Home / Romansa / Ditolak Sopir Miskin / Ditolak Sopir Miskin

Share

Ditolak Sopir Miskin
Ditolak Sopir Miskin
Author: Sylviana Mustofa

Ditolak Sopir Miskin

last update Last Updated: 2021-11-30 08:42:35

"Jadi berapa hargamu semalam?" tanyaku dengan suara tajam pada lelaki yang berdiri kaku di belakangku.

"Maaf, Nyonya. Saya tidak bisa." Ia menolak dengan sopan. Aku berdiri memunggunginya menghadap ke jendela. Kulipat tangan di depan dada menahan malu tiada terkira.

Jujur saja, bukan hal sulit bagiku menemukan pria tampan dan kaya. Hanya saja sikap Fajar Suharjho ini sudah membuatku nyaman. Sikapnya yang santun dan caranya memperlakukan wanita sungguh membuat hati terenyuh dan jatuh cinta.

"Saya di sini hanya mencari nafkah. Saya memiliki istri dan anak di desa. Mohon kiranya Nyonya jangan berfikir yang berlebihan terhadap saya," ucapnya sopan.

Seribu rayuan yang kuucapkan untuknya tidak di gubris sama sekali. Padahal kancing kemejaku ini nyaris semuanya kubuka. Malu? Tentu saja, aku di tolak pria miskin sepertinya. Tapi, ini tantangan bagiku. Sikapnya yang seperti ini yang membuatku semakin penasaran dan suka terhadapnya.

"Keluar!" perintahku lantang. Kualihkan pandangan ke tempat lainnya.

"Sekali lagi, maafkan saya Nyonya." Terdengar Ia melangkah pergi.

Aku berbalik dan menghempaskan tubuh di pembaringan. Tangis sebisa mungkin kutahan. Aku Ratu Darisya, perempuan cantik kaya raya yang memiliki semuanya. Aku tidak boleh lemah, apalagi menangis hanya karena pria. Terlebih, hanya karena seorang pria miskin seperti Fajar. Dia hanya kerikil kecil yang harus kuhilangkan dari pikiran. Dia hanya sopir pribadi di rumah ini. Tidak lebih! Kutarik napas dalam kemudian memejamkan mata.

***

Pagi hari, aku sudah rapi dan wangi. Dres berwarna ungu menjadi pilihan hari ini. Aku harus ke butik menemui tangan kananku. Ada beberapa pekerjaan yang harus kami bicarakan.

"Nyonya mau pake sepatu yang mana?" tanya Yuli, asisten rumah tanggaku, khusus mengurus busana dan pakaian yang kukenakan setiap hari.

"Yang baru beli dari Prancis kemarin, ya! warna ungu," jawabku singkat.

Ia langsung berlalu mengambilkan sepatu yang kumaksud. Kemudian berjongkok memakaikannya. Setelah selesai aku memintanya keluar. Aku berputar beberapa kali di depan cermin, menatap kagum pada kesempurnaan tubuh dan wajah cantik ini. Yakin sempurna aku melangkahkan kaki keluar, sebelumnya menyambar tas Gadino warna putih milikku yang tergeletak di dalam lemari kaca khusus tas bermerk yang berjajar rapi di sana.

Perlahan dengan anggunnya aku menuruni anak tangga kemudian berjalan ke arah teras rumah. Bergegas Fajar membukakan pintu mobil, aku membuang muka. Teringat kejadian memalukan semalam. Sudah menunggu si Desi di dalam mobil, Ia sekertaris pribadiku yang mencatat semua jadwalku. Menemani kemanapun aku pergi.

"Nyonya kita akan ke butik kan?" tanya Fajar menatapku takut dari kaca spion di atas dashboard mobil.

Aku diam saja, membuang pandangan keluar jendela dan memakai kaca mata hitam. Kubiarkan Fajar menatap dari kaca spion itu menunggu jawaban.

"Iya, Mas Fajar. Kita ke butik, ya!" sahut Desi mewakili jawabanku. Bagus.

Setidaknya aku tidak harus bersusah payah menjawab pertanyaan tidak penting itu. Semua karyawan sudah menunggu di depan gedung dengan seragam batik yang rapi. Fajar membuka kan pintu mobil dengan sopan, tubuh dan wajahnya sedikit menunduk saat aku keluar. Lelaki payah. Mataku mengerling, malas.

Aku berjalan masuk dengan langkah tegap dan santai. Kulepas kaca mata sembari mendengarkan Nissa bercerita, sedangkan semua karyawan mengikuti dari belakang. Nissa tangan kananku menjelaskan kemajuan butik ini satu bulan belakangan. Kami berjalan bersisian. Ruangan di buka, aku masuk dan duduk perlahan di meja kerja yang sudah lama kutinggalkan. Semuanya kupercayakan pada Nissa. Gadis berusia matang yang sudah tiga tahun mengabdikan dirinya untukku.

"Jadi bagaimana Nyonya?" tanya Nissa sembari menyerahkan Map berwarna merah padaku.

Kubuka Map itu dan membacanya. Setelah menanda tanganinya kembali kuserahkan pada Nissa. "Terima saja," jawabku singkat. Kembali berdiri dan melangkah keluar. Semua orang menunduk sopan dan segan. Aku hanya tersenyum tipis membalasnya. Sampai di depan gedung Fajar langsung membukakan pintu mobil.

"Desi, bisakah aku pergi sendiri?" tanyaku pada Desi yang hendak masuk ke dalam mobil.

"Tapi, Nyonya."

"Aku tidak apa-apa. Bukankah jadwalku hari ini hanya ini? Atau ada yang lain?"

"Sore ada bertemu rekan Bisnis di restoran Jepang," jawabnya.

"Kalau begitu, nanti sore Fajar menjemputmu ke rumah."

Desi tidak berani membantah, Ia menarik diri dari mobil kemudian menutup pintu itu perlahan. Kuamati wajah Fajar yang agak kaku saat kami hanya berdua dalam mobil.

"Nyonya, kita mau kemana?"

"Pantai!" jawabku singkat.

Mobil berjalan santai menuju pantai yang kumaksud. Cukup jauh, dua jam perjalanan menuju ke sana. Entah mengapa aku sangat ingin melihat pantai, suasananya yang sejuk dan nyaman sangat membuat hati tentram.

"Nyonya, kita sudah sampai," suara lembut Fajar membangunkanku. Aku mengucek mata beberapa kali kemudian turun saat Fajar membukakan pintu.

Aku berjalan diiringi langkah kaki Fajar di belakang. Sepatu kutinggalkan dalam mobil dan memilih bertelanjang kaki melewati pasir putih. Ada banyak pengunjung di sini. Ombak menyapu pantai dengan sangat apik. Suara deru ombaknya pun sangat kunanti.

Setelah berjalan cukup jauh, aku duduk di bibir pantai. Menopang tubuh dengan kedua telapak tangan yang menyangga sedikit menjorok ke belakang.

"Nyonya."

Aku diam saja, Fajar melipat tangannya di atas lutut sembari manatap luasnya pantai.

"Saya jadi rindu keluarga, istri dan anak saya di kampung halaman. Jika suatu hari bisa mengajak mereka ke sini, pasti mereka akan sangat bahagia," ucapnya sedikit tersenyum. Ada secercah harapan di sorot mata itu.

Sial. Aku mengumpat, menyembunyikan gurat kekecewaan di wajah di hadapannya. Apakah dia sengaja ingin membuat hatiku panas?

Hening. Tak kutanggapi celotehnya tentang kerinduan pada keluarganya di desa.

"Awwwww!" jeritku mengangkat tangan. Telapak tangaku seperti tertusuk sesuatu.

"Ada apa nyonya? coba saya lihat." Fajar mengambil tanganku dan dengan seksama memeriksanya. Ada Duri kecil yang menempel di sana, diambilnya duri itu dengan sangat hati-hati kemudian meniup telapak tanganku perlahan.

Aku terkesima, kembali hanyut dengan sikap lembutnya. Perhatiannya. Tidak ada pria sebaik dia di dunia ini. Hanya almarhum ayahku yang pernah bersikap semanis Fajar. Aku kembali menatap wajahnya yang masih sibuk mengelus dan meniup telapak tangaku dengan tulus.

Kutarik tanganku dari genggamannya secara tiba-tiba yang membuatnya sedikit terkejut dengan sikapku barusan. Matanya menatap wajahku nanar.

"Berhenti bersikap seperti itu terhadapku!" kataku penuh penekanan. Kemudian kembali menatap luasnya pantai di ujung sana.

Related chapters

  • Ditolak Sopir Miskin    Penasaran dengan Sosok Lestari

    Berhenti bersikap seperti itu terhadapku!" kataku penuh penekanan.Kemudian kembali menatap luasnya pantai di ujung sana dengan mulut mengerucut sebal."Maaf, Nyonya jika saya salah."Kenapa dia harus bicara, aku sedang tidak ingin mendengarnya berkata apa pun itu."Nyonya.""Diam! Aku tidak memintamu bicara," sungutku kesal tanpa menoleh ke arahnya. Entahlah, apakah sikapku ini benar. Aku hanya cemburu mendengar celotehnya mengenai keluarga kecilnya.Hening. Hanya suara deburan ombak dan anak kecil yang berlarian bersama keluarganya di sekitar kami."Nyonya, boleh saya bertanya?""Apa?""Kenapa Nyonya di panggil dengan sebutan Nyonya, bukan Nona. Padahal setau saya Nyonya masih single.""Apa perlu aku menjawab pertanyaan tidak berbobot seperti itu?""Tidak, Nyonya.""Hubungan kita hanya sebatas sopir dan majikan. Jangan berpikir lebih dari itu, kalaupun aku mau bicara denganmu itu hanya hal-hal sewa

    Last Updated : 2021-12-04
  • Ditolak Sopir Miskin    Gadis Songong!

    Hari ini Fajar ijin tidak masuk. Kenapa dia? Apa dia sakit? Pikiranku diliputi bebagai macam dugaan. Di rumah pun saat aku menanyakan pada orang-orang mereka bilang, ia keluar sejak pagi. Kemana dia?"Nyonya," sapa Arman.Aku yang sedang melamun berpangku dagu di buat agak kaget oleh suaranya."Oh, iya," sahutku langsung merubah posisi duduk tegap."Ini laporan penjualan perusahaan bulan ini, sesuai yang Nyonya minta tadi." Aku mengambil map yang diulurkannya kemudian membuka dan membacanya."Oke, kamu boleh keluar." Arman membungkuk lalu keluar ruangan.Hari ini aku datang ke perusahaan untuk meninjau penjualan. Dahiku mengerut melihat laporannya. Di sini tertulis bahwa laporan penjualan produk menurun drastis bulan ini, bahkan sampai 50℅. Usaha butik aman-aman saja, tapi usaha distribusi makanan ringan mengapa bisa seanjlok ini?Kutekan nomor telepon manager yang memegang perus

    Last Updated : 2021-12-04
  • Ditolak Sopir Miskin    Memulai Penyelidikan Soal Lestari

    Saya tidak perlu dibela seperti itu Nyonya. Suatu saat saya akan besar kepala jika Nyonya selalu membela saya. Jika Nyonya ingin membela seseorang, bela karena kebenaran, jangan karena Nyonya suka dengan orang tersebut."Aku seperti tertampar mendengarnya. Aku memang sering marah-marah kepada pelayan di rumah, tidak jarang aku langsung memecat mereka saat mereka berbuat salah. Aku berdiri di hadapan Fajar, jarak kami cukup dekat. Kutatap matanya lekat, begitu pun dia. Ini pertama kalinya kami saling tatap, cukup lama. Lidahku kelu untuk membela diri. Apa yang harus kukatakan? Haruskah aku meminta maaf telah menolongnya?"Tidak bisakah hanya mengucapkan Terima kasih?" tanyaku dengan mata menyipit."Apa Nyonya pernah merasakan apa yang pelayan rasakan saat Nyonya mencaci mereka? Saat Nyonya memecat mereka, padahal mereka masih sangat membutuhkan pekerjaan itu. Apa Nyonya pernah mencari tahu tentang mereka, bagaimana keadaan keluarga mereka, anak mereka dan lain se

    Last Updated : 2021-12-04
  • Ditolak Sopir Miskin    Terbang ke Kalimantan

    Dret ... drett ... drett ....Suara getaran ponsel di atas meja kerja cukup mengganggu konsentrasi pikiran. Kuhentikan kegiatanku dengan pena dan map lalu beralih mengambilnya. Mataku langsung berbinar saat melihat nama Oma yang tertera di layarnya. Langsung saja kutekan tombol hijau dan menempelkan benda pipih itu ke telinga."Omaaa! Aku rindu!" pekikku sebelum Oma sempat mengatakan apapun."Ish ish ish ish ... kenapa cucu Oma jarang telepon Oma sekarang? Sudah lupakah sama Oma?" tanyanya persis seperti neneknya upin di serial kartun yang berasal dari Malaysia."Emmm, jangan mentang-mentang sekarang tinggal di Malaysia Oma jadi terbawa cara bicara omanya upin ipin, ya!" rajukku yang disambut tawa berderai Oma di seberang sana."Oma masih cinta Indonesia, Sayang. Setelah urusan Oma selesai, Oma ingin langsung pulang, memeluk cucu Oma satu-satunya."

    Last Updated : 2021-12-20
  • Ditolak Sopir Miskin    Menggoda Sopir Tampan

    Cepat!" Mataku melotot."Iya .... " sahutnya lemas.Dengan langkah gontai Fajar memasuki rumah untuk membereskan semua barangnya. Aku tersenyum saat sosoknya menjauh dari pandangan. Sungguh aku tidak menyangka akan pergi ke sana dengan laki-laki yang aku suka. Doaku, semoga perjalanan kami menyenangkan***Untuk menuju pulau Maratua, kami harus menaiki pesawat tujuan Tanjung Redep (Berau) yang sebelumnya transit di Balikpapan, kemudian kami menuju Dermaga Berau untuk melanjutkan perjalanan dengan menaiki speedboat untuk menyebrang.Jarak tempuh dari Dermaga Berau menuju pulau Maratua sekitar 3 jam atau bisa lebih cepat bila ombak tidak tinggi. Kebetulan saat ini ombaknya sedang tidak tinggi, jadi kami sampai di Maratua kurang dari 3 jam.Maratua Paradise Resort memiliki 2 tipe kamar, yakni Beach Chalet dan Water Villa yang masing-masing jumlah kamarnya 12 dan 10. Untuk Beach Chalet, lokasinya ada di pinggiran pantai.

    Last Updated : 2021-12-21
  • Ditolak Sopir Miskin    Terjun ke Lautan

    "Satu jam saja," pintaku menatap wajah itu lekat, sementara ia masih diam. "Fajar, please ... " Aku mengiba. Tampak ia menarik napas panjang, kemudian beranjak dan duduk di sisiku. "Makasih, ya," ucapku sembari menyandarkan kepala di bahunya.Entahlah, aku hanya merasa menemukan kedamaianku di bahu ini. Selanjutnya kami menikmati indahnya sinar temaram berdua, tanpa banyak bicara.***Tepat pukul 19.00 malam aku menuju ke pantai. Fajar hanya mengantarku ke tempat rapat, setelah itu ia kembali ke Villa. Sudah 30 menit kami berkumpul di pantai ini. Duduk di kursi seadanya sambil berkenalan antara satu sama lainnya. Ada Distributor dari Sumatera, ada yang dari pulau Jawa, ada juga yang dari Sulawesi dan lain sebagainya."Belum bisa di mulaikah, Pak Sigit?" tanyaku pada salah satu pembicara yang akan mengisi rapat kami nanti."Masih menunggu satu orang, Nyonya.""Oh." Aku mengangguk mengerti.Kusilang kan kaki, kemudian mengam

    Last Updated : 2021-12-21
  • Ditolak Sopir Miskin    Apa Kau Tidak Pernah Menyukaiku?

    Aku duduk di tepi ranjang, membayangkan kejadian tadi pagi saat pura-pura pingsan. Mengapa Fajar marah? Apa dia marah hanya karena sebuah ciuman? Aku beranjak dan melangkah membuka pintu kamar, langsung terdengar suara angin dan deburan ombak yang saling bersahutan. Awan cerah berwarna kemerahan, hangatnya temaran senja masih bisa kurasakan, sungguh indah. Aku kembali melangkah menuju keluar, kemudian duduk di kursi kayu. Bersyukur Holand tidak datang ke sini. Ia pasti sedang asik duduk di bar sembari memperhatikan turis-turis yang juga nongkrong di sana. Fajar, apa dia ada di kamarnya? Apa dia masih marah? Aku memberanikan diri datang ke kamar itu, kemudian mematung saat sampai di depan pintu. Tanganku terangkat beberapa kali untuk mengetuk, tapi ragu. Aku berbalik hendak pergi, tapi tiba-tiba pintu itu terbuka. "Apa Anda butuh sesuatu, Nyonya?" tanyanya. Langkahku terhenti, aku menunduk dalam. Menggigit bibir bagian bawah. Ap

    Last Updated : 2021-12-21
  • Ditolak Sopir Miskin    Mengapa Harus Fajar?

    Fajar sedikit menoleh kemudian berbalik, mendekat ke arahku. Melihatnya bergerak maju reflek aku melangkah mundur. Tatapannya tajam menghujam jantung, hingga pinggangku menabrak nakas di samping ranjangnya. Fajar tak bergeming ia terus mendekat ke arahku. Matanya terus menatap mataku hingga bola mata kecoklatan itu bergerak-gerak ke kiri dan kanan seperti mencari sesuatu. Jujur saja situasi ini cukup membuatku takut. Kini ia tepat berada di hadapanku.Tatapannya lebih menusuk dari sebelumnya. Kembali bibir tipis itu tertawa kecil, tangannya terulur mengusap lembut pucuk kepalaku. Ia lalu berbisik. "Jika saya menyukai sesuatu saya akan berusaha sekuat tenaga untuk menjaganya. Bukan merusaknya, Nyonya." Ia semakin mendekat, tangan yang ada di atas kepalaku turun ke bawah, kemudian tubuhnya sedikit menjorok ke depan hingga membuat aroma maskulin tubuhnya tercium sempurna. Aku memejamkan mata. Berpikir, mungkin dia akan merengkuh dan memelukku.

    Last Updated : 2021-12-21

Latest chapter

  • Ditolak Sopir Miskin    Bahagia

    Inilah kehidupan rumah tangga kami. Panggilan Mas kusematkan, karena ia yang meminta. Aku pun protes, saat ia memanggilku dengan sebutan Nyonya. Kini ia memanggilku selalu dengan sebutan sayang. Rumor tentang kehamilanku di luar menikah pudar dengan sendirinya. Karena sampai sekarang, kami bahkan belum dikaruniai seorang anak.Oma kembali terbang ke Malaysia, karena sudah tenang aku telah menikah dengan orang yang tepat. Ia ingin fokus melewati hari tuanya di sana. Karena di sana, Oma memiliki banyak anak angkat yang ditampungnya di rumah. Anak-anak kurang beruntung yang dibuang para orang tuanya, atau sengaja ditinggalkan di suatu tempat. Butikku yang dipegang oleh Nissa, kini berganti brand. Jika dulu Ratu Collection, kini menjadi Muslimah Collection.***“Huekkk! Huekkk!” Pagi itu Fajar muntah-muntah, saat akan berangkat bekerja.“Mas, kamu tidak apa-apa? Kamu mungkin sakit, Mas. Muka kamu pucet. Izin saja, hari ini tidak usah kerja,” kataku khawatir. Aku memapah suamiku ini ke ranj

  • Ditolak Sopir Miskin    Menginginkan Buah Hati

    POV : Ratu Delisya Sampai di rumah, Fajar menyiapkan segala sesuatunya untuk memasak. Ia menghidupkan tungku perapian, dan meletakkan wajan penggorengan di atasnya. Setelah mengiris semua bumbu, dimasukkannya semua bumbu ke dalam minyak panas dalam wajan, kemudian mengaduk-aduknya. Aku memperhatikannya, berusaha merekam dalam otak cara Fajar memasak. Mungkin, suatu saat aku bisa mempraktikkannya.“Nyonya, tinggal diberi garam, ya,” kata Fajar, setelah memasukkan sayur kangkung yang sudah dipotong.“Tinggal masukin garem aja, kan?” tanyaku meyakinkan.“Iya. Coba Nyonya beri garam.” Aku mengambil satu bungkus garam halus yang baru saja kami beli dari pasar, kemudian membukanya. Tanpa ragu, aku memasukkan semuanya ke dalam sayuran yang sedikit layu dalam wajan.Tawa Fajar tersembur keluar. Apa aku melakukan kesalahan? Kenapa ia tertawa? “Ada yang salahkah?” tanyaku dengan dahi berkerut.“Nyonya tidak perlu memberi garam sebanyak itu. Satu sendok teh saja sudah cukup.” Fajar menggelengk

  • Ditolak Sopir Miskin    Ke Pasar

    Berulang kali aku mencoba mengambil air dari sumur, tetapi selalu gagal. Bagaimana aku bisa mandi, kalau mengambil airnya saja kesusahan? Ingin meminta tolong Fajar, tetapi ia sedang keluar. Kesal sekali rasanya. Bagaimana aku bisa membuktikan pada Fajar, kalau aku perempuan yang layak baginya, sedangkan hanya menimba air seperti ini saja tidak bisa. Aku membuka kedua telapak tangan, dan kulitnya sudah kemerahan. “Nyonya mau mandi?” bisik Fajar di samping telinga. Ia sudah memeluk dari belakang.“Aku sudah mencoba, tetapi tetap tidak bisa menimba airnya.”Ia berdiri di hadapanku, dan memegang kedua telapak tangan ini. Ditiupnya telapak tanganku, kemudian mengecupnya lembut secara bergantian. Aku tersenyum melihatnya. “Jangan memaksakan diri, Nyonya. Biar aku yang melakukannya.”“Tapi ... aku ingin mencoba,” rengekku. Ia tersenyum. Fajar menuntunku mendekat ke bibir sumur, kemudian mengajariku menimba air. Ia berdiri di belakang tubuhku, dituntunnya tangan ini dan diajarinya cara men

  • Ditolak Sopir Miskin    Siang Pertama

    Pagi-pagi, aku datang ke rumah Pakde Jaro untuk meminjam sepeda motor. Aku akan pergi ke pasar bersama Nyonya. Hari ini, ia ingin belajar banyak hal. Keinginannya sangat kuat, yakni ingin menjadi gadis desa yang aku suka. Padahal ia tak perlu melakukan semua itu hanya untuk menarik simpatiku, toh ... aku sekarang sudah sah menjadi miliknya. Setelah berjalan selama sepuluh menit, akhirnya aku sampai juga. Kebetulan Pakde Jaro dan keluarga sedang duduk di teras depan rumah.“Assalamu’alaikum.”“Wa’alaikumsalam,” jawab mereka serentak.Aku menyalami mereka satu per satu. Ada Pakde Jaro, Bude Iyem, dan anaknya. Kami mengobrol sebentar, bercerita banyak hal. Mereka juga menceritakan, kalau Lestari hidupnya sekarang sudah enak. Semenjak menikah dengan Priyo, Lestari diboyong ke rumah mertuanya yang besar dan kaya. Aku lega mendengarnya.“Kamu udah ke makan, Jar?” tanya Bude Iyem.“Belum, Bude. Mungkin lusa baru mau ke makan. Aku sedih sebenarnya, karena belum bisa memenuhi janjiku pada Ibu.

  • Ditolak Sopir Miskin    Fajar ...

    Aku berjalan ke warung yang jaraknya cukup jauh dari rumah, karena tidak ada apa pun di rumah untuk kami makan. Di warung hanya ada mi instan dan telur. Besok, rencananya baru mau pergi ke pasar untuk berbelanja. Dengan terpaksa, aku hanya membeli telur dan mi. Sampai di rumah, kuperiksa Nyonya di kamar. Namun, ia tidak ada. Ke mana Nyonya? Batinku bertanya.Aku menuju ke belakang, dan mendapati ia sedang berdiri di dekat sumur. “Nyonya mau apa?” tanyaku heran.“Fajar, aku mau mandi. Ini apa?” Aku melangkah mendekatinya. “Ini sumur. Kita mandinya di sini, Nyonya.”“Di ruang terbuka seperti ini?” tanyanya kaget.“Iya. Kita pakai kemban, Nyonya.”“Apa kemban?”Aku masuk ke dalam, mengambilkan kain yang biasa dipakai Lestari mandi. Tumpukan kain dan selimut masih tersusun rapi di rak kecil dalam kamar. Rak ini persis seperti rak sandal yang terbuat dari bambu, hanya setinggi pinggang orang dewasa. Kemudian aku kembali ke luar, dan menyerahkannya pada Nyonya. “Ini, Nyonya.” Nyonya menga

  • Ditolak Sopir Miskin    Bulan Madu ke Desa

    “Nyonya yakin?” tanyaku, saat mendengar ia ingin mencoba tinggal di desa selama satu minggu, di rumahku yang dulu.“Tentu saja, Fajar. Kenapa memangnya?” jawab perempuan yang telah sah menjadi istriku ini. Kini, ia sedang sibuk dengan laptop di meja, sementara aku duduk di sisi ranjang.“Nyonya, kamu tidak terbiasa. Aku takut, terjadi apa-apa denganmu nanti.”“Bukankah ada kamu yang menjagaku di sana?”“Nyonya ....” Aku bingung menjelaskan semuanya pada perempuan ini. Perempuan yang biasa dilayani segala sesuatunya, dan tidak pernah sama sekali hidup susah. Bagaimana bisa ia hidup di desa. “Nyonya, di sana tidak ada hotel. Tidak ada mall. Tidak ada jaringan.”“Fajar, aku hanya ingin membuktikan, kalau aku bisa menjadi perempuan impianmu.”“Tidak perlu, Nyonya. Toh, sekarang kita sudah menikah.”Nyonya tidak mendengarkan kata-kataku, sedangkan Jesi dan Bik Darmi tampak sibuk mengemasi baju dan barang-barang kami. Nyonya menelepon orang-orang kepercayaannya untuk mengurus butik serta us

  • Ditolak Sopir Miskin    Manis Sekali

    “Apa? Ke kampung halamannya Fajar, Nyonya?” tanya Bik Darmi dengan wajah kaget luar biasa.“Nyonya yakin?” lanjut Jesi, juru masak di rumah ini.“Nyonya, nanti Nyonya digigit nyamuk di sana, gimana?” tambah Wilda seraya memelukku. Aku tertawa kecil. Kami duduk lesehan di depan TV membentang ambal, semua pelayan berkumpul di sini. Hanya Fajar yang tidak ada, ia belum pulang.“Nyonya, mau tinggal di mana?” tanya Yuli, bagian cuci dan setrika pakaian.“Tanya satu-satu kenapa?” Aku merengut. “Kalian pasti tidak percaya, aku akan nekat pergi ke sana, tinggal di rumah Fajar yang lama. Aku yakin, aku bisa menjadi perempuan idaman Fajar.” Aku mendongak yakin.“Baru juga setengah hari, pasti Nyonya minta pulang. Aku yakin seribu persen,” ucap Pak Joko tukang kebun.“Apalagi rumah Fajar jelek, Nyonya. Lantai masih tanah. Pasarnya tradisional, dan jauh. Jalanan di sana becek dan jelek,” sambung Pak Sopian.“Nyonya, jangan ke sana. Nanti Nyonya gatal-gatal. Nyonya pasti tidak tahan,” kata Wilda

  • Ditolak Sopir Miskin    Nafkah yang Membuat Terharu

    POV : Fajar Suharjho“Nyonya, sudah pukul 05.00 pagi. Kita salat Subuh berjamaah, yuk!” ajaknya mengusap-usap kepalaku. Aku membuka mata, kemudian sedikit menyipit melihat ke arah jam. “Iya, Fajar,” sahutku, kemudian beringsut turun dari ranjang. Fajar langsung menuju ke kamar mandi. Setelahnya giliran aku yang membersihkan diri, dan mengambil wudu. “Nyonya, sudah siap?” tanyanya, saat aku sudah berdiri di belakangnya memakai mukena.“Sudah.”Fajar memulai salat. Kami melakukannya dengan khusyuk. Bahkan sampai air mataku terjatuh, karena masih tidak menyangka suami yang aku idam-idamkan kini benar menjadi imamku.“Assalamu’alaiku warohmatullah. Assalamu’alaikum warohmatullah.”Kami sama-sama menengadahkan tangan saat berdoa, memohon rahmat dan keberkahan untuk pernikahan ini, dan memohon ampun atas semua salah serta khilaf di masa lalu. Selesai berdoa, Fajar menoleh ke belakang dan menyodorkan tangannya. Saat aku mencium punggung tangan itu, tanpa kusangka sebelah tangannya lagi me

  • Ditolak Sopir Miskin    Impian yang Menjadi Nyata (Sah!)

    Jam menunjukkan pukul 21.00 malam, aku sedang duduk di teras rumah menunggu kedatangan Fajar memakai piama panjang berwarna hijau lumut dan hijab instan berwarna hitam. Dari kejauhan, aku melihat pagar dibuka, dan Fajar sedikit berlari masuk ke halaman rumah. Aku berdiri menyambut kedatangannya. “Maaf, Nyonya. Apa saya terlalu malam?” tanyanya.“Tidak, Fajar. Ayo masuk, Oma sudah menunggumu.”Kami berjalan beriringan ke kamar Oma di lantai dua. Yuli dan Bik Darmi sedikit terpekik, saat berpapasan dengan kami di ruang tamu, ketika akan menaiki anak tangga ke atas.“Masyaallah, Fajar. Kamu apa kabar?” teriak Yuli sedikit berlari menghampirinya.“Alhamdulillah baik, Mbak,” sahutnya tersenyum ramah.“Kamu makin ganteng aja,” sambung Bik Darmi. Fajar langsung mengambil punggung tangan perempuan setengah baya itu, dan menciumnya dengan takzim. “Terima kasih, Bik,” sahut Fajar singkat.“Nanti aja kangen-kangenannya. Oma lagi pengin ketemu Fajar,” ucapku sembari tersenyum. Kemudian kami men

DMCA.com Protection Status