Tadinya Sakha ingin berolah raga pagi, tapi dia urungkan karena melihat ibu Liana atau nyonya Marina sedang menyuruh pekerjanya untuk memotong tanaman bonsai import dari luar negeri miliknya.
Sakha ingat, Liana memberinya tugas untuk membuat orang tua Liana merasa Sakha adalah laki-laki yang tepat untuk Liana.
"Pagi, Tante," sapa Sakha.
"Hai, Sakha. Kamu sudah sarapan?" tanya wanita paruh baya itu.
"Udah Tante, aku denger Tante yang masak ya? Enak banget Tan." Senyuman Sakha itu seolah benar-benar memuja nyonya Marina.
"Benar kah? Kebetulan hari ini memang Tante yang masak, soalnya Om kamu lagi mau makan masakan Tante, syukur deh kalau kamu suka, kapan-kapan Tante masakin lagi." Wanita itu tampak berseri ketika pacar dari anak sulungnya itu memberikan pujian.
Sakha mengangguk dan tersenyum ramah. "Ini bonsai pinus kan Tante? Kalau ini Azalea kan Tan? Wah, ini import kan?"
Sakha membawa obrolan jadi menyenangkan, membuatnya banyak disenangi oleh orang-orang di rumah ini.
"Iya, kamu kok tahu? Suka bonsai juga?" tanya nyonya Marina.
"Aku suka juga Tan, nilai seni dari bonsai ini tinggi Tan, jaman dulu saja ini sudah jadi hobi berkelas, perawatannya juga harus ekstra sabar. Keren deh, Tante bisa suka sama bonsai, setau aku yang lebih gemar bonsai itu laki-laki Tan."
"Oh ya? Kalau gitu kita bisa sharing tentang bonsai ya."
"Oh iya kamu, mau kemana tadi?" tanya nyonya Marina.
"Tadi aku mau lari pagi, tapi tidak jadi karena tanaman bonsai Tante lebih menarik." Sakha terkekeh dengan candaannya.
"Kamu ini bisa saja. Dimana Liana?"
"Mungkin belum bangun Tante."
"Tidak mungkin, dia itu tidak bisa bangun kesiangan, coba kamu cari di belakang sana."
Yah, dari pada bicara bonsai lagi dan kehabisan kata-kata lebih baik Sakha undur diri. Jujur saja Sakha tidak tertarik sama sekali dengan bonsai, dia hanya melalukan sedikit searching di g****e karena beberapa hari lalu melihat kesibukan Tante Marina dengan tanaman miniaturnya itu.
"Aku pamit dulu ya Tan."
Sakha lelah berjalan, kenapa rumah sebesar ini tidak punya transportasi di dalam rumah. Hampir 100 meter Sakha berjalan untuk menuju belakang rumah ini. Punya rumah kecil rasanya sempit, punya rumah besar rasanya lelah.
Akan sia-sia jika sudah sampai belakang Sakha malah tidak bertemu dengan Liana.
Sakha berlari saat melihat Liana di dalam area yang di pagari dengan kaca, bersama hewan buas yang sangat mengerihkan.
"Liana!" Nada suara Sakha meninggi kala hewan buas itu mendekati Liana yang sedang lengah.
Wanita itu berbalik, dia menatap Sakha datar. "Ada apa?"
"Kamu gila ya! Mereka bisa memakan kamu hidup-hidup!" Panik Sakha.
"Maksudmu mereka?" Liana menunjuk 2 serigala yang kira-kira tingginya sekitar 1 meter dengan tubuh yang besar dan dipenuhi oleh bulu.
Sakha menganggu, dia ingin menolong Liana tapi dia rasa itu terlalu berbahaya.
Liana tertawa kecil. "Mereka temanku."
Apa orang-orang kaya selalu bertingkah aneh? Selain pembunuh, Liana juga memelihara binatang buas."Maksudmu?" tanya Sakha.
"Mereka jinak, tapi jika kamu bertingkah, aku bisa menyuruh mereka mencabik-cabik seluruh tubuhmu sampai darah pun enggan mengalir lagi di pembulu darahmu." Tatapan yang mengerihkan itu membuat Sakha bergidik ngerih.
"Kamu benar 31 tahun kan?" tanya Liana.
"Ya, memangnya kenapa?" Sakha tak bisa mengalihkan pandangannya dari 2 serigala yang ada di sekitar Liana sedang memakan daging segar itu.
"Tidak." Liana tidak akan mengatakan kalau Sakha sangat menghibur dengan tingkah konyolnya itu.
Liana keluar dari kandang yang terlihat lebih bagus dari rumah Sakha sebelumnya. "Namanya Alpha dan yang satunya adalah Luna."
"Kenapa memelihara binatang buas seperti itu, serigala bukan hewan yang cocok untuk dipelihara. Pasti Papamu yang memelihara mereka."
"Ya benar, tapi aku yang memilih mereka untuk di pelihara."
Mulut Sakha terbuka, sebenarnya dia sedang berada di dunia apa sekarang, membunuh itu mudah, berkata dan bersikap kasar itu kecil, sekarang serigala di dalam rumah. Keluarga ini sungguh gila.
"Kemarilah, sepertinya mereka ingin berkenalan denganmu." Liana menggerakan sedikit kepalanya untuk menyuruh Sakha mendekat. Sakha berada 10 meter jauhnya dari Liana.
"Tidak... terima kasih, aku lebih baik mati saja dari pada berkenalan dengan mereka," ucap Sakha dramatis.
"Baiklah mati saja, lagi pula kamu tidak berguna." Lagi-lagi perkataan Liana itu membuat Sakha merasa kesal setengah mati, bagaimana kata-kata tajam itu keluar dari mulut seorang wanita cantik sepertinya.
"Apa maksudmu!" Sakha tidak terima tentu saja. Liana tersenyum sinis.
"Memangnya kamu berguna sekarang? Berdiri saja bergetar karena takut dengan peliharaanku."
"Manusia normal mana yang tidak takut dengan hewan buas itu," protes Sakha dengan lantang.
Tatapan Liana berubah menjadi mengerihkan, sontak saja Sakha mundur. "Alpha..."
"Baiklah! Aku yang gila." Belum selesai Liana berbicara pada Serigala jantan itu, Sakha sudah menyela, dia lebih baik mengalah dengan orang gila seperti Liana.
Liana tersenyum atas kemenangannya itu.
"Kemari, aku akan membawamu berkenalan dengan mereka."Sakha berjalan sangat pelan, ini seperti mengantarkan dirinya sendiri ke akhirat. Hewan buas akan mengeluarkan insting liarnya jika bertemu dengan orang asing, Sakha tentu saja tidak bisa menahan rasa takut yang dia rasakan.
Liana menunggu Sakha sampai bosan, sedangkan Sakha merasa jalannya sangat cepat. Liana berjalan mendekati Sakha, menarik tangannya.
Mengarahkan tangan Sakha pada kelapa Alpha yang keluar pagar. Sakha memejamkan matanya, berharap tangannya masih utuh ketika selesai mengelus serigala itu.
Ketika tangannya mendapati bulu tebal itu, Sakha mencoba mengintip. Namun Liana melepas tangan Sakha ketika ponsel di sakunya berdering.
"Hallo Pa?"
"Oke aku akan segera ke sana." Liana meninggalkan Sakha tanpa pamit, terlihat jelas dia menyimpan kemarahan juga terselip rasa khawatir pada raut wajahnya.
Sedangkan Sakha yang tangannya sudah dijilati oleh kedua serigala itu tidak bisa kemana-mana, karena takut jika dia ikut pergi, serigala itu akan melompati pagar dan mengejarnya.
Sakha juga panik karena hanya sendiri dengan hewan peliharaan yang menyeramkan ini.
Ingin berteriak memanggil Liana pun, dia tidak berani. Ada banyak hal yang dia pikirkan jika berteriak dan mengejutkan Alpha dan Luna, salah satunya menjadi haedline di surat kabar "seorang pemuda meninggal diterkam serigala karena berteriak".
Lama kelamaan bulu-bulu serigala itu terasa lebih nyaman. "Kenapa dia suka sekali menghilang?"
Perlahan Sakha mengakrabkan diri dengan Alpha dan Luna. "Kemarin juga dia pergi, apa dia membunuh orang lagi?"
"Tidak mungkin kan, wanita cantik sepertinya membunuh?" Sakha berusaha meyakinkan dirinya sendiri, lebih tepatnya menenangkan dirinya.
"Dia melakukan apapun yang keluarganya mau, dia jahat tapi kenapa dia jadi penurut saat dengan keluarganya?"
Masih banyak pertanyaan yang muncul di kepala Sakha tentang wanita yang menjebaknya ke dalam atmosfer gelap ini.
•••
3 orang memasuki mobil yang sama, mereka akan menuju suatu tempat yang mungkin akan lama di sana.Liana, Sakha dan Alena berada dalam 1 mobil dengan atmosfer yang terasa semakin dingin jikalau Alena tidak terus-terusan bertanya ini itu. Gadis itu baru saja kembali ke tahan air setelah lama mengenyam bangku pendidikan di Seattle.Lalu dia bekerja sebagai pengacara selama 3 tahun di Seattle, setelah itu dia memilih kembali ke tanah air, dengan tujuan untuk menikah dengan tunangannya."Jadi kamu pengacara? Kasus apa yang menurut kamu sulit banget?" tanya Sakha pada Alena sambil fokus menyetir, sedangkan Liana hanya melalukan pekerjaannya sebagai pendengar."Semua kasus itu sulit, tapi yang paling sulit itu waktu aku jadi pengacara ada kasus seorang pengusaha, dia dituduh melakukankorupsi, pembunuhan dan pelecehan seksual. parah banget deh. Sebenarnya aku juga tidak mau mengambil kasus itu, kasus itu jat
2 hari sebelum resepsi dilakukan, Alena ingin melakukan family time. Awalnya tidak akan mengajak Sakha, tapi karena Liana mengatakan kalau dia akan ikut jika Sakha ikut juga, akhirnya Alena mengalah.Saat keluarga Rodriguez itu berada di pantai sambil menikmati hidangan seafood yang tampak sedap itu, Liana malah sibuk menyiapkan apapun yang disukai oleh keluarganya.Sakha yang melihat kesibukan Liana itu menghampirinya, membantunya menyiapkan apa yang Liana inginkan."Kamu kenapa tidak makan dari tadi?" tanya Sakha sambil membolak-balik seafood di atas panggangan."Alergi," jawab Liana singkat. Lalu meninggalkan Sakha dan memberikan hidangan itu pada keluarganya yang sedang bermusik ria.Meski hidup berdampingan dengan dunia gelap, mereka masih punya rasa ceria untuk merayakan sesuatu tentunya. Bukan keluarga yang kaku, bahkan senyum pun sulit.Sakha dengan cepat bisa berb
Pernikahan yang mewah dan berkelas itu sangat mengharukan dan penuh dengan suka cita. Pengantin yang sangat serasi membuat siapa saja memperhatikan serta memuji keserasian mereka."Well, mereka memang serasi dalam merusak hati orang," ujar Liana. Sakha yang duduk di sampingnya menatapnya."Maksudmu?" Pria itu menghentikan sesi cicip cicip makanan yang enak ini. Hidup cukup tidak membuatnya makan enak setiap hari, hanya sesekali saja dia makan enak, itu pun kalau sedang awal bulan dan berkumpul dengan teman-temannya."Makan saja, jangan pedulikan aku."Selain pengantin yang menjadi sorotan, Liana pun jadi bagian. Dia mendapat cerita miring karena dilangkahi oleh adiknya sendiri.Hidup dengan perkataan orang memang menyulitkan, tapi untuk masalah ini Liana tidak peduli.Selain karena belum menikah, pakaiannya hari ini juga mencuri perhatian, dress panjang tanpa lengan, denga
Tidak semudah itu keluar dari masalah ini, Liana dan Sakha sekarang berada di ruang kerja Ronald. Dengan tatapan nyalang Ronald menatap keduanya kecewa."Aku tahu kalian saling mencintai, tapi apakah sopan melakukan tindakan seperti itu di acara pernikahan orang lain." Liana yakin semua orang pasti berpihak pada Alena yang acaranya dibuat berantakan dengan kelakuan Liana dan Sakha.Keduanya memilih diam tidak menjawab, berharap salah satu dari mereka yang menjawab tapi seperti sudah di setting, kali ini mereka kompak untuk diam."Apa kalian tidak punya mulut untuk menjawab, hah!" Nada tinggi itu membuat Sakha terlonjak kaget, berlainan dengan Liana yang tampak tenang mendengar amarah papanya itu."Maaf Om," ucap Sakha. Dia berusaha untuk meredakan panas yang sudah menjalar itu."Maaf Pa, aku tidak akan mengulanginya lagi." Liana mengepala tangannya, namun tetap berusaha tenang.
Liana memutuskan untuk kembali ke rumahnya sendiri, dia sudah tidak tahan lagi berada di rumah orang tuanya, seakan hidupnya penuh tuntutan dan juga tekanan.Sakha menghampiri Liana dengan penampilan yang rapi, dia menggunakan baju yang sama seperti pertama kali mereka bertemu."Masih pagi, kamu mau kemana?" tanya Liana sambil mengoleskan nutella pada roti yang dia pegang.Sakha menyerahkan kertas kontrak yang dia punya, memberitahu bahwa kontrak mereka telah berakhir dengan lancar."Aku tidak mau merepotkanmu lagi, aku berterima kasih karena kamu sudah berbaik hati membebaskan aku dari hutang keluargaku." Sakha nyaman di sini, dia punya tempat tinggal, hidup dengan fasilitas yang baik, tapi dia merasa ini bukan ranahnya, dia juga tidak mau jadi benalu dalam hidup Liana.Semua yang dia dapatkan di sini rasanya fana, dia punya ini itu tapi harga dirinya jatuh karena menerima semuanya dari w
Liana mengamati sebuah akuarium kaca kecil yang berisi kelomang yang pernah dia bawa bersama Sakha. Beberapa sudah mati karena terlaku sering ditiup agar keluar. Yah, padahal Liana sangat menyukai mereka.Hewan saja jika rumahnya tidak nyaman mereka akan pergi mencari tempat nyama yang lainnya. Kenapa Liana tidak bisa."Oh My God! Girl... What u do?" Seorang wanita mix Korea-Amerika itu datang sambil membawa banyak belanjaan ditangannya."Kenapa rumahmu yang kecil ini sangat kotor," ucapnya sarkas. Wanita itu meletakan belanjaannya di atas meja."Kenapa datang?" tanya Liana."Sejujurnya aku juga tidak mau datang, tapi my honey bunny sweety darling menyuruhku menjenguk temannya yang tidak tahu diri ini," ucapnya masih dengan nada dan kosa kata yang sarkas."Ya sudah sana pergi. Aku juga muak dengan mulutmu yang berbisa itu." Sejujurnya, keduanya sama-sama berbisa t
Sebut saja Liana sudah gila, dia membuang uang ratusan juta untuk membeli sebuah tempat yang tidak sesuai dengan bidangnya. Wanita itu membeli sebuah restoran dengan harga mahal tanpa melihat aspek-aspek yang mungkin menguntungkan atau merugikannya. "Aku pikir kamu memang benar-benar gila." Cakra sampai tidak percaya Liana melakukan hal ini setelah dia memberikan apa yang Liana mau beberapa hari lalu. "Memangnya kenapa? kamu tidak pernah diperjuangkan sebegitunya oleh seorang wanita? bilang saja kamu iri." Kekeh Liana. Cakra hanya menggelengkan kepalanya, beberapa laki-laki di dunia ini tidak ingin wanita yang dicintai lebih tinggi kedudukannya. "Kamu yakin, dia bakal kembali lagi bersama kamu?" tanya Cakra. Liana mengangguk mantap, sebisa mungkin wanita itu mengharapkan suatu kejadian baik menghampirinya. Sakha baru saja datang untuk bekerja hari ini. Penampilan sederhana
Laki-laki tinggi dengan telinga lebar itu menatap Liana dengan tatapan aneh. Melihat penampilan gadis itu yang sangat berbeda dari biasanya. Gadis itu berputar-putar di depan kaca sambil melihat bagaimana penampilannya dengan baju yang kemarin dia borong melalui pegawainya. "Bagaimana? Apa baju ini cocok denganku?" Rok tenis dipadu dengan kaos cerah. Liana menghadap ke arah Cakra dan meminta pendapatnya tentang apa yang ia kenakan saat ini. "Tidak. Kau bukan bocah SMA lagi. Tidak cocok, cari saja yang masuk akal." Cakra hanya tidak ingin temannya itu bersikap aneh-aneh. Meskipun gadis itu masih cocok mengenakan pakaian yang dikenakan. "Lalu apa?" Gadis itu tampak frustasi untuk mix and match pakaian baru yang dia miliki.
Cahaya itu mengusik tidur sang gadis, tangannya mengulur mencari-cari benda persegi panjang nan tipis yang biasanya ada di sampingnya. Kamar ini pun tak tampak seperti miliknya, hawa panas yang sangat kentara di tambah banyaknya sinar matahari yang masuk membuat gadis itu tak nyaman."Mencari ini?" Suara yang pernah dia idamkan hadir saat baru bangun tidur itu kenapa terasa nyata kali ini. Sampai sentuhan menyadarkan gadis itu kalau memang keadaan ini nyata."Good morning." Sakha menyerahkan ponsel Liana."Sakha!" Sontak gadis itu bangun saat matanya dengan sadar melihat sosok laki-laki tampan itu."Yes, it's me."Seketika bayangan-bayangan saat dia tertawa seperti orang bodoh, menangis bahkan berkata merendahkan dirinya sendiri melintas di otaknya. "Astaga!"Rasa malu melebihi harga dirinya, dia merasa orang paling bodoh sedunia namun disaat yang bersamaan dia merasa aman karena Sakha lah orang yang membawanya.
Laki-laki tinggi dengan telinga lebar itu menatap Liana dengan tatapan aneh. Melihat penampilan gadis itu yang sangat berbeda dari biasanya. Gadis itu berputar-putar di depan kaca sambil melihat bagaimana penampilannya dengan baju yang kemarin dia borong melalui pegawainya. "Bagaimana? Apa baju ini cocok denganku?" Rok tenis dipadu dengan kaos cerah. Liana menghadap ke arah Cakra dan meminta pendapatnya tentang apa yang ia kenakan saat ini. "Tidak. Kau bukan bocah SMA lagi. Tidak cocok, cari saja yang masuk akal." Cakra hanya tidak ingin temannya itu bersikap aneh-aneh. Meskipun gadis itu masih cocok mengenakan pakaian yang dikenakan. "Lalu apa?" Gadis itu tampak frustasi untuk mix and match pakaian baru yang dia miliki.
Sebut saja Liana sudah gila, dia membuang uang ratusan juta untuk membeli sebuah tempat yang tidak sesuai dengan bidangnya. Wanita itu membeli sebuah restoran dengan harga mahal tanpa melihat aspek-aspek yang mungkin menguntungkan atau merugikannya. "Aku pikir kamu memang benar-benar gila." Cakra sampai tidak percaya Liana melakukan hal ini setelah dia memberikan apa yang Liana mau beberapa hari lalu. "Memangnya kenapa? kamu tidak pernah diperjuangkan sebegitunya oleh seorang wanita? bilang saja kamu iri." Kekeh Liana. Cakra hanya menggelengkan kepalanya, beberapa laki-laki di dunia ini tidak ingin wanita yang dicintai lebih tinggi kedudukannya. "Kamu yakin, dia bakal kembali lagi bersama kamu?" tanya Cakra. Liana mengangguk mantap, sebisa mungkin wanita itu mengharapkan suatu kejadian baik menghampirinya. Sakha baru saja datang untuk bekerja hari ini. Penampilan sederhana
Liana mengamati sebuah akuarium kaca kecil yang berisi kelomang yang pernah dia bawa bersama Sakha. Beberapa sudah mati karena terlaku sering ditiup agar keluar. Yah, padahal Liana sangat menyukai mereka.Hewan saja jika rumahnya tidak nyaman mereka akan pergi mencari tempat nyama yang lainnya. Kenapa Liana tidak bisa."Oh My God! Girl... What u do?" Seorang wanita mix Korea-Amerika itu datang sambil membawa banyak belanjaan ditangannya."Kenapa rumahmu yang kecil ini sangat kotor," ucapnya sarkas. Wanita itu meletakan belanjaannya di atas meja."Kenapa datang?" tanya Liana."Sejujurnya aku juga tidak mau datang, tapi my honey bunny sweety darling menyuruhku menjenguk temannya yang tidak tahu diri ini," ucapnya masih dengan nada dan kosa kata yang sarkas."Ya sudah sana pergi. Aku juga muak dengan mulutmu yang berbisa itu." Sejujurnya, keduanya sama-sama berbisa t
Liana memutuskan untuk kembali ke rumahnya sendiri, dia sudah tidak tahan lagi berada di rumah orang tuanya, seakan hidupnya penuh tuntutan dan juga tekanan.Sakha menghampiri Liana dengan penampilan yang rapi, dia menggunakan baju yang sama seperti pertama kali mereka bertemu."Masih pagi, kamu mau kemana?" tanya Liana sambil mengoleskan nutella pada roti yang dia pegang.Sakha menyerahkan kertas kontrak yang dia punya, memberitahu bahwa kontrak mereka telah berakhir dengan lancar."Aku tidak mau merepotkanmu lagi, aku berterima kasih karena kamu sudah berbaik hati membebaskan aku dari hutang keluargaku." Sakha nyaman di sini, dia punya tempat tinggal, hidup dengan fasilitas yang baik, tapi dia merasa ini bukan ranahnya, dia juga tidak mau jadi benalu dalam hidup Liana.Semua yang dia dapatkan di sini rasanya fana, dia punya ini itu tapi harga dirinya jatuh karena menerima semuanya dari w
Tidak semudah itu keluar dari masalah ini, Liana dan Sakha sekarang berada di ruang kerja Ronald. Dengan tatapan nyalang Ronald menatap keduanya kecewa."Aku tahu kalian saling mencintai, tapi apakah sopan melakukan tindakan seperti itu di acara pernikahan orang lain." Liana yakin semua orang pasti berpihak pada Alena yang acaranya dibuat berantakan dengan kelakuan Liana dan Sakha.Keduanya memilih diam tidak menjawab, berharap salah satu dari mereka yang menjawab tapi seperti sudah di setting, kali ini mereka kompak untuk diam."Apa kalian tidak punya mulut untuk menjawab, hah!" Nada tinggi itu membuat Sakha terlonjak kaget, berlainan dengan Liana yang tampak tenang mendengar amarah papanya itu."Maaf Om," ucap Sakha. Dia berusaha untuk meredakan panas yang sudah menjalar itu."Maaf Pa, aku tidak akan mengulanginya lagi." Liana mengepala tangannya, namun tetap berusaha tenang.
Pernikahan yang mewah dan berkelas itu sangat mengharukan dan penuh dengan suka cita. Pengantin yang sangat serasi membuat siapa saja memperhatikan serta memuji keserasian mereka."Well, mereka memang serasi dalam merusak hati orang," ujar Liana. Sakha yang duduk di sampingnya menatapnya."Maksudmu?" Pria itu menghentikan sesi cicip cicip makanan yang enak ini. Hidup cukup tidak membuatnya makan enak setiap hari, hanya sesekali saja dia makan enak, itu pun kalau sedang awal bulan dan berkumpul dengan teman-temannya."Makan saja, jangan pedulikan aku."Selain pengantin yang menjadi sorotan, Liana pun jadi bagian. Dia mendapat cerita miring karena dilangkahi oleh adiknya sendiri.Hidup dengan perkataan orang memang menyulitkan, tapi untuk masalah ini Liana tidak peduli.Selain karena belum menikah, pakaiannya hari ini juga mencuri perhatian, dress panjang tanpa lengan, denga
2 hari sebelum resepsi dilakukan, Alena ingin melakukan family time. Awalnya tidak akan mengajak Sakha, tapi karena Liana mengatakan kalau dia akan ikut jika Sakha ikut juga, akhirnya Alena mengalah.Saat keluarga Rodriguez itu berada di pantai sambil menikmati hidangan seafood yang tampak sedap itu, Liana malah sibuk menyiapkan apapun yang disukai oleh keluarganya.Sakha yang melihat kesibukan Liana itu menghampirinya, membantunya menyiapkan apa yang Liana inginkan."Kamu kenapa tidak makan dari tadi?" tanya Sakha sambil membolak-balik seafood di atas panggangan."Alergi," jawab Liana singkat. Lalu meninggalkan Sakha dan memberikan hidangan itu pada keluarganya yang sedang bermusik ria.Meski hidup berdampingan dengan dunia gelap, mereka masih punya rasa ceria untuk merayakan sesuatu tentunya. Bukan keluarga yang kaku, bahkan senyum pun sulit.Sakha dengan cepat bisa berb
3 orang memasuki mobil yang sama, mereka akan menuju suatu tempat yang mungkin akan lama di sana.Liana, Sakha dan Alena berada dalam 1 mobil dengan atmosfer yang terasa semakin dingin jikalau Alena tidak terus-terusan bertanya ini itu. Gadis itu baru saja kembali ke tahan air setelah lama mengenyam bangku pendidikan di Seattle.Lalu dia bekerja sebagai pengacara selama 3 tahun di Seattle, setelah itu dia memilih kembali ke tanah air, dengan tujuan untuk menikah dengan tunangannya."Jadi kamu pengacara? Kasus apa yang menurut kamu sulit banget?" tanya Sakha pada Alena sambil fokus menyetir, sedangkan Liana hanya melalukan pekerjaannya sebagai pendengar."Semua kasus itu sulit, tapi yang paling sulit itu waktu aku jadi pengacara ada kasus seorang pengusaha, dia dituduh melakukankorupsi, pembunuhan dan pelecehan seksual. parah banget deh. Sebenarnya aku juga tidak mau mengambil kasus itu, kasus itu jat