Tok, tok, tok! Ketika Tirta ingin bertingkah nakal, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Dia pun berteriak dengan agak kesal, "Siapa yang datang malam-malam begini?""Permisi, apa ini alamat Pak Tirta? Aku ingin mengantar pakaian yang dibelinya!" Terdengar suara seorang wanita dari luar. Itu sudah pasti Lilies. Dia datang bersama sopir."Oh? Sudah sampai ya? Tepat waktu sekali," gumam Tirta. Kemudian, dia berseru, "Ya, ini alamatku! Tunggu sebentar! Aku akan keluar!"Tirta merapikan pakaiannya, lalu bergegas bangkit. Melihat ini, Melati segera menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dengan tubuh Ayu dan bertanya, "Tirta, kamu beli pakaian apa? Kenapa dikirim malam-malam begini?"Keduanya awalnya masih berpakaian. Namun, sekarang mereka sudah telanjang bulat dan merasa sangat tidak nyaman karena ditinggal oleh Tirta."Tirta, apa mungkin itu penipu? Jangan tertipu!" ujar Ayu dengan cemas. Napasnya masih memburu karena sentuhan Tirta barusan."Hehe. Tenang saja, Bi. Ini buka
Tirta pun menatap tumpukan pakaian dalam seksi itu sesaat, lalu memilih beberapa pasang dan membawanya masuk."Tirta, apa ini?" Melati sontak bangkit sehingga tidak ada selimut yang menutupi tubuhnya lagi. Dia tidak peduli Tirta melihat seluruh tubuhnya.Ayu tidak bisa melihat, jadi tidak tahu apa yang dibawa oleh Tirta. Dia hanya bisa menunggu jawaban Tirta."Biar kubuka." Tirta tersenyum lebar, lalu membuka salah satu bungkusan. Seketika, terlihat pakaian dalam yang sangat seksi. Terlihat bra berenda hitam dengan desain setengah tembus pandang.Baik Melati ataupun Ayu, keduanya akan terlihat sangat menggoda jika memakainya. Mereka akan membuat Tirta kehilangan akal sehat!"Astaga! Apa-apaan ini? Pakaian macam apa yang kamu beli? Mana bisa kain semacam ini menutupi tubuhku! Kamu nakal sekali!" tegur Melati.Melati tentu memahami pemikiran Tirta. Jangankan Tirta, Melati saja merasa sekujur tubuhnya menjadi sangat panas saat melihat pakaian itu.Meskipun mengeluh, Melati tetap menjulurk
Setelah memilih pakaian dalam yang tepat, langit sudah malam. Mereka pun berbaring dan tidur.Keesokan paginya.Tirta berbaring di tempat tidur dengan penuh kepuasan sambil memeluk pinggang ramping Melati di sebelah kiri. Kaki Melati yang putih dan lembut menekan tubuh Tirta. Wajah cantiknya memperlihatkan kepuasan yang tidak bisa disembunyikan.Di sebelah kanan, telapak tangan Tirta menutupi bokong Ayu yang montok. Wajah lembutnya penuh dengan kelelahan, kepuasan, dan kebahagiaan yang terpancar. Jari-jarinya yang putih mulus, memegang erat lengan Tirta, seolah-olah takut tidak bisa melihat Tirta setelah bangun.Tiba-tiba, Tirta merasakan sesuatu yang aneh di dalam tubuhnya. Dengan menggunakan mata tembus pandangnya, Tirta melihat bahwa mutiara perak di dalam perutnya yang sebelumnya seukuran kuku, sekarang telah berubah menjadi sebesar buah leci.Selain itu, aliran udara berwarna perak yang menyebar dari mutiara itu, kini menjadi lebih murni dan pekat dibandingkan sebelumnya.Seiring
Tirta juga ingin mencoba apakah aliran udara perak itu akan memberikan efek yang sama jika dimasukkan ke tubuh Melati. Dia langsung memegang tangan Melati dan mulai menyalurkan aliran udara perak itu.Begitu memasuki tubuh Melati, aliran udara tersebut juga menghilang dalam sekejap. Tidak lama kemudian, Melati bangun dengan wajah berseri-seri, suaranya juga tidak lagi selemah kemarin. Melihat Tirta menatapnya, Melati langsung memeluk dada Tirta."Tirta, kenapa kamu lihat aku seperti itu? Kamu mau lakukan sekali lagi selagi bibimu masih tidur ya?"Usia Melati masih muda, gairahnya juga sangat besar. Dia sangat menginginkan dan menikmati kebersamaannya dengan Tirta. Saking bergairahnya, orang lain mungkin tidak akan sanggup mengimbanginya.Namun, Tirta berbeda. Semakin sering dia berhubungan intim, tubuhnya akan jadi semakin kuat. Hal ini membuat tubuh Melati sedikit kehabisan energi. Jika terus berlanjut, hal ini bisa menjadi masalah besar!"Kak Melati, bagaimanapun juga, aku ini seoran
Tirta mengosongkan tempat di sebuah ruangan khusus yang disediakan untuk menyimpan bahan obat sebelumnya. Setelah itu, dia memasukkan lebih dari seratus set pakaian ke dalam gudang itu dan dalam waktu kurang dari sepuluh menit, semuanya sudah dipindahkan. Bahkan sebelum sempat duduk dan menikmati secangkir teh, Nabila menelepon dengan suara riang dan bertanya, "Tirta, kamu sudah bangun?""Sudah bangun, ada apa Kak Nabila?" tanya Tirta."Hmph, nggak boleh nelpon kalau nggak ada apa-apa? Kamu mulai bosan sama aku ya?" Nabila menggerutu sedikit tidak puas."Mana mungkin, aku malah kangen sama kamu," kata Tirta dengan manis. Dia tidak ingin Nabila merasa kesal."Nah begitu dong, nanti aku sama Arum mau main ke tempatmu," kata Nabila dengan senang.Meskipun tidak tidur bersama Tirta semalam, Nabila tetap memimpikannya. Jadi, pagi ini suasana hatinya sangat baik saat terbangun."Ya, datang saja. Kebetulan aku lagi senggang. Kamu lanjutkan saja baca buku kedokteranmu," jawab Tirta."Kamu masi
"Kenapa kamu malah taruhan seperti itu?" tanya Arum dengan keheranan."Tapi, si Tirta bisa menguasai semuanya dalam tiga hari! Aku pikir aku nggak akan lebih bodoh darinya. Bagaimanapun, aku pasti bisa menguasainya dalam seminggu. Siapa tahu ternyata pengobatan tradisional serumit itu? Sudah seharian aku masih belum ingat sebagian kecil dari satu buku," ujar Nabila."Kamu nggak seharusnya menyetujuinya. Tapi, nggak masalah kalau sudah kalah. Kamu ini pacarnya, nggak mungkin dia akan nyalahin kamu, 'kan?" hibur Arum sambil menepuk pundak Nabila."Nggak juga sih, tapi ... kalau kalah ...." Suara Nabila semakin kecil. Tidak mungkin dia memberi tahu Arum bahwa dia harus membiarkan Tirta melakukannya dari belakang jika dia kalah."Gimana kalau kalah?" tanya Arum dengan penasaran melihat gelagat Nabila yang aneh."Nggak ... nggak apa-apa. Sebesar apa pun nyalinya, dia nggak akan berani buat apa pun padaku," jawab Nabila yang tidak ingin berkata jujur."Benar juga, mana ada cowok yang nggak s
"Nggak ada tempat tidur di sini. Sekarang vila belum selesai dibangun. Kalaupun aku beli tempat tidur lagi, nggak ada tempat untuk menaruhnya. Aku sendiri tidur di mobil. Nggak baik kalau kamu tidur di mobil denganku, 'kan?" kata Tirta sambil menggaruk kepala."Nggak ada tempat tidur? Kalau begitu, aku ikut kamu tidur di mana saja," jawab Nabila dengan tegas."Nabila, kenapa kamu harus tidur sama Tirta? Kamu merasa nggak nyaman tidur sama aku ya?" tanya Arum dengan suara ragu-ragu. Dia berpikir kehadirannya membuat Nabila tidak nyaman."Bukan begitu, aku cuma nggak terbiasa tidur tanpa Tirta. Jangan mikir yang aneh-aneh, Kak Arum," kata Nabila sambil buru-buru menjelaskan."Aku ...." Arum masih merasa dirinya agak menyusahkan."Nabila, Kak Arum baru datang beberapa hari, dia masih belum terbiasa. Temani dia tidur beberapa hari, ya. Nggak baik kalau dia tidur sendirian di tempat asing," kata Tirta mencoba membujuk.Sementara itu, Tirta juga penasaran apa yang ada di pikiran Nabila sehin
Setelah itu, pertama-tama Tirta mencari penduduk yang tinggal di dekat rumah tua dan membeli lima petak kebun dari mereka dengan mengeluarkan sejumlah uang. Dua di antaranya bisa digunakan untuk memelihara unggas. Sekarang Tirta punya uang, membeli beberapa petak kebun adalah hal yang mudah.Setelah membeli kebun, Tirta menemui Agus dan menyampaikan keinginannya untuk menyewa bendungan besar di ujung desa."Bendungan itu terlalu besar, bahkan meluas ke desa sebelah. Tempat itu sudah jadi milik dua desa," kata Agus. "Kalau kamu mau sewa, kita harus diskusi dulu sama kepala desa sebelah."Agus setuju dengan rencana Tirta untuk menyewa bendungan itu. Dia segera menelepon kepala desa sebelah, Danto, dan berkata, "Danto, ini Agus. Ada yang mau kubicarakan denganmu ....""Ada apa?" tanya Danto, "Ada orang di desamu juga yang mau nyewa bendungan untuk melihara ikan?"Sebelum Agus menjelaskan lebih jauh, Danto sudah memutuskan panggilan itu."Tirta, ada orang di desa mereka juga yang ingin men
Di sisi lain, di dalam kantor polisi.Wali Kota Hamza, Pinot, bersama dengan kepala kepolisian, Ladim, duduk dengan santai di aula utama. Mereka mulai bertanya kepala polisi yang berjaga di depan, Niko."Kapan atasan kalian keluar? Cuma menyerahkan penjahat, sepertinya nggak perlu terlalu lama, 'kan?" Yang berbicara adalah Ladim. Dia menerima banyak hadiah dari Karsa. Ketika ada masalah, dia tentu harus turun tangan."Huh, Bu Susanti sedang sibuk dan nggak punya waktu untuk bertemu dengan kalian. Kalian bisa kembali saja. Lagian, para penjahat itu ditangkap di wilayah kami. Tanpa izin dari Bu Susanti, aku nggak akan melepaskan mereka!"Niko jelas bisa merasakan bahwa mereka datang dengan niat buruk. Makanya, dia mendengus dan berkata dengan kesal."Hehe, memang benar kalian yang tangkap, tapi mereka semua berasal dari Kota Hamza. Jadi, sudah seharusnya diserahkan ke Kepolisian Kota Hamza untuk diproses. Kalian nggak punya hak untuk bernegosiasi denganku. Suruh atasan kalian keluar dan
"Kak Tirta, yang kamu tulis ini benar? Benaran ada efek seperti itu?" Setelah melihat resep untuk pembesaran bokong dengan teliti, ekspresi Shinta penuh kegembiraan.Dengan resep pembesaran payudara dan bokong ini, dia akan menjadi wanita sempurna di masa depan!"Tentu saja benar, untuk apa aku menipumu?" sahut Tirta mengangguk."Tirta, aku tentu percaya dengan keahlian medismu, bahkan kamu bisa dibilang setara dengan dewa. Tapi, apa benaran khasiatnya sebagus itu? Orang mati bisa dibangkitkan kembali?" tanya Saba yang semakin terkejut setelah melihat resep itu."Itu juga benar. Selama nggak ada kerusakan otak, jantung hancur, atau berusia lebih dari 100 tahun, resep ini bisa menyelamatkan mereka. Kalau kamu nggak butuh, keluarga atau temanmu juga bisa menggunakannya. Cukup ikuti resep di atas untuk membuatnya," jelas Tirta."Oke, ini baru namanya kebal dari apa pun! Kalau digunakan di kemiliteran, ini akan sangat berguna! Tirta, terima kasih!" Ini pertama kalinya Saba menunjukkan eksp
"Kak Saba, hadiah ini terlalu berharga. Aku nggak bisa menerimanya!" Mendengar itu, tangan Tirta sampai gemetaran. Dia hendak mengembalikan kotak hitam kecil itu.Meskipun belum pernah mendengar tentang Nagamas, dari namanya saja, Tirta bisa menebak bahwa yang tinggal di sana pasti orang-orang besar seperti Saba!Tirta merasa, sebagai orang biasa yang tidak memiliki jabatan atau kekuasaan, dirinya tidak layak tinggal di tempat seperti itu.Sementara itu, buku kecil biru itu seperti semacam surat pengampunan yang sangat berharga!Tirta merasa dirinya hanya mengobati penyakit orang, secara logika, dia tidak pantas menerima hadiah sebesar ini."Tirta, kenapa sungkan begitu sama aku? Vila itu sudah terdaftar atas namamu. Terima saja. Lagi pula, kalau aku mengundangmu untuk jalan-jalan ke ibu kota, kamu butuh tempat untuk tinggal, 'kan?" Saba melambaikan tangan dan tersenyum."Benar, barang-barang ini nggak ada artinya bagi kakek. Kak Tirta, terima saja. Kalau nggak, kamu nggak boleh mencar
Tirta tersenyum dan berkata, "Ya sudah, besok kamu temani aku beli sayuran."Dengan mata yang berkilat, Tirta langsung menyetujui dengan cepat. Melihat Tirta setuju, Ayu merasa senang. Dia mulai memikirkan, apa yang harus dikenakan besok.....Setelah makan, sekitar setengah jam kemudian, Ayu membawa para wanita menyiram tanaman di kebun.Tirta dengan beberapa anak harimau di pelukannya, sedang duduk santai di depan pintu menikmati sinar matahari.Tiba-tiba, beberapa mobil jeep hitam berhenti perlahan di depan klinik. Pintu mobil terbuka. Shinta adalah yang pertama keluar dari mobil.Gadis itu berkata dengan girang kepada seorang pria tua di dalam mobil, "Kakek, ini tempat tinggal Tirta. Namanya Desa Persik. Ada gunung dan ada air, pemandangannya sangat indah.""Desa Persik ... bagus, bagus. Benar-benar tempat yang bagus untuk menenangkan diri. Pantas saja orang sehebat Tirta tinggal di sini." Saba turun dari mobil dan memandang sekitar.Di depan matanya, ada pegunungan hijau dan air y
"Bi Ayu, aku sudah bawa Tirta kembali! Waktu aku sampai, dia sedang makan nasi kotak di vila!" Setelah kembali ke klinik, Arum melepaskan Tirta dan menepuk tangannya sambil berkata dengan tidak puas."Tirta, Arum sudah masak banyak makanan bergizi untukmu. Kenapa nggak dimakan dan malah pergi ke vila untuk makan nasi kotak?" tanya Ayu dengan bingung."Kenapa lagi?" Agatha tertawa dan menyela, "Karena dia nggak ingin makan kemaluan sapi!"Di sudut meja makan, Nia yang mendengar ini merasa agak malu."Tirta, terakhir kali kamu menghabiskan sepiring penuh kemaluan sapi dalam dua hingga tiga menit. Kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Arum dengan kesal. "Aku kira kamu suka makan itu, jadi aku masak dua batang kali ini!""Ya, Tirta, kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Melati dengan bingung."Aku ... hais, aku sebenarnya nggak butuh makan itu. Tubuhku sehat-sehat saja, makanan seperti itu berlebihan untukku," timpal Tirta dengan lesu."Kenapa berlebihan? Makanan itu sangat b
Farida menebak Tirta pasti menyembunyikan sesuatu. Dia mengambil nasi kotak dari mobil, lalu memberikannya kepada Tirta. Farida berkata, "Nggak ada nasi kotak yang tersisa lagi. Kalau kamu nggak keberatan, ini nasi kotakku."Farida yang membawa nasi kotak. Di atasnya terdapat gambar kartun kucing berwarna merah muda. Gambar itu juga terdapat di pakaian dalam yang sering dikenakannya. Siapa sangka, Farida yang lebih tua daripada Ayu menyukai barang lucu seperti ini."Kak Farida, kalau kamu berikan nasi kotakmu padaku, kamu makan apa?" tanya Tirta. Dia merasa malu. Apalagi setelah melihat gambar kucing di nasi kotak itu.Farida melihat tatapan Tirta tertuju pada gambar kucing itu. Dia takut Tirta mentertawakannya. Farida menyahut dengan gugup, " Aku nggak lapar, anggap saja aku lagi diet. Kamu makan saja.""Oke. Terima kasih, Kak Farida. Oh, iya. Bagaimana perkembangan renovasi vila? Apa malam ini aku bisa tinggal di vila?" timpal Tirta.Tirta tidak sungkan lagi. Dia membuka nasi kotak,
Tiba-tiba, terdengar suara batuk Agatha. Dia bertanya, "Tirta, apa maksudmu?"Tirta terkejut. Dia segera menyimpan mata tembus pandang, lalu membuka pintu dan berkata seraya tersenyum, "Kak Agatha, maksudku Kak Nia sangat kompeten. Ke depannya pria yang bersamanya pasti bahagia."Agatha yang curiga bertanya, "Kenapa kamu tiba-tiba bicara seperti itu? Bukannya kamu lagi melakukan akupunktur pada Kak Nia? Apa yang dia lakukan?"Tirta menjawab dengan tenang, "Maksudku untuk urusan kebun buah. Tadi kami membahas masalah kebun buah waktu melakukan terapi akupunktur. Kak Nia bisa mengurus semuanya tanpa bantuanku. Dia sangat kompeten."Agatha mengangguk sambil menanggapi, "Kak Nia memang kompeten. Aku pun nggak bisa melakukannya sendiri. Aku pasti kewalahan."Agatha bertanya lagi, "Mana Kak Nia? Apa terapi akupunktur sudah selesai?"Tirta menyahut, "Sudah. Dia lagi ganti baju."Agatha berusaha menahan tawanya dan menimpali, "Makanannya sudah siap. Kamu cuci tangan dulu sebelum makan. Kak Aru
Tirta berkata sebelum memulai akupunktur, "Kak Nia, terapi akupunktur kali ini mungkin berbeda dengan sebelumnya. Aku akan menambahkan pijatan agar efeknya lebih bagus."Tirta melanjutkan, "Sebaiknya kamu persiapkan mentalmu. Tentu saja, aku nggak berniat mengambil kesempatan dalam kesempitan. Kalau kamu keberatan, aku hanya melakukan akupunktur.""Pijatan?" ujar Nia. Dia menghela napas, lalu mengangguk dan menambahkan, "Itu ... nggak masalah. Lagi pula, semua itu untuk mengobati penyakitku. Aku bisa terima, yang penting bisa menyembuhkanku.""Oke, Kak Nia. Mungkin nanti akan sedikit gatal. Tahan sebentar, ya," timpal Tirta. Selesai bicara, dia langsung menusukkan jarum ke bagian dada Nia.Kali ini, Tirta melakukan terapi akupunktur pada Nia untuk menyembuhkan sesak napas yang dideritanya. Setelah Tirta mencabut jarum, Nia belum merasakan gatal.Kemudian, Tirta melakukan terapi akupunktur sesi kedua. Begitu Tirta menusukkan jarum, Nia merasa gatal hingga mengeluarkan desahan. Dia bergu
Kemudian, Ayu kembali sibuk di dapur. Agatha keluar dari klinik, lalu bertanya kepada Tirta, "Tirta, Bibi Ayu bilang apa denganmu? Kenapa kalian kelihatan misterius?"Tirta menjawab dengan tenang, "Nggak apa-apa. Bibi Ayu tanya kenapa Kak Nia tiba-tiba tinggal di klinik.""Oh. Kamu cepat lihat dulu, nanti malam Kak Nia tidur di mana?" timpal Agatha. Dia menarik Tirta masuk ke klinik, lalu melanjutkan dengan ekspresi khawatir, "Selain itu, kita bertiga ... kita tidur di mana? Nggak ada tempat lagi."Nia yang berdiri di depan pintu klinik berujar dengan canggung, "Tirta, apa aku merepotkan kalian? Kalau nggak, aku tinggal di hotel saja."Tirta menepuk dadanya sambil menjamin, "Nggak usah, Kak Nia. Aku sudah atur semuanya. Klinik ini cukup untuk ditempati kita semua.""Kalau begitu, kamu lakukan akupunktur pada Kak Nia. Aku lihat Bibi Ayu butuh bantuan atau nggak," ucap Agatha. Selesai bicara, dia masuk ke dapur.Tirta menutup pintu klinik, lalu mengambil jarum dan berkata kepada Nia, "Ka