Dengan tegas, Simon mengempaskan tangan Camila. Melihat Simon benar-benar tidak bercanda, Camila akhirnya menutupi wajahnya dengan tangan. Meskipun merasa enggan, dia tidak punya pilihan selain datang ke hadapan Tirta untuk meminta maaf.Dengan suara pelan dan sikap merendah, dia berkata, "Tirta ... Pak Tirta, aku sudah salah. Aku nggak seharusnya merendahkanmu sebelumnya. Aku minta maaf. Tolong pertimbangkan statusku sebagai sepupu Bella ....""Aku janji, aku nggak akan pernah meremehkanmu lagi ataupun mengganggu Bella. Gimana, Pak? Apa kamu bisa maafin aku?"Tirta menanggapi dengan nada dingin, "Bisa nggak ya? Tentu saja nggak bisa."Dia melanjutkan dengan nada mengejek, "Kalau bukan karena Pak Simon menyukaimu, aku pasti sudah menyuruh orang mengusirmu dari rumah ini sejak tadi.""Permintaan maafmu bahkan nggak menunjukkan sedikit pun ketulusan. Kalau begitu, untuk apa berpura-pura meminta maaf?"Camila yang merasa sangat tertekan akhirnya menangis. "Pak Tirta ... apa yang harus kul
Melihat tidak ada seorang pun yang mau membantunya memohon maaf kepada Tirta, hati Camila kembali dipenuhi kebencian dan ketidakpuasan.Namun, situasi tidak berpihak padanya. Jika dia tidak mengikuti apa yang diminta Tirta, kemungkinan besar dia akan kehilangan statusnya sebagai pacar Simon. Dengan berat hati, dia akhirnya menelepon kakeknya, Mahib, Kepala Keluarga Arshad."Cucu kesayanganku, sebelumnya Simon meneleponku dan minta posisi penerus Keluarga Arshad diberikan kepadamu. Ada apa? Kenapa tiba-tiba ingin mengembalikan posisi itu kepada sepupumu?" tanya Mahib dengan heran setelah mendengar permintaannya."Kakek, sebenarnya ini permintaan Simon. Simon bilang, setelah mempertimbangkan dengan matang, aku nggak punya bakat dalam bisnis. Dia merasa lebih baik aku fokus menjadi istri yang mendukungnya saja. Kakek turuti saja," sahut Camila dengan lirih. Dia takut mengatakan yang sebenarnya karena malu."Haha, Simon memang sangat cerdas!" Mahib tertawa. "Dalam waktu singkat, dia sudah
Saat itu, Tirta yang sedang makan melirik sekilas tulisan Camila di kertas. Dia mendengus ringan, lalu menegur."Kamu ...." Camila hampir saja melempar kertas dan pena di tangannya. Dadanya pun naik turun karena menahan emosi."Kenapa? Kalau merasa permintaanku terlalu berlebihan, kamu boleh nggak melakukannya," jawab Tirta sambil mengangkat alis dengan tenang.Tirta belum lupa bagaimana Camila merendahkan dan menekan Bella sebelumnya. Menurut Tirta, permintaannya ini masih terbilang mudah."Nggak berlebihan, permintaanmu sama sekali nggak berlebihan. Aku akan menulisnya, aku akan menulis dengan baik," kata Camila dengan suara getir sambil menahan keinginan untuk mengamuk.Namun, ketika melihat tatapan dingin Simon yang menyapu dirinya, Camila hanya bisa memaksakan senyuman pahit dan menunduk kembali untuk menulis.Setelah menulis lebih dari seratus kali, lengannya sudah terasa pegal. Camila hampir tidak bisa memegang pena lagi. Meskipun ini hanya kata-kata sederhana, bagi seorang gadi
Di bawah bujukan Tirta dan Bella, Ayu akhirnya tidak memedulikan Camila lagi dan kembali duduk di meja makan.'Camila, Camila, lihat sikapmu ini. Gimana aku bisa terus menyukaimu? Setelah upacara pertunangan Pak Tirta dan Bu Bella selesai, sebaiknya kita putus saja!'Melihat perilaku Camila, Simon merasa sangat marah dan diam-diam mengambil keputusan dalam hatinya.Camila tentu tidak menyadari apa yang sedang dipikirkan Simon. Dia sibuk menghapus air mata dan kembali menunduk menulis. Dalam hati, dia terus membayangkan bagaimana caranya membalas dendam kepada Bella dan Tirta atas penghinaan yang dialaminya hari ini.Saat ini, Darwan merapikan pakaiannya, lalu berdiri dan menunjuk dua kursi kayu cendana yang sudah dipersiapkan tidak jauh dari sana. Dia berkata kepada Ayu, "Bu Ayu, pertunangan Tirta dan Bella nggak berjalan lancar karena kejadian siang tadi. Ini sungguh tak terduga dan disayangkan.""Namun, di negeri kita ada pepatah yang mengatakan bahwa hal baik seringkali diiringi rin
"Dasar bodoh, kita 'kan baru saja tunangan. Masa kamu nggak bisa bilang sesuatu yang manis untuk buat aku senang?" keluh Bella sambil melirik Tirta dengan kesal."Aku lihat kamu sudah sangat senang sekarang. Seharusnya nggak perlu aku gombali lagi, 'kan? Tapi, kalau kamu ingin dengar, aku bisa mengatakannya," sahut Tirta sambil tersenyum nakal."Dasar kamu ini! Kamu cuma bisa menggodaku! Kalau kamu menggodaku lagi lain kali, aku nggak akan meladenimu lagi!" Bella berpura-pura merajuk.Begitu ucapan itu dilontarkan, Tirta sontak memeluk Bella dengan erat. Kemudian, dia langsung mencium bibir lembut Bella! Rasa manis itu membuat Tirta tak kuasa mengeratkan pelukannya lagi!"Um …." Bella terkejut dengan aksi mendadak Tirta. Jantungnya berdegup kencang, tetapi dia juga merasa agak kesal dalam hatinya.Bella tidak menyangka Tirta berani menciumnya di depan publik, bahkan di hadapan Darwan! Dia secara naluriah ingin mendorong Tirta, tetapi teknik ciuman Tirta yang begitu lihai membuatnya ter
Sebelum suara Tirta menghilang sepenuhnya, sosoknya sudah melesat cepat keluar. Kecepatannya begitu luar biasa hingga Ayu mengira dirinya salah lihat. Dengan nada mengeluh, dia berkata, "Tirta ini benaran nggak tahu malu!""Haha, ini urusan anak muda. Kita nggak perlu ikut campur. Aku sudah menyuruh orang menyiapkan kamarmu. Setelah makan, sebaiknya kamu istirahat lebih awal," ujar Darwan sambil tertawa ringan.Setelah itu, Ayu dan Darwan kembali ke meja makan untuk melanjutkan santapan mereka....."Eh, Tirta, kenapa kamu mengikutiku? Bukankah kamu masih makan?" Bella awalnya ingin kembali ke kamarnya untuk menenangkan diri dari perasaan gugup dan malu. Namun, dia tiba-tiba melihat Tirta mengikutinya. Dia merasa agak kaget sekaligus senang."Aku nggak makan lagi," jawab Tirta sambil bergegas mendekat. Kemudian, dia langsung memeluk pinggang Bella yang ramping dan tersenyum."Uh ... kamu baru makan sedikit hari ini. Kalau nggak makan, nanti kamu lapar lho!" Bella merasa canggung sehing
"Bukannya kamu pernah bilang akan memperlakukanku dengan baik seumur hidupmu? Sekarang kamu malah mengabaikan semua kenangan kita cuma karena Tirta ...." Camila masih belum mau menyerah. Dia menggenggam lengan Simon lebih erat, memohon dengan suara pilu."Diam! Aku tanya, sudah berapa banyak kamu menulis? Jawab pertanyaanku!" Simon tiba-tiba merasa sangat muak. Dia mengempaskan tangan Camila dengan kasar."Aku ... aku sudah tulis lebih dari 430 kali ...." Camila langsung menangis dengan sedih, merasa sangat tertekan."Kalau begitu, masih kurang 9.500 kali lagi. Lanjutkan saja. Setelah siap, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu." Simon menghela napas panjang, terlihat agak ragu.Melihat ekspresi Simon, Camila tiba-tiba merasa gembira. 'Simon pasti kasihan padaku. Dia pasti punya alasan tersendiri kenapa memperlakukanku seperti ini. Dia sebenarnya masih peduli padaku! Kalau nggak, dia nggak mungkin menemaniku di sini. Dia pasti menungguku selesai menulis, lalu dia akan minta maaf dan
"Hm ... Tirta, jangan. Aku ... aku belum siap ...." Tidak peduli bagaimana Bella memohon, dia tidak akan terlepas dari cengkeraman Tirta.Tirta menunjukkan teknik ciumannya yang tak tertandingi, membuat tubuh Bella melemas. Seketika, Bella hanya bisa bersandar di pelukan Tirta, membiarkan Tirta melakukan apa pun sesuka hati.Tirta mencium dengan panas sambil melirik. Kemudian, dia melihat bibir Bella yang sangat merah akibat ciumannya. Bella seperti akan meleleh di pelukannya.Setelah merasa sudah cukup, Tirta akhirnya mengakhiri ciumannya. Dengan napas berat dan tatapan linglung, Bella berkata, "Tirta, tubuhmu panas sekali ...."Terakhir kali Tirta melihat Bella seperti ini saat berada di hotel Kota Barlin. Saat itu, Bella minum obat dari Resnu. Untungnya, Tirta menyadarinya dengan cepat sehingga membantu Bella meredakan efek obat itu. Bahkan, dia sempat mengambil sedikit keuntungan dari Bella."Aku juga merasa tubuhku panas sekali. Sepertinya aku nggak tahan lagi, bantu aku redakan p
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,
Selain itu, perasaan Selina campur aduk saat melihat Tirta. Melihat ekspresi mereka yang terkejut, Idris tertawa dan bertanya, "Apa Pak Tirta nggak pernah beri tahu kalian?"Idris membatin, 'Pak Tirta sangat hebat. Biarpun nggak ada Pak Saba, Pak Tirta bisa mendekati petinggi negara yang lain asalkan dia mau.'Sayangnya, Idris sudah berjanji kepada Tirta tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Kalau tidak, Idris akan menjadi pelindung Tirta dan memamerkan kehebatannya.Yuli masih merasa antusias. Bahkan, dia sangat bangga hingga memandangi Tirta seraya tersenyum lebar dan menjawab, "Nggak. Pak Tirta, kenapa kamu nggak beri tahu kami hal sepenting ini?"Sekarang Tirta terpaksa harus mengakuinya. Dia berdeham, lalu menanggapi dengan ekspresi tenang, "Karena aku merasa hal seperti ini nggak perlu diumbar. Aku juga nggak ingin memanfaatkan status Pak Saba untuk bertindak semena-mena."Kenyataannya memang seperti itu. Tirta tidak pernah berinisiatif mengatakan dirinya adalah saudara Saba.Yu
Tirta tertawa licik, lalu membalas, 'Oke. Kak, aku akan pergi. Nanti malam jangan berpikiran untuk menghabisiku lagi.'Kemudian, Tirta keluar dengan perasaan gembira. Dia melihat Idris yang antusias sedang duduk tegak sambil mengobrol dengan Marila, Yuli, dan Selina.Begitu Tirta keluar, Idris langsung berhenti bicara. Dia berdiri, lalu menyambut Tirta, "Pak Tirta ...."Yuli juga menghampiri Tirta dan menimpali sembari tersenyum, "Pak Tirta, apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.""Ada apa? Tentu saja boleh," sahut Tirta.Yuli sangat senang melihat Tirta menyetujui permintaannya. Dia segera menarik Tirta kembali ke kamar. Namun, sebelum Yuli membawa Tirta masuk ke kamar, Anton yang keberatan menghentikan Yuli, "Aduh, berhenti! Yuli, kamu gila, ya? Kenapa kamu nggak langsung bertanya pada Pak Tirta di sini saja? Untuk apa kamu bawa dia ke kamar? Kamu kira ini rumahmu?"Anton berucap pada Tirta dengan ekspresi canggung, "Pak Tirta, begini. Ibunya Susanti ingin
Namun, bagian tubuh yang telah dipijat oleh Tirta terasa hangat dan nyaman, membuat Idris sangat rileks."Sudah beres. Pak Idris, masalahmu berasal dari kelelahan berkepanjangan ditambah dengan faktor bawaan, menyebabkan kondisi tubuhmu lebih lemah dari orang lain, makanya sulit menghasilkan sperma.""Dengan metode kedokteran barat, masalah seperti ini sangat sulit ditangani, bahkan sering kali tak terdeteksi.""Tapi di tanganku, ini bukan masalah besar. Kalau kondisi tubuh istrimu juga memungkinkan, aku jamin malam ini kamu bisa langsung tepat sasaran."Saat mengatakan itu, alis Tirta tiba-tiba berkerut. Dia baru teringat satu hal. Dia sudah berhubungan intim dengan begitu banyak wanita, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang hamil."Wah, terima kasih banyak, Pak Tirta! Kalau aku dan istriku benar-benar bisa punya anak, aku pasti akan undang kamu ke acara syukuran!"Idris yang tenggelam dalam euforia itu sama sekali tidak menyadari ekspresi aneh di wajah Tirta. Dia sangat bersyukur
"Pak Idris, kalau memang ada sesuatu, lebih baik berdiri dan bicarakan saja. Selama bukan hal yang melanggar nurani dan hukum, aku pasti akan bantu." Melihat keadaan itu, Tirta hanya bisa menghela napas dengan pasrah."Benarkah? Kamu benaran bersedia membantuku, tanpa mengungkit kesalahan masa lalu? Tapi, permintaanku ini .... Aku ingin kamu membantuku dan istriku agar bisa punya seorang anak.""Kami sudah menikah 20 tahun, sampai sekarang belum juga punya keturunan. Aku dan istriku sudah pergi ke rumah sakit di seluruh negeri, tapi nggak ada yang bisa menemukan penyebab pastinya ...."Idris akhirnya berdiri dari lantai, tetapi suaranya masih penuh emosi dan sedikit tidak percaya. Dia merasa Tirta yang seperti dewa hidup pasti sulit didekati dan tak mudah diajak bicara. Itu sebabnya, sikapnya terhadap Tirta sangat sungkan."Kenapa nggak? Pak Idris, kamu dan Bu Marila sudah susah payah membantuku mencari Susanti. Aku tentu harus membantumu semaksimal mungkin.""Lagi pula, sekalipun buka