Tirta akhirnya turun ke lantai bawah. Ayu sudah menunggunya di depan tangga sejak tadi. Raut wajahnya dipenuhi kecemasan."Bibi, sebaiknya kita cepat pulang." Sambil berkata, Tirta menggandeng tangan Ayu dan hendak membawanya ke luar."Dasar berengsek! Kamu begitu menginginkan wanita?" tegur Ayu sembari mencubit lengan Tirta dengan kesal. Dia sudah mendengar semuanya barusan. Hanya saja, dia kesulitan untuk menaiki tangga sehingga terpaksa menunggu di bawah.Pada saat yang sama, Ayu telah memastikan bahwa Tirta memang sudah dewasa dan sudah bisa bernafsu. Ayu harus segera mengatasi masalah ini atau Tirta akan membuat masalah untuk dirinya sendiri!"Bukan begitu, Bi. Kamu sudah salah dengar, aku nggak melakukan apa-apa kok," sahut Tirta yang bersikap keras kepala. Dia tidak ingin merusak citranya di hadapan Ayu."Jangan dibahas lagi. Aku akan memberimu pelajaran setelah sampai di rumah!" tegur Ayu dengan kesal."Kamu paling menyayangiku, mana mungkin tega memukulku," ujar Tirta sambil t
Kemudian, Abbas memberi isyarat mata kepada orang-orang di sekitarnya. Isyarat mata ini hanya bisa dipahami oleh para pria."Ya, ya, kami melihat Tirta ke sana tadi. Kami akan membawamu ke tempatnya kalau mau." Dengan begitu, beberapa orang ini bekerja sama untuk menipu Melati.Mereka juga sangat tergoda dengan tubuh Melati selama ini. Tidak mungkin ada yang tahu kalau mereka menidurinya di tempat sepi begini. Selain itu, mereka merasa Melati tidak akan berani memberi tahu siapa pun tentang hal ini."Oke, aku ikut kalian." Melati lelah hingga kepalanya menjadi agak pusing. Dia hanya ingin segera bertemu Tirta, jadi tidak sempat memedulikan terlalu banyak hal."Kak Abbas, bukannya ini jalur yang dilewati Tirta?" tanya seorang pria bernama Enes dengan suara lirih. Dia meneruskan, "Kita mau melakukan hal penting. Akan gawat kalau ketahuan olehnya.""Ada banyak bahan obat di Gunung Barat. Misi kita bukan hanya meniduri Melati, tapi juga memetik bahan obat. Kalaupun ketahuan, mana mungkin T
"Hehe, menurutmu? Memangnya masih kurang jelas? Kami ingin menidurimu! Melati, jangan melawan lagi!" seru Abbas dengan lantang. Dia merebut ranting pohon di tangan Melati dan merasa makin bersemangat."Makin kamu melawan, kami hanya akan makin terangsang!" Enes dan lainnya sungguh berhasrat, bahkan ada yang mulai melepaskan celana mereka."Kalau kalian berani menyentuhku, aku akan lapor polisi!" seru Melati. Dia bahkan berpikiran untuk mati sekarang. Jika dirinya dinodai oleh para bajingan ini, Tirta pasti tidak menginginkannya lagi."Cih! Laporkan saja setelah kami menidurimu!" Abbas sontak melayangkan tamparan kepada wajah Melati, lalu merobek lengan bajunya. Dalam sekejap, terlihat kulit yang putih dan mulus."Buset, dia putih sekali ...." Abbas, Enes, dan lainnya tidak bisa mengalihkan pandangan lagi. Saat berikutnya, mereka menyerbu ke depan. "Aku nggak bisa menunggu lagi, cepat lepaskan semua pakaiannya!"Alhasil, mereka semua malah terjatuh. Ternyata, Tirta mendengar suara merek
"Kalian bersetubuh dengan pohon saja!" Tirta sungguh gusar. Sesudah memaki, dia langsung menyerbu ke depan."Tirta, hati-hati!" teriak Melati dengan cemas. Alhasil, dia malah tercengang melihat situasi di depan. Tirta berhasil menjatuhkan Enes dan lainnya dalam waktu singkat. Mereka semua tampak tergeletak tak berdaya."Astaga! Apa yang terjadi? Kenapa bocah ini kuat sekali!" Enes dan lainnya sungguh tidak memahami situasi ini."Biar kuperingatkan. Kalau berani mengganggu Kak Melati lagi, aku akan mematahkan kaki kalian!" hardik Tirta yang melayangkan tendangan hingga membuat mereka semua terdiam."Sudahlah, Tirta. Nanti situasi makin buruk. Sebaiknya kita pulang," bujuk Melati sambil buru-buru maju. Pada saat yang sama, dia merasa Tirta benar-benar pria sejati yang menawan."Kita pergi, Kak." Tirta meludahi Abbas dan lainnya, lalu menggandeng tangan Melati untuk berjalan pergi....."Berengsek! Akan kuingat dendam ini!" Setelah Tirta menjauh, Abbas baru berani mengumpat lirih."Situas
"Kak Melati, sampai jumpa!" Hati Tirta merasa sangat senang. Dia mencium tangannya yang agak basah itu dan isi pikirannya menjadi linglung."Wangi sekali ...." Melati bahkan kesulitan untuk berjalan! Tirta telah bertekad dalam hati, apa pun yang terjadi malam ini, dia akan meniduri Melati!"Bibi, aku pulang." Setelah cukup lama, Tirta akhirnya kembali ke klinik."Kamu ini ke mana saja lama sekali?" keluh Ayu dengan kesal saat mendengar suara Tirta. Dia sudah menunggu beberapa jam dan merasa sangat khawatir karena tidak melihat sosok Tirta."Aku memetik banyak tanaman obat hari ini, makanya jadi tertunda. Aku juga memetik beberapa buah-buahan liar, coba Bibi cicipi rasanya," kata Tirta dengan penuh kebohongan. Sebenarnya dia jadi tertunda karena meraba Melati sepanjang perjalanan.Sambil berbicara, Tirta meletakkan keranjangnya dan mengeluarkan beberapa persik. Setelah mencuci persik itu, dia menyerahkannya kepada Ayu. Dia sendiri juga menggigit buah itu dengan lahap."Bibi nggak mau m
"Apa?" Ayu tercengang sekejap, lalu bertanya dengan kegirangan, "Tirta, kamu benar-benar sudah sembuh?""Tentu saja, kalau nggak percaya kamu periksa saja."Ayu langsung memalingkan pandangannya dengan wajah yang memerah."Syukurlah kalau sudah sembuh. Dengan begitu, kamu bisa cari wanita lain kelak atau bersama Nabila. Kamu mau menikah juga Bibi nggak akan menghalangimu,'' balas Ayu."Nggak, aku nggak mau cari wanita lain. Aku ...." Tirta menatap Ayu dengan lekat-lekat, tetapi Ayu langsung memalingkan wajahnya dan memarahinya, "Jangan bicara sembarangan. Mana mungkin pria dewasa nggak cari istri. Mengenai penyakitmu yang sudah sembuh ini, kelak Bibi akan bantu kamu untuk lebih memperhatikannya lagi."Perkataan Ayu ini juga untuk mengingatkan dirinya sendiri. Meskipun mulutnya menolak, sebenarnya hatinya merasa agak cemburu.Melihat suasana hati Ayu yang tiba-tiba memburuk, Tirta mengira Ayu takut Tirta menjauhinya setelah punya pacar nanti. Oleh karena itu, dia menghibur Ayu, "Bibi te
Pukul satu atau dua siang adalah masa-masa paling panas. Tirta berlari keluar rumah di bawah sinar matahari yang terik, tapi malah tidak merasa kepanasan sama sekali. Di sekitar toko kecil itu ada pohon willow dan ladang jagung. Saat itu, Tirta bersembunyi di belakang pohon willow dan menarik Nabila ke ladang jagung.Saat tiba di sini, Tirta tiba-tiba teringat kembali dengan bokong Nabila yang sintal dan adegan saat dia melihat tubuh Nabila."Gadis itu lumayan juga. Kalau aku bisa menikahinya dan memeluknya sambil tidur setiap hari, pasti akan sangat nyaman rasanya." Setelah bernostalgia sejenak, Tirta benar-benar melihat Nabila yang berjalan ke arahnya. Akan tetapi, di sampingnya ada seorang pemuda yang tinggi dan kurus, serta memakai kacamata.Pria itu berpakaian rapi dan terlihat sangat alim dengan kacamatanya. Nabila dan pemuda itu berbicara dengan asyik dan sesekali terdengar suara tawa yang nyaring. Sementara itu, sorot mata pria itu terlihat sangat bergairah menatap Nabila."Nab
"Argh!" teriak pria itu. Perawakan pria itu lumayan tinggi dan tegap, tapi tak disangka dia langsung terbang begitu ditendang Tirta. Apalagi semua ini terjadi di hadapan Nabila, sehingga membuatnya semakin merasa malu.Pria itu langsung memakinya, "Beraninya kamu memukulku? Apa kamu tahu siapa aku ini?""Aku nggak tahu siapa kamu, tapi aku ini ayahmu! Akan kuhabisi kamu, anak sialan!" Tirta duduk di atas tubuh pria itu dan langsung menghajarnya habis-habisan. Hanya dalam sekejap, pria itu telah dipukul hingga babak belur dan terus merintih kesakitan."Tirta, hentikan! Kenapa kamu memukul orang?!" teriak Nabila dengan panik sambil buru-buru menahan Tirta."Jangan sentuh aku. Kamu sakit hati karena aku memukulnya? Kenapa kamu membelanya sampai seperti itu?" bentak Tirta yang sedang dalam emosi. Tirta bisa melihat bahwa pria itu jelas-jelas menyukai Nabila. Jika tidak, reaksi Tirta juga tidak akan sebesar ini!"Sakit hati apanya?" Nabila terkejut karena dibentak oleh Tirta hingga menetesk
"Hais, memang nggak bagus kalau ada yang tahu. Pokoknya, aku nggak bakal beri tahu siapa pun tentang masalah hari ini," balas Tirta sambil melangkah dengan stabil. Dia bisa merasakan payudara besar di punggungnya.Setelah mendengarnya, Yanti pun mengiakan dan tidak merespons lagi. Dia tidak pernah bersentuhan dengan pria. Kini, Tirta malah menopang bokongnya dan bajunya rusak. Hal ini tentu membuat perasaannya campur aduk dan tak kuasa berpikir sembarangan.'Waktu itu, dia nggak sengaja menyemprotku. Kali ini, dia malah melihat dadaku. Jangan-jangan ... semua ini adalah takdir?'Tirta tentu tidak tahu apa-apa tentang pemikirkan Yanti ini. Sambil menggendong Yanti, dia terus mencari tanaman obat yang bisa digunakan untuk menghilangkan bekas luka.Sekitar tujuh atau delapan menit kemudian, mereka tiba di depan air terjun itu. Di bawahnya adalah air bersih.Tirta berjongkok untuk menurunkan Yanti, lalu berujar, "Bu, kamu bersihkan diri dulu di sini. Tadi aku melihat tanaman obat yang bisa
"Bakal berbekas kalau infeksi? Serius? Jangan-jangan kamu cuma mau ambil keuntungan dariku? Kamu bicara begitu untuk menakutiku, 'kan?" tanya Yanti yang masih belum berbalik. Namun, dia merasa yang dikatakan Tirta masuk akal.Yanti terluka dan pakaiannya rusak. Dia pasti tidak bisa mengejar harimau lagi untuk sekarang. Dia terpaksa mengesampingkan masalah ini dulu."Kalau aku ingin ambil untung darimu, ngapain aku repot-repot ngarang kebohongan? Di sini nggak ada siapa-siapa. Aku bisa langsung menidurimu kalau memang mau!" sahut Tirta dengan pasrah."Terserah kamu saja. Pokoknya aku sudah mengingatkanmu. Mau diobati atau nggak, terserah kamu," lanjut Tirta."Kamu benaran bukan ingin ambil untung, 'kan? Kalau begitu, kamu mau gimana? Aku bakal turuti ucapanmu." Setelah ragu-ragu sejenak, Yanti akhirnya membuat keputusan. Payudara wanita sangat penting, hampir sama dengan kemaluan pria. Dia tentu tidak ingin payudaranya berbekas."Kita cari sungai yang bersih dulu untuk bersihkan lukamu.
"Tirta, aku perlu ikut nggak?" tanya Melati dengan agak panik."Nggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Nanti aku bawa Bu Yanti balik. Kamu tenang saja," sahut Tirta sambil mengeluarkan jarum perak di sakunya dan menunjukkannya kepada Melati."Kamu ingin membuat Bu Yanti lupa kejadian hari ini ya? Ya sudah, kamu kejar dia. Aku nggak bakal ikut supaya kamu nggak repot." Melati memahami maksud Tirta. Dia pun hanya menunggu di mobil.Tirta turun dari mobil, lalu berteriak kepada Yanti yang berlari di depan, "Bu Yanti, tunggu aku! Aku salah makan siang ini. Perutku terus mulas. Aku jadi nggak kuat lari. Jangan terlalu cepat, aku nggak bisa menyusulmu!""Kamu masih begitu muda. Seharusnya tubuhmu kuat. Kenapa malah lemas sekali? Cepat sedikit! Aku nggak lihat harimaunya lagi!" Yanti sama sekali tidak berhenti dan terus berlari. Payudaranya yang besar itu pun terus berguncang dibuatnya."Hais ...." Tirta menghela napas dengan tidak berdaya. Ketika dia memutuskan untuk tidak berpura-pura lagi dan
"Bu Yanti, kedua harimau itu nggak melukai siapa pun. Untuk apa kamu lapor polisi?"Begitu mendengarnya, Tirta menghentikan mobilnya. Kemudian, dia turun, tetapi tidak berniat membawa Yanti mencari harimau.Sepertinya, Yanti melihat kedua harimau itu waktu mereka kabur. Makanya, dia mengejar kedua harimau itu bersama Melati."Harimau sangat ganas. Mereka bisa memangsa orang. Aku melihat mereka di desa tadi! Mereka pasti mencari mangsa di bawah gunung karena nggak ada yang bisa dimakan di pegunungan!""Aku tentu harus lapor polisi supaya mereka menangkap kedua harimau itu. Kemudian, mereka akan dibawa ke pusat perlindungan satwa! Kalau ditunda, takutnya akan ada yang terluka!" jelas Yanti dengan ekspresi cemas dan napas terengah-engah.Bisa dilihat bahwa kepala desa ini sangat baik hati. Namun, dia tidak tahu bahwa kedua harimau itu adalah milik Tirta. Mereka ditugaskan untuk menjaga rumah."Kamu berpikir terlalu jauh. Mungkin mereka cuma mau jalan-jalan. Kalau tujuan mereka adalah mema
"Kak! Ka ... kamu ini ya! Karena kamu yang mulai duluan, aku nggak bakal sungkan-sungkan lagi! Waktu Tirta mengantarmu pulang hari itu, aku melihat bulu keriting di mulutmu! Cepat jujur, apa itu .... Ah!"Naura sungguh kewalahan karena ditindas Aiko. Tanpa sempat berpikir lagi, dia langsung mengungkapkan apa yang dilihatnya hari itu.Begitu mendengarnya, wajah Aiko sontak memerah. Dia buru-buru menutup mulutnya dan berteriak nyaring, "Ah! Nggak mungkin! Kamu pasti salah lihat! Kalau kamu berani bicara sembarangan, aku bakal menyiksamu mati-matian!"....Mobil akhirnya berhenti di depan klinik. Setelah turun dari mobil, Tirta membuka bagasi dan menurunkan barang belanjaan mereka. Kemudian, dia dan Arum sama-sama memasuki klinik.Sebelum Tirta meletakkan barang-barangnya, Ayu menghampiri dan berkata dengan cemas, "Tirta, Arum, akhirnya kalian pulang! Dua ekor harimau besar kabur saat Melati membuka pintu untuk mengambil barang!""Melati sedang mencari mereka! Taruh saja barang-barang kal
"Benar begitu?" tanya Aiko dengan tidak percaya."Tentu saja. Tirta sekarang sangat kaya dan hebat. Apa kamu pernah melihat dia mencampakkan pacarnya? Satu pun nggak pernah, 'kan? Jadi, kamu berpikir terlalu jauh.""Mungkin Tirta terlalu sibuk belakangan ini, makanya nggak sempat menghubungimu. Setelah dia punya waktu, dia pasti datang mencarimu," hibur Naura sambil menepuk tangan Aiko."Ya, kamu benar. Tirta pasti mencariku kalau punya waktu." Aiko akhirnya tersenyum. Kemudian, dia bertanya dengan cemas, "Kalau begitu ... Naura, kamu bisa bantu aku telepon Tirta nggak? Tanya dia kapan punya waktu.""Ya, ya. Terserah kamu saja. Kembalikan ponselku. Aku mau meneleponnya." Naura meminta ponselnya dengan tidak berdaya. Namun, sebelum dia sempat menelepon Tirta, Saad tiba-tiba meneleponnya."Ayah, ada urusan apa? Kalau nggak ada urusan penting, aku tutup ya. Kak Aiko lagi nungguin aku telepon Tirta. Dia mau tanya Tirta kapan punya waktu kemari."Begitu ucapan ini dilontarkan, Aiko langsung
Sambil digoda oleh Tirta, Arum akhirnya selesai memakai pakaiannya dalam waktu lima hingga enam menit. Kemudian, Tirta berkemudi ke Desa Persik.....Pada saat yang sama, di kota, di sebuah vila kalangan atas. Aiko yang duduk di ruang tamu tampak menopang dagunya. Dia memandang ke luar jendela dengan tatapan hampa, seolah-olah jiwanya meninggalkan tubuhnya."Kak Aiko, sejak Tirta pergi, kamu nggak bisa makan dan tidur. Apa kamu sudah tersihir olehnya?" Naura duduk di sampingnya sambil menghela napas. Dia baru selesai mandi dan hanya membalut tubuh seksinya dengan handuk. Begitu keluar, dia langsung melihat Aiko yang seperti tidak punya semangat hidup."Naura, kamu bicara apa? Aku nggak mikirin Tirta. Aku lagi mencemaskan perusahaan orang tuaku. Entah kondisi perusahaan sudah membaik atau belum." Aiko tersadar dari lamunannya. Dia menarik napas dalam-dalam dan memaksakan senyuman."Kita bukan baru kenal. Kamu nggak bakal bisa menutupi apa pun dariku. Tirta mengumpulkan uang sebanyak 14
"Kalau begitu ... kamu bantu aku pijat. Yang penting Bibi Ayu dan lainnya nggak curiga waktu melihatku. Kalau nggak, aku yang malu ...." Arum menyetujui usul Tirta. Kemudian, dia pelan-pelan bergeser dari pelukan Tirta dan bersandar di jok.Setelah satu ronde yang sengit berakhir, Arum bercucuran keringat dan sangat lelah. Dia hanya bergerak sedikit, tetapi kakinya sudah bergetar. Ini membuatnya terlihat makin menggoda! Kalau bukan karena Arum tak sanggup lagi, Tirta pasti melanjutkan pertarungannya!"Kak Arum, rileks saja, nggak usah gugup." Tirta menahan hasrat dalam dirinya dan menjulurkan tangan dengan perlahan. Kedua tangannya mulai memijat Arum dengan lembut ....Sekitar 10 menit kemudian, Tirta selesai memijat Arum. Arum menarik napas dalam-dalam, merasa jauh lebih nyaman. Hanya saja, kulitnya menjadi merah kembali karena pijatan Tirta."Gimana, Kak? Sudah mendingan? Masih ada yang sakit?" tanya Tirta sambil mengambil tisu dan membantu Arum menyeka tubuhnya."Nggak terlalu sakit
Pada saat yang sama, Arum juga memahami beberapa hal yang tak dipahami sebelumnya. Yang menancap dari belakang belum tentu pisau! Berlutut belum tentu memohon! Berteriak belum tentu kesakitan! Menangis belum tentu merasa sedih! Yang keluar dari mulut juga belum tentu air liur!Dua jam kemudian, Tirta dan Arum menyelesaikan ronde pertama mereka. Ketika melihat Arum kelelahan, Tirta pun memilih untuk berhenti.Kini, Arum yang dikalahkan akhirnya mengerti alasan Ayu, Melati, Susanti, Agatha, dan Nabila begitu terobsesi pada Tirta.Seperti yang dikatakan Susanti, ini adalah kunci untuk membuka dunia baru. Arum merasa dirinya seperti terbang ke langit dan ... tidak ingin berhenti! Rasanya sungguh nikmat! Pantas saja, Ayu yang begitu menjaga diri merindukan Tirta setiap hari!"Kak Arum, rupanya kamu ingin mencobanya karena mendengar penjelasan Susanti? Kukira kamu menyukaiku, makanya ingin bercinta denganku. Apa tindakanmu ini termasuk mempermainkan perasaanku?" keluh Tirta sambil mengenakan