3 orang memasuki mobil yang sama, mereka akan menuju suatu tempat yang mungkin akan lama di sana.
Liana, Sakha dan Alena berada dalam 1 mobil dengan atmosfer yang terasa semakin dingin jikalau Alena tidak terus-terusan bertanya ini itu. Gadis itu baru saja kembali ke tahan air setelah lama mengenyam bangku pendidikan di Seattle.
Lalu dia bekerja sebagai pengacara selama 3 tahun di Seattle, setelah itu dia memilih kembali ke tanah air, dengan tujuan untuk menikah dengan tunangannya.
"Jadi kamu pengacara? Kasus apa yang menurut kamu sulit banget?" tanya Sakha pada Alena sambil fokus menyetir, sedangkan Liana hanya melalukan pekerjaannya sebagai pendengar.
"Semua kasus itu sulit, tapi yang paling sulit itu waktu aku jadi pengacara ada kasus seorang pengusaha, dia dituduh melakukan korupsi, pembunuhan dan pelecehan seksual. parah banget deh. Sebenarnya aku juga tidak mau mengambil kasus itu, kasus itu jatuh ke tanganku setelah rekanku meninggal menangani kasus ini."
"Meninggal?" Sakha jadi tertarik dengan cerita Alena.
"Iya tapi, tunggu dulu. Setelah penyelidikan itu Kak, bukti udah mengarah ke klien aku, dan aku udah hampir nyerah waktu itu, mana kasusnya ribet terus aku down karena temenku meninggal, pusing banget deh."
"Ada hubungannya temen kamu meninggal sama kasus ini?" tanya Sakha.
"Ya, dia meninggal mendadak setelah beberapa waktu menangani kasus itu, padahal dia baru saja mendapat barang bukti yang menyatakan kalau terdakwa tidak bersalah."
"Mendadak? Apa dia sakit? Atau dibunuh?" Sakha mengecilkan volume suaranya saat di akhir perkataannya.
"Firma kami menyelediki hal itu, mencari tahu, ternyata dia dibunuh, dengan bantuan polisi kami berhasil membuat pembunuh ditangkap."
Mendengar pembicaraan Sakha dan Alena membuat Liana terhenyak, kenapa orang-orang berbicara dengan mudah dah lancar saat membicarakan hal seperti ini. Kenapa tidak dengan dirinya?
"Dan benar aja Kak, ternyata pembunuhan ini ada sangkut pautnya sama kasus pengusaha yang aku tangani Kak, hasil introgasi malah mengarah ke penggugat."
"Really?"
Bahan cerita mereka tidak habis sampai di situ, sangking bosannya Liana mendengarkan dia memilih tidur dan membiarkan mereka asik sendiri.
Walaupun Alena berada di kursi belakang, tapi pembicaraan mereka seperti tak terhalang apapun. Hal itu membuat Liana semakin sebal, bahkan orang yang dia bayar sekalipun lebih memilih Alena dari pada berpihak kepadanya.
Dunia menyimpan kebencian pada Liana sepertinya. Meskipun matanya terpejam, Liana bisa mendengar pembicaraan Sakha dan Alena yang enggan berhenti, sekarang sudah pindah topik tentang hobi surfing Alena saat dia di Seattle, dia juga memamerkan kemarihan bermain hoki es.
Liana muak sekali dengan gaya pamer adiknya yang terkesan berlebihan itu. Kenapa Sakha malah menanggapi dengan antusias, dasar bodoh.
Dengan sengaja Liana menjatuhkan botol air minum dengan keras, hingga keduanya diam dan memperhatikan Liana.
"Oh, kalian terganggu. Silahkan turunkan aku jika begitu," ketus Liana dengan tatapan tidak peduli.
Sakha seperti bisa membaca situasi ini, Alena tidak mungkin membujuk Liana untuk masuk ke dalam obrolan mereka.
"Oh iya, kemarin kamu kemana? Ninggalin aku sama Luna dan Alpha?" tanya Sakha.
Liana melirik Sakha. "Kamu bicara denganku?" Tampak kaget dengan Sakha yang mengajaknya bicara.
"Iya lah, kan kamu yang ngenalin aku sama Alpha dan Luna."
"Bukan urusan kamu."
Mobil itu terparkir di depan pusat perbelanjaan ternama yang dulu Sakha bisa membaca papan brand dari jarak jauh karena sangking besarnya.
"Kamu kenapa sih, biasanya kamu gak pernah begini sama aku." Sakha mulai berakting agar terlihat natural di hadapan Alena, sekalipun gadis itu tahu kalau mereka bukanlah pasangan.
Liana turun dari mobil, mengikuti Alena yang sudah turun duluan. Sakha menyusulnya, meraih jemari Liana untuk di tautkan pada jarinya.
Melihat kejadian itu, Liana lantas menatap Sakha dengan tajam. "kamu ngapain sih?" Bisiknya.
"Biar kelihatan pasangan saja, aku tidak mau kalau aku yang dikira pasangannya Alena. Aku bekerja untukmu." Sedikit Sakha bisa memenangkan hati Liana yang tadi mulai marah.
Dengan alasan itu Liana pun memaklumi perilaku Sakha. Mereka membantu Alena untuk berbelanja kelengkapannya untuk menikah, seperti gaun , bunga, sepatu, gaya make up, perhiasan.
Semua dilakukan bersama Liana dan Sakha. "Oh iya, tunangan kamu kok belum datang?" tanya Sakha.
"Iya, dia sibuk banget Kak, udah aku telpon juga dari tadi, tapi belum dijawab," ucap Alena.
"Positif thingking sekali kamu, bisa saja kan dia sedang pergi bersama pacarnya yang lain, sebelum dia menikah denganmu." Sakha menatap Liana, ucapan wanita itu sangat jahat. Kenapa menyudutkan adiknya sendiri.
"Len, kamu pilih aja lagi bunganya. Aku mau keluar sebentar sama Liana ya," ucap Sakha, sebelum terjadi peperangan di muka umum ini.
Sakha menarik tangan Liana, membawanya ke arah lain.
"Are you okay?" tanya Sakha.
"Yeah, kenapa?" tanya Liana dengan judes.
"Ayolah Li, cuma hari ini, papa kamu juga minta sama aku, kalian itu harus akur. Jangan memancing pertengkaran ya."
"Oh, jadi kamu nyalahin aku? Aku yang buat ribut?" Liana tidak terima dengan tuduhan secara tidak langsung itu.
"Liana, please. Coba kamu pikir, yang kamu bicaraain ke Alena tadi, apa itu tidak memancing pertengkaran," ucap Sakha penuh dengan kesabaran.
"Faktanya, apa yang aku bicarakan itu bukan spekulasi, aku tahu siapa Marca. Jadi kamu jangan mengatur-atur aku, kamu kerja kan denganku?" Sikap berkuasa itu memang benar menyakiti Sakha.
Tapi dia harus bersabar, hanya tinggal beberapa hari lagi dan semuanya akan beres.
"Oke, kalau itu mau kamu. Aku tidak akan peduli apapun yang kamu lakukan." Sakha memang bekerja untuk Liana, tapi dia juga punya harga diri.
"Memang itu yang aku mau." Liana menatap Sakha datar, lalu berjalan meninggalkan pria itu.
Haruskah Sakha pergi saja? Kabur lagi seperti waktu itu. Sebagai manusia yang waras dia ingin melaporkan Liana ke polisi saja, sudah banyak sekali kejahatan yang dia lakukan, tapi sekali kali Sakha tidak mau mengusik apapun itu sampai tugasnya berakhir.
Sakha memukul-mukul udara, meyalahkan takdir yang menuntunnya bertemu wanita iblis itu. Sakha menarik nafasnya perlahan lalu membuangnya dengan keras, dia kesal masih bertahan di sini.
Saat Sakha akan kembali ke toko, dia tidak sengaja melihat Liana yang berdiri di luar toko, dia melipat kedua tangannya. Dengan style yang dark itu Liana tampak menonjol dari para pengunjung.
"Kenapa tidak masuk?" tanya Sakha.
Liana menunjuk dengan dagunya, "Marco sudah datang, sebaiknya kita pergi, aku muak berlama-lama di sini.""Apa tidak perlu pamit?" tanya Sakha sambil berjalan bimbang.
"Tidak perlu," tegas Liana.
"Padahal aku ingin melihat seperti apa Marco yang sepertinya kamu juga kenal."
"Kamu tidak perlu kenal laki-laki brengsek sepertinya," ucap Liana.
"Jadi kamu mengenalnya?" tanya Sakha.
Liana tidak menjawab, cukup malas menjawab pertanyaan Sakha, dia bosan terus bermain-main seperti ini. Dia hanya ingin hidup normal seperti yang lainnya.
"Kamu belum menjawab pertanyaan aku tadi siang, kemarin kamu kemana?" tanya Sakha lagi.
Sungguh Liana sedang malas membahas apapun saat ini, tapi laki-laki di bekalangnya itu terus saja bertanya ini itu seperti anak kecil.
Wanita itu berbalik hingga Sakha hampir menabraknya, untungnya dia sempat berhenti. Jarak keduanya sangat dekat hanya sekitar puluhan centimeter.
"Membuat masalah."
•••
2 hari sebelum resepsi dilakukan, Alena ingin melakukan family time. Awalnya tidak akan mengajak Sakha, tapi karena Liana mengatakan kalau dia akan ikut jika Sakha ikut juga, akhirnya Alena mengalah.Saat keluarga Rodriguez itu berada di pantai sambil menikmati hidangan seafood yang tampak sedap itu, Liana malah sibuk menyiapkan apapun yang disukai oleh keluarganya.Sakha yang melihat kesibukan Liana itu menghampirinya, membantunya menyiapkan apa yang Liana inginkan."Kamu kenapa tidak makan dari tadi?" tanya Sakha sambil membolak-balik seafood di atas panggangan."Alergi," jawab Liana singkat. Lalu meninggalkan Sakha dan memberikan hidangan itu pada keluarganya yang sedang bermusik ria.Meski hidup berdampingan dengan dunia gelap, mereka masih punya rasa ceria untuk merayakan sesuatu tentunya. Bukan keluarga yang kaku, bahkan senyum pun sulit.Sakha dengan cepat bisa berb
Pernikahan yang mewah dan berkelas itu sangat mengharukan dan penuh dengan suka cita. Pengantin yang sangat serasi membuat siapa saja memperhatikan serta memuji keserasian mereka."Well, mereka memang serasi dalam merusak hati orang," ujar Liana. Sakha yang duduk di sampingnya menatapnya."Maksudmu?" Pria itu menghentikan sesi cicip cicip makanan yang enak ini. Hidup cukup tidak membuatnya makan enak setiap hari, hanya sesekali saja dia makan enak, itu pun kalau sedang awal bulan dan berkumpul dengan teman-temannya."Makan saja, jangan pedulikan aku."Selain pengantin yang menjadi sorotan, Liana pun jadi bagian. Dia mendapat cerita miring karena dilangkahi oleh adiknya sendiri.Hidup dengan perkataan orang memang menyulitkan, tapi untuk masalah ini Liana tidak peduli.Selain karena belum menikah, pakaiannya hari ini juga mencuri perhatian, dress panjang tanpa lengan, denga
Tidak semudah itu keluar dari masalah ini, Liana dan Sakha sekarang berada di ruang kerja Ronald. Dengan tatapan nyalang Ronald menatap keduanya kecewa."Aku tahu kalian saling mencintai, tapi apakah sopan melakukan tindakan seperti itu di acara pernikahan orang lain." Liana yakin semua orang pasti berpihak pada Alena yang acaranya dibuat berantakan dengan kelakuan Liana dan Sakha.Keduanya memilih diam tidak menjawab, berharap salah satu dari mereka yang menjawab tapi seperti sudah di setting, kali ini mereka kompak untuk diam."Apa kalian tidak punya mulut untuk menjawab, hah!" Nada tinggi itu membuat Sakha terlonjak kaget, berlainan dengan Liana yang tampak tenang mendengar amarah papanya itu."Maaf Om," ucap Sakha. Dia berusaha untuk meredakan panas yang sudah menjalar itu."Maaf Pa, aku tidak akan mengulanginya lagi." Liana mengepala tangannya, namun tetap berusaha tenang.
Liana memutuskan untuk kembali ke rumahnya sendiri, dia sudah tidak tahan lagi berada di rumah orang tuanya, seakan hidupnya penuh tuntutan dan juga tekanan.Sakha menghampiri Liana dengan penampilan yang rapi, dia menggunakan baju yang sama seperti pertama kali mereka bertemu."Masih pagi, kamu mau kemana?" tanya Liana sambil mengoleskan nutella pada roti yang dia pegang.Sakha menyerahkan kertas kontrak yang dia punya, memberitahu bahwa kontrak mereka telah berakhir dengan lancar."Aku tidak mau merepotkanmu lagi, aku berterima kasih karena kamu sudah berbaik hati membebaskan aku dari hutang keluargaku." Sakha nyaman di sini, dia punya tempat tinggal, hidup dengan fasilitas yang baik, tapi dia merasa ini bukan ranahnya, dia juga tidak mau jadi benalu dalam hidup Liana.Semua yang dia dapatkan di sini rasanya fana, dia punya ini itu tapi harga dirinya jatuh karena menerima semuanya dari w
Liana mengamati sebuah akuarium kaca kecil yang berisi kelomang yang pernah dia bawa bersama Sakha. Beberapa sudah mati karena terlaku sering ditiup agar keluar. Yah, padahal Liana sangat menyukai mereka.Hewan saja jika rumahnya tidak nyaman mereka akan pergi mencari tempat nyama yang lainnya. Kenapa Liana tidak bisa."Oh My God! Girl... What u do?" Seorang wanita mix Korea-Amerika itu datang sambil membawa banyak belanjaan ditangannya."Kenapa rumahmu yang kecil ini sangat kotor," ucapnya sarkas. Wanita itu meletakan belanjaannya di atas meja."Kenapa datang?" tanya Liana."Sejujurnya aku juga tidak mau datang, tapi my honey bunny sweety darling menyuruhku menjenguk temannya yang tidak tahu diri ini," ucapnya masih dengan nada dan kosa kata yang sarkas."Ya sudah sana pergi. Aku juga muak dengan mulutmu yang berbisa itu." Sejujurnya, keduanya sama-sama berbisa t
Sebut saja Liana sudah gila, dia membuang uang ratusan juta untuk membeli sebuah tempat yang tidak sesuai dengan bidangnya. Wanita itu membeli sebuah restoran dengan harga mahal tanpa melihat aspek-aspek yang mungkin menguntungkan atau merugikannya. "Aku pikir kamu memang benar-benar gila." Cakra sampai tidak percaya Liana melakukan hal ini setelah dia memberikan apa yang Liana mau beberapa hari lalu. "Memangnya kenapa? kamu tidak pernah diperjuangkan sebegitunya oleh seorang wanita? bilang saja kamu iri." Kekeh Liana. Cakra hanya menggelengkan kepalanya, beberapa laki-laki di dunia ini tidak ingin wanita yang dicintai lebih tinggi kedudukannya. "Kamu yakin, dia bakal kembali lagi bersama kamu?" tanya Cakra. Liana mengangguk mantap, sebisa mungkin wanita itu mengharapkan suatu kejadian baik menghampirinya. Sakha baru saja datang untuk bekerja hari ini. Penampilan sederhana
Laki-laki tinggi dengan telinga lebar itu menatap Liana dengan tatapan aneh. Melihat penampilan gadis itu yang sangat berbeda dari biasanya. Gadis itu berputar-putar di depan kaca sambil melihat bagaimana penampilannya dengan baju yang kemarin dia borong melalui pegawainya. "Bagaimana? Apa baju ini cocok denganku?" Rok tenis dipadu dengan kaos cerah. Liana menghadap ke arah Cakra dan meminta pendapatnya tentang apa yang ia kenakan saat ini. "Tidak. Kau bukan bocah SMA lagi. Tidak cocok, cari saja yang masuk akal." Cakra hanya tidak ingin temannya itu bersikap aneh-aneh. Meskipun gadis itu masih cocok mengenakan pakaian yang dikenakan. "Lalu apa?" Gadis itu tampak frustasi untuk mix and match pakaian baru yang dia miliki.
Cahaya itu mengusik tidur sang gadis, tangannya mengulur mencari-cari benda persegi panjang nan tipis yang biasanya ada di sampingnya. Kamar ini pun tak tampak seperti miliknya, hawa panas yang sangat kentara di tambah banyaknya sinar matahari yang masuk membuat gadis itu tak nyaman."Mencari ini?" Suara yang pernah dia idamkan hadir saat baru bangun tidur itu kenapa terasa nyata kali ini. Sampai sentuhan menyadarkan gadis itu kalau memang keadaan ini nyata."Good morning." Sakha menyerahkan ponsel Liana."Sakha!" Sontak gadis itu bangun saat matanya dengan sadar melihat sosok laki-laki tampan itu."Yes, it's me."Seketika bayangan-bayangan saat dia tertawa seperti orang bodoh, menangis bahkan berkata merendahkan dirinya sendiri melintas di otaknya. "Astaga!"Rasa malu melebihi harga dirinya, dia merasa orang paling bodoh sedunia namun disaat yang bersamaan dia merasa aman karena Sakha lah orang yang membawanya.
Cahaya itu mengusik tidur sang gadis, tangannya mengulur mencari-cari benda persegi panjang nan tipis yang biasanya ada di sampingnya. Kamar ini pun tak tampak seperti miliknya, hawa panas yang sangat kentara di tambah banyaknya sinar matahari yang masuk membuat gadis itu tak nyaman."Mencari ini?" Suara yang pernah dia idamkan hadir saat baru bangun tidur itu kenapa terasa nyata kali ini. Sampai sentuhan menyadarkan gadis itu kalau memang keadaan ini nyata."Good morning." Sakha menyerahkan ponsel Liana."Sakha!" Sontak gadis itu bangun saat matanya dengan sadar melihat sosok laki-laki tampan itu."Yes, it's me."Seketika bayangan-bayangan saat dia tertawa seperti orang bodoh, menangis bahkan berkata merendahkan dirinya sendiri melintas di otaknya. "Astaga!"Rasa malu melebihi harga dirinya, dia merasa orang paling bodoh sedunia namun disaat yang bersamaan dia merasa aman karena Sakha lah orang yang membawanya.
Laki-laki tinggi dengan telinga lebar itu menatap Liana dengan tatapan aneh. Melihat penampilan gadis itu yang sangat berbeda dari biasanya. Gadis itu berputar-putar di depan kaca sambil melihat bagaimana penampilannya dengan baju yang kemarin dia borong melalui pegawainya. "Bagaimana? Apa baju ini cocok denganku?" Rok tenis dipadu dengan kaos cerah. Liana menghadap ke arah Cakra dan meminta pendapatnya tentang apa yang ia kenakan saat ini. "Tidak. Kau bukan bocah SMA lagi. Tidak cocok, cari saja yang masuk akal." Cakra hanya tidak ingin temannya itu bersikap aneh-aneh. Meskipun gadis itu masih cocok mengenakan pakaian yang dikenakan. "Lalu apa?" Gadis itu tampak frustasi untuk mix and match pakaian baru yang dia miliki.
Sebut saja Liana sudah gila, dia membuang uang ratusan juta untuk membeli sebuah tempat yang tidak sesuai dengan bidangnya. Wanita itu membeli sebuah restoran dengan harga mahal tanpa melihat aspek-aspek yang mungkin menguntungkan atau merugikannya. "Aku pikir kamu memang benar-benar gila." Cakra sampai tidak percaya Liana melakukan hal ini setelah dia memberikan apa yang Liana mau beberapa hari lalu. "Memangnya kenapa? kamu tidak pernah diperjuangkan sebegitunya oleh seorang wanita? bilang saja kamu iri." Kekeh Liana. Cakra hanya menggelengkan kepalanya, beberapa laki-laki di dunia ini tidak ingin wanita yang dicintai lebih tinggi kedudukannya. "Kamu yakin, dia bakal kembali lagi bersama kamu?" tanya Cakra. Liana mengangguk mantap, sebisa mungkin wanita itu mengharapkan suatu kejadian baik menghampirinya. Sakha baru saja datang untuk bekerja hari ini. Penampilan sederhana
Liana mengamati sebuah akuarium kaca kecil yang berisi kelomang yang pernah dia bawa bersama Sakha. Beberapa sudah mati karena terlaku sering ditiup agar keluar. Yah, padahal Liana sangat menyukai mereka.Hewan saja jika rumahnya tidak nyaman mereka akan pergi mencari tempat nyama yang lainnya. Kenapa Liana tidak bisa."Oh My God! Girl... What u do?" Seorang wanita mix Korea-Amerika itu datang sambil membawa banyak belanjaan ditangannya."Kenapa rumahmu yang kecil ini sangat kotor," ucapnya sarkas. Wanita itu meletakan belanjaannya di atas meja."Kenapa datang?" tanya Liana."Sejujurnya aku juga tidak mau datang, tapi my honey bunny sweety darling menyuruhku menjenguk temannya yang tidak tahu diri ini," ucapnya masih dengan nada dan kosa kata yang sarkas."Ya sudah sana pergi. Aku juga muak dengan mulutmu yang berbisa itu." Sejujurnya, keduanya sama-sama berbisa t
Liana memutuskan untuk kembali ke rumahnya sendiri, dia sudah tidak tahan lagi berada di rumah orang tuanya, seakan hidupnya penuh tuntutan dan juga tekanan.Sakha menghampiri Liana dengan penampilan yang rapi, dia menggunakan baju yang sama seperti pertama kali mereka bertemu."Masih pagi, kamu mau kemana?" tanya Liana sambil mengoleskan nutella pada roti yang dia pegang.Sakha menyerahkan kertas kontrak yang dia punya, memberitahu bahwa kontrak mereka telah berakhir dengan lancar."Aku tidak mau merepotkanmu lagi, aku berterima kasih karena kamu sudah berbaik hati membebaskan aku dari hutang keluargaku." Sakha nyaman di sini, dia punya tempat tinggal, hidup dengan fasilitas yang baik, tapi dia merasa ini bukan ranahnya, dia juga tidak mau jadi benalu dalam hidup Liana.Semua yang dia dapatkan di sini rasanya fana, dia punya ini itu tapi harga dirinya jatuh karena menerima semuanya dari w
Tidak semudah itu keluar dari masalah ini, Liana dan Sakha sekarang berada di ruang kerja Ronald. Dengan tatapan nyalang Ronald menatap keduanya kecewa."Aku tahu kalian saling mencintai, tapi apakah sopan melakukan tindakan seperti itu di acara pernikahan orang lain." Liana yakin semua orang pasti berpihak pada Alena yang acaranya dibuat berantakan dengan kelakuan Liana dan Sakha.Keduanya memilih diam tidak menjawab, berharap salah satu dari mereka yang menjawab tapi seperti sudah di setting, kali ini mereka kompak untuk diam."Apa kalian tidak punya mulut untuk menjawab, hah!" Nada tinggi itu membuat Sakha terlonjak kaget, berlainan dengan Liana yang tampak tenang mendengar amarah papanya itu."Maaf Om," ucap Sakha. Dia berusaha untuk meredakan panas yang sudah menjalar itu."Maaf Pa, aku tidak akan mengulanginya lagi." Liana mengepala tangannya, namun tetap berusaha tenang.
Pernikahan yang mewah dan berkelas itu sangat mengharukan dan penuh dengan suka cita. Pengantin yang sangat serasi membuat siapa saja memperhatikan serta memuji keserasian mereka."Well, mereka memang serasi dalam merusak hati orang," ujar Liana. Sakha yang duduk di sampingnya menatapnya."Maksudmu?" Pria itu menghentikan sesi cicip cicip makanan yang enak ini. Hidup cukup tidak membuatnya makan enak setiap hari, hanya sesekali saja dia makan enak, itu pun kalau sedang awal bulan dan berkumpul dengan teman-temannya."Makan saja, jangan pedulikan aku."Selain pengantin yang menjadi sorotan, Liana pun jadi bagian. Dia mendapat cerita miring karena dilangkahi oleh adiknya sendiri.Hidup dengan perkataan orang memang menyulitkan, tapi untuk masalah ini Liana tidak peduli.Selain karena belum menikah, pakaiannya hari ini juga mencuri perhatian, dress panjang tanpa lengan, denga
2 hari sebelum resepsi dilakukan, Alena ingin melakukan family time. Awalnya tidak akan mengajak Sakha, tapi karena Liana mengatakan kalau dia akan ikut jika Sakha ikut juga, akhirnya Alena mengalah.Saat keluarga Rodriguez itu berada di pantai sambil menikmati hidangan seafood yang tampak sedap itu, Liana malah sibuk menyiapkan apapun yang disukai oleh keluarganya.Sakha yang melihat kesibukan Liana itu menghampirinya, membantunya menyiapkan apa yang Liana inginkan."Kamu kenapa tidak makan dari tadi?" tanya Sakha sambil membolak-balik seafood di atas panggangan."Alergi," jawab Liana singkat. Lalu meninggalkan Sakha dan memberikan hidangan itu pada keluarganya yang sedang bermusik ria.Meski hidup berdampingan dengan dunia gelap, mereka masih punya rasa ceria untuk merayakan sesuatu tentunya. Bukan keluarga yang kaku, bahkan senyum pun sulit.Sakha dengan cepat bisa berb
3 orang memasuki mobil yang sama, mereka akan menuju suatu tempat yang mungkin akan lama di sana.Liana, Sakha dan Alena berada dalam 1 mobil dengan atmosfer yang terasa semakin dingin jikalau Alena tidak terus-terusan bertanya ini itu. Gadis itu baru saja kembali ke tahan air setelah lama mengenyam bangku pendidikan di Seattle.Lalu dia bekerja sebagai pengacara selama 3 tahun di Seattle, setelah itu dia memilih kembali ke tanah air, dengan tujuan untuk menikah dengan tunangannya."Jadi kamu pengacara? Kasus apa yang menurut kamu sulit banget?" tanya Sakha pada Alena sambil fokus menyetir, sedangkan Liana hanya melalukan pekerjaannya sebagai pendengar."Semua kasus itu sulit, tapi yang paling sulit itu waktu aku jadi pengacara ada kasus seorang pengusaha, dia dituduh melakukankorupsi, pembunuhan dan pelecehan seksual. parah banget deh. Sebenarnya aku juga tidak mau mengambil kasus itu, kasus itu jat