Share

Ditinggal Suami Dinikahi Bos
Ditinggal Suami Dinikahi Bos
Author: Hamira Irrier

1. Kabar Kematian

Author: Hamira Irrier
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pagi ini aku terbangun seperti biasa. Setelah semalam memadu kasih dengan suami tercinta. Sampai hampir jam dua belas malam kami baru selesai. Dan kami tertidur pulas setelahnya. Seperti biasa aku yang pertama menggeliat saat mentari mulai memasuki kisi-kisi jendela kamar. Seperti pagi-pagi sebelumnya setelah kami menghabiskan malam, pasti aku kesiangan. Buru-buru aku turun dari ranjang, membiarkan suamiku tetap tertidur lelap.

Langkahku sangat ringan. Tubuh ini juga terasa bugar. Sebelum menuju kamar mandi kusempatkan mengintip putri kami yang juga masih terlelap di kamar sebelah. Biasanya ia akan ikut bangun saat aku mencium pipinya. Namun, kuurungkan niatku pagi ini. Tubuhku masih bau. Pukul setengah enam pagi rumah masih sepi. Belum ada aktivitas kesibukan seperti biasa. Dengan cepat aku menyambar handuk dan membersihkan diri di kamar mandi.

Guyuran air selalu membuatku merasa tenang. Dari pagi ini aku akan memulai aktivitas bekerja setelah beberapa hari melakukan WFH. Wangi sabun menguar di sekelilingku. Membuat jiwa semakin tenang. Hari ini hariku akan jauh lebih menyenangkan.

"Sudah mandinya?" tanya suamiku saat aku sampai di ruang televisi rumah kami.

"Sudah, Mas. Gantian kamu yang mandi biar tetap bisa solat," ujarku. Pagi ini kami benar-benar kesiangan.

"Iya. Jangan lupa kopi hitamnya." Suamiku langsung mengeksekusi niatnya untuk mandi.

Aku mengeringkan rambut sebentar dengan handuk, lantas menjemurnya di halaman belakang. Satu teko berisi air kudidihkan. Dua cangkir hadiah membeli kopi sachet merek tertentu aku ambil. Membuatkan kopi untuk suami tercinta. Sembari menunggu air mendidih, aku mencari ponselku. Semalam tergeletak di ruang tamu. Kuayunkan langkah dan mendapati ponsel itu di sana.

Sebuah panggilan tak terjawab dari Ibu. Sebuah kabar duka dari desa. Aku bergegas kembali ke belakang. Mematikan kompor juga bicara pada Mas Baja.

"Mas, Mas. Pakde meninggal," sahutku dari balik pintu kamar mandi. Sejenak gemericik air tak terdengar.

"Apa, Dik?"

"Pakde meninggal. Kakaknya Bapak." Mas Baja pun membuka pintu. Ia sudah mengenakan pakaian dan berusaha mengeringkan rambutnya.

"Innalilahi, yang kemarin kita ketemu?" tanyanya mengingat momen terakhir kepulangan kami. Butuh waktu lima jam untuk sampai di desaku.

"Iya, Mas," ucapku pilu. Pakde salah satu orang berjasa dalam hidupku.

"Gak pulang, ya. Minggu kemarin sudah pulang." Mas Baja mengambil alih pembicaraan. Aku belum juga mengutarakan niatku. "Loh, kopinya mana ini. Malah belum jadi." Ia sadar saat kopi hitam belum tersaji.

"Maaf, Mas. Aku lupa."

"Haish, payah." Aku dengan cepat membuatkan kopi untuknya. Mengaduk dan memastikan sesuai selera.

"Hape butut mana, Mas?" tanyaku hati-hati. "Ada pulsa gak?"

"Gak tahu di mana. Sana cari sendiri. Sebenarnya semalam Bapak juga sudah kaish kabar kalau Pakde meninggal. Kamu keburu tidur."

"Jam berapa, Mas?" tanyaku tak tahu perihal kabar itu.

"Satu dini hari," jawab Mas Baja seraya menyeruput kopinya.

***

Dengan cepat aku mencari ponsel butut Mas Baja. Hanya ponsel itu yang bisa menghubungkan panggilan dengan Bapak. Aku meneleponnya dan dijawab oleh Bapak.

Pakde meninggal.

"Ya, Pak. Amira sudah dengar, tadi diWA sama Ibu."

Kamu pulang, kan? Dulu Bude sering bantu kuliah, kamu lho.

Bapak langsung menodongku dengan pertanyaan itu. Jujur aku ingin pulang. Jujur aku ingin memberi penghormatan terakhir untuk beliau. Namun, respon Mas Baja kurang meyakinkan.

"Belum tahu, Pak. Nanti Amira pikir dulu. Karena minggu kemarin baru pulang. Mas Baja juga baru ijin kerja," ucapku pelan.

Ya sudah terserah kamu saja. Mau bagaimana lagi, kalau tidak sempat.

Panggilan suara terputus. Bapak menutupnya. Aku tertunduk lara. Tergambar jelas wajah keluarga Pakde dan Bude yang dulu kerap memberi uang saku untukku. Terbayang jelas kasih sayang mereka saat aku benar-benar membutuhkan. Tanpa terasa air mata menetes. Membuatku tak mampu menyembunyikan kesedihan ini. Selain itu hatiku juga bergemuruh. Karena aku tahu Mas Baja tidak mungkin mengantarku, dan tidak mungkin mengijinkanku pulanh sendirian.

Entah setan apa yang merasuki tubuhku saat itu juga. Aku mengeluarkan unek-unek atau kegundahan hati yang selama ini kupendam sendiri.

"Pokoknya aku mau balik kampung, Mas. Mau cari kerja di sana. Biar bisa dekat dengan keluarga," ujarku sambil berjalan ke dapur. Aku mulai meraih wajan untuk menyiapkan sarapan. Mas Baja yang tadi sedang menyeruput kopi hanya diam. Ia sepertinya malas menimpali kata-kataku. "Coba kita punya mobil, ya, Mas. Punya banyak uang bisa langsung pulang. Sayang kita harus memikirkan banyak hal dulu sebelum memutuskan untuk pergi." Jujur aku sangat ingin kembali ke desa. Bekerja dekat dengan keluarga.

Mas Baja tetap diam saja. Ia fokus menyaksikan siaran televisi sembari menghabiskan kopi. Karena kesal aku membuat suara suara dari wajan dan solet yang beradu. Kulihat sekilas Mas Baja yang asyik dengan ponselnya. Entah ia melakukan chatting dengan siapa.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Annyhalawa
apa pun keputusan bersama,semoga ada baiknya saling mendukung satu sama lain,jika istri memberi solusi,suami juga harus mendukung mana baiknya, jangan diam dan di cuekin, karena istri ingin di mengerti dan di pahami. kalau sama sama ada kekompakan dan kasih dalam keluarga maka keluarga itu bahagia
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   2. Kolom Komentar

    Mas Baja tak membuka obrolan tambahan. Ia masih ayik dengan gawainya. Aku yang merasa diabaikan pun menghentikan aktivitas memasak. Kumatikan kompor dua tungku itu lalu beranjak ke kamar depan. Putri kami sudah bangun. Ia asyik dengan mainannya."Ibu kenapa? Sedih?" tanyanya saat melihat setetes air lolos dari mataku. Aku pun menggeleng. "Jangan sedih, Bu. Sini Akila peluk," ucapnya dengan merentangkan kedua tangan. Aku pun tak sanggup menahan rasa sedih itu. Dengan cepat kuhamburkan tubuh pada peluknya."Doain Ibu, Kak. Doain Ibu bisa dapat kerja di desa." Tangan Akila mengusap punggungku lembut.Selesai berpelukan dengan Akila, aku menyeka air mata. Tak bisa kubayangkan jika tak ada dia di rumah ini. Sudah pasti hari-hari akan terasa sangat menyesakkan. Gawai yang tadi teronggok di salah satu sisi ranjang Akila kulihat kembali. Dengan cepat menyentuh benda pipih itu saat aplikasi pesan menampilkan adanya pesan baru.[Maksudnya apa, Nduk? Kenapa tiap ada masalah Ibu selalu dibawa-baw

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   3. Ledakan Ingatan

    Setelah sekian lama menghilang. Apakah aku sama saja membuka akses komunikasi untuknya?***Sama seperti gadis-gadis desa pada umumnya. Setelah lulus SMA harapanku hanyalah menikah dengan laki-laki pilihanku atau keluarga. Aku yang sadar betul dengan ekonomi keluarga tidak akan memaksakan diri untuk melanjutkan kuliah. Meski sekuat tenaga orang tuaku mengupayakannya. Masih segar diingatan saat ia yang kucinta justru mematahkan satu-satunya harapan itu."Nduk, jangan lupa kuenya dibawa kalau kamu mau mampir ke rumah Arhab." Sebuah keresek hitam Ibu siapkan. "Gak mungkin mampir lah, Bu. Kan ini acaranya gak di masjid.""Ya putar arah, Amira. Dari tempat tema kamu terus belok ke kanan kamu ambil jalan turunan. Lurus terus nyampe kan ke rumah Arhab." Ibu terus memaksaku. Meski aku tahu tidak mungkin kami akan bertemu di sana. Entah sejak kapan semua berawal. Saat kami bertemu di salah satu pernikahan temanku, yang juga suadaranya aku mulai terbiasa dengan suara lembutnya. Mas Arhab kad

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   4. Jatuh Talak

    “Amira! Apa yang kamu lakukan!” Mas Baja berjalan maju ke arahku. Ia kembali ke ruang televisi. “Kamu tahu ini satu-satunya barang yang masih bisa dijual bukan? Kenapa malah kamu jatuhkan?!” Mata Mas Baja terarah pada televisi tabung itu. Dulu kami punya yang lebih baik. Berbentuk layar pipih.“Maaf, ma-af, Mas.” Aku benar-benar kehilangan akal. Kata-kata Mas Baja tentang perempuan murahan membuatku muak.Pintu kamar Akila berderit. Gadis itu pasti penasaran apa yang terjadi. Meski takut, ia memunculkan diri.“Kenapa rusak, Bu?” tanya Akila melihat televisi itu.“Ibu gak sengaja, Nak. Gak sengaja ngejatuhinnya.”“Kamu cepat siap-siap, Akila. Kita ke rumah nenek saja. Ibu kamu memang payah.” Mas Baja menarik tangan Akila. “Mas, jangan begitu, Mas. Makanya kamu dengar dulu penjelasanku. Tidak langsung pergi. Aku juga tahu kamu akan ke tempat perempuan itu, bukan?” Sudah beberapa bulan ini aku mencurigai Mas Baja. Ia seperti melakukan kebohongan besar di belakangku.“Hah? Perempuan? Kam

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   5. Pekerjaan yang Tertunda

    Mobil silver itu benar-benar pergi. Pintu rumah masih terbuka begitu juga dengan pintu gerbang di ujung halaman. Mas Baja seakan sengaja tidak menutupnya. Ia pergi tanpa perlu menengok ke belakang, seperti yang biasa ia lakukan. Perlahan aku bangkit dari posisi duduk. Mengayunkan langkah ke arah daun pintu lalu menutupnya. Ucapan Mas Baja mengusik kembali ruang hening yang selama ini begitu nyaman untuk kusinggahi. Foto dalam kolom komentar itu seolah menunjukkan orang yang sudah lama pergi ingin kembali menyapa dengan cara yang berbeda. Seketika aku bergidik ngeri membayangkannya. Seperti daun pintu ini. Meski tertutup rapat aku tak menguncinya. Apakah hatiku memang tidak pernah benar-benar terkunci untuk seseorang di masa itu? Segera kutepis semua pikiran aneh. “Kamu tidak boleh goyah, Amira. Setelah ini bersikaplah seperti biasa. Seolah tidak ada masalah dengan Mas Baja. Ya. Kamu hanya perlu melakukan seperti itu.” Kulanjutkan kembali niat untuk berangkat kerja. Sudah sangat ter

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   6. Bertemu Ibu Mertua

    Sembari mengambil motor di parkiran aku memikirkan pesanan Mas Baja. Martabak telur dengan dua telur bebek. Uang seratus ribuan yang sudah tidak lengkap lagi karena harus kualokasikan untuk membeli bensin, akan semakin berkurang sore ini. Sementara gajianku harus menunggu sampai tanggal empat. Tidak seperti perusahaan pada umumnya yang tanggal dua puluh lima gaji sudah masuk ke rekening. Aku tetap meneruskan perjalanan meski sesekali perutku berbunyi. Berkendara ke arah barat dari kantor setelah dua puluh menit, membuatku menemukan penjual martabak langganan keluarga Mas Baja. Mereka terutama Ibu sangat suka dengan martabak terang bulan ini. Pernah suatu hari aku membelikan dengan merek lain, Ibu sama sekali tidak menyentuhnya. Jantungku berdebar saat tampak dari jauh tenda berwarna biru milik penjual itu belum terbentang. Jangan-jangan hari ini libur. Aku pun menarik kencang gas di tangan kanan. Memastikan dugaanku itu. Tepat saat roda motorku berhenti di depan gerobak, terdapat tul

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   7. Bukan Cinderella

    Teriakan Mas Baja tak kuhiraukan sama sekali. Dari kaca spion tampak dia mengumpat. Sejenak kuhela napas. Rasanya teramat sesak. Terlebih aku harus kembali tanpa Akila. Gadis kecil itu sudah pasti akan dikelilingi dengan materi. Gadis kecil itu sudah pasti akan bisa mendapatkan semua barang yang ia inginkan. Namun, aku tak yakin ia bahagia. Motor matic merah melaju di jalanan yang semakin gelap, menuju satu-satunya tempat untukku. Andai ada satu orang saja yang bisa kumintai tolong sudah pasti aku memilih tidak ke rumah itu. Setengah jam berkendara pagar besi itu menyapa. Pagi tadi aku sengaja tak menguncinya. Berharap Mas Baja akan pulang bersama Akila. Sayang, pintu tak terkunci itu tidak berarti. Kudorong pintu gerbang ke sebelah kanan setelah turun dari motor. Kembali menaiki dan memakirkannya di garasi. Rasanya badan lelah sekali. Melihat bangunan mewah ini membuat keningku mengernyit. Dua hari lagi sudah tanggal satu. Sementara uang untuk cicilan belum nampak hilalnya. Aku pun

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   8. Rahasia Rumah Tangga Kami

    Terlalu larut dalam kenangan itu membuatku sampai lupa diri. Buru-buru kuangkat bungkus martabak dan masuk ke rumah. Aku akan segera merebah. Malam ini kucukupkan sampai di sini. Menangis bukanlah sebuah solusi. Hal semacam ini hanya akan melegakan perasaan saja dan semua tetap sama. Besok uang untuk cicilan tetap harus kusiapkan. Pintu jati berukuran besar itu kututup rapat. Langkahku sedikit gontai saat sampai di ruang tengah. Televisi tabung itu masih teronggok di lantai. Aku lupa merapikannya. Perlahan kudekatkan diri pada bangkai televisi yang sudah pecah monitornya. Bodoh. Teramat bodoh sampai menghancurkan barang. Biasanya ini kerjaan Mas Baja. Sayang, kali ini karena tanganku sendiri. Kuangkat televisi itu dan mengembalikan ke tempat semula. Saat menatapnya hatiku kian berlubang. Nasib buruk tak henti menjumpai setelah menikah dengan Mas Baja. Apa yang tampak di permukaan kadang tak sama dengan dasar. Semuanya sangat berbeda. Kuhela napas berat. Mendongak untuk menghalau se

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   9. Tentang Mas Baja

    “Yang benar, Mbak kalau ngomong. Jangan sembarangan!” seru Arga. Aku bahkan belum sempat membalas ucapan senior perempuan ini. Malas membuat masalah terpaksa aku memilih diam.“Aku gak sembarangan, Ga. Banyak buktinya. Dia aja yang gak tahu diri” Wajah senior perempuan di kantor kami semakin sinis. Ia membenciku hanya karena Bos tidak memecatku. Lama-lama aku ingin menyumpal mulutnya juga. “Ngomong gak ada bukti itu pembual, Mbak!” Arga terus menimpali ucapan senior. Mungkin dia paham jika perempuan yang bertengkar akan lebih fatal. Konsentrasiku pun menjadi terbagi. Aku tak mampu memfokuskan diri pada pekerjaan dan ingin menyeran balik ucapan senior. Beruntung ponselku bergetar diiringi dengan nada dering kencang. Aku pun mengurungkan niat dan beralih ke panggilan itu. Nama Martia terpampang di layar.“Ya, ada apa, Mar?”[Pulang, Mir, sekarang juga. Ibu kamu masuk rumah sakit!] Kalimat itu menghantam gendang telingaku. “Kapan, Mar? Gimana kondisinya?!” teriakku karena panik. Arga

Latest chapter

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 72

    Riuh tepuk tangan itu menjadi awal proses akuisisi BaRlie oleh Aditama Group. Tanpa negosiasi yang alot dan terjadi seperti cuma-cuma. Teo yang nampak kebingungan hanya bisa mengikuti arahan Pak Rama saat diminta maju ke depan mendampingi Bu Hana.“Ini pemilik sebenarnya Aditama Group. Pewaris tunggal Almarhum Pak Aditama. Meski dulu, Aditama Group dibangun bersama papa saya, nyatanya dialah yang menikmati hasilnya sampai hari ini. Awalnya saya malas dan ragu melepaskan semua ini bahkan saya ada niat jahat ingin merebutnya dari anak kecil ini. Tapi, ada satu orang yang membuat saya takjub sampai-sampai menghilangkan rasa benci saya pada keluarga Aditama. Dia adalah Amira, istri dari Pak Teo ini yang sekaligus adik saya saat kami bekerja di sebuah lembaga bimbingan belajar. Kegigihannya membuat saya tak sampai hati melukai orang-orang terdekatnya. Pak Teo, anda harus berterima kasih pada istri anda,” ujar Bu Hana pada Teo di atas panggung di depan semua orang. “Baik, Bu.”“Sekarang sud

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 71

    Ini pertama kalinya aku ke Bali bersama Teo. Meski Teo memiliki resto di sana dan kerap bolak balik Jakarta Bali aku tidak pernah ikut. Sebenarnya aku sedikit berat meninggalkan Akila dan Ibu tapi karena ibu mengizinkan dan tetap akan di Jakarta sampai aku pulang, akhirnya aku pun berangkat."Deg degan?" tanya Teo saat pesawat yang kami tumpangi mulai mengudara."Sedikit," jawabku sambil melirik ke arah jendela di mana aku bisa melihat ke bawah dan memang cukup menakutkan."Santai saja. Nanti juga nyaman kok," balas Teo sambil mengeratkan genggamannya. "Adek aman, kan?""Aman."Dan benar sekali perjalanan Jakarta Bali ini tidak terasa. Aku juga tidak tidur seperti saat melakukan perjalanan darat. Mungkin karena ini pertama kali jadi tidak nyaman untuk tidur di pesawat.Sesampainya di bandara kami disambut oleh manajer dari resto milik Teo. Memang selain datang untuk menghadiri undangan Bu Hanania, Teo berencana melakukan cekhing ke resto juga."Selamat siang, Pak dan Ibu. Selamat data

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 70

    Aku tidak mengerti mengapa Teo memintaku ikut ke Bali. Penjelasannya pun terasa tak masuk akal. Tapi, Teo bersikeras menyampaikan aku harus ikut."Tapi aku sedang hamil. Apa tidak masalah naik pesawat?""Kita konsul dulu sama Dokter Adara. Atau kamu WA tanya.""Tapi kenapa mendadak sekali? Kenapa harus lusa?""Ini penting, Ra. Sangat penting. Nanti aku jelaskan saat kita udah berangkat."Teo mulai menyiapkan koperku. Dia membuka lemari dan berusaha memilih baju-baju yang akan aku kenakan. Rasanya aneh sekali."Nah, itu sudah datang orangnya," kata Teo setelah mendengar seruan dari Mbak Dewi. "Biar tunggu di bawah, Mbak!" jawab Teo."Kamu manggil siapa emangnya?""Ayo kita turun dulu," ajak Teo seraya menarik tanganku. Aku pun pasrah karena aku sendiri tidak mengerti detail yang akan disampaikan Teo. Aku hanya berusaha percaya. Itu yang bisa kulakukan. Sesampainya di ruang tamu aku jelas terkejut melihat siapa yang duduk di sofa."Dokter," ucapku."Saya jadwalkan cek di rumah sekalian

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 69

    POV Teo"Kita harus berangkat sekarang jika tidak ingin terlambat, Pak.""Berangkat ke mana? Maksudnya apa, Pak Rama?" Aku masih belum terlalu paham dengan situasi yang baru saja dijelaskan Pak Rama. Bagaimana mungkin Raline menjual perusahaan sementara kondisinya seperti itu?Pak Rama pun menyodorkan beberapa file salinan dari apa saja yang sudah dikerjakan Baja dan Raline akhir-akhir ini. "Ini sebagian kecil, Pak. Sisanya saya ....""Sebentar. Ini benar, Pak?" tanya Arhab tiba-tiba yang mengenali nama pihak kedua dalam perjanjian itu."Benar, Pak Arhab. Ibu Hanania yang akan menjadi kunci dalam akuisisi ini.""Aku bilang apa. Dokter itu aku pernah meihatnya bersama Hana," terang Arhab padaku.Kini aku mengangguk setuju. Pasti ada sesuatu. "Kamu tau dia di mana, Hab?" "Bali, Pak. Bu Hana stay di bali selama ini," jawab Pak Rama seperti sudah memastikan semuanya."Kita berangkat hari ini. Cari tiket terdekat," ujarku yang langsung dijawab dengan anggukan Pak Rama.Tok! Tok! Tok!Ses

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 68

    POV TeoApa yang belum pernah kudapatkan di dunia ini? Segala macam kemewahan dan kenikmatan hidup bisa dibilang sudah pernah kurasakan. Akan tetapi, tidak ada yang semenggembirakan ini. Mendengar detak jantung makhluk kecil yang masih bersembunyi di rahim mamanya membuatku tak bisa berhenti merasakan euforia yang susah sekali untuk kujabarkan.Aku tidak salah mendengar. Kata Dokter Adara janin atau nanti akan disebut sebagai bayi milik kami sehat tanpa kurang suatu apa. Detak jantungnya normal, pertumbuhannya juga sesuai dengan usia kandungan mamanya. Bahkan tadi dia bergerak-gerak lincah seakan menyapa papa mamanya mengabarkan kalau dia baik-baik saja. Lucu sekali. Ini lebih mengharukan dibandingkan memenangkan tender manapun. Dan lihatlah aku, Teodorus Liem Aditama dalam kurun waktu kurang dari satu tahun akan menjadi seorang papa."Ibu dan kandungannya sehat. Semuanya normal dan berkembang sesuai usianya. Ini hasil print outnya ya," ujar Dokter Adara sambil menyerahkan hasil cetak

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 67

    Tamu tak diundang itu cukup mengejutkanku. Bagaimana bisa tanpa rasa sungkan dia datang seraya menyapa ibu dengan ramah."Apa-apaan? Kenapa bisa nyamper ke sini?" tanya Teo saat kami sudah bertiga di ruang tamu."Udah ketemu belum sama pemilik saham-saham itu?" Aku pun melirik sekilas ke arah mereka saat meletakkan minum yang dibuatkan Mbak Dewi. Walau awalnya enggan, karena ada ibu di rumah mana bisa kami menolak kedatangan mantan kepala desa itu."Aku bilang mau cuti sehari. Pak Rama aja paham. Lo enggak?" timpal Teo. Mereka nampak akrab tidak seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya."Makasih, Mir," ujar Mas Arhab malah menanggapi sikapku dibanding pertanyaan Teo."Istri gue, Hab!""Iya paham."Aku menggeleng. Mereka berdua benar-benar aneh. Dari cara komunikasi hingga kedekatan mereka tampak lebih akrab."Nih aku bawa nama penting hari ini," ujar Arhab seraya menyodorkan layar ponselnya ke Teo.Aku yang duduk di sebelah Teo praktis bisa membaca dan melihat profil perempuan yang sed

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 part 66

    Aku bisa merasakan sentuhan itu. Seperti sesuatu yang telah lama kurindu. Rupanya saat aku menoleh, Teo ada di belakangku. Tangannya melingkar di perutku."Kamu udah pulang?" tanyaku meyakinkan.Teo mengangguk. Dia semakin mengeratkan pelukan. Pulang satu kata yang cukup jarang kami gunakan. Seharusnya sejak awal kami memang menjadikan rumah ini sebagai tempat pulang bukan tempat singgah pelepas lelah. Setelah berbalik, kuamati wajahnya yang tampak tak terawat. Seperti foto yang dikirimkan Mas Arhab, Teo tampak berantakan. Kubelai lembut pipinya, dan aku bisa merasakan kulitnya yang kasar."Maaf," ujarnya. Saat aku memandanginya penuh dia berujar maaf."Kenapa?""Maaf karena tak pernah memberimu kabar."Aku tersenyum kecil. Dari mana dia paham perihal kabar? Apa dia sudah menyadari sikapnya yang kadang keterlaluan? Aku pun mengangguk."Maaf sudah membuatku khawatir," imbuhnya. "Aku suami yang tidak tahu diri."Buru-buru aku menggeleng. Tentang suami yang tak tahu diri aku kurang setuj

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 65

    Pov TeoBerkas-berkas itu terus menumpuk bahkan setelah aku membaca dan menandatanganinya. Pak Rama bilang ini baru di kantor utama belum yang di cabang perusahaan. Banyak sekali pekerjaan rumah yang harus kubereskan dan sialnya si pelaku dari timbulnya masalah besar ini sudah pergi ke neraka. Sesuatu yang sangat amat tidak sesuai dengan harapanku. Seharusnya Baja tidak semudah itu meregang nyawa. Harusnya cecuruk itu membayar semua perbuatannya. Kini berkas-berkas ini serasa tak penting lagi karena aku tidak bisa menghukum pelakunya. Data-data yang kukumpulkan bersama Pak Rama pun menguap begitu saja. Baru aku akan meremas semua berkas ini saking kesalnya pintu kantor terbuka."Maaf, Pak. Ada tamu," ujar sekretaris yang berjaga di luar. Aku masih belum ingat siapa namanya."Saya bilang tidak mau menerima tamu hari ini. Kamu lupa?""Mohon maaf, Pak. Beliau memaksa dan katanya penting.""Lebih penting mana dengan perintah saya!" sentakku. Aku sedang tidak mau diganggu.Lalu muncul satu

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 64

    “Mama tidak mau ada kekacauan di Aditama group. Mama pengen Aditama group bisa langgeng sampai cucu-cucu mama.” Mata Mama Ajeng berkaca. Beliau memintaku untuk mendekat. “Nanti kalau papanya sudah tua, sudah waktunya istirahat, dia yang bakal gantiin papanya. Kamu sedang mengandung calon pewaris Aditama Group, Mir. Kamu harus kuat dan jangan sampai omongan orang di luar mempengaruhi kamu. Jangan sampai kamu sama Teo goyah. Janji sama Mama, ya.” Kali ini Mama Ajeng tampak bersungguh-sungguh.Aku tidak mungkin menggeleng dengan keadaan Mama Ajeng yang semakin hari semakin memburuk. Selepas kepergian Papa, mau tidak mau Mama Ajeng perlu mengurus banyak hal. Di saat Teo sempat tidak mau bergabung dengan keluarga dan perusahaan, pastilah Mama Ajeng memikirkannya sendirian.“Iya, Ma. Amira janji Amira bakal damping Teo terus.” Hanya itu yang bisa kuucapkan. Meski masih dibalut dengan banyak keraguan. Setidaknya di depan Mama Ajeng aku perlu menjadi istri yang tidak membebani keluarga suami

DMCA.com Protection Status