Aku hanya mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Ku tak ingin melihat tante, bahwa aku ingin menangis. Aku hanya bisa menunduk agar dia tak melihat air mataku yag akan menetes.
“Hanif itu yah ga tau di diri sekali, Apa kamu tidak menasehati nya mba? Semua ini salah. Apa salah rina pada hanif? Ini pasti salah hanif,” ucap tante membelaku.“Eh sofi, apa mata kamu buta? Lihat dia! Kenapa kamu nyalahin aku dan hanif? Kamu lihat dia, semua yang ada padanya adalah sebuah kesalahan,” ucap mama mertua dengan nada tinggi.Aku mendekati tante sofi dan ku coba agar tante sofi tak bertengkar dengan mama mertuaku. Namun aku melirik anakku abhi yang terlihat ketakutan melihat para nenek nya ribut. Aku pun berbisik dan berkata pada anakku, “Abhi, kamu temani kresna lagi makan ya sayang sekalian kamu makan juga, abhi bisa ambil nasi dan makan sendiri?” ucapku pada anakku abhi.“Tapi ma, abhi takut mama di sakiti lagi sama nenek ma,”jawabnya.“Engga sayang, mama gak papa, nanti mama nyusul abhi dan kresna ya, udah sana abhi ke meja makan aja ya,”“Iya ma,” jawab abhi lalu dia pun berjalan menuju ke meja makan menemani adiknya.“Gak ada yang salah dari rina? Dia istri yang baik dan seorang ibu yang baik. Ku rasa kesalahan nya ada padamu mba, kamu sebagai ibunya hanif seharusnya bisa meluruskan dia ke jalan yang benar. Kamu ibu yang buruk mba. Kamu kenapa malah membiarkan dan mendukung dia. Aku gak nyangka hanif bisa setega ini pada rina. Dia bukan keponakan ku, dia pasti orang lain,”“Apa! Kamu berani mengatakan aku ibu yang buruk? Tau apa kamu tentang Ibu? Lihat dirimu, apa kamu seorang ibu? Nikah aja belum. Dasar kamu perawan tua!” ucap mama mertua menghina tante sofi juga.“Gak papa mba, aku gak nikah pun gak papa dari pada punya mertua sama suami yang kaya kamu dan anak kamu itu, Ayo rina biar dia sendiri saja yang menyiapkan acara nya, gak tau diri sekali kamu mba? Udah numpang buat acara di rumah orang, nyuruh-nyuruh tuan rumah, Ingat mba, udah tua. Gak nyangkas sekali aku punya mba seperti kamu,”“Eh kamu! Dasar gak tau di untung yak amu sofi? Kamu gak ingat dulu waktu kecil kamu aku rawat? Udah tua gini ga ada berterima kasih sekalipun. Jangan macam—macam yak amu sofi,”“Merawat apanya? Dulu kan kamu hanya menjaga ku saja sementara bapak dan ibu kerja. Itu aja semua pekerjaan rumah aku yang kerjakan. Jangan sok menuntut deh mba!” jawab tante sofi dengan santai.“Kamu ini kurang ajar sekali ya sofi! Kamu berani macam-macam dengan kakakmu?”“Macam-macam bagaimana mba? Seharusnya kamu yang jangan macam-macam. Yang seharusnya ingat itu kamu mba! Gak tau diri! Kamu punya anak laki tapi gak diajari moral dengan baik! Ayo rina.” ucap tante sofi menarik tangan ku.“Rina kalau kamu ikut dengan sofi, akan aku pastikan anak-anak akan tetap tinggal di sini, hanya kamu yang akan pergi, dan aku pastikan hanif akan ku suruh cepat menceraikan kamu,”“Mama bilang apa sih ma? Aku, aku gak bisa hidup tanpa anak-anakku ma?” ucapku.“Mba! Tega sekali sih kamu? Kamu itu sebagai orangtua seharusnya bisa menasehati anakmu dong mba, bukan malah memprovokasi, apalagi melihat hanif sudah berani bawa wanita lain ke rumahnya. Aku jadi curiga kalau kamu yang sengaja buat Hanif dan rina sampai begini,”“Memang kalau iya kenapa? Aku memang sudah gak sudi punya menantu seperti dia! Sekarang dia itu pantasnya jadi pembantu, Lihat dia tidak mencerminkan menantu yang baik. Kalau sudah seperti ini, dia pasti sudah gak pernah di sentuh oleh hanif lagi. Beda dengan Mira, dia itu walau sudah janda dan punya anak tapi dia pandai merawat tubuh, karir nya juga cemerlang, beda dengan si burik ini baru punya 2 anak aja udah mundur malah jadi ibu rumah tangga, Jadi jelek tuh,” ucap mama membanding-bandingkan ku.“Begini nih pemikiran orang kolot kaya kamu mba! Berfikir kalau yang paling penting adalah penampilan. Mba, Kamu membanding-bandingkan rina dengan wanita itu memangnya kamu atau wanita itu adalah manusia yang sempurna? Ingat mba! Di dunia ini tidak ada yang sempurna! Sadar! Setan di ikuti terus ya jadi gini!” ucap tante sofi dengan menohok.“Kamu ini keterlaluan sekali sofi!” Ucap mama dengan marah dan tangannya akan menampar tante sofi.Dengan menangkap tangan mama, tante sofi pun membela ku lagi,”Dengar ya mba? Aku masih menghormati kamu sebagai kakak dan sebagai orang yang lebih tua, tapi maaf kalau untuk kejadian seperti ini, aku akan membela rina mba! Dia itu ponakanku dan sampai kapan pun akan jadi ponakan ku,” ucap tante sofi.“Ponakan? Hanif lah yang ponakan kamu! Sok sekali jadi pahlawan kamu sofi, wanita macam rina tak pantas di perlakukan menantu olehku,”“Udah lah, aku cape menasehati kamu mba, ayo rina!”“Hei jangan bawa dia pergi ya! dia harus membereskan gelas, piring dan lainnya.”“Kerjakan sendiri mba! Ayo rina, kita tinggalkan saja dia,” ucap tante lalu menarikku ke kamarku.Aku menunduk Ketika melewati mama mertuaku, di sisi lain entah kenapa aku agak takut akan hal yang akan mama lakukan padaku.“Rina, tante minta maaf atas semua perlakuan mertua kamu itu, tapi aku tak menyarankan mu untuk memaafkan dia, dia sangat pantas untuk di rukyah. Kenapa di jadi kejam begini padamu? Sejak kapan? Rina, duduk dan coba ceritakan yang jujur tentang perlakuan hanif dan mertua kamu itu padamu? Dari awal sampai sekarang dia ucapkan talak itu jangan ada yang terlewat,” ucap tante sofi dengan memegang tangaku.“Cerita nya panjang tante,” jawabku begitu saja.“Ceritakan saja rin, tante akan coba membantu kamu,”“Iya tan, jadi awal perubahan mas hanif itu dari 2 …” jelasku.Sedang ku coba menjelaskan semua kejadian yang terjadi padaku selama ini pada tante sofi, tiba-tiba saja kami mendengar keributan di luar.Prang …“Apa itu?” ucap tante sofi.“Tidak tau tan, seperti suara piring pecah,”“Coba kita keluar,” ucap tante mengajakku keluar dari kamarku.Kami pun keluar dari kamarku dan berjalan ke arah sumber suara itu, ku lihat mama mertua sedang memarahi dan menjewer telinga abhi dan kresna, mereka menangis, ku lihat di samping mama mertua juga ada wanita itu. Kami pun mendekati mereka, tante dengan sigap melepaskan tangan mama mertua yang sedang menjewer telinga kedua anakku.“Lepas mba!” serut ante sofi.“Apa sih kamu sof, ikut campur terus? Sepi ya hidupmu? Lebih baik kamu pulang sana, atau cari laki-laki terus nikah biar gak sepi hidup mu,”“Kalau mba gak mau aku ikut campur, jangan kasar mba, ini cucu kamu. Astaga, kesalahan apa sih yang anak-anak ini buat sehingga kamu memperlakukan mereka seperti ini?”“Heh sofi! Anak-anak rina ini memang pantas di jewer, mereka dengan sengaja menyemprotkan saos di baju Mira! Lihat ini bajunya ini mahal, Ini baju harganya 15 juta,” ucap mama mertua dengan marah.“Abhi memang benar kamu yang melakukan itu?” tanyaku.Ku lihat abhi menunduk, itu berati memang benar kalau anakku yang melakukannya. Aku melihat baju yang wanita itu pakai. Ada banyak bekas saos yang anakku semprotkan pada baju itu.“Rina, kamu tenang aja, Baju itu bukan seharga 15 juta, tapi cuma 450 ribu saja, kamu bawa anak-anak kamu ke kamar mu dulu rin, biar masalah ini tante yang bereskan,” ucap tante sofi padaku.“Tapi tante, abhi ..”“Rina, bawa saja mereka sekarang,” ucap tante lagi dengan serius.“Oke tante,”Aku pun menggandeng anak-anakku dan berjalan menuju ke dalam ke dalam kamarku.~Bersambung …(Di dalam kamar)“Sayang, duduk di sini. Mama ingin bicara pada kalian,” ucapku dengan menyuruh kedua anakku duduk.“Mamaa …” panggil anakku kresna seperti ketakutan.Dengan menghela nafas, aku pun berkata padanya, “Sayang, mama hanya ingin tau apa benar yang menyemprot saos dari botol ke baju tante itu adalah kalian? Sayang, coba jujur pada mama, kenapa kalian seperti ini? Apa mama pernah mengajari kalian jahil seperti ini?” “Maaf ma, ini salah abhi bukan salah kresna ma. Abhi hanya tidak suka bibi itu datang ke rumah kita ma. Tadi bibi itu mencubit lengan abhi ma, bibi itu jahat,” ucap abhi.“Mencubit? Maksud nya bagaimana sayang? Kenapa bisa-bisa nya mencubit?” tanyaku lagi.“Iya ma, bibi itu jahat matanya meloto ke kresna ma, kresna takut sembunyi di belakang kakak,” lanjut kresna menjelaskan. “Iya maksud mama itu, kok bisa tiba-tiba mencubit itu bagaimana awalnya?” “Nenek pertama datang ma ke dapur, terus bibi itu tiba-tiba berbicara dengan nenek kalau mama akan di usir dari s
Kami yang mendengar suara mas hanif menjadi saling menatap dan bingung akan hal yang membuat marah mas hanif. “Ayo rin, coba kita keluar saja, kita lihat pasti mertua kamu menyuruh hanif pulang atau bahkan wanita itu yang cepuin hal ini ke hanif,” ucap tante menganalisa.“Tidak tau tan, coba lihat saja bagaimana dia,” jawabku dengan singkat.Aku dan tante sofi pun berdiri dan keluar dari kamarku, dari kejauhan aku melihat mas hanif yang berdiri melotot ke arahku dengan kedua tangannya di pinggang nya. Semakin dekat, aku melihat mama mertua dan wanita itu duduk di sofa dengan melirik dan meremehkan ku. Aku dan tante sofi berhenti, mas hanif menyuruhku agar mendekatinya. “Kemari!” ucapnya. “Kenapa mas? Kamu mau apakan aku dengan wajah penuh kemarahan seperti itu? Apa salahku mas?”Mas hanif makin melotot dan berjalan mendekati ku, semakin dekat dan semakin dekat denganku. Setelah dia sudah berdiri di hadapan ku, ku melihat matanya yang penuh kebencian padaku. Aku tak menyangka mas ha
“PAPA!” teriak anakku dan berlari mendekatiku.Kami semua menengok ke arah anak ku abhi yang terlihat marah pada papa nya. Anakku berlari lalu berkata lagi, “Papa jahat … Jangan sakiti mama, Papa udah berubah, Papa gak sayang lagi sama abhi, Jangan dekati mama,” ucap abhi dengan berteriak lalu dia mencoba meninju perut mas hanif. Namun karena abhi masih kecil tentu dia kalah, kedua tangan nya di cengkram oleh mas hanif. Aku dan tante sofi mencoba melepaskan tangan mas hanif dari tangan anakku, namun tidak berhasil. “Kamu masih kecil! Lebih baik kamu kembali ke kamar mu dan belajarlah agar tidak menjadi bodoh seperti ibu mu, sana!” bentak mas hanif.“Gak mau! Papa yang seharusnya belajar! Belajar memperlakukan istri papa dengan layak,” jawab anakku abhi.Mas hanif mendekat lagi pada abhi, dia mengayunkan tangannya kepadanya. Abhi bukan nya menghindar malah makin menantang papa nya. “Tampar pa! papa tau, hal yang papa lakukan pada mama dan abhi dan juga kresna adalah dosa besar. Kata
“Mira,” panggil mama mertua pada wanita itu.Mereka saling menatap dan saling mengkode sesuatu. Ku merasa itu hal yang buruk. Dan benar saja, wanita itu dan mama menerobos ku, membuka semua lemari beserta laci-laci di lemari bajuku dan di meja riasku. Mereka tak tau kalau kotak itu sudah aku masukan kedalam koper. Karena mereka sibuk mencari kotak perhiasanku, aku menyeret kedua koperku dan keluar dari kamarku. Setelah keluar dari kamarku, ku lihat mas hanif yang sedang duduk di sofa sendirian. Dia menatapku, lalu dia berkata padaku, “Aku akan berbaik hati memberikan sebagian hartaku untuk kedua anakku, Dan setiap bulan aku akan memberikan bantuan untuk anakku. Tapi kamu, jangan mengharapkan apapun dariku,” ucapnya.Aku terus bejalan tanpa menatap matanya lagi. Bagaimana bisa dia berkata seperti itu? Berbaik hati? Bukan kah itu memang kewajibannya? Abhi dan Kresna kan juga anak-anak nya. Tapi tanpa bantuan dari mas hanif pun aku akan terus berusaha mencukupi semua kebutuhan anak-anakk
Kami semua duduk di sofa ruang tamu besama-sama. Jantung ku jadi berdegup kencang karena aku belum memberitahu megenai masalahku ini. “Oh ya, sofi. Kapan kamu pulang ke sini?” tanya papa basa-basi.“Tadi pagi sampai, langsung ke rumah rina, untung saja aku datang kalau tidak …” “Kalau tidak? Memang nya kamu kenapa rina?” tanya papa lagi.“Pah …” panggilku.“Hem? Kenapa? Ada apa? Ceritakan pada papa,” ucap papa padaku.“Pa, Rina dan mas hanif sudah memutuskan bercerai pa,” ucapku dengan jujur.“Hah? Bercerai? Kok bisa? Kalian ada masalah apa sehingga memutuskan untuk bercerai?” tanya papa lagi.“Biar saya jelaskan dulu ka, begini intinya hanif yang salah bukan rina, dia tiba-tiba datang suruh rina tanda tangan surat perceraian,” jelas singkat tante.“Kok bisa tiba-tiba? Masalah nya apa?” “Mas hanif meninggalkan rina karena rina sudah gendut, jelek, dan gak cantik pa, Rina juga sudah gak tahan lagi dengan perlakuan mas hanif sekarang, seperti jijik pada rina,” jelasku sambil menahan
“Maa … Aku hanya ingin semua ini cepat berakhir ma, Rina merasa kalau melakukan itu menambah beban saja, biarkan Allah yang balas maa …” ucapku.“Sebaiknya kamu masuk ke kamar kamu rina dan beristirahatlah. Setidaknya tidur bisa membuatmu melupakan sejenak kesedihanmu, Biar anak-anakmu dengan mama saja,” ucap mama padaku.“Biar aku yang antar rina ka ke kamarnya,” sahut tante sofi.“Baiklah,” “Ayo rin,” ajak tante sofi. Dengan merangkulku, tante sofi menemani ku sampai masuk kedalam kamarku. “Rina, tidurlah walau sebentar, Jangan lupa pikirkan mengenai ajakan ku rina. Aku akan menunggu jawaban kamu,” ucap tante sofi lalu dia pun pergi dari kamarku. Setelah tante sofi pergi, aku pun merebahkan tubuhku di tempat tidurku. Dengan memandang langit-langit, aku dengan singkat membayangkan semua hal indah yang terjadi di hidupku agar ku tak teringat akan mas hanif lagi. Namun setelah itu aku malah teringat akan semua kenangan indah ku bersama nya dulu. Air mataku menetes lagi, namun aku l
Disaat yang bersamaan, Aku mendengar suara anak-anakku yang sedang berlari menuju padaku. “Eh jangan lari-lari nanti jatuh,” ucap tante sofi.“Engga nek, tenang aja hehehe. Sini adek duduk,” ucap anakku abhi.“Duduk sayang, kalian sudah makan?” tanyaku.“Sudah maa, mama keliatan sedikit bugar, abhi seneng hehe,” “Iya sayang, maaf ya kalau mama sempat bikin abhi khawatir?” jawabku dengan mengelus rambut abhi.“Iya mama,” ucapnya lalu memelukku. “Mama, mama enggak ikut itu sama eyang?” tanya anakku kresna menunjuk ke arah luar.“Engga sayang, lagian sudah mau selesai itu,” “Hihi, tadi kresna sama kakak ikut ma, banyak tante yang kasih ini ma,” ucap anakku kresna memperlihatkan banyak lembaran uang padaku.“Eh, kok pada kasih uang itu sih sayang? Kenapa?” tanyaku heran pada kedua putra ku.“Gak papa ma, ini cuma pada gemes sama kresna,” sahut anakku abhi.“Oh begitu, ya sudah di simpan ya sayang. Di tabungan kresna dimana? Taruh saja di situ oke? jadi suatu hari kalau kresna pengen m
Ku berfiikir apa yang papa katakan itu memang benar. Aku takut anak-anak ku kaget akan lingkungan dan kondisi di sana, lebih baik jika anak-anakku disini sampai mereka lulus dari sekolah mereka. “Ya sudah besok lagi saja kita bicarakan kalau belum menemukan titik temu, Rina kalau kamu ragu masih ada banyak sekali waktu tenang saja ya. Ayo sekarang lebih baik kita makan malam saja,” ucap mama.“Rina baru aja makan ma .. masih sangat kenyang hehe,” ucapku.“Ya sudah, yang belum makan ayo makan malam sekalian, Rina kamu suapi saja anak kamu,” “Tidak eyang, abhi sama kresna tidak mau disuapi mama, kami punya tangan dan tangan ini untuk kami makan sendiri, biarkan mama istirahat saja katanya besok mau diet kan?” ucap abhi anakku.“Ya ampun, cucu eyang pinter banget sih? Ini pasti turunan dari mama nya kan? Ih eyang gemes liat kamu bicara nya seperti orang dewasa, haha” ucap mama menarik-narik pipi anakku abhi.“Hihihi, Abhi memang mirip mama eyang …” jawab anakku dengan gemas.“Kresna ju
Setelah aku berpamitan, aku keluar lalu langsung berangkat ke kantor polisi. Beberapa menit kemudian, kami sampai. Aku berharap polisi sudah bisa menemukan lokasi keluarga mas Hanif. "Selamat pagi pak!" Sapa salah seorang polisi pada papa."Pagi pak.""Silahkan masuk dan duduk di dalam." Kami pun masuk kedalam sebuah ruangan lalu datanglah seorang pria bertubuh besar dan tinggi masuk kedalam ruangan yang kami duduki ini. Dia bersalaman dengan kami. "Pagi pak, bu, dan mbaknya. Mohon maaf karena kami dadakan memanggil anda kemari. Emm, begini pak jadi dalam investigasi kami secara tak sengaja dalam proses itu, kami telah menemukan seorang anak laki-laki sekitar umur 6-8 tahun di lokasi yang tak jauh dari lokasi kami melakukan pencarian cucu anda. anak laki-laki tersebut di temukan dalam keadaan tak bernyawa dan juga memakai pakaian sekolah juga. Ada nama ini seragamnya." Jelas polisi itu lalu menyerahkan baju SD yang di lapisi dengan plastik untuk barang bukti. di baju
Untungnya Abhi tak mengeluh karena perjalanan itu. Dia malah mendorongku terus agar mempercepat laju kendaraan ini. Sesampainya di rumah mantan mertua ku itu, ku lihat sekeliling terlebih dulu, karena rumah itu terletak di ujung jalan dan depannya tanah kosong sehingga suasana terlihat sangat sepi sekali. "Ma, ayo kita turun. Kita coba ma masuk ke rumah nenek jahat. Abhi takut Kresna di apa-apain." Ucap Abhi khawatir. "Sebentar sayang, kan tunggu puma dulu masih ada di belakang itu belum sampai. Lagipula lihat sepi sekali kan rumahnya?" "Iya juga sih ma, itu rumahnya kenapa kotor sekali ya ma. nenek jahat memang pemalas sekali sukanya nyuruh-nyuruh mama bersihin semuanya dulu. Sekarang lihat? sebenarnya yang jorok itu nenek sendiri bukan? Iiih Abhi engga suka. Dulu mama sering kecapean karena nenek." Ucap Anakku lagi memasang raut wajah yang cemberut. Tante Sofi pun datang dan dia parkir di depan mobilku. Aku turun dan tak lupa membantu anakku turun dari mobil juga. "Tan,
"Tadi Kresna di sini ma. Lagi makan tapi satu jam kemudian Abhi ke sini lagi dia engga ada.""Emm, sayang kamu duduk sini dulu ya. Mama ma muter cari Kresna." "Abhi ikut ma..""Jangan sayang, nanti Abhi cape.""Engga ma, Abhi engga cape kok. Ayo kita cari lagi."Akhirnya aku gadeng anakku dan berjalan terus masuk kedalam sekolah mencari anakku Kresna. Hingga Abhi yang ku lihat lelah, aku mengajaknya untuk duduk di bangku depan kelas. Sedang aku celingak-celinguk, ada seorang guru yang menghampiri kami. "Permsii bu? Maaf saya tadi lihat seperti mencari seseuatu. Apa ada yang hilang Bu?""Oh iya pak. Maaf, saya sedang mencari anak saya.""Pak Yusuf, Adik Abhi yang kelas 1 hilang pak." Seru Abhi to the point. "Apa? Hilang? Maksudnya bagaimana ini? Hilang di mana? Maaf bu, kelas 1 sudah selesai pelajaran dari jam 10.30 tadi bu. Apa dia belum pulang kerumah? Coba anda hubungi orang rumah dulu bu, siapa tau anaknya sudah pulang.""Belum saya tanya orang rumah pak tapi anak saya tadi dudu
Beberapa hari kemudian, pagi-pagi sekali ku persiapkan segalanya. Ku berpakaian rapi, Di depan meja rias, Aku berdandan tipis agar terlihat fresh. Tak lupa ku semprotkan parfum di kedua sisi leher ku. “Mama ..” Ku mendengar suara anakku yang membuka pintu kamar ku. Aku menoleh ke arah anakku. “ Pagi sayang..” “Pagi juga mama. Ma, ini buat mama..” Anakku menyodorkan sepiring sandwich untukku. “Haa.. terima kasih sayang.. Abi buat sendiri?” Ucapku sembari menerima makanan itu. “Iya mama.. Hari ini kan mama mau foto-foto lgi hihi. Makan ini ya mama, Abi engga nambahin mayonnaise kok ma. Isi nya semua nya sayuran kesukaan mama, hehe.” “Astaga, pintar nya anak mama. Terima kasih ya sayang. Mama makan ya..” “Iya mama. Hehe.. Ya udah ma, Abhi mau pakai seragam dulu ya ma.. Oh ya mama, abhi sama kresna di antar puma ya ma. Jadi mama langsung berangkat aja. Hehe. Emmmuah, semangat mama.” Ucap Anakku dengan ceria dan langsung mencium kedua pipiku. Dia pun berlari keluar dari kam
“Permisi ka.” Awalnya ku diam saja karena ku kira panggilan itu bukanlah untukku. “Mbak, itu di panggil.” Tepuk ibu-ibu yang sepertinya sedang menunggu anaknya juga sepertiku. Ku menoleh dengan membalikkan badan ku mengahadap kearah seorang yang memanggilku itu. “Anda panggil saya mas?” “Iya kak. Mohon maaf sebelumnya kalau menggangu. Perkenalkan saya Tio dari majalah harian wanita. Saya mengenali anda bu. Mohon maaf, apa anda adalah Rose?” tanya pria itu padaku. Ku terkejut dengan pertanyaan nya. Bagaimana dia tau bahwa aku adalah Rose? Nama itu adalah nama panggung ku. “Maaf kak, apa boleh kita bicara sebentar di sana?” Lanjutnya berucap. “Mau apa kamu?” “Saya hanya ingin bertanya sesuatu ka. Jangan takut, ini kartu identitas saya menandakan bahwa saya memang benar fotografer di sana” Ku lihat kartu nama itu, “Tio Swiriyo, Fotografer majalah Etime Wanita” Melihat itu, ku memakluminya. Dulu aku memang pernah menjadi model cover majalan itu. Tapi itu kan dulu, dia hebat sekal
“Rina? Rin?” Aku yang sedang sarapan, menoleh ke sumber suara. “Tante? Ada apa tan?” tanyaku.“Uh, enak nih. Bentar ku icip dulu,” “Iya tan, cobain ini juga.” Ku ambilkan sebuah salad ayam mayo untuknya. “Heem enak sekali… oh ya, ada kabar dari Andrea.” “Kabar apa tan?” tanya ku antusias. “Aku sudah kabari kalau kamu sudah memenuhi syarat nya lalu dia berkata agar kamu bisa berangkat menemui nya segera. Nah, tante sudah konfirmasi mengenai tiket pesawat, fasilitas hingga tempat tinggal kita di sana. Tante mau bertanya padamu. Apakah kamu benar-benar mau ke sana?” Dengan suara yang antusias, aku pun mengiyakan. “Syukurlah, bagaimana kalau di tanggal 1? Pas di sana musim panas saja. kata Andrea, kamu juga harus masuk lagi akademi modelling agar kamu semakin lihai ketika nanti fashion show.” “Iya tan, Rina tau itu. emm, Rina rasa boleh juga. Tapi, Rina bingung tan. Rina hanya kepikiran saja anak-anak Rina.” “Hmm, kan hal itu sudah di obrolin dulu Rin. Abhi dan Kresna tiap bulan
Seminggu kemudian, (Di hari putusan pengadilan)Hari ini adalah putusan pengadilan atas perceraian ku. Di pagi-pagi sekali aku bersolek tipis dan bersiap untuk pergi ke pengadilan agama. “Sudah siap Rin?” tanya Mama.“Ya ma,” “Yang semangat ya sayang. Maafkan papa tak bisa ikut hari ini,” “Iya pa, nggak apa-apa kok. Papa yang semangat ya.” Papa mencium keningku lalu kami bersama-sama berjalan hingga depan rumah. “Hey, hey Rina. Kak.. tunggu..” Panggil tante sofi pada kami. “Mau ikut Sof?” “Iya lah kak masa nggak ikut sih.” “Kirain nggak ikut tadi sibuk banget sama laptopnya. Ya udah yuk kita berangkat aja sekarang.” “Hhehe biasa ka. Kan aku ngurus visa dan segala macamnya. Bulan depan kita kan harus berangkat ke luar negeri hehe” “Hmm, iya iya.” Kami bertiga pun masuk kedalam mobil yang dikendarai oleh tante Sofi.“Sof, kakak lupa kasih tau kamu nih. Kemarin, ada temen kakak yang nawarin adik laki-lakinya nih. Dia ganteng loh, dia pengusaha tambang di pulau sebrang. Kakak
“Ya sudah, saya pamit dulu ya. Selanjutnya kita komunikasi saja secara online. Bye Sofi.. Bye Rina..” “Iya miss sampai jumpa juga.” Ucap ku pada Miss Andrea. “Kabari kalau udah mau pergi ya? biar kami antar ke bandara,” Ucap tante sofi.“Oke oke bye semua..” Setelah kepergian miss Andrea, dada ku seperti terisi soda yang semakin di kocok semakin mengembang dan akhirnya tersembur. Itu ibarat juga rasa gembira ku yang datang dari hati. “Emm, tantee… makasih ya tante..” ucap ku bergembira sampai berulang kali memeluk tante Sofi. “Haha ya ya, Tante seneng banget kamu begini, Rin.” “Hehe, maaf ya tan, Rina bener—bener nggak tau harus ngomong apa sekarang, huhu” aku malah menangis setelah tertawa. “Loh malah nangis? Cup cup cup.. sudah sudah, kamu nggak perlu terimakasih segela, kan ini memang janji tante.” Ku memeluknya erat. Dia menepuk-nepuk pundakku. Beberapa menit kemudian, aku pun melepaskan nya. “Udah kan peluknya? Hehe. Tante pegal banget nih hehe.” “Emhehe, maaf tan.” “N
Keesokan harinya,Ku lihat jam di dinding menunjukan pukul 6 pagi, aku kesiangan karena tadi malam ku sibuk berbincang dengan tante sofi, papa dan mama lagi. Aku pun langsung turun dari ranjang dan membawa handuk ku kedalam kamar mandi. Biasanya jam 6 pagi aku sudah sedang sarapan, tapi ini baru mandi. Entah kenapa saat ini aku sangat tak suka dengan perubahan jam disiplin ku. 30 menit kemudian, aku keluar dan duduk lebih dulu di sofa sambil meminum segelas air putih yang tadi tak sempat ku minum tadi, setelah itu ku langsung keluar dan mendekat ke dapur. “Bi, anak-anak ku udah pada bangun?” tanya ku pada art ku.“Sudah bu, tadi bibi masuk ke kamar, mereka sudah bangun bu den abhi sedang menulis di meja belajar terus den kresna sedang bermain hp,” “Oh gitu tapi sudah siapkan seragam nya kan bi?” “Sudah bu, Sepertinya sudah selesai mandi sekarang,” “Benarkah? Ya sudah makasih ya bi,” “Sama-sama bu,” Aku pun lanjut membuat sarapan ku sendiri bersama dengan bibi yang juga sedang m