Aku sangat percaya diri dalam pekerjaanku, tapi dalam mengelola karyawan? Itu bukan keahlianku. Beberapa waktu ini benar-benar sibuk dan penuh tekanan, rasanya seperti ada gunung yang menekan pundakku.Menjelang malam, saat aku bersiap-siap untuk pulang, tiba-tiba Wenny menelepon."Lagi di mana?"" nada suaranya santai dan ceria."Lagi lembur di kantor," jawabku lemas."Serius? Akhir pekan begini bukannya santai, malah kerja terus?""Aku harus mengandalkan diri sendiri sekarang, belum benar-benar mengokohkan posisi, mana berani bersantai?"Terlebih lagi beberapa teman baikku sudah berinvestasi di perusahaanku. Tekanan semakin besar, aku takut kalau mengelola dengan buruk, mereka malah rugi."Sudahlah, keluar sebentar, aku sudah aturkan acara untukmu, kamu pasti suka!""Maksudnya?""Nggak perlu banyak tanya, alamatnya sudah kukirim ke Whatsapp, cepat datang!"Wenny memang terkenal tegas. Setelah menutup telepon, dia langsung mengirimkan alamat padaku, lalu menambahkan pesan, [Cepat datan
Wenny tidak langsung menjawab pertanyaanku. Dia masih sibuk menjawab telepon dan berjalan keluar. Tak lama kemudian, dia kembali dengan seorang gadis muda yang cantik.Gadis itu mengenakan baju modelan seragam JK, tampak ceria dan enerjik. Wajahnya dihiasi riasan yang sempurna, benar-benar seperti barbie hidup.Awalnya, aku merasa bingung, bagaimana bisa Wenny mengenal gadis muda seperti ini? Penampilannya seperti anak SMA.Tapi setelah aku memperhatikan wajahnya lebih detail, aku terkejut!Bukankah dia gadis yang beberapa waktu lalu mengendarai Porsche sebagai sopir taksi online dan mengantarku pulang dari depan rumah sakit?"Nora, gadis imut ini bernama Dolyn Selina. Ingat kejadian di pernikahan itu yang sampai viral di sosial media? Aku bilang bakal cari orang yang buat bantu hapus, 'kan? Nah, kebetulan aku kenal Dolyn, dia punya koneksi dengan petinggi platform itu. Begitu dia turun tangan, masalah langsung kelar."Wenny mengenalkan kami sambil menarik Dolyn lebih dekat."Sebenarn
Tiba-tiba, sebuah spanduk terbentang di dinding belakangku.Aku menoleh dan dalam sekejap, rasanya ingin langsung menghilang dari muka bumi.Apa-apaan ini ... ada banyak wanita cantik di Kota Belian, tapi Nora Tira yang nomor satu!Dan lagi ... debut 26 tahun, tapi tetap awet muda bagaikan remaja!Kelihatannya sahabatku sudah mempersiapkan semuanya dengan matang untuk hari ini.Wenny merekam video dengan ponselnya. Saat aku hendak melepas selempang yang mereka pasangkan, dia buru-buru mencegah, "Nggak boleh dicopot! Malam ini harus dipakai terus!"Citra dan Susan juga langsung menahan tanganku dari kiri dan kanan, tertawa terpingkal-pingkal."Di sini ada teman baru juga, jangan sampai kalian menakuti mereka," ujarku mengingatkan dengan baik hati.Dolyn melambaikan tangan sambil tetap merekam dengan ponselnya, dia tertawa terbahak-bahak, "Santai saja, Kak Nora. Ini seru sekali!"Aku kehabisan kata-kata.Sepertinya benar kalau orang yang mirip akan berkumpul. Gadis manis dengan wajah imu
Pintu terbuka, begitu melihat siapa yang masuk, senyuman di wajahku langsung berubah menjadi ekspresi penolakan.Ternyata Steve Joan!Aku menoleh ke arah sahabatku, dengan tak senang berkata, "Kenapa kamu mengundangnya? Buat suasana hati jelek saja."Wenny tersenyum santai dan menjawab, "Aku hanya mau dia lihat sendiri, betapa bahagianya kamu sekarang!"Sambil berkata begitu, Wenny bangkit dan berjalan mendekati Steve. Tanpa peduli betapa masam wajahnya, dia sengaja memprovokasi, "Pak Steve, lihat sendiri ... Nora punya banyak penggemar sekarang. Balikan dengan mantan? Lupakan saja! Jangan ganggu dia lagi!"Hatiku langsung terasa sedikit lega.Peringatan ini memang perlu.Steve mengernyit tajam, wajahnya sekelam badai, tatapan dinginnya menusuk saat menatapku dan berkata, "Nora, begini caramu merendahkan diri? Kamu pikir kamu ini apa?"Aku tertawa, mengangkat selempang merah mencolok di dadaku dan menunjukkan padanya. Dengan mata sedikit sayu karena mabuk, aku tersenyum menawan dan men
Pada akhirnya, hanya aku sendiri yang pulang sendirian.Aku menoleh ke arah Dolyn dan tersenyum malu-malu, "Dolyn, nanti aku panggil taksi sendiri saja.""Ya sudah ... ""Eh, bagaimana denganmu? Sudah malam begini, kamu sendirian ... nggak, nggak aman," ucapku dengan mata yang nyaris tak bisa terbuka karena mabuk, tapi masih ingat untuk mengkhawatirkannya."Kakakku datang jemput, nggak perlu khawatir," jawab Dolyn."Oh baguslah ... " Aku mengangguk pelan sebelum menutup mata dan tumbang di sofa.Di tengah kesadaranku yang samar, aku menyadari teman-teman mulai pergi satu per satu.Setelah Wenny selesai muntah, sepertinya dia tertidur di kamar mandi. Kakak iparnya yang menemukannya, lalu bersama pegawai tempat itu, mereka memapahnya keluar.Aku tidak tahu sudah tidur berapa lama, sampai pundakku diguncang seseorang."Kak Nora, kakakku sudah datang. Aku juga harus pergi ... kamu mau ikut, nggak?" tanya Dolyn membangunkanku dengan suara lembut.Aku menyipitkan mata sebentar, otakku masih
Aku memiringkan kepala, menatapnya, lalu tersenyum bodoh, "Namanya ... Billy Solene, namanya ... keren, 'kan? Kamu pasti belum pernah melihat dia ... dia sangat misterius dan rendah hati ... ""Kebetulan, aku justru mengenalnya," jawab pria itu tersenyum tipis, lalu berdiri dan menarik lenganku, "Ayo, aku antar kamu pulang.""Kamu mau antar aku? Kamu siapa? Kenapa mau antar aku? Wenny ... yang menyuruhmu datang? Malam ini dia panggil banyak model pria, berapa sih dia bayar kalian? Tapi kamu ... datangnya telat, acaranya sudah selesai ... ""Aku bukan orang yang dipanggil Wenny.""Jadi kamu ... "Belum sempat aku bertanya lebih jauh, ponselnya berbunyi.Sambil menopang tubuhku dengan satu tangan, dia mengangkat telepon dengan tangan satunya."Kamu minum alkohol atau nggak?""Yakin nggak minum?""Kamu pulang sama siapa?""Sudahlah, iya ... aku sudah jemput orangnya."Aku bisa mendengar percakapannya yang terputus-putus, tapi otakku yang sudah berhenti bekerja, tidak bisa mencerna apapun.
Dalam keadaan setengah sadar, aku merasa seperti mengalami kembali mimpi yang pernah ada sebelumnya.Aku pernah bermimpi mencium Billy ...Dan sekarang, ada seorang pria yang sangat mirip dengannya sedang memelukku.Rugi kalau nggak dicium!Aku menelan ludah, perlahan memanjangkan leherku dan semakin mendekatinya.Bibirku menyentuh dagunya yang kasar karena sedikit jambang, rasanya agak geli, tapi justru membuatku semakin tertarik.Aku ingin naik sedikit lebih tinggi, mencium bibirnya. Tapi dia malah mundur sedikit, seolah merasa risih."Hehe ... kamu malu, ya? Bukannya ini bagian dari pekerjaan kalian?"Aku tertawa kecil, mengecap bibir, lalu berkata dengan suara samar, "Tenang ... aku bukan tipe orang yang sembarangan. Aku sama mantan suamiku, enam tahun bersama ... bahkan nggak pernah melanggar batas, selalu menjunjung tinggi nilai-nilai moral ... ""Nggak ada pria yang benar-benar baik ... di dunia ini! Nggak ada yang pantas buat aku. Aku hanya bercanda denganmu tadi ... "Usai bic
"Kamu ... sengaja mendekatiku, sebenarnya apa tujuanmu? Kamu mau ... jantungku? Paru-paruku? Atau ... kamu mau menguras habis darahku?"Pandangan mataku kabur, tidak bisa melihat jelas, tapi aku merasa wajah tampan Billy tiba-tiba membeku, seolah tak tahu harus tertawa atau menangis, menatapku tanpa bergerak.Setelah terdiam cukup lama, akhirnya dia bertanya dengan nada heran, "Aku bukan jagal, kenapa harus mengambil jantung, paru-parumu atau menguras darahmu?""Mana kutahu ... kamu yang harus menjawab. Kamu aneh, ibumu juga aneh ... kalian baik padaku tanpa alasan, itu menakutkan .... " ujarku sambil menggeleng, melambaikan tangan dengan lemah dan bergumam lagi, "Menakutkan sekali ... "Billy bertanya, "Jadi kamu pikir kami baik padamu karena mau mengambil organ dan darahmu? Makanya kamu tiba-tiba menjauh dan menghindar dariku?"Aku bersandar lemah di sofa dan berkata dengan suara malas, "Bukan ... nggak sepenuhnya, kamu ini orang yang sangat memikat hati ... terlalu bahaya."Billy te
Meskipun aku tidak menyukai mereka sekeluarga, bagaimanapun dia adalah orang yang lebih tua, demi kesopanan, aku tetap tersenyum dan menyapa, "Halo, tante.""Nora, jadi kamu benar-benar sudah bersama Pak Billy? Dia nggak tahu kamu itu janda? Statusmu ini jelas ... ""Ibu, bukan janda, dia bahkan belum resmi cerai dengan kakak! Kalau sekarang bersama Pak Billy, itu namanya selingkuh!"Ujar Stefi dengan wajah penuh penghinaan dan kemarahan, lalu menggerutu, "Ada apa sih dengan Pak Billy? Kok bisa tertarik dengannya? Selain cantik, apa lagi yang bisa dibanggakan?"Aku bahkan belum mengucapkan satu kata pun, tapi mereka sudah menempelkan label selingkuh padaku. Benar-benar tidak masuk akal.Aku tertawa sinis, "Stefi, otak itu hal yang bagus, sayangnya kamu nggak punya. Kalau kamu mau tahu siapa yang sebenarnya selingkuh, bagaimana kalau kita tanya orang-orang di sini?"Saat itu, peristiwa pernikahan konyol itu sudah jadi bahan tertawaan di seluruh kota. Semua orang tahu kalau Keluarga Joan
Namun, di hadapan Jeff saat ini, situasinya tidak memungkinkan. Aku hanya bisa mencari kesempatan lain.Melihat aku sangat canggung, Billy segera membantuku keluar dari situasi ini, "Ayo, para tamu hampir semua sudah datang, pesta bakalan segera dimulai."Aku mengikuti Billy memasuki aula pesta dan sekali lagi mendapat pemahaman baru tentang arti sebenarnya dari kekuasaan dan status sosial.Di dalam Vila Solene terdapat sebuah bangunan bergaya barat tiga lantai yang berdiri sendiri. Bangunan ini memiliki aula pesta besar, ruang konferensi multifungsi dan klub rekreasi. Banunan ini terpisah dari bangunan utama rumahnya, Sehingga dapat memberikan tingkat privasi yang sangat baik bagi pemiliknya.Dekorasi seluruh bangunan tampak sederhana, tetapi sangat berkelas. Bahkan hiasan yang terlihat sepele pun merupakan koleksi seni bernilai tinggi.Saat ini, aula pesta sudah penuh dengan tamu. Suasana meriah dengan obrolan santai dan tawa para tamu yang jelas berasal dari kalangan atas.Aku melih
"Bagaimana kamu menjelaskannya?""Bilang saja nggak ada apa-apa di antara kita. Aku nggak tidur denganmu, kamu juga nggak tidur denganku.""Kamu, seorang gadis menjelaskan hal seperti ini? Bukankah itu malah membuatku terlihat lebih tidak berani bertanggung jawab?""Aku ... " Aku hampir putus asa, malu bukan main dan bertanya, "Jadi harus bagaimana?"Saat kami sedang pusing memikirkan solusi, tiba-tiba terdengar suara seseorang, "Billy, kudengar kamu keluar khusus untuk menjemput tamu penting. Putri keluarga mana yang begitu kamu hormati?"Aku menoleh ke arah suara itu. Dari belakang Billy, seorang pria tinggi dan gagah melangkah mendekat. Aura karismatiknya terpancar jelas.Sebelum Billy berbalik, ekspresinya sudah semakin rumit."Datang juga orangnya," gumam Billy pelan.Mataku membelalak.Apa? Jadi dia ... Jeff Yosi?Aku tidak mengenalnya.Bagaimanapun, Keluarga Yosi dan Keluarga Solene berada di tingkat yang sama, sedangkan Keluarga Tira jelas berbeda kelas, kami tidak pernah berhu
"Nggak, nggak! Bukan ... " Aku buru-buru melambaikan tangan, melangkah lebih cepat ke depan, tapi tetap saja tak bisa menahan diri untuk melirik Billy beberapa kali.Dalam hati, aku berdoa semoga saja orang yang mengendarai Bentley malam itu bukan Jeff.Sayangnya, doaku tidak terkabul.Melihat ekspresiku yang aneh dan tampak ragu-ragu, setelah berpikir sejenak, Billy bertanya, "Kamu bertemu Jeff akhir-akhir ini?"Begitu mendengar pertanyaannya, aku langsung paham.Aaaa ... aku ingin lenyap saja dari dunia ini!"Jadi ... apa yang Pak Jeff bilang padamu?" tanyaku pasrah, memutuskan untuk menghadapinya secara langsung.Billy menyipitkan matanya sedikit, lalu menampilkan ekspresi yang sulit dijelaskan, seperti malu tapi juga geli."Maksudmu ... tentang pertengkaranmu dengan Steve? Kamu bilang sudah tidur denganku dan bukan hanya sekali?"Aku langsung tersandung dan hampir saja terjatuh."Hati-hati!" Untung saja Billy sigap menarik lenganku.Wajahku langsung panas membara, sekujur tubuhku t
Aku berputar beberapa kali di depan cermin dan merasa cukup puas dengan penampilanku.Tiba-tiba, ponselku berdering. Aku mengambilnya dan melihat nama Billy Solene di layar."Halo, Pak Billy.""Nora, sekitar sepuluh menit lagi, sopir bakal tiba di depan apartemenmu.""Iya, aku sudah siap juga, bakal turun sebentar lagi," jawabku dengan ringan, lalu menambahkan dengan sedikit sungkan, "Benar-benar merepotkanmu harus mengirim sopir untuk menjemputku.""Nggak masalah, jalanan di pegunungan kurang aman di malam hari. Karena aku yang mengundangmu, tentu aku juga harus memastikan keselamatanmu."Sikapnya selalu begitu penuh perhatian dan detail, seolah tak pernah meninggalkan celah.Setelah menutup telepon, aku memasukkan ponsel ke dalam tas, lalu mengecek kembali apakah aku sudah membawa lipstik dan bedak. Setelah memastikan semuanya beres, aku pun berangkat.Di sepanjang perjalanan, perasaanku melambung, tegang sekaligus penuh ekspektasi,Saat ini, aku sudah melupakan semua keraguan yang s
Aku baru sadar, tidak heran Steve terlihat begitu lesu dan muram, wajahnya pun tampak pucat."Nora, tolong bantu Dewita. Semua kesalahan di masa lalu itu ulah kami, Aku minta maaf padamu, ya? Kumohon, kasihanilah dia, pergi ke rumah sakit dan bantu dia ... "Sari maju dan meraih tanganku dengan erat. Gerakannya yang tiba-tiba itu sampai membuat anjingku terkejut dan melompat mundur ke belakangku.Keningku semakin berkerut, aku menatap Sari sambil tertawa dingin dalam hati."Benar-benar langka, tak kusangka aku bisa mendengar permintaan maaf darimu dalam hidup ini," kataku dengan nada menyindir."Aku minta maaf padamu, Nora. Aku bakal turuti apapun yang kamu mau, asal kamu mau selamatkan Dewita. Bagaimanapun, dia itu adik kandungmu, dia itu manusia yang hidupnya berharga ... " ujar Sari mulai menangis, tampak benar-benar tidak rela kehilangan putrinya.Sebagai seorang ibu, dia memang terlihat sangat menyayangi anaknya. Dewita pun bisa dibilang beruntung dalam hal ini.Namun, pikiranku m
Tak disangka, ternyata Billy juga mengetahuinya.Hal ini membuat suasana jadi agak canggung, terutama karena aku berbohong pada Billy, mengatakan bahwa aku sudah tidur dengan pria di hadapanku ini, bahkan berkali-kali. Memikirkan itu saja sudah membuat lidahku nyaris kelu."Ehm ... dia nggak mau cerai denganku, jadi aku hanya bisa mengajukan gugatan ke pengadilan. Sidangnya akan digelar tanggal 6 bulan depan," ujarku menjelaskan, merasa sedikit bersalah dan tidak berani menatap Billy."Tanggal 6 bulan depan? Masih ada setengah bulan.""Iya, ini sudah sesuai jadwal dari pengadilan, jadi nggak ada pilihan lain.""Iya, nggak perlu terburu-buru," ujarnya menenangkanku, lalu menambahkan, "Tapi dalam kasus gugatan cerai, biasanya sidang pertama itu mediasi, jadi kemungkinan besar nggak akan langsung dikabulkan. Biasanya harus menunggu enam bulan untuk mengajukan gugatan kedua, barulah hakin cenderung mengabulkan perceraian.""Iya, pengacaraku juga sudah mengatakan hal yang sama. Aku harus be
Aku tidak bisa menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan diriku sendiri, hanya benar-benar malu sampai tidak bisa mengangkat kepala di depannya.Billy melihat betapa malunya aku, seolah ingin mencari lubang untuk bersembunyi. Dengan sangat sopan, dia menghiburku, "Sesekali bersenang-senang dengan teman-teman itu hal yang baik. Bisa melepaskan rasa penat dan stres di hati. Lagipula, soal kejadian malam itu, selain aku, nggak ada orang lain yang tahu. Jadi tenang saja, aku akan merahasiakannya."Kalimat terakhir itu diucapkannya dengan nada bercanda dan di matanya seperti ada sedikit ... keakraban yang samar.Aku menatapnya dengan ekspresi canggung dan membeku.Beberapa saat kemudian, rasa canggung itu semakin menjadi-jadi, pipiku terasa panas seperti terbakar.Jantungku kembali berdebar kencang dan pikiranku mulai berkelana ke arah yang tidak seharusnya.Insting wanita membertahuku bahwa ada sesuatu yang tidak biasa dalam hubungan kami, benar-benar tidak biasa.Tapi, aku tidak bisa
Wajahku terasa semakin panas.Orang mabuk muntah itu menjijikkan, baunya juga tidak enak.Dan dia, seorang pria kaya raya yang terbiasa hidup bersih dan elegan, malah harus mengurus aku yang muntah-muntah?!Tidak heran saat aku bangun keesokan paginya, tempat sampah sudah bersih.Ternyata dia yang membersihkannya malam itu."Aku baru sadar saat sampai di rumah, tapi ... aku nggak berani meneleponmu. Hari ini malah merepotkanmu, kamu sampai repot-repot mengantarnya ke sini," katanya santai, sepertinya tidak sadar betapa malunya aku saat ini.Kata-kata itu seolah menggelitik saraf kecanggunganku. Aku menatapnya dengan bingung dan bertanya polos, "Kamu ... nggak berani meneleponku?"Billy tersenyum, matanya seakan bersinar dan wajahnya terlihat agak malu."Iya, aku takut kalau kamu melihat jam tangan itu, kamu bakal mengira aku sengaja meninggalkannya sebagai alasan untuk menghubungimu lagi. Sebelumnya, sepertinya ada kesalahpahaman antara kita, hubungan kita juga jadi agak renggang, jadi