"Abang yang bener dong. Jangan begini sama gue. Abangkan kemari buat ngelamar Minah untuk jadi istri gue, Bang. Kenapa lu tiba-tiba begini, Bang?" isak Imron meratapi sang abang yang sudah terkulai lemah di atas kasur busa miliknya. Di belakangnya terdengar mengalun merdu ayat-ayat suci yang dilantunkan oleh kakak iparnya;Elok. Dengan derai air mata dan sambil menggendong bayinya, wanita itu membacakan ayat-ayat indah agar tertangkap oleh telinga suaminya yang sedang berada di titik akhir hidupnya.
"Maafin gue ya, Im. Gue gak bisa bantu lu. Dada gue sakit, Im. G-gue m-minta tolong, jaga Gayatri dan ibunya. Mereka tak punya siapa-siapa lagi nanti. Im, maaf. Menikahlah dengan Elok. J-jaga keduanya dengan baik."
"Bang, Abang gak akan ke mana-mana. Abang akan sehat kembali. Jangan tinggalkan Elok dan Gayatri, Bang. Jangan begini!" raung wanita yang menjadi istri dari Indra.
Semua orang sudah berkumpul di rumah kontrakan Imron. Lelaki itu meregang nyawa dengan
Dengan langkah malas, Imron masuk ke dalam rumah kontrakannya yang juga ditinggali oleh Elok dan juga keponakannnya. Hanya saja, saat malam Imron terpaksa tidur di musholla dengan beralaskan karpet dan juga selimut tebal yang dipinjamkan Amin padanya. Siang hari juga ia tidak ada di rumah, memilih mencari penumpang hingga malam. Hanya untuk mandi dan berganti pakaian di dalam kamar mandilah ia berada di rumah kontrakannya itu. Sambil sesekali bermain dengan Aya;panggilan untuk keponakannya yang cantik.Kenapa Imron tidak mengontrak lagi saja? Darimana ia mendapatkan uang untuk membayarnya? Apalagi hanya bekerja sebagai ojek pangkalan dan panggilan. Hanya cukup untuk makannya sehari-hari dan juga sebungkus rokok untuk dua hari."Assalamualaykum," ucapnya saat memasuki rumah. Aya sedang tertidur pulas di kursi sofa bekas yang ia beli dari tetangga."Wa'alaykumussalam," jawab Elok yang baru saja keluar dari kamar mandi. Pakaiannya masih lengkap dan sangat tertutup.
Hal yang paling dinantikan sepasang pengantin yang baru saja melaksanakan pernikahan adalah malam pertama. Malam keduanya memadu kasih mesra, penuh canda dan tawa renyah yang terselip sedikit rayuan mesum. Apalagi suasana di luar tiba-tiba saja turun hujan sangat deras. Tentulah menambah sahdu malam panjang dengan lantunan lirih nikmat sepasang insan dalam hubungan yang halal.Itulah yang biasanya terjadi pada pernikahan pada umumnya, tetapi tidak dengan pernikahan seorang Imron dan Elok. Sehabis salat Isya, memutuskan untuk berkumpul bersama Pak RT, tempat ia biasa berkumpul setelah lelah seharian mengojek. Namun malam ini, begitu keluar dari musolah, hujan turun dengan deras. Imron terpaks berlari sampai di rumah dengan keadaan sedikit basah, terutama sarung yang sudah ia angkat tinggi sampai pinggang.Kalian jangan berpikir yang tidak-tidak. Di balik sarung itu, tentulah ia memakai celana boxer seperti biasa.KrekDibukanya pintu rumah. Sudah ada Elok
Suara azan mengalum merdu dari musalla terdekat. Imron yang memutuskan tidur di ruang tengah beralaskan tikar dan selembar sarung, ikut tersentak bangun. Dipandanginya langit ruang depan yang masih gelap, karena lampu belum ia nyalakan, dan juga subuh baru saja tiba.Ekor matanya melirik ke ruang tengah. Tak ada suara apapun di sana, pertanda bahwa Elok dan Gayatri belum bangun. Waktu yang tepat baginya untuk mandi dan langsung salat Subuh. Imron merapikan tikar, sekaligus kain sarung yang ia gunakan sebagai alas. Ia berjalan membuka kain pembatas antara ruang tengah dan ruang depan.Elok masih terlelap sambil memeluk Gayatri. Tubuh wanita itu masih tertutup rapat gamis dan juga kerudung lebarnya. Imron tersenyum miris, lalu kembali berjalan menuju kamar mandi."Apa dia terlihat seperti penjahat, sehingga wanita itu seperti ketakutan padanya?" gumam Imron saat berdiri di depan cermin yang ada di kamar mandi. Dimiringkannya
"Bukan Imron gimana? Ini muka saya." Imron memajukan tubuhnya sehingga lebih dekat pada Elok. Wanita itu tentu saja kaget dan melakukan dua langkah mundur untuk menghindari Imron yang sangat berubah tampilannya siang ini.Tanpa berkata lagi, lelaki itu masuk ke dalam rumah dan langsung menuju kamar mandi. Suara guyuran air terdengar nyaring hingga sampai ke depan teras. Tempat di mana Elok tengah duduk memangku Gayatri.Hanya sebentar saja, suara guyuran air berhenti. Elok menoleh ke belakang sebentar, lalu kembali fokus pada Gayatri."Tadi pagi saya tinggalkan uang dua puluh lima ribu, Lok. Kamu bikin masak apa?" tanya Imron sambil membuka tudung saji kecil di atas meja. Kosong, tak ada makanan apapun di sana. Imron berjalan ke arah ricecooker. Lelaki itu membukanya dan tak menemukan panci nasi di dalamnya. Kuat Imron memijat pelipisnya dengan sambil mengembuskan napas kasar. Benar saja, tumpukan cucian piring kotor sudah
Imron berlari segera mengambil kunci motor, lalu memberikan Aya pada Elok. Wajah wanita itu pucat pasi karena Aya tak juga bergerak. Para tetangga berkumpul di depan rumah Imron, sembari menatap Aya dengan wajah iba."Gendong yang bener! Awas aja kalau sampai jatuh lagi!" ketus Imron pada Elok. Wanita itu diam. Hanya kepalanya saja yang mengangguk patuh. Digendongnya Elok dengan kuat menggunakan kain gendongan, lalu ia duduk dibonceng Imron."Pegangan, Lok. Nanti jatuh!" seru seorang ibu pada Elok, saat melihat wanita itu terlalu jauh menjaga jarak dari Imron.Motor melaju dengan kencang. Elok tak mempedulikan ucapan tetangga yang mengingatkannya agar tak terlalu jauh duduknya dari suaminya. Imron pun sama, tak penting baginya Elok mau memegangnya atau tidak, yang jelas ia harus segera sampai di klinik terdekat.Suara isakan dari tubuhnya, Imron hanya bisa menghela napas kasar, tanpa tahu harus berkata apa. Jika ia menegur istrinya saat in
Brak!Pintu kontrakan terbuka kasar.“Siapa ya? Ada perlu apa cari suami saya?” sela Elok dengan wajah garang pada tamu suaminya. Imron tersentak kaget saat mendengar suara menggelegar Elok dari depan pintu. Lelaki itu bahkan tak mampu berkedip untuk beberapa saat karena rasa keterkejutannya pada dua wanita yang ada di dekatnya kini.“Saya Minah, Teh. Apa kabar?” Minah menyapa ramah sembari mengulurkan tangan pada Elok. Ia pun memberikan senyuman manis pada Imron dan Elok bergantian.Wanita yang mempunyai gelar istri dari Imron, sama sekali tidak menyambut uluran tangan Minah. Elok malah membuang wajah dengan kesal dan tangan yang melipat di dada.“Ayo, mari masuk, Na,” ujar Imron mempersilakan. Ia tak peduli bagaimana reaksi istrinya saat ini. Satu hal yang ia rasakan adalah senang atas kehadiran
Plak!Wajah Imron terlempar ke kiri saat Elok menamparnya dengan keras."Jangan pernah menciumku lagi! Aku jijik! Aku tidak menyukaimu. Pergi!" Elok meneriaki suaminya dengan suara melengking. Imron terdiam sesaat. Lelaki itu sedang mengendalikan deru napasnya karena menahan emosi."Kalau begitu, mulai sekarang bersikaplah sesuai dengan kebencianmu!" Imron pergi dari ruang tengah dengan wajah marah. Pintu kontrakan dibanting oleh Imron karena rasa marahnya pada Elok. Benar-benar ia tak dihargai sebagai suami dan kini ia merasakan begitu nyeri di dadanya.Imron sebenarnya buka tipe lelaki cengeng. Namun kali ini, air matanya menetes. Ia terduduk menunduk di tangga masjid sambil menunggu waktu magrib tiba. Sekarang ia harus bagaimana dengan pernikahannya?Jika ia melepas Elok, maka wanita itu akan luntang-lantung di jalan bersama Aya. Gadis kecil itu memiliki garis darahnya sebagai
Sepanjang malam, Elok tak dapat memejamkan matanya. Pesan yang dikirimkan suaminya sudah mampu membuatnya tidak bisa memikirkan apa-apa. Benarkah isi pesan itu? Bahwa Imron akan melepas dirinya dan juga Aya. Petuga keamana gang sudah dua kali membunyikan tong yang ia bawa berkeliling saat ronda malam. Itu pertanda sudah pukul dua dini hari. Ekok yang tak juga bisa tidur , memilih mengambil air wudu, lalu melaksanakan salat malam untuk menenangkan hatinya.Lama ia bersujud dan juga mengangkat kedua tangannya. Bibirnya tak henti mengucap bait doa demi doa untuk kebaikannya dan juga Aya. Dirinya juga meminta pada Sang Pemilik Hati, agar memberi padanya petunjuk untuk menetapkan hati. Apakah harus bertahan dalam kebencian ini? Atau melepas saja ikatan yang sudah diikrarkan atas anam Tuhan.Tuhan memang membenci perceraian, tetapi jika di dalam rumah tangga yang dijalani semakin menambah dosa dan mudharat yang tak berkesudahan,