Share

Talak

last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-14 12:59:53

POV: Fajar Suharjho

Setelah makan malam, kurebahkan tubuh di bawah ranjang Ibu dengan membentang tikar tipis sebagai alas. Selama makan, Lestari masih terlihat takut melihatku. Padahal, banyak yang ingin kukatakan padanya. Bukankah si Priyo—ayah dari Dirga—berjanji akan menikahinya jika aku dan Lestari bercerai?

Tengah malam, aku terjaga. Aku beringsut duduk, berdiri, dan duduk lagi di sisi ranjang tempat Ibu terlelap. Kupandangi dengan saksama wajah Ibu yang telah menua. Kulit sudah keriput, rambut memutih, dan badan tampak kurus. Lama sekali aku tak memandang wajah ini. Kugenggam tangan, dan sedikit membungkuk untuk mendaratkan ciuman di keningnya.

"Ibu, semoga panjang umur. Maaf, Fajar belum bisa membahagiakan Ibu dengan menjadi anak yang membanggakan untuk Ibu dan mengangkat derajat Ibu." Perlahan, aku mulai memijat kaki Ibu yang kurus tinggal tulang. Dengkuran halusnya menandakan bahwa Ibu sudah berada di alam mimpi.

Ya Allah, berikanlah kesehatan, dan limpahkan kebahagiaan unt
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ditolak Sopir Miskin    Dirga

    Siang itu, setelah salat Zuhur, aku bermain ke rumah Pakde. Niatku datang ke sini untuk meminta pekerjaan, kalau saja ia membutuhkan tenagaku. Pakde mempersilakan kami duduk di marungan bambu yang ada di depan rumahnya. Angin semilir menyapu wajah, kami duduk di bawah pohon beringin yang rindang."Jadi, kamu mau cari kerja, Jar, ini ceritanya?" tanya Pak RT kepadaku. Aku hanya tersenyum dengan wajah menunduk. "Pakde cuma bisa kasih kerja kamu di kebun seperti biasa. Tanah Pakde yang di dekat sungai itu kayaknya udah bisa disadap. Mau kamu ngurusin kebon karetnya Pakde?" tanya Pakde sembari menyeruput kopi yang sudah disiapkan sang istri sejak tadi. "Apa saja, Pakde, yang penting halal," sahutku. Pakde satu-satunya harapanku."Yo wes, mulai minggu depan kerja, ya," ucapnya. "Terima kasih banyak, Pakde. Saya pasti akan bekerja dengan giat," kataku penuh semangat. "Ya, harus begitu. Hidup harus semangat lo, Jar!" Pakde menepuk-nepuk bahuku. Kami mengobrol hingga petang. Setelah itu

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14
  • Ditolak Sopir Miskin    Mengembalikan Lestari

    “Kamu sudah siap, Lestari?” tanyaku pada Lestari yang duduk di belakang. Aku meminjam sepeda motor Pakde—Astrea 800—ke desa tetangga, untuk mengantarnya pulang. Sedikit kesusahan, Lestari membawa tas besar berisi baju dan menggendong Dirga. “Siap, Mas,” jawabnya.“Mas jalanin motornya, ya!” “Mas, apa ndak apa-apa aku pulang? Nanti kalau Bapak sama Ibu marah, piye?”“Wes, tenang aja, nanti Mas yang ngomong.”Motor melewati jalan kecil yang di dua sisinya sawah membentang luas. Menuju ke desa tempat Lestari tinggal memang harus melewati pesawahan. Udara sejuk dan angin sepoi-sepoi menerpa tubuh kami. Kadang sepeda motor tak seimbang, dan nyaris terjatuh ke dalam pesawahan. Beruntung, aku bisa kembali membuatnya seimbang. Dulu aku sering melewati jalan ini bersama Kamila. Masih memakai seragam putih abu-abu, kami berboncengan naik sepeda. Bahkan tawa bahagia Kamila masih terdengar jelas di telinga ini.Mungkin, jika suatu saat aku ajak Nyonya ke sini, pasti lucu. Secara, ia tidak perna

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14
  • Ditolak Sopir Miskin    Saling Memaafkan

    “Bu, Maafkan Lestari. Maaf, Buk’e.” Lestari beringsut turun, dan memegangi kaki Bu Fitri.“Bu, ndak ada salahnya kasih kesempatan sama Lestari sekali lagi. Maaf sebelumnya, karena sekarang saya menetap di desa ini. Saya putuskan menalak Lestari, Bu. Saya rasa, tanggung jawab saya sampai di sini. Saya sudah memenuhi janji saya pada Kamila. Mohon, Ibu bisa membuka hati Ibu,” kataku sembari menenangkan Dirga yang ikut menangis.“Ya Allah, Nak Fajar! Kenapa tidak dijadikan istri yang sebenarnya saja Lestari ini untukmu, Nak? Insyaallah, bersamamu kami percaya,” pinta Ibu sambil mengusap air matanya dengan punggung tangan.“Maaf, Bu, perasaan saya pada Lestari hanya sebatas adik dan kakak. Saya merasa bertanggung jawab terhadapnya karena ia adiknya Kamila, sahabat dekat saya.” Dirga sedikit tenang, setelah kuberikan kunci sepeda motor sebagai mainan. “Meskipun kami berpisah, Dirga tetaplah anak saya, Bu.” Aku duduk di kursi, meletakkan Dirga di sampingku.Bu Fitri memandang Dirga dengan

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14
  • Ditolak Sopir Miskin    Rindu

    POV : Author Malam itu, Fajar duduk di balai yang terletak di depan halaman rumahnya seorang diri. Ibunya sudah tidur, setelah isya tadi. Ia memeluk radio tua pemberian Kamila, ketika mereka masih duduk di bangku SMA. Laki-laki itu lega, karena telah mengembalikan Lestari kepada kedua orang tuanya. Fajar tinggal memikirkan hidup, dan ibu yang harus dirawatnya. Perlahan, diputarnya radio sembari mencari sinyal yang hilang timbul. Bersyukur, ada sinyal yang nyangkut. Fajar memejamkan mata, menikmati dinginnya angin malam yang membelai wajah. Entah mengapa, bayangan Ratu seolah terus membayang di pelupuk matanya. Sebuah lagu yang berjudul Bunga dari Bondan Prakoso terdengar enak di telinga. Dengar resapiUcapkan, dan jangan berhentiKarena semua pertanyaan perlahan menghampiriMendekat, dan merusak sistim kerja otak kiriSetiap detik berdetak, menusuk-nusuk di hatiKembali terlihat raut wajahmu di anganTaburan cinta mengikuti semua senyuman Tapi dalam hati ini tak bisa ungkapkanNyal

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14
  • Ditolak Sopir Miskin    Firasat Ibu

    POV : Fajar SuharjhoPagi-pagi sekali, aku datang ke rumah Pakde Jaro. Hari ini, aku akan mulai kerja di kebunnya. Tabunganku menipis. Aku harus bekerja, agar bisa menghidupi Ibu. Kuketuk pintu rumah berulang kali, tetapi keadaan rumah sepi. Sepertinya Pakde Jaro dan Bude Iyem sedang tak ada di rumah. Apakah mereka ke kebun? Meskipun ke kebun, biasanya ada Bude Iyem di rumah ini.“Mas, cari Pak’e?” tanya seseorang yang tiba-tiba ada di belakangku. Aku menoleh. Terlihat seorang gadis berdiri dengan rambut dikuncir ke atas. Ia memakai kaus panjang berwarna cokelat, dan rok panjang berwarna marun.“Dik, sampean sopo?” tanyaku dengan dahi mengerut.“Mas, aku Siti. Dulu, Mas suka kasih permen ke aku sama Mbak Kamila. Em, lali to?” ucapnya menggoda. Ternyata ia anak gadis Pakde Jaro. Dulu masih sangat kecil, sekarang sudah besar hingga aku tak mengenalinya.“Astagfirullah, Mas lali. Kok, koe sak iki ayu tenan to,” pujiku yang membuat pipinya merona malu.“Ah, Mas bisa saja,” sahutnya tertu

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14
  • Ditolak Sopir Miskin    Kepergian Ibu

    Terik matahari siang ini sangat panas. Aku sedang memanen padi di sawahnya Pak RT. Memakai caping anyaman bambu khas pedesaan, celana pendek, dan kaus oblong berwarna hijau. Awalnya Pak RT memintaku menyadap kebun karetnya. Berhubung sudah ada orang yang kerja di sana, kini aku kerja sebagai buruh tani di ladangnya.Ada sekitar 20 orang yang kerja bersamaku sekarang. Sepuluh laki-laki, dan sepuluh perempuan. Masing-masing memiliki peran sendiri. Ada yang memotong padi, ada yang mengangkut, ada yang melepas biji-biji padi dengan cara di geprak-geprak ke balok kayu. Karena di desaku masih memanen dengan cara yang tradisional. Sesekali kulap peluh yang mengalir di kening. Lama sekali aku tak kerja keras seperti ini. Menyesal rasanya pernah menyia-nyiakan nasi jika makan tak habis.***“Bu, kita ke kota, ya,” kataku malam itu, setelah makan malam. Aku, dan Ibu duduk di ruang tamu.“Kenapa, Le?”“Cari kerja di sini susah, Bu. Kerjanya susah, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan.”“Apa ndak

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14
  • Ditolak Sopir Miskin    Fajar Vs Priyo

    Dunia seakan runtuh. Aku tak bisa berpikir jernih. Nasihat semua orang tak dapat kudengar lagi. Aku hanya duduk di samping mayat Ibu yang sudah dibalut kain kafan. Wajahnya ditutup selendang tipis berwarna putih, hingga masih bisa kulihat keteduhan wajah itu. "Jar, yang sabar. Ibu sudah tenang di sisi-Nya. Kamu tahu, kalau kamu bersedih, arwah ibumu juga akan bersedih." Kuhapus air mata yang mengalir di pipi. "Pakde, kenapa Ibu pergi, di saat Fajar sudah kembali dan ingin membahagiakannya? Kenapa Pakde?" ucapku lirih, menahan serak pada tenggorokan. "Segala sesuatu itu sudah digariskan. Semua yang hidup, pasti akan mati. Semua milik Allah, pasti akan kembali. Itulah gunanya kita bersiap dan menyerahkan diri pada Sang Khalik. Kita ndak pernah tahu umur, banyak yang masih muda, sudah lebih dulu meninggal. Beruntung kamu masih sempat mengurusnya, meski hanya beberapa bulan." Pakde Jaro mengelus-ngelus bahuku. Aku menunduk dalam dengan mata terpejam. "Pakde keluar dulu, ya, menemui p

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14
  • Ditolak Sopir Miskin    Bertemu Nyonya Lagi

    “Aku akan melepaskanmu, tapi dengan satu syarat. Kamu harus menikahi Lestari. Sudah cukup kamu selalu memanfaat rasa cintanya padamu. Jika tidak ...?” Ancamanku semakin menjadi, saat memelintir tangannya.“Aw, aw, awhhh! Sakit!” teriaknya lebih keras.“Aku akan melepaskanmu. Tapi jika kamu berbohong, aku akan katakan pada semua orang kalau kamulah bapaknya Dirga! Reputasi keluargamu menjadi taruhannya. Apa kata orang, anak kepala desa melakukan hal memuakkan seperti itu? Terlebih, ia sering merayu dan memeras perempuan yang telah melahirkan anaknya.”“Kamu mengancam?”“Ini bukan ancaman. Jika kamu melanggar, aku akan melakukannya. Menyedihkan melihat anak orang kaya sepertimu, tetapi terlihat miskin. Introspeksi diri, mengapa kamu sampai dibuang orang tuamu sampai tak diakui! Jangan jadi benalu yang hanya menyusahkan orang tua! Kamu punya akal dan bertubuh sehat, kerja!” teriakku sekali lagi.Bugh! Plak! Plak! Bugh!Aku menghajar, sampai wajahnya babak belur.“Mas! Wes, Mas. Ojo ngono

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14

Bab terbaru

  • Ditolak Sopir Miskin    Bahagia

    Inilah kehidupan rumah tangga kami. Panggilan Mas kusematkan, karena ia yang meminta. Aku pun protes, saat ia memanggilku dengan sebutan Nyonya. Kini ia memanggilku selalu dengan sebutan sayang. Rumor tentang kehamilanku di luar menikah pudar dengan sendirinya. Karena sampai sekarang, kami bahkan belum dikaruniai seorang anak.Oma kembali terbang ke Malaysia, karena sudah tenang aku telah menikah dengan orang yang tepat. Ia ingin fokus melewati hari tuanya di sana. Karena di sana, Oma memiliki banyak anak angkat yang ditampungnya di rumah. Anak-anak kurang beruntung yang dibuang para orang tuanya, atau sengaja ditinggalkan di suatu tempat. Butikku yang dipegang oleh Nissa, kini berganti brand. Jika dulu Ratu Collection, kini menjadi Muslimah Collection.***“Huekkk! Huekkk!” Pagi itu Fajar muntah-muntah, saat akan berangkat bekerja.“Mas, kamu tidak apa-apa? Kamu mungkin sakit, Mas. Muka kamu pucet. Izin saja, hari ini tidak usah kerja,” kataku khawatir. Aku memapah suamiku ini ke ranj

  • Ditolak Sopir Miskin    Menginginkan Buah Hati

    POV : Ratu Delisya Sampai di rumah, Fajar menyiapkan segala sesuatunya untuk memasak. Ia menghidupkan tungku perapian, dan meletakkan wajan penggorengan di atasnya. Setelah mengiris semua bumbu, dimasukkannya semua bumbu ke dalam minyak panas dalam wajan, kemudian mengaduk-aduknya. Aku memperhatikannya, berusaha merekam dalam otak cara Fajar memasak. Mungkin, suatu saat aku bisa mempraktikkannya.“Nyonya, tinggal diberi garam, ya,” kata Fajar, setelah memasukkan sayur kangkung yang sudah dipotong.“Tinggal masukin garem aja, kan?” tanyaku meyakinkan.“Iya. Coba Nyonya beri garam.” Aku mengambil satu bungkus garam halus yang baru saja kami beli dari pasar, kemudian membukanya. Tanpa ragu, aku memasukkan semuanya ke dalam sayuran yang sedikit layu dalam wajan.Tawa Fajar tersembur keluar. Apa aku melakukan kesalahan? Kenapa ia tertawa? “Ada yang salahkah?” tanyaku dengan dahi berkerut.“Nyonya tidak perlu memberi garam sebanyak itu. Satu sendok teh saja sudah cukup.” Fajar menggelengk

  • Ditolak Sopir Miskin    Ke Pasar

    Berulang kali aku mencoba mengambil air dari sumur, tetapi selalu gagal. Bagaimana aku bisa mandi, kalau mengambil airnya saja kesusahan? Ingin meminta tolong Fajar, tetapi ia sedang keluar. Kesal sekali rasanya. Bagaimana aku bisa membuktikan pada Fajar, kalau aku perempuan yang layak baginya, sedangkan hanya menimba air seperti ini saja tidak bisa. Aku membuka kedua telapak tangan, dan kulitnya sudah kemerahan. “Nyonya mau mandi?” bisik Fajar di samping telinga. Ia sudah memeluk dari belakang.“Aku sudah mencoba, tetapi tetap tidak bisa menimba airnya.”Ia berdiri di hadapanku, dan memegang kedua telapak tangan ini. Ditiupnya telapak tanganku, kemudian mengecupnya lembut secara bergantian. Aku tersenyum melihatnya. “Jangan memaksakan diri, Nyonya. Biar aku yang melakukannya.”“Tapi ... aku ingin mencoba,” rengekku. Ia tersenyum. Fajar menuntunku mendekat ke bibir sumur, kemudian mengajariku menimba air. Ia berdiri di belakang tubuhku, dituntunnya tangan ini dan diajarinya cara men

  • Ditolak Sopir Miskin    Siang Pertama

    Pagi-pagi, aku datang ke rumah Pakde Jaro untuk meminjam sepeda motor. Aku akan pergi ke pasar bersama Nyonya. Hari ini, ia ingin belajar banyak hal. Keinginannya sangat kuat, yakni ingin menjadi gadis desa yang aku suka. Padahal ia tak perlu melakukan semua itu hanya untuk menarik simpatiku, toh ... aku sekarang sudah sah menjadi miliknya. Setelah berjalan selama sepuluh menit, akhirnya aku sampai juga. Kebetulan Pakde Jaro dan keluarga sedang duduk di teras depan rumah.“Assalamu’alaikum.”“Wa’alaikumsalam,” jawab mereka serentak.Aku menyalami mereka satu per satu. Ada Pakde Jaro, Bude Iyem, dan anaknya. Kami mengobrol sebentar, bercerita banyak hal. Mereka juga menceritakan, kalau Lestari hidupnya sekarang sudah enak. Semenjak menikah dengan Priyo, Lestari diboyong ke rumah mertuanya yang besar dan kaya. Aku lega mendengarnya.“Kamu udah ke makan, Jar?” tanya Bude Iyem.“Belum, Bude. Mungkin lusa baru mau ke makan. Aku sedih sebenarnya, karena belum bisa memenuhi janjiku pada Ibu.

  • Ditolak Sopir Miskin    Fajar ...

    Aku berjalan ke warung yang jaraknya cukup jauh dari rumah, karena tidak ada apa pun di rumah untuk kami makan. Di warung hanya ada mi instan dan telur. Besok, rencananya baru mau pergi ke pasar untuk berbelanja. Dengan terpaksa, aku hanya membeli telur dan mi. Sampai di rumah, kuperiksa Nyonya di kamar. Namun, ia tidak ada. Ke mana Nyonya? Batinku bertanya.Aku menuju ke belakang, dan mendapati ia sedang berdiri di dekat sumur. “Nyonya mau apa?” tanyaku heran.“Fajar, aku mau mandi. Ini apa?” Aku melangkah mendekatinya. “Ini sumur. Kita mandinya di sini, Nyonya.”“Di ruang terbuka seperti ini?” tanyanya kaget.“Iya. Kita pakai kemban, Nyonya.”“Apa kemban?”Aku masuk ke dalam, mengambilkan kain yang biasa dipakai Lestari mandi. Tumpukan kain dan selimut masih tersusun rapi di rak kecil dalam kamar. Rak ini persis seperti rak sandal yang terbuat dari bambu, hanya setinggi pinggang orang dewasa. Kemudian aku kembali ke luar, dan menyerahkannya pada Nyonya. “Ini, Nyonya.” Nyonya menga

  • Ditolak Sopir Miskin    Bulan Madu ke Desa

    “Nyonya yakin?” tanyaku, saat mendengar ia ingin mencoba tinggal di desa selama satu minggu, di rumahku yang dulu.“Tentu saja, Fajar. Kenapa memangnya?” jawab perempuan yang telah sah menjadi istriku ini. Kini, ia sedang sibuk dengan laptop di meja, sementara aku duduk di sisi ranjang.“Nyonya, kamu tidak terbiasa. Aku takut, terjadi apa-apa denganmu nanti.”“Bukankah ada kamu yang menjagaku di sana?”“Nyonya ....” Aku bingung menjelaskan semuanya pada perempuan ini. Perempuan yang biasa dilayani segala sesuatunya, dan tidak pernah sama sekali hidup susah. Bagaimana bisa ia hidup di desa. “Nyonya, di sana tidak ada hotel. Tidak ada mall. Tidak ada jaringan.”“Fajar, aku hanya ingin membuktikan, kalau aku bisa menjadi perempuan impianmu.”“Tidak perlu, Nyonya. Toh, sekarang kita sudah menikah.”Nyonya tidak mendengarkan kata-kataku, sedangkan Jesi dan Bik Darmi tampak sibuk mengemasi baju dan barang-barang kami. Nyonya menelepon orang-orang kepercayaannya untuk mengurus butik serta us

  • Ditolak Sopir Miskin    Manis Sekali

    “Apa? Ke kampung halamannya Fajar, Nyonya?” tanya Bik Darmi dengan wajah kaget luar biasa.“Nyonya yakin?” lanjut Jesi, juru masak di rumah ini.“Nyonya, nanti Nyonya digigit nyamuk di sana, gimana?” tambah Wilda seraya memelukku. Aku tertawa kecil. Kami duduk lesehan di depan TV membentang ambal, semua pelayan berkumpul di sini. Hanya Fajar yang tidak ada, ia belum pulang.“Nyonya, mau tinggal di mana?” tanya Yuli, bagian cuci dan setrika pakaian.“Tanya satu-satu kenapa?” Aku merengut. “Kalian pasti tidak percaya, aku akan nekat pergi ke sana, tinggal di rumah Fajar yang lama. Aku yakin, aku bisa menjadi perempuan idaman Fajar.” Aku mendongak yakin.“Baru juga setengah hari, pasti Nyonya minta pulang. Aku yakin seribu persen,” ucap Pak Joko tukang kebun.“Apalagi rumah Fajar jelek, Nyonya. Lantai masih tanah. Pasarnya tradisional, dan jauh. Jalanan di sana becek dan jelek,” sambung Pak Sopian.“Nyonya, jangan ke sana. Nanti Nyonya gatal-gatal. Nyonya pasti tidak tahan,” kata Wilda

  • Ditolak Sopir Miskin    Nafkah yang Membuat Terharu

    POV : Fajar Suharjho“Nyonya, sudah pukul 05.00 pagi. Kita salat Subuh berjamaah, yuk!” ajaknya mengusap-usap kepalaku. Aku membuka mata, kemudian sedikit menyipit melihat ke arah jam. “Iya, Fajar,” sahutku, kemudian beringsut turun dari ranjang. Fajar langsung menuju ke kamar mandi. Setelahnya giliran aku yang membersihkan diri, dan mengambil wudu. “Nyonya, sudah siap?” tanyanya, saat aku sudah berdiri di belakangnya memakai mukena.“Sudah.”Fajar memulai salat. Kami melakukannya dengan khusyuk. Bahkan sampai air mataku terjatuh, karena masih tidak menyangka suami yang aku idam-idamkan kini benar menjadi imamku.“Assalamu’alaiku warohmatullah. Assalamu’alaikum warohmatullah.”Kami sama-sama menengadahkan tangan saat berdoa, memohon rahmat dan keberkahan untuk pernikahan ini, dan memohon ampun atas semua salah serta khilaf di masa lalu. Selesai berdoa, Fajar menoleh ke belakang dan menyodorkan tangannya. Saat aku mencium punggung tangan itu, tanpa kusangka sebelah tangannya lagi me

  • Ditolak Sopir Miskin    Impian yang Menjadi Nyata (Sah!)

    Jam menunjukkan pukul 21.00 malam, aku sedang duduk di teras rumah menunggu kedatangan Fajar memakai piama panjang berwarna hijau lumut dan hijab instan berwarna hitam. Dari kejauhan, aku melihat pagar dibuka, dan Fajar sedikit berlari masuk ke halaman rumah. Aku berdiri menyambut kedatangannya. “Maaf, Nyonya. Apa saya terlalu malam?” tanyanya.“Tidak, Fajar. Ayo masuk, Oma sudah menunggumu.”Kami berjalan beriringan ke kamar Oma di lantai dua. Yuli dan Bik Darmi sedikit terpekik, saat berpapasan dengan kami di ruang tamu, ketika akan menaiki anak tangga ke atas.“Masyaallah, Fajar. Kamu apa kabar?” teriak Yuli sedikit berlari menghampirinya.“Alhamdulillah baik, Mbak,” sahutnya tersenyum ramah.“Kamu makin ganteng aja,” sambung Bik Darmi. Fajar langsung mengambil punggung tangan perempuan setengah baya itu, dan menciumnya dengan takzim. “Terima kasih, Bik,” sahut Fajar singkat.“Nanti aja kangen-kangenannya. Oma lagi pengin ketemu Fajar,” ucapku sembari tersenyum. Kemudian kami men

DMCA.com Protection Status