucuran darah. Karena kesakitan, dia pun terduduk kembali."Kak, kamu ...." Joko hendak memeriksa kondisi kakaknya, tetapi tiba-tiba merasakan sakit di bawah tubuhnya. Dia menunduk, lalu mendapati kaki kanannya patah."Sial! Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang melakukan ini?" pekik Joko yang kesakitan sekaligus marah.Namun, selain Joko dan Danto, tidak ada lagi siapa pun di pinggir waduk ini. Tidak peduli bagaimana mereka berteriak, tidak ada respons apa pun di sekitar."Joko, aku akan mengantarmu ke rumah sakit," ujar Danto yang memaksakan diri untuk bangkit saat melihat luka Joko lebih parah."Kak, aku nggak boleh ke rumah sakit. Coba kulihat dulu ada klinik di sekitar sini nggak," tolak Joko sambil m
Dilihat dari ekspresi Arum, dia sepertinya sangat ketakutan. Sebenarnya tidak ada yang perlu diherankan. Wanita mana pun pasti akan trauma dengan kejadian seperti ini. Jika tidak, mana mungkin Arum mengganggu sepasang kekasih ini."Kak Arum, boleh saja. Tapi, mobil agak sempit. Kamu nggak keberatan?" tanya Nabila yang bisa memahami ketakutan Arum. Itu sebabnya, dia tidak menolak atau pun mengejeknya."Nggak apa-apa. Aku benaran takut, makanya nggak berani tidur sendiri," sahut Arum dengan agak malu."Ya sudah. Sekarang juga sudah malam. Sebaiknya kita kembali. Nanti kalian tidur di klinik saja, aku tidur di mobil," usul Tirta."Kak, sejauh apa sih klinik yang kamu bilang itu? Aku benar-benar nggak kuat lagi!" ucap Joko.Di pintu masuk Desa Persik, terlihat Danto dan Joko yang saling memapah dan menahan kesakitan untuk mencari Tirta."Joko, bertahanlah sedikit lagi. Paling lama 5 menit lagi kita sudah akan sampai. Tenang saja. Meskipun dokternya masih muda, kudengar ilmu medisnya sangat
Susanti segera menyuruh bawahannya untuk bersiap-siap. Hanya saja, nada bicaranya tetap terdengar agak ragu. Setelah mengakhiri panggilan, Tirta berjalan ke luar dengan santai."Kenapa kamu lambat sekali? Kami sudah menunggu lama!" Tirta menelepon Susanti sehingga agak lama keluar. Begitu melihat Tirta, Joko pun tidak bisa menahan diri untuk membentaknya."Aku sudah tidur jam segini. Mana mungkin bisa keluar secepat itu? Lagian, klinikku sudah tutup. Terserah aku mau mengobati pasien atau nggak. Siapa suruh kamu teriak-teriak di sini?" sahut Tirta dengan ekspresi datar."Berengsek! Coba ulangi kata-katamu lagi kalau berani!" maki Joko dengan murka."Joko, jangan bicara begitu. Kita datang untuk berobat. Kamu seharusnya bersikap yang sopan!" tegur Danto. Kemudian, dia berkata kepada Tirta, "Pak, tolong bantu aku periksa kaki adikku.""Aku nggak akan mengobatinya kalau dia nggak minta maaf," ujar Tirta sambil melipat lengannya di depan dada. Susanti butuh waktu untuk kemari sehingga dia
"Apa mereka datang untuk menangkapku? Ini nggak mungkin. Aku jelas-jelas menyembunyikan identitasku. Mungkin mereka cuma berpatroli. Tenang, jangan panik," ucap Joko yang bercucuran keringat dingin. Kemudian, dia menarik Danto untuk bersembunyi."Nggak usah kabur. Aku yang memanggil polisi kemari." Ketika melihat Susanti dan lainnya datang, Tirta merasa dirinya tidak perlu berpura-pura lagi. Dia pun maju untuk menghalangi Danto dan Joko."Sialan! Kapan kamu melapor polisi?" tanya Joko yang tidak menduga akan hasil ini. Namun, begitu mengetahui fakta itu, Joko menjadi makin berwaspada."Bukan urusanmu! Pokoknya, mereka datang untuk menangkapmu!" Tirta terkekeh-kekeh dengan nakal."Kenapa mereka mau menangkapku? Aku cuma mengancammu kok. Aku nggak memukulmu," balas Joko sambil menggertakkan gigi dengan kesal."Benar, Pak. Kami nggak melakukan apa-apa padamu. Adikku cuma bersikap nggak sopan. Apa perlu kamu melapor polisi untuk masalah sepele begini?" Danto lebih kebingungan lagi."Kalau
"Kak Polisi, hubungan kita sangat dekat. Mana mungkin aku menipumu, 'kan?" Ketika mendengar Susanti meminta bukti, Tirta merasa agak kesal."Jangan bicara sembarangan! Dekat apanya!" Wajah Susanti sontak memerah karena teringat Tirta pernah melepas celananya. Namun, dia segera menahan rasa malu itu dan membentak, "Aku polisi, tentu butuh bukti untuk menangani kasus. Aku nggak mungkin percaya omonganmu begitu saja."Tirta sungguh kehabisan kata-kata. Kalau metode hipnosis bisa digunakan berulang kali, Tirta pasti sudah menggunakannya sekarang untuk membuktikan kebenaran. Selain itu, kematian Jack tidak boleh terungkap."Black Gloves dari Negara Martim .... Aku pernah mendengar tentang organisasi ini. Lima tahun lalu, di barat daya, ada makam kuno yang dirampok oleh Black Gloves.""Menurut perkiraan konservatif, barang antik yang hilang di dalamnya setidaknya bernilai miliaran. Kasus ini sangat sensasional pada tahun itu!""Tapi, organisasi ini sangat berhati-hati dan misterius. Tim samp
Melihat sikap Yusril dan Chiko yang hormat kepadanya, Tirta mengangguk puas dan berucap, "Oke, kalian latihan pelan-pelan saja. Kalau ada yang nggak paham, tanyakan padaku. Setelah menguasai teknik tinju itu, aku akan ajarkan teknik tinju yang lebih hebat kepada kalian."Yusril dan Chiko menyahut dengan antusias, "Terima kasih, Tirta!"Sementara itu, Kimmy menebak Tirta adalah dalang dari penculikannya setelah melihat sikap Yusril dan Chiko yang hormat. Kimmy marah-marah, "Sebenarnya kamu siapa? Kita nggak punya dendam, kenapa kamu menangkapku? Kakekku itu Kurnia, pemimpin Sekte Delapan Cakrawala!"Kimmy melanjutkan, "Jangan nggak tahu diri! Aku sarankan kamu untuk lepaskan aku! Kalau nggak, aku akan meminta kakekku untuk memberi kalian pelajaran!"Tirta menghampiri Kimmy, lalu mengamatinya dan membalas, "Wah, kamu galak juga, ya! Siapa bilang kita nggak punya dendam? Dua kakak seperguruanmu itu menyinggungku dan ingin meminta kakekmu untuk membalasku."Tirta meneruskan, "Sebagai cucu
Setelah setengah jam, Tirta baru keluar dari kamar Yasmin. Sebelum keluar, Tirta tidak lupa berpesan kepada Yasmin untuk fokus berlatih di dalam kamar.Tirta memijat Yasmin terlalu lama, jadi sekarang Tirta agak kesulitan berjalan. Saat kembali ke kamar Ayu, Tirta melihat Ayu sudah selesai mandi.Ayu yang hanya memakai jubah mandi membuka pintu untuk Tirta dan bertanya, "Tirta, cepat masuk. Apa kamu sudah membereskan Yasmin?"Ayu buru-buru menutup pintu kamar sesudah Tirta masuk. Tirta menjawab, "Sudah beres, dia nggak akan datang kemari begitu cepat. Bibi, kamu wangi sekali. Apa kamu pakai parfum?"Tirta mendekati Ayu, lalu mencium aroma di tubuhnya. Tirta langsung menelan ludah. Ayu membalas, "Kapan Bibi pernah pakai parfum? Aroma tubuhku memang begini."Ayu menambahkan, "Kamu sudah nggak sabar, ya? Cepat ikut aku biar aku bantu kamu mandi."Ayu memandang Tirta sambil menjepit kakinya. Wajah Ayu juga memerah. Dia menyentil kepala Tirta, lalu menarik Tirta ke kamar mandi.....Dua jam
Tirta mengambil kursi kayu di dalam kamar, lalu duduk di depan tempat tidur Yasmin dan mengarahkan, "Yasmin, aku nggak menyangka ternyata daya ingatmu sangat bagus. Kamu duduk di tempat tidur dulu, lalu fokuskan pikiranmu dan kerahkan Teknik Kondensasi Energi Yin."Tirta meneruskan, "Kalau kamu bisa merasakan kondensasi energi di bagian perutmu, berhenti sebentar dan beri tahu aku.""Oke, Kakak Guru. Aku coba dulu," sahut Yasmin. Dia duduk bersila di tempat tidur, lalu memejamkan matanya dan mulai melafalkan mantra Teknik Kondensasi Energi Yin dalam hati.Yasmin tidak bergerak dan napasnya stabil. Bulu matanya panjang, kulitnya mulus, dan wajahnya sangat cantik. Dia terlihat seperti boneka.Namun, Tirta bisa merasakan energi spiritual dalam radius ratusan meter mengalir ke tubuh Yasmin. Tak lama kemudian, Yasmin membuka mata dan menyingkap bajunya.Yasmin menunjuk perutnya sambil berucap dengan antusias, "Kakak Guru, aku merasakan ada aliran energi seukuran ibu jari berwarna biru di da
Sekarang baru pukul 3 sore. Setelah tahu Bella pulang saat jam makan malam, Tirta mulai mengincar Ayu. Beberapa waktu ini, Tirta berlatih Teknik Pasangan dengan beberapa wanita. Kekuatannya meningkat pesat.Peningkatan kekuatan dan kenikmatan saat menggunakan Teknik Pasangan membuat Tirta terlena. Tak lama kemudian, Tirta sampai di kamar Ayu.Hanya saja, sekarang Yasmin masih bermain dengan Ayu di kamar. Tirta ingin berlatih Teknik Pasangan dengan Ayu. Jadi, dia harus mengusir Yasmin terlebih dahulu.Melihat Tirta yang berhasrat, Ayu menggigit bibirnya dan menghampiri Tirta. Dia melirik Yasmin sekilas, lalu berbisik, "Tirta, kalau nggak, kamu baru datang nanti malam."Tirta berpikir sejenak. Setelah menemukan ide, dia berucap, "Nggak apa-apa, Bibi. Aku punya cara untuk mengusir Yasmin. Kamu tunggu aku di kamar saja."Kemudian, Tirta menghampiri Yasmin dan berujar seraya tersenyum, "Yasmin, kamu ikut aku keluar sebentar. Aku mau ajar kamu sesuatu."Yasmin merasa Tirta sedikit aneh. Dia
Yusril berpikir sejenak sebelum menyahut, "Aku nggak tahu. Tapi, aku rasa mereka akan mengizinkan kamu mengikuti turnamen bela diri kalau kamu menunjukkan identitasmu di Sekte Mujarab."Yusril melanjutkan, "Hanya saja, kamu sudah melukai 2 murid Kurnia. Sepertinya kurang cocok kalau kamu mengikuti turnamen bela diri."Tirta menyipitkan matanya dan menegaskan, "Kenapa nggak cocok? Kedua muridnya menggoda bibiku. Aku harus mengikuti turnamen bela diri untuk membuat perhitungan dengan Kurnia."Mendengar ucapan Tirta, Yusril masih merasa ragu. Akhirnya, dia memberi hormat dan berujar, "Tirta, kamu nggak tahu. Waktu mencari tahu informasi di dekat Gunung Tisatun, aku mendengar kabar Kurnia sudah menerobos ke tingkat semi abadi. Senior Sekte Mujarab nggak mendampingimu, kamu pasti nggak mampu melawan Kurnia."Tirta melambaikan tangannya, lalu menanggapi, "Yusril, aku tahu kamu berniat baik. Tapi, aku tetap harus pergi. Biarpun Kurnia sudah mencapai tingkat semi abadi atau tingkat abadi, aku
Sebelum Tirta menyelesaikan perkataannya, Ayu menyela, "Yasmin, pria dan wanita nggak boleh tidur bersama. Kamu nggak boleh tidur dengan Tirta!"Yasmin menanggapi dengan ekspresi bingung, "Tapi ... Bibi, kenapa Kak Bella boleh tidur dengan Kakak Guru? Bukannya Kak Bella itu wanita? Aku juga wanita, kenapa aku nggak boleh tidur dengan Kakak Guru?"Ayu menjelaskan, "Karena Bu Bella sudah tunangan dengan Tirta. Nanti mereka akan menikah, jadi mereka boleh tidur bersama. Tapi, Tirta itu gurumu. Kalian nggak boleh tidur bersama."Yasmin membalas, "Oh, aku paham. Hanya wanita yang menikah dengan Kakak Guru boleh tidur dengannya. Kalau begitu, malam ini aku tidur sendiri. Besok aku baru temani Bibi tidur lagi.""Oke. Kamu memang anak yang baik. Bibi mau bicara dengan Tirta. Kamu tunggu di kamar dulu, kami akan segera kembali," timpal Ayu.Ayu mengusap kepala Yasmin, lalu memberi isyarat kepada Tirta. Mereka berdua keluar bersama.Setelah sampai di ujung koridor, Tirta bertanya, "Bibi, apa yan
Tirta meninggalkan Desa Persik pada pukul 1 siang. Dia pergi ke labirin obat untuk melihat pertumbuhan bahan obat-obatan. Untung saja, Nia mengikuti gambar yang diberikan Tirta dengan menggabungkan cara penanaman bibit bahan obat di buku kuno pengobatan.Jika bukan karena Tirta memahami keistimewaan labirin obat, takutnya dia juga tidak bisa keluar. Tirta juga melihat banyak mobil polisi yang berpatroli di luar Desa Persik.Dengan adanya perlindungan dari polisi, labirin obat, dan jimat, Tirta baru bisa meninggalkan Desa Persik dengan tenang. Dia pun pergi ke ibu kota provinsi.Dua jam kemudian, mobil Tirta berhenti di depan pintu vila Keluarga Purnomo. Saat kembali ke ruang istirahat, Tirta tidak menemukan Bella. Bahkan, Bella tidak menjawab panggilan telepon Tirta.Saat ini, pesilat kuno berkeliaran di ibu kota provinsi. Tentu saja Tirta mengkhawatirkan keselamatan Bella. Dia pergi ke kamar Ayu untuk menanyakan keberadaan Bella.Pintu kamar Ayu terbuka. Kala ini, Ayu sedang menemani
Sejam akhirnya berlalu. Tirta mengikuti ingatan yang diberikan oleh Genta, berhasil membuat 18 lembar jimat yang mengandung kekuatan sihir."Baiklah. Kak Farida, pegang jimat ini dan teriak 'aktif'. Setelah itu, kamu akan melihat sesuatu yang ajaib."Tirta memilih Jimat Menghilang dari tumpukan jimat yang sudah jadi, lalu menyerahkannya kepada Farida, yang kebetulan berada paling dekat dengannya."Aktif? Kenapa begitu, Tirta? Bukankah jimat pelindung biasanya cukup dibawa saja?" Farida tampak kebingungan, sementara Arum dan Melati yang berdiri di belakang juga menunjukkan ekspresi yang sama."Karena jimat buatanku nggak biasa. Jangan banyak tanya dulu. Coba saja, nanti kamu sendiri akan tahu perbedaannya!"Tirta sendiri merasa agak gugup. Bagaimanapun, ini adalah pertama kalinya dia mencoba membuat jimat. Tidak menutup kemungkinan jika hasilnya gagal."Oh, ya sudah, aku akan coba ...." Dengan jantung yang sedikit berdebar, Farida menggenggam jimat itu erat-erat, lalu berteriak, "Aktif!
"Aku masih harus mengunjungi temanku yang ada di ibu kota. Mungkin nggak akan secepat itu kembali ke desa. Aku khawatir kalian kangen berat, makanya pulang malam-malam hanya untuk menemani kalian," jelas Tirta."Huh! Rupanya kamu punya hati nurani juga. Tapi, kamu nggak boleh pergi begitu saja. Temani kami sebentar lagi dong ...," pinta Arum yang tidak rela berpisah sambil menatap Tirta."Tirta, temani kami sebentar lagi. Selama kamu pergi, aku nggak bisa tidur nyenyak lho," ujar Melati sambil melemparkan diri ke pelukan Tirta. Dia mencoba memulai pertempuran lagi.Ketika melihatnya seperti itu, Tirta pun tidak ingin pergi secepat itu. Setelah melihat jam, dia lantas membuat keputusan."Di mana Kak Farida? Aku cari dia dulu. Kita lanjutkan pertempuran kita. Nanti sore aku baru balik!"....Lagi-lagi, pertempuran yang panjang dan melelahkan terjadi. Melati dan Arum pun tidak meminta Tirta untuk tinggal lagi. Bahkan, mereka berharap Tirta pergi secepat mungkin."Hehe, kalian istirahatlah