~Bagaimana aku bisa bahagia, sedangkan ada banyak hati yang harus aku jaga~
Di sepertiga malam ini, aku bersimpuh di hadapan Rabb-ku. Meminta petunjuk, meminta ketenangan hati, dan meminta yang terbaik untuk kehidupan dunia dan akhiratku. Karena aku sadar, tak ada yang bisa memberi petunjuk selain Allah.Jujur, setelah perceraianku dua tahun kemarin. Aku menjadi memiliki keinginan untuk berhijrah. Terutama memakai hijab disetiap saat. Dan alhamdulillah atas kemudahan dari Allah dan dorongan dari orang-orang terdekatku, terutama sahabatku Irene yang lebih dulu berhijab syar'i, aku kini memantapkan hati memakai hijab. Awalnya aku ragu, tapi karena hati yang selalu saja gelisah akhirnya aku nekat berhijrah. Bermodal niat ingin memperbaiki diri karena Allah. Bahkan kalau bisa aku ingin langsung memakai cadar. Ah, mungkin itu akan aku pikirkan lagi kelak ketika aku sudah memiliki imam dalam rumah tanggaku.Aku sadar sekarang bahwa segala sesuatu itu harus atas kehendak Allah. Maka kini aku pasrahkan segala sesuatunya kepada Allah.Tak ada daya dan upaya manusia yang bisa menjadi kenyataan kecuali atas kehendak Allah. Dan disini aku sedang berusaha untuk meminta petunjuk pada Allah dengan shalat malamku.Anehnya, dua raka'at pertama aku masih merasa belum tenang. Aku tambah lagi dan lagi dua raka'at berikutnya sampai aku merasakan hati yang lebih ringan dan lapang.Di setiap selesai salam, aku menangis, aku memohon dan meminta petunjuk padaNya."Ya Allah ... Ya Rabb Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang Maha Mengetahui sedangkan hamba tak mengetahui ... Aku bersimpuh, aku memohon kebaikan untuk urusanku di dunia yang fana ini hanya padaMu, Ya Rabb. Tak ada lagi yang bisa hamba mintai petunjuk dan pertolongan selain Engkau Sang Pemilik Diri ini.""Ya Allah ... Ya Rabb. Betapa urusan ini sangat membuatku bimbang. Jika ini adalah ujian untuk hamba, maka berilah hamba petunjuk Mu, Ya Allah. Jika Izandra memang Engkau kirimkan sebagai orang yang pantas menjadi Imam hamba, maka hamba memohon kepadaMu untuk meyakinkan hati ini bahwa segala sesuatunya sudah sesuai dengan RidhoMu. Bukan karena hawa nafsu diri ini saja. Hamba sesungguhnya takut akan murkaMu, Ya Allah. Berilah hamba petunjuk. Dan jika Izandra bukanlah jodoh hamba, maka lapangkanlah hati hamba untuk menerima setiap qodo dan qodar dariMu. Sesungguhnya tak ada daya dan upaya melainkan semua atas petunjuk dan ridho dariMu Ya Allah.. padaMu-lah hamba memohon dan padaMu pula hamba meminta. Wahai Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Aamiin Yaa Allah Yaa Robbal'aalamiin."Kuakhiri doaku dengan deraian air mata. Sungguh benarlah jika orang-orang Shaleh bilang jika obat segala masalah adalah sabar dam shalat, karena aku merasakan ketenangan setelah berkeluh kesah pada Sang Pencipta.Selesai shalat, aku sama sekali tak bisa tidur kembali. Aku malah teringat kata-kata Izandra kemarin. "Istriku sudah memberikan izinnya. Dan bahkan tahun lalu pernah akan memilihkan calonnya. Tapi aku menolaknya. Dia memilih adik tingkatnya saat dulu sekolah disini. Tapi anehnya aku malah terus kepikiran sama kamu, De. Apalagi aku tau kamu masih belum menikah lagi. Aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk bicara denganmu dan dengan istriku tentang pilihanku," ucapnya kemarin.Dia bilang, dia hanya ingin berpoligami jika itu hanya denganku. Jika tidak, dia bilang takkan pernah berpoligami sampai kapanpun. Itulah yang membuatku dilema.Betapa jika apa yang dia katakan itu benar, sungguh hati istrinya itu begitu sangat luar biasa luas hatinya. Aku gak bisa bayangkan jika ada di posisinya. Mungkin aku gak akan bisa sesabar dan seikhlas itu. Dan betapa kini aku merasa menjadi wanita yang jahat yang sudah merusak rumah tangganya.Aku tahu, di posisinya sekarang pasti sangat lah sulit. Dikala suami kita dengan sadar meminta ijin ingin berpoligami. Pasti sedikitnya ada rasa sakit di hatinya dan tanda tanya, apakah di hati suaminya kini sudah tak ada lagi dirinya? Dan pilihan yang lebih sulit mungkin bagi dia untuk menolak, karena mungkin dia lebih hafal hukum bolehnya seorang suami memiliki istri lebih dari satu.Izandra bilang, istrinya itu masih meminta waktu untuk istikharah dan menyiapkan fisik dan hatinya untuk menerima takdir dalam rumah tangga nya. Karena sungguh, aku pun pasti takkan cukup untuk berpikir dan memantapkan hati sehari dua hari jika andai kelak Izandra menjadi suamiku dan dia justru meminta ijin untuk menikah lagi. Entah aku sanggup atau aku malah akan mundur.***"Saya terima nikah dan kawinnya Indria Azkadina dengan mas kawin yang tersebut, tunai!" ucap Izandra dengan satu tarikan nafas.Seketika para saksi mengatakan "Sah!" dengan lantangnya.Seketika air mata mengalir dengan derasnya. Kini aku Sah menjadi istri kedua Izandra. Sungguh perasaan ini membuncah sebegitu hebatnya. Apa yang dulu pernah menjadi angan-anganku kini akhirnya jadi kenyataan.Aku menyambut uluran tangan Izandra dan menciumnya dengan begitu takzim. Seketika satu tangannya yang lain terulur memegang ubun-ubunku dan ku dengar ia melafadzkan doa "Allahumma inni as-aluka khairaha wa khaira maa jabaltaha alaihi, wa a'udzubika min syarriha wa syarri maa jabaltaha alaihi.”Dia juga membacakan artinya, “Ya Allah, aku memohon dariMu kebaikan istriku dan kebaikan dari tabiat yang Kau simpankan pada dirinya. Dan aku berlindung kepadaMu dari keburukan istriku, dan keburukan dari tabiat yang Kau simpankan pada dirinya." Air mataku semakin menetes dengan begitu derasnya.Tapi anehnya, setelah semua prosesi berlangsung, aku tak melihat adanya Annisa, istri pertama Izandra yang sekarang resmi menjadi suamiku juga.Berulang kali aku mengedarkan pandangan ke segala arah. Mencari keberadaan Annisa. Tapi sampai semua prosesi selesai, aku tetap tak menemukannya. Apakah wanita yang menjadi kakak madu ku sekarang itu belum memberikan restunya kepadaku? Aku sangat berharap bisa bertemu dengannya dan meminta maaf sekaligus meminta keridhoan hatinya untuk berbagi Izandra denganku.Pernikahan hari ini di lakukan dengan sangat sederhana, akad dan resepsi di hari yang sama. Dan tidak ada yang bercampur baur antara lelaki maupun perempuan seperti yang aku dan Izandra inginkan.Saat hari sudah menjelang senja dan para tamu sudah mulai meninggalkan tempat resepsi, saat aku sedang duduk sendiri di ruang tamu. Tiba-tiba ada sesosok wanita dengan memakai baju syar'i berwarna hitam pekat, dengan cadar yaman nya yang manis, dia mendekat lalu langsung memelukku dengan erat seraya berbisik di telingaku, "selamat datang di keluarga kami, Indri. Semoga kita bisa bersama-sama membahagiakan Aa Izz dan saling mengasihi satu sama lain. Jangan segan untuk menegur jika aku salah, dan jangan segan untuk meminta tolong padaku, bila aku mampu, maka aku akan membantu sebisaku. Semoga Aa Izz selalu berlaku adil di antara kita, dan semoga kita bisa menjadi bidadari-bidadari surga untuk Aa Izz kelak. Aamiin." Ternyata dia adalah Annisa. Suara yang dia keluarkan terdengar sangat berat dan sendu. Ku lepas pelukannya dan ku lihat di sorot matanya ada kepedihan yang amat mendalam, tapi meski begitu dia berusaha untuk tetap memberikan senyum terbaik di balik cadarnya padaku."Syukurlah kalian sudah bertemu." Aku dan Annisa sama-sama menoleh mendengar suara bariton yang menyapa kami. Izandra sudah berdiri di samping kami berdua. Kemudian kami bergiliran meraih tangan Izandra dan menciumnya.Tapi kemudian semua tiba-tiba menjadi gelap ....PoV 3Indri terbangun dari tidurnya. Ternyata sehabis shalat istikharah tadi ia ketiduran di atas sajadah. Saat ia membuka mata, ia teringat akan mimpinya barusan yang seakan nyata. 'Apakah itu jawaban dari Allah bahwa semua akan baik-baik saja?' batinnya.Jujur di hatinya, dia masih merasa dilema dan bimbang. Banyak sekali pertimbangan yang dia pikirkan. Bahkan setelah beberapa hari ini dia rutin istikharah, ada banyak hal yang membuat dia justru semakin galau.Indri dan Izz selalu berkomunikasi tentang apa saja yang akan terjadi jika pernikahan mereka benar-benar menjadi kenyataan. Karena keduanya pun merasa bahwa jalan mereka tak mudah dan takkan ada yang tahu bagaimana rumitnya perasaan mereka saat ini.Satu sisi, Indri memang masih memiliki perasaan pada Izz, hanya saja di sisi lain, dia juga bimbang jika harus menyakiti hati istri pertama Izz. Tak ada wanita yang akan dengan sukarela berbagi suaminya dengan orang lain, pikir Indri. Kalau pun ada, maka orang itu pasti telah melal
Allah memudahkan kita mengambil keputusan yang sulit dengan cara meminta petunjuk kepadaNya lewat shalat istikharah. Dan itulah yang Izz dan Indri lakukan selama satu bulan ini. Setiap malam mereka melantunkan doa-doa agar diberikan petunjuk mana yang terbaik bagi hubungan mereka ke depannya.Bagi orang lain yang melihat apa yang mereka lakukan, mungkin akan berkata mereka sudah gila dan di butakan oleh cinta. Apalagi seorang Izandra yang notabene orang yang memiliki ilmu agama yang baik yang harusnya lebih bisa berpikir positif dan bijak dalam mengambil sikap. Bukan malah terlena dalam cinta yang belum usai. Padahal di mata orang awam, sekelas Kyai harus memiliki iman yang kuat, tak mudah goyah oleh hawa nafsu. Tapi apalah daya.. Izandra tetap lah seorang manusia yang memiliki hati, dia pikir siapa yang bisa membolak-balikan hatinya kecuali atas kehendak Allah. Itulah yang membuatnya yakin untuk melakukan istikharah selama satu bulan penuh, agar apa yang akan dia putuskan kini, adal
Di saat kita sudah merasa memiliki sesuatu, terkadang kita di paksa sadar bahwa hal tersebut nyatanya bukanlah milik kita. Apa yang kita jaga agar tak lepas dari genggaman, ternyata justru hanya titipan semata. Jangankan orang lain, anak kita, pasangan kita, orang tua kita, saudara kita, harta kita, bahkan diri kita sendiri pun semua hanya titipan yang sewaktu-waktu bisa saja di ambil kembali oleh Sang Pemilik Segalanya. Begitulah yang kira-kira Annisa rasakan saat ini. Rasa memiliki yang begitu dalam akan sang suami, Izandra. Membuat Annisa merasa sangat amat pilu ketika mendapati kenyataan bahwa dia harus berbagi segala apa yang ada pada suaminya itu dengan perempuan lain. Raganya, cintanya, hartanya, ilmunya, perhatiannya, tanggung jawabnya, semua seperti sebuah mimpi buruk yang membuat Annisa enggan untuk meyakininya sebagai kenyataan. Sayangnya semua bukanlah sebuah mimpi. Sang suami benar-benar berniat ingin membagi segala sesuatu yang selama ini Annisa sangka hanya u
"Maaf sebelumnya, A. Tapi aku gak mau menikah tanpa ijin dari Annisa," potong Indri mantap. Izz terkesiap mendengar kata-kata Indri. Dia sama sekali tak menyangka bahwa Indri akan mengajukan syarat seperti itu. "Ma-maksudnya gimana, De?" tanya Izz lesu. "Iyaa, aku gak bisa seperti itu. Kalau memang Annisa tak memberi ijin pada Aa untuk menikah sama aku, maka aku gak akan pernah mau menikah sama Aa." Indri berkata dengan pasti. Dia merasa bahwa pernikahan yang terjadi tanpa restu dari istri pertama tak akan pernah berjalan dengan baik ke depannya. "Aku gak mau kalau sampai nanti kita akhirnya ketahuan dan semua orang jadi menyudutkan kita. Apalagi jika sampai Viral. Semua ini aku lakukan untuk berhati-hati dan berjaga-jaga demi kebaikan kita ke depannya," ucap Indri lirih. "Tapi ... kita bisa menikah lebih dulu, lalu setelahnya kita bisa beritahu Annisa. Bukankah kalau kita sudah sah menjadi suami-istri, tak ada alasan untuk Annisa menolak lagi?" jawab Izz. Rencana Izz mema
Tak ada perempuan di zaman ini yang akan ikhlas berbagi suami. Meskipun ada, itu seperti satu butir berlian di tengah gurun pasir, sulit untuk menemukannya. Begitupun dengan Annisa. Sekuat apapun dia berusaha menerima, tapi tetap saja hatinya sakit. Dia masih belum bisa berdamai dengan kenyataan. Semalam setelah Izz pulang selepas isya dari Mesjid, Annisa akhirnya memutuskan untuk berbicara dengannya. "Bii ... Aku mau bicara," kata Annisa dengan ragu sambil menundukkan kepalanya. "Ya, ayo kita ke ruang kerja Abi," jawab Izz lembut. Sesampainya di sana, Izz langsung mempersilakan Annisa untuk bicara. Izz yakin Annisa akan memberikan keputusannya. Terlihat Annisa menarik nafas dalam dan dengan berat dia mengeluarkannya. Hening beberapa saat. Annisa merasa bingung harus mulai dari mana. "Jadi .... " Izz tak sabar menunggu istrinya bicara. "Aku mau kita pisah, Bii ...," ucap Annisa dengan suara serak seperti menahan tangis. Sontak saja Izz terkeju
Dua minggu berlalu, Annisa masih saja belum memberikan keputusannya. Sampai sang Ibu merasa heran, kenapa anak sulungnya ini, sudah dua minggu ini berada di rumahnya. Firasat seorang Ibu memang sangat kuat jika anaknya sedang mengalami suatu masalah. Hanya saja ia segan untuk ikut campur dalam kehidupan anaknya itu. "Nak ... Cerita sama Ibu, sebenarnya ada masalah apa antara kamu dengan suamimu? Sudah dua minggu kamu di sini, dan selama itu pula, suamimu tak pernah datang kesini untuk mengunjungi kalian. Pasti ada sesuatu yang terjadi di antara kalian kan?" tanya Ibu Annisa pagi ini selepas sarapan. Mereka masih duduk berdua di meja makan. "Em.. Gak ada apa-apa, kok, Bu ... Kyai mungkin lagi sibuk jadi gak sempet buat kesini." lirih Annisa. Tapi sang Ibu tetap bisa melihat ekspresi Annisa yang berbeda saat membahas sang Suami. Ibunya melihat Annisa tak seceria biasanya. Hanya saja, Ibu Annisa lebih memilih membiarkan Annisa menyelesaikan masalah rumah tangganya sendiri.
"Aku mau di poligami, Bii." Setelah mengatakan itu dengan susah payah, Annisa melihat ekspresi Izz yang langsung terlihat berbinar-binar mengetahui bahwa dirinya diberi lampu hijau untuk berpoligami. "Kamu serius, Mii?" tanya Izz memastikan. Takut-takut tadi istrinya hanya bercanda. "Ya, aku serius. Tapi sebelumnya, bolehkah aku bertemu dengannya? Bertemu dengan perempuan yang bisa menggoyahkan rumah tangga kita," jawab Annisa lesu. Izz tertegun. Ia lupa bahwa Indri adalah orang yang selalu Annisa cemburui. Bahkan sering kali Annisa me-roasting Izz yang dulu sangat bucin pada Indri. Entah bagaimana ekspresi Annisa, jika dia tahu bahwa orang yang akan menjadi madunya adalah orang yang paling dia cemburui. "Emmm ... I-itu ... Nanti aku akan tanyakan dulu padanya, kapan dia mau di ajak bertemu denganmu," kata Izz ragu. "Baiklah kalau begitu. Nanti Abi kasih tau Ummi aja kapan dia bisanya," ujar Annisa sambil bangkit dari duduknya dan hendak meleng
Di saat semua sedang tegang akibat penolakan dari Gani, kakak Indri. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu depan. Lisa, istri Gani, segera bangkit dan memeriksa siapa yang datang bertamu sepagi ini. Saat membuka pintu, Lisa melihat ada seorang pria bertubuh tinggi tegap yang berdiri bersama seorang wanita berhijab panjang yang terlihat sedang membelakangi pintu dan melihat-lihat taman depan rumah mertuanya. "Maaf, cari siapa ya?" tanya Lisa. Ke dua orang itu kemudian berbalik. Lisa menelisik wajah ke duanya. Dan Lisa sama sekali merasa tak pernah bertemu dengan mereka. Apalagi Lisa agak terkejut, ternyata si tamu perempuan memakai cadar. "Maaf, Mbak. Bapak sama Ibunya Indri, ada?" Dia adalah Izz dan perempuan di sampingnya adalah Annisa. Saat sepertiga malam tadi, Annisa terbangun lalu melakukan rutinitasnya yakni shalat malam. Biasanya Annisa akan membangunkan Izz dan mengajaknya untuk shalat malam bersama. Tapi tadi, ia merasa ingin melakukannya sendiri. Setelah do
Dengan pertimbangan yang sangat panjang dan perdebatan yang alot antara ibu Indri dengan Gani kakaknya Indri, akhirnya setelah dua minggu Indri koma, keluarga memutuskan untuk menikahkan Indri dengan Izandra. Mereka agak khawatir dengan kondisi Indri yang belum mengalami perubahan. Mereka menjadikan pernikahan dengan Izandra adalah harapan terakhir Indri. Pertanyaannya adalah bagaiman jika saat Indri sadar nanti justru tidak setuju menikah dengan Izz? Di sini para keluarga, terutama orang tua Indri dan juga Annisa hanya memikirkan hal terburuk terlebih dahulu. Masalah kelak jika Indri bangun dan menolak pernikahan akan di pikirkan lagi ke depannya. "Saya terima nikah dan kawinnya Indria Saputri Binti Yanto Susanto dengan mas kawin yang tersebut, tunai!" ucap Izz lantang sambil menjabat tangan ayah Indri. Terdengar kata 'SAH' menyahut dari kedua saksi setelah Izz melafazkan ijab qabul nya. Ijab qabul di laksanakan di rumah sakit secara siri di ruangan VIP tem
Dengan pertimbangan yang sangat panjang dan perdebatan yang alot antara ibu Indri dengan Gani kakaknya Indri, akhirnya setelah dua minggu Indri koma, keluarga memutuskan untuk menikahkan Indri dengan Izandra. Mereka agak khawatir dengan kondisi Indri yang belum mengalami perubahan. Mereka menjadikan pernikahan dengan Izandra adalah harapan terakhir Indri. Pertanyaannya adalah bagaiman jika saat Indri sadar nanti justru tidak setuju menikah dengan Izz? Di sini para keluarga, terutama orang tua Indri dan juga Annisa hanya memikirkan hal terburuk terlebih dahulu. Masalah kelak jika Indri bangun dan menolak pernikahan akan di pikirkan lagi ke depannya. "Saya terima nikah dan kawinnya Indria Saputri Binti Yanto Susanto dengan mas kawin yang tersebut, tunai!" ucap Izz lantang sambil menjabat tangan ayah Indri. Terdengar kata 'SAH' menyahut dari kedua saksi setelah Izz melafazkan ijab qabul nya. Ijab qabul di laksanakan di rumah sakit secara siri di ruangan VIP
Seminggu Indri di rawat. Seminggu itu pula lah Annisa melihat banyak sekali cinta di mata suaminya untuk perempuan yang saat ini sedang terbaring koma itu. Izz pasti setiap hari menengok Indri. Dan karena takut Annisa cemburu, maka Izz mengajaknya setiap kali menjenguk Indri. Dia pikir hal tersebut akan membuat Annisa merasa di hargai oleh Izz, padahal justru semua itu membuat Annisa diam-diam memendam rasa sakit. Rasanya Annisa ingin menutup mata dari semuanya. Berharap jika semua yang dia lihat di mata Izz hanyalah perasaan buruk sangkanya saja. Tapi, ternyata tidak. Semua terlihat sama. Mata sendu itu, rasa khawatir itu, perhatian itu, semua sangat tulus dari mata sang suami. Sayang semua untuk perempuan lain. Bukan untuknya. Apalagi Izz seolah melupakan Annisa yang berada di sisinya saat Izz sudah bertemu dengan Indri, meskipun Indri hanya terbaring tak sadarkan diri. Izz seolah larut dalam kesedihan mendalam saat melihat cinta pertamanya itu lemah tak berdaya hingga tak
Ekspresi Izandra berubah panik setelah mendapat telepon dari seseorang. Orang tersebut mengabarkan bahwa Indri tertabrak mobil yang melaju kencang saat menyebrang jalan. Orang itu menghubungi nomor Izz terlebih dahulu, karena nama Izz yang ada di nomor kontak darurat di HP Indri yang di kunci tanpa adanya akses fingerprint. Dia mengabarkan bahwa Indri sudah di bawa ke RS terdekat untuk segera di tangani. Annisa yang melihat raut wajah Izz menegang langsung bertanya-tanya mengapa ekspresi suaminya berubah setelah menerima telepon. Suasana yang tadi hening setelah kepergian Indri, kini berubah menjadi tegang. Ya. Satu sisi Izandra khawatir dengan Indri, di sisi lain saat ini dia harus meluluhkan hati istrinya lagi. Jika sekarang dia pergi, maka Annisa pasti akan semakin marah, tapi jika dia tak pergi, dia kasihan terhadap Indri. Sedangkan dia tak tahu nomor keluarga Indri yang bisa dia hubungi. Akhirnya dengan segenap kekuatan, dia mencoba memberi pengertian pada Annisa.
Izandra tiba di kediaman mertuanya. Rumah ibunya Annisa. Dan tentu saja Indri ikut ke sana karena Indri lah yang memaksa Izz untuk menemui Annisa. Tadinya ibunya Indri akan ikut, tapi Indri melarangnya karena ia pikir ini adalah urusannya dengan Annisa. Indri memutuskan untuk menyerah. Dan Izz pun tak bisa memaksakan kehendaknya pada Indri. Segala keputusan Indri akan selalu Izz terima. Karena sedari awal pun Izz tak pernah memaksa untuk Indri bisa menerimanya. Apalagi sekarang justru rumah tangganya dengan Annisa malah di ujung tanduk. Izz sebisa mungkin akan berusaha mempertahankan rumah tangganya. Karena memang Izz tak pernah berniat untuk meninggalkan Annisa dan juga anak-anaknya. Itu adalah hal yang sangat mustahil Izz lakukan sekalipun Izz pernah egois memaksakan Annisa untuk menerima wanita lain di tengah mahligai rumah tangganya. Tapi di sudut hati Izz, Annisa masih tetap menjadi Ratunya yang takkan pernah Izz lepaskan. Tok! Tok! Tok! Izzandra mengetuk pin
Ada yang bilang takdir tentang jodoh itu pilihan. Kitalah yang harus memilih akan menerima orang yang masuk ke dalam hidup kita atau menolaknya. Tinggal pikirkan resiko ke depannya. Begitu katanya. Tapi ada juga yang percaya, bahwa jodoh, rejeki, maut, semua adalah rahasia Allah. Ibarat kata, sekuat apapun kita berusaha berjodoh dengan seseorang, jika Allah tak menghendakinya maka semua takkan pernah terjadi. Begitu juga ketika kita menolak untuk berjodoh dengan seseorang tapi jika Allah sudah berkehendak, maka kita akan tetap berjodoh dengannya. Entahlah.. Tinggal pilih saja mana yang kita yakini. Pilihan atau takdir. Begitupun dengan kisah Indri dengan Izandra. Bukan ingin indri untuk masuk ke dalam kehidupan rumah tangga Izandra. Sama sekali tak pernah terpikir olehnya, jika sekarang dialah yang menjadi duri di dalam rumah tangga orang lain. Tapi dia juga bimbang, tak tahu skenario seperti apa yang sedang Allah rencanakan untuknya. Beberapa hari ini Indri terus
Izz masuk ke dalam kamarnya di lantai dua setelah tadi dia menemani anak-anaknya bermain sebentar. Ia mengedarkan pandangannya mencari sang istri yang tak terlihat di sana. Dia berjalan menuju walk in closet, Annisa tak terlihat juga di sana. Lalu dia berjalan ke arah kamar mandi di seberang walk in closet. Izz sedikit menempelkan telinganya di depan pintu kamar mandi. Di sana terdengar gemericik air di dari dalam. Mungkin Annisa sedang mandi, pikir Izz. Sepulu menit, dua puluh menit, sampai hampir satu jam, Annisa sama sekali tak keluar dari dalam kamar mandi. Izz mulai merasa ada yang janggal. Ia kembali menuju pintu kamar mandi dan menempelkan telinganya di sana. Gemericik air tetap terdengar tapi seperti tak ada aktifitas apapun di dalamnya. Izz mencoba mengetuk pintu dan memanggil Annisa. Satu kali, dua kali, sama sekali tak ada jawaban. Dia mencoba memutar gagang pintu, tapi ternyata di kunci dari dalam. Izz mulai panik, berbagai pikiran buruk langsung berk
Indri duduk di Kafe Teras Biru sambil memainkan handphone nya dan menunggu sahabatnya datang. Semalam dia mengajak Irene untuk bertemu di kafe tersebut saat jam makan siang. Indri memindai isi Kafe tersebut yang di dominasi warna biru. Mulai dari cat dinding, warna lantai, hiasan-hiasan bahkan kursi dan mejanya pun dominan berwarna biru. Menu makanan di Kafe tersebut rata-rata adalah makanan kekinian, seperi aneka macam mie, seblak, bakso, dimsum, steak, ricebowl dan lain-lain. 'Tempatnya cukup enak buat nongkrong dan curhat,' pikir Indri. Beberapa menit kemudian Irene datang dan langsung memeluk Indri, mereka saling menanyakan kabar sambil cipika-cipiki. Setelah berbasa-basi mereka pun langsung duduk, Indri memanggil pelayan dan menyodorkan buku menu pada Irene, lalu mereka memesan 3 menu makanan dan dua minuman. Setelah pelayan pergi, Irene langsung menodong Indri dengan pertanyaan, "So... Gimana-gimana? Udah dapet keputusan?" tanya Irene, tapi Indri hanya tersenyum
"Tunggu! Aku ingin bicara," ucap Gani. Seketika Izz mengurungkan niatnya untuk pergi menyusul Annisa karena Gani meminta bicara dengannya. Izz menghela napasnya pelan. Kemudian mengangguk patuh. "Silakan duduk dulu," titah Gani. Izz merasa ada hawa intimidasi dari tatapan Gani kepadanya. Dan dia pun memaklumi juga menerima apapun konsekuensi yang akan dia terima. Gani duduk di seberang Izz di ikuti yang lainnya. Mereka diam beberapa saat sampai Gani membuka suaranya. "Jadi benar, kabar bahwa kamu akan menjadikan adik saya istri ke dua?" tanya Gani to the point. "A ... Please ... Jangan kek gini," bujuk Indri. Dia takut sekali sang kakak murka pada Izz. Tapi memang tak ada pilihan lain, dia harus membela Izz apapun yang terjadi. "Diam kamu!" sentak Gani. "Aa lagi ngomong sama dia! Kamu diam! Jangan ikut campur!" Gani membentak Indri dengan wajah merah menahan amarah. Ibunya Indri berusaha mendekat pada Indri dan memeluk putri kesayangannya it