Suara ketukan pintu yang terdengar begitu keras memaksa Laila yang sedang berbaring meny***i Aleia beranjak dari tempat tidurnya, beruntung Alei sudah tertidur. Entah siapa yang yang datang, dan membuat penasaran penghuni di dalamnya. 'Apa orang di luar sana tak pernah belajar etika, atau adab saat bertamu? Laila membatin.Laila melangkah ke arah pintu, dan keluar demi melihat siapa kiranya tamu yang datang. Bersamaan itu Bi Jum pun keluar dari kamarnya. Mereka saling berpandangan dengan ekpresi penasaran."Siapa Non?" "Gak tau, Bi.""Siapa ya Non kira-kira? Gak sopan banget ngetuk pintu sampai pintunya seperti mau lepas dari engselnya," ucap Bi Jum. "Aku juga gak tau, Bi.""Ya udah coba bibi buka dulu pintunya!" tanpa curiga Bi Jum pun melangkah ke arah pintu, dan memutar kunci pintunya.Begitu pintu terbuka tanpa basa-basi seseorang dengan membawa air muka kemarahan langsung menerobos masuk."Mana Laila?"Bi Jum seketika langsung panik melihat tamu yang tadi baru saja dibukakan
"Astaga! Hentikan Farah! Apa yang sudah kamu lakukan?" pekik Adam sembari melangkah lebar-lebar dengan panik."Ya Allah, syukurlah Aden datang," ucap Bi Jum, lega.Farah yang sudah kalap tak menyadari keberadaan Adam. Kemudian Adam pun langsung menarik Farah dengan cara melingkarkan tangannya di perut. Lalu, mengakatnya ke sofa tunggal yang berada di sebelah kanan."Lepas! Lepaskan aku! Sudah kubilang Bibi jangan ikut campur!" ucapa Farah tanpa sadar, ia berpikir yang melerainya adalah Bi Jum."Hentikan Farah!""Lepaskan aku!""Stop Farah, ini aku!" tegas Adam."M--as Adam!" seru Farah kaget. "M--as! Kenapa bisa di sini?" Mata Farah membulat."Harusnya aku yang nanya, kenapa kamu bisa ada disini, dan apa yang sudah kamu lakukan?""Aku cuma ...." Farah menggigit bibir bawahnya dengan wajah bingung.Sementara Laila masih terisak sembari memegangi rambutnya yang masih terasa perih sampai ke ubun-ubun."Sudah kubilang jangan ikut campur urusanku! Kalau kamu masih bersikeras tidak mau mend
"Mbak!""Dokter!" ucap keduanya hampir berbarengan."Gimana kabar, Mbak sekarang?" tanya Yuna setelah mereka memutuskan untuk duduk mengobrol di cafe yang tak jauh dari supermarket tempat mereka berbelanja."Seperti yang Dokter lihat," jawab Laila sekenanya. Lalu, tersenyum."Syukurlah saya senang melihat Mbak sudah lebih baik." Yuna tersenyum. "Maaf itu kenapa wajahmmu?" Yuna bertanya penasaran melihat plaster yang menempel di wajah Laila. Sebenarnya sejak pertama mereka bertemu Yuna sudah bertanya-tanya.Reflek Laila memegangi bagian wajahnya yang dikasih plaster. "Oh ini kemarin gak sengaja ke gores sisir saat sedang menyisir rambut," jawab Laila memberi alasan. Lalu, tersenyum.Yuna mengangguk, dan memilih percaya, sebab alasan yang diberikan Laila cukup masuk akal."Eum ... Dokter gak ada tugas di rumah sakit?" tanya Laila yang sengaja mengalihkan pembicaraan.Yuna tersenyum. "Nanti jam 10 an. Ngomong-ngomong kalian hanya pergi bertiga? Apa ...." Yuna terlihat ragu saat akan bert
"Astaga, Ibu?" Mata Laila membulat usai mengaja nama yang terpampang jelas di layar ponselnya."Apa yang harus kukatakan?" Laila membatin sembari mengigit bibir bagian bawahnya dengan perasaan getir. Laila menarik napas dalam, lalu perlahan membuangnya sebelum menggeser tombol berwarna hijau tersebut. Saat akan mengakatnya tiba-tiba sambungan terputus, karena Laila terlalu lama mengangkatnya. Kemudian, ibunya kembali memanggil."Assalamualaikum, Bu. Apa kabar?" tanya Laila begitu sambungan telpon terhubung."Alhamdulillah, akhirnya kamu angkat juga, Nak. Wa'alaikumsalam. Alhamdulillah kabar Ibu baik. Gimana kabar kamu, Nak? Maaf Ibu sama Bapak belum bisa menjenguk, sebentar lagi sawah panen, jadi gak ada yang jagain," jelas Bu Fatimah panjang lebar.Bu Fatimah adalah Ibu sambungnya, tetapi hubungan mereka cukup baik. Laila juga mempunyai adik tiri bernama Arsen yang saat ini bekerja di Jakarta. Sementara Ibu, dan Bapaknya tinggal di Cikajang-Garut. Laila sendiri setelah menikah ikut
5 tahun telah berlalu, dan rasa perih itu masih membekas dalam ingatan Laila. Memaafkan, tetapi tidak mudah baginya untuk melupakan. Rasa bersalah terus saja membayanginya.Air mata Laila jatuh begitu saja saat bayangan sang ayah melintas di kepalanya, bahkan masih nyata dalam ingatannya.Sejak kejadian itu, Bapaknya sakit, dan sempat dirawat di rumah sakit selama dua Minggu, sampai akhirnya menghembuskan napas terakhir.Laila benar-benar merasa terpukul jika mengingat kenangan itu, kenangan yang membuat semuanya berakhir. Karena, sejak itu pula Adam menjatuhkan talak padanya. Terakhir hanya surat dari pengadilan yang ia terima, bahwa mereka telah resmi bercerai.Hati perempuan mana yang tak sakit, tetapi menyimpan dendam untuk membalas rasa sakit, bagi Laila hanya akan mengotori hati, dan pikirannya."Mama kenapa melamun, Mama lagi sedih?" Suara khas anak kecil yang tiba-tiba berdiri di samping kursi Laila duduk, sukses menarik pikirannya kembali ke alam nyata."Eh, kesayangannya Mam
"Sayang!" ucap Laila yang langsung terkejut begitu melihat puterinya tengah dipegangi orang lain."Mama!" seru Aleia begitu menyadari kedatangan sang Mama, lalu berlari mendekat sambil tersenyum."Kamu kemana, Sayang Mama cariin?" tanya Laila sembari sedikit membukukkan badannya menghadap sang anak."Iya, Ma tadi aku lihat dompet, Om itu jatuh," jawab Aleia, sembari menatap lelaki yang dimaksudnya.Laila menoleh pada sosok lelaki yang saat ini masih berada posisinya dengan tatapan terkejut ke arahnya. Sama seperti Adam Laila pun terkejut."Laila!" seru Adam, yang tak menyangka akan bertemu di sini.Laila bergeming. "Kamu Laila, 'kan?" "Anda salah orang, permisi!" Laila berusaha menghindar, dan bersiap pergi sembari memegang tangan Aleia. Ia tidak ingin lagi berurusan dengan mantan suaminya tersebut."Tunggu La! Aku tau itu kamu, dan aku tidak mungkin salah orang."Laila menghentikan langkahnya, sembari berdiri membelakangi Adam, entah apa yang hendak dilakukan lelaki itu."Katakan, L
Adam tak menggubris, dan terus melanjutkan langkah menuju pintu luar, bersamaan itu seseorang datang.Sekilas Adam menoleh ke arah Arga yang baru datang, sementara dari dalam terdengar Farah memanggil Adam."Mas!" seru Farah yang terus berlari mengejar Adam.Arga pun melihat dengan tatapan heran ke arah pasangan tersebut. Begitu keluar Farah langsung melewati Arga, dan terus menyusul Adam. Sementara Adam langsung masuk ke mobil, dan pergi begitu saja."Mas!" seru Farah dengan perasaan putus asa, karena tak direspon. Wajahnya berubah semakin kesal, dan kemudian kembali melangkah ke arah pintu masuk."Kamu kenapa, Ra? Mana Adam?" tanya Bu Ratmi melihat raut wajah menantunya yang tak bersahabat."Aku kesal sama Mas Adam, Ma. Dia mulai ngebanding-bandingin aku sama mantan istrinya," keluh Farah."Ngebandingin gimana?" tanya Bu Ratmi penasaran."Gak taulah, katanya aku beda sama Laila," Malas sekali rasanya Farah harus menyebut nama perempuan itu."Ya iyalah kamu beda, kamu jauh lebih berk
Begitu menyadari Laila, melihat ke arahnya cepat-cepat orang itu menutup jendela kaca mobilnya, dan membuat Laila semakin curiga, dan penasaran."Siapa dia?" tanya Laila pada diri sendiri, ada keinganan dalam dirinya untuk menghampiri, dan bertanya langsung."Ma, Mama mau kemana?" Tiba-tiba Aleia datang mengejutkan bersama Safa, saat Laila baru saja melangkahkan kakinya."Eh, Aleia, Safa!" seru Laila kaget, sembari memegangi dadanya. "Kalian ngagetin aja.""Ibu lagi ngapain, terus maau kemana?" tanya Safa penasaran melihat Laila seperti orang bingung."Eum ... A--ku ...." Laila menjeda kalimatnya, dan melihat ke arah mobil yang tadi terparkir, dan ternyata sudah tak ada."Ibu lagi lihatin siapa?" Safa melihat ke arah yang sama dilihat oleh Laila, tetapi tak ada sesuatu yang mencurigakan."Eum ... Enggak, tadi mungkin cuma perasaan aku aja kayak ngelihat mobil disitu," Laila menunjuk ke arah dimana tempat mobil tadi terparkir."Ya udah, ayo masuk!"Safa mengangguk, dan mengajak Aleia m
15 tahun Kemudian.Laila dan Fahmi begitu merasa bahagia, dikarunia dua orang puteri, dan satu orang putera bernama Aidan yang kini berumur 7 tahun.Aleia Rihanna, sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik, dan cerdas. Aghnia pun sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik, dan tak kalah cerdas.Selain menjadi seorang mahasiswa Aleia juga sudah dipercaya memegang perusahaan yang sempat dititipkan Hamzah pada Laila beberapa tahun lalu. Begitu banyak prestasi yang ia dapat, dan saat ini ia juga tengah menyibukkan diri untuk menjadi seorang hafidzoh. Orang tua mana yang tak bangga memiliki anak yang nantinya akan memberikan mahkotah dari surga.Namun sebaliknya, berbeda dengan Zafran. Anak laki-laki yang dipundaknya ditaruh harapan besar oleh keluarga Ratmi untuk menjadi penerus keluarga mereka."Zafa!" seru Adam begitu mendapati pintu utama terbuka."Dari mana saja kamu, jam segini baru pulang?" tanya Adam sembari melirik jam yang melingkar di tangannya, dan tengah menunjukkan pukul 01.
"Laila!" batin Adam.Betapa bahagianya Laila bersama keluarga barunya, bahkan Fahmi terlihat begitu perhatian."Hei! Pelan-pelan, Sayang!" ucap Fahmi yang langsung dengan sigap membantu Liala turun dari mobil sembari menggendong babynya.Laila tersenyum, ia merasa begitu beruntung dipertemukan, dan dipersatukan dengan laki-laki seperti Fahmi. Laki-laki bertanggung jawab, dan penuh kasih sayang.Sementara Adam masih berdiri di tempatnya, tanpa terasa tangannya meremas roti yang tadi dipegangnya begitu kuat. Ia marah, bukan pada orang lain, melainkan pada dirinya sendiri.Andai dulu ia tak menjadi laki-laki pengecut, mungkin laki-laki yang saat ini berdiri di samping Laila adalah dirinya."Mas Adam!" seru Laila terkejut begitu melihat Adam yang masih berdiri menghalangi pintu masuk."Eh, eum ... Maaf!" Adam gegas menggeser tubuhnya. "Gimana kabar Leia?" tanya Adam yang kemudian mengalihkan pembicaraan. Akhir-akhir ini ia memang sudah jarang menemui Aleia."Dia baik," jawab Laila singkat
'Izinkan aku untuk mengucap kata maaf untuk terakhir kalinya, maaf jika selama bersama aku tak bisa membuat kamu dan anak-anak bahagia, sekali lagi maaf untuk semua kesalahan yang sudah kulakukan terhadap kalian'~Hamzah~Mata Ratmi memanas. Marah, kesal, dan kecewa seketika melebur jadi satu."Dasar lelaki tidak tahu diri, apa kurangku?" umpat Ratmi dengan amarah yang tak bisa ia lampiaskan pada seseorang yang pernah membersaminya tersebut, dan juga seseorang yang telah membuat luka di hidupnya, dan juga anak-anak.Nyatanya pesan tersebut bukan membuat hatinya membaik, malah membuat luka itu kembali menganga. Andai dekat ingin sekali ia melampiaskan kemarahan, dan kekecewaannya pada lelaki tersebut. Ratmi benar-benar kecewa dengan keputusan Hamzah yang memilih pergi dengan perempuan muda itu, bahkan tanpa membawa harta sepeserpun ia rela. Hati istri mana yang tak sakit, dan sanggup menerima diperlakukan seperti itu? Ratmi sangat marah, dan berniat membuat Hamzah pisah dengan perem
Bi Narti mengangguk, dan pamit. Laila pun menemui tamu tersebut. Namun, betapa terkejutnya ia begitu melihat siapa yang datang.Mata Laila tak berkedip memandangi lelaki yang tengah berdiri di hadapannya, benarkah apa yang dilihatnya, dan untuk apa Hamzah--mantan mertuanya datang kemari?***"Mungkin kamu tidak menyangka saya datang kemari," ucap Hamzah setelah Laila mempersilahkan Hamzah duduk--mereka duduk di kursi teras."Permisi, silahkan," ucap Bi Narti yang datang membawa minum, dan menjeda obrolan mereka."Terima kasih, Bi!" Bi Narti mengangguk, dan pamit ke belakang. Setelahnya Liala pun mempersilahkan Hamzah untuk meminum tehnya."Terima kasih!" ucap Hamzah. "Saya sengaja menemuimu, karena ada hal penting yang ingin saya sampaikan!" Lanjut Hamzah. Lalu, ia mengeluarkan sebuah map dari dalam tasnya, dan meletakkannya di atas meja kayu di hadapan mereka."Ini adalah surat kepemilikan salah satu perusahaan yang baru saya bangun, tanpa sepengetahuan keluaraga." Alis Laila terang
"Apa jual? Gak, gak. Aku gak mau hidup miskin!""Aku akan bekerja di tempat lain," ucap Hamzah menenangkan, ia pun tak menyangka di usianya yang tak lagi muda akan memilih jalan seperti ini.Sava membuang muka, bekerja di tempat lain, dan miliki perusahaan sendiri tentu saja penghasilannya berbeda, kalau sudah begini apa gunanya ia menikah dengan pria kaya, dan ruginya sudah tua."Mas akan segera mendaftarkan pernikahan kita!" ucap Hamzah menenangkan Sava yang kemarin-kemarin protes dengan status pernikahan mereka.Sava bergeming, ucapan Hamzah sama sekali tak menarik untuk ia dengarkan. Lelaki itu terlalu b0doh pergi tanpa membawa apapun, dan Sava tak bisa terima itu begitu saja.***Satu Minggu berlalu, Hamzah tengah mencoba untuk mencari pekerjaan, entah demi apa ia rela meninggalkan keluarganya demi hidup bersama Sava."Sayang aku butuh uang nih, 50 juta!" ucap Dion yang pagi itu sengaja datang ke rumah Sava dan Hamzah, ia tahu kalau pagi-pagi begini Hamzah tidak ada di rumah."A
Usai dari toilet, Bu Ratmi pun keluar dan hendak kembali ke meja makan. Namun, belum sampai ke meja, ia tak sengaja melihat sesuatu yang membuat matanya seketika terasa panas.Tangannya terkepal kuat, hingga menimbulkan buku-buku putih. Benarkah yang dilihatnya saat ini? Seorang perempuan muda tengah bergelayut manja di tangan Hamzah--suaminya. Siapa perempuan itu?Tanpa menunggu, Ratmi langsung melangkah ke arah dua insan beda usia tersebut, dan ..."Aww ... Apa-apaan ini?" teriak Sava terkejut karena tangannya ditarik, mendengar teriakan Sava membuat Hamzah reflek menoleh, dan langsung terkesiap melihat Ratmi ada disini."Ma---ma?" Mata Hamzah membulat sempurna, jantungnya berpacu lebih cepat, dengan tubuh gemetar."Punya hubungan apa kamu dengan suami saya?" tanya Ratmi dengan tatapan tajam ke arah Sava."Oh Anda rupanya," ucap Sava santai. Seolah tanpa beban, kedua tangannya ia lipatkan di dada. "Kalau Anda mau tau, tanya saja sama, Mas Hamzah," lanjut Sava dengan nada sombong."M
Tentu saja hal tersebut membuat Bu Ratmi panik, dan langsung menelpon Adam dan suaminya untuk mengurus Farah."Mama!" teriak Zafran, dan setelahnya bocah lelaki itu menangis melihat Mamanya pergi di bawa polisi seperti di sinetron yang pernah ia lihat. Bu Ratmi pun mencoba menangkannya. ***"Jadi kamu yang melaporkan Farah ke kantor polisi?" tanya Bu Ratmi sembari menatap tajam ke arah Laila, seakan siap mengulitinya hidup-hidup.Laila bergeming, hal inilah yang ingin dihindarinya, beruntung Fahmi berada di sisinya, dan langsung membelanya."Bukan Laila yang melaporkan Farah, tapi saya!""Saya tidak suka orang asing ikut campur, memangnya kamu tidak tahu siapa kami?"Fahmi menghela napas, biasanya orang kalau sudah bertanya begitu berasal dari keluarga terhormat, dan terpandang, tetapi apa gunanya jika melakukan kesalahan tetap saja harus dihukum."Maaf, mungkin saya tidak mengenal Anda. Tapi, ini bukan masalah siapa Anda, ini masalah hukum yang harus ditegakkan, agar tidak terjadi k
Kemudian ia berbalik, berniat pergi. Namun, begitu berbalik ia langsung terkejut melihat seseorang berdiri di depannya, jantungnya seakan mau lepas saking kagetnya."Siapa kamu ngagetin aja. Minggir! saya mau lewat!" ketus Minah dengan tatapan jengkel setengah mati karena terkejut. Ia tidak mengenali lelaki tersebut."Tidak penting siapa saya, sekarang ayo ikut saya!" Fahmi hendak menarik tangan Minah, mengajaknya kembali ke butik Laila, dan disuruh mengakui kesalahannya."Eh, eh siapa kamu jangan lancang ya, jangan berani pegang-pegang kalau gak mau saya teriaki maling!" Ancamnya. Ia yakin lelaki itu tidak akan berani, melihat lingkungan sekitar yang lumayan ramai. Lalu, tersenyum smirk, Minah dilawan batinnya.Melihat Fahmi tak ada reaksi membuat Minah langsung merasa percaya diri."Minggir! Jangan halangi jalan saya, saya mau belanja!" ucap Minah dengan nada ketus, dan melewati Fahmi begitu saja."Oke, kalau Ibu tidak mau saya paksa, Ibu bisa datang sendiri ke butik yang tadi!" uca
Baru saja akan melangkah pergi, Fahmi dan Laila langsung terkejut begitu melihat seseorang masuk ke butik dalam keadaan marah.Perempuan berusia sekitar 46 tahun itu, langsung melangkah menuju meja kasir dengan tatapan nyalang."Saya gak mau tau ya! Saya minta ganti rugi tiga kali lipat, apaan ini katanya barang bagus, berkualitas malah sobek begini!" Perempuan tersebut langsung megeluarkan bajunya dari paper bag, dan meletakkan ke meja kasir dengan kasar."Tenang, Bu!" ucap Laila, berusaha menenangkan perempuan yang datang-datang dan mengamuk tersebut. "Kita bisa bicarakan ini baik-baik!" ajak Laila. Tentu saja apa yang dilakukan perempuan tersebut, mengundang perhatian pengunjung lainnya, dan membuat Laila tak enak."Gimana bisa tenang? Kalian sudah menipu! saya gak mau tau saya minta ganti rugi tiga kali lipat, kalau gak saya bisa tuntut dengan kasus penipuan, dan memviralkan butik kalian!"Laila menghela napas mendengar ancaman perempuan tersebut, selama membuka butik baru kali in