Selamat membaca❤️°°“Hey, apa kamu lupa kalau saat ini Damara juga sudah sah untuk menjadi istri kamu?”“Ma, hentikan! Tolong jangan bahas hal itu dulu, aku masih membutuhkan waktu untuk mempersiapkan diri!”Dahayu mengerti dengan apa yang sedang diobrolkan oleh suami dan Ibu mertuanya, namun hati dan fikirannya masih belum bisa digunakan untuk mencerna situasi yang sedang terjadi. Ah, tidak. Mungkin tepatnya begini ; wanita itu hanya takut salah dalam menerka keadaan, bahkan sekedar untuk mempersiapkan perasaannya sendiri.“Itu bukan hal yang mudah bagi Arka, Ma! Itu bukan sesuatu hal yang sepele, dan sekarang juga bukan waktu yang tepat untuk membahas tentang hal itu. Biarkan itu menjadi urusan Arka. Mama tidak perlu ikut campur,” sambung Arka“Bukan waktu yang tepat? Hey! Cepat atau lambat, dia pasti akan tahu. Jadi, untuk apa kamu membuang-buang waktu? Aneh!” saut Liana, lalu ia melemparkan tatapan tajamnya ke arah Dahayu, “Bagaimana? Saya rasa kamu tak sebodoh itu untuk mengerti
Selamat membaca❤️ °° “Kenapa jadi begini? Sakit sekali rasanya. Aku benar-benar tak menyangka kalau hubungan rumah tanggaku dengan Mas Arka akan sesulit ini. Kenapa semesta sama sekali tak berpihak pada kami?”Saat itu kedua netra Dahayu hanya terfokus pada satu titik, yaitu sebuah pigura yang tergeletak di atas laci kecil dekat kasur, yang mana di dalam pigura itu sendiri berisikan foto dirinya dan Arka saat mereka sedang bulan madu di negeri tetangga — Singapore, beberapa bulan yang lalu.“Ya Allah, haruskah hidup semenyakitkan ini?”Rasanya saat itu Dahayu sudah tak bisa untuk mengatakan hal apa-apa, nafasnya pun juga terasa begitu sesak karena pacuan di dadanya yang berhasil membuatnya terasa sulit untuk berbicara. Sampai tiba-tiba terdengar suara notifikasi pesan dari ponselnya, dan tanpa mau untuk berfikir panjang lagi — dengan cepat ia langsung mengambil benda kecil itu dan membaca isi dari pesan yang masuk.“Hallo, Dahayu. Ini aku, madumu. Sudahlah, lebih baik kamu menyerah
Selamat membaca❤️ °° “Loh, ternyata di sini ada Damara juga ya?” Terkejut bukan main rasanya.Belum sempat bagi Arka untuk menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja ada satu suara yang datang dan menyapa rungunya dengan baik, begitu pula dengan Damara, yang mana hal itu sendiri membuat keduanya langsung terdiam sembari menoleh ke arah sumber suara.“Sayang?”Arka yang sudah tahu siapa pemilik suara itu pun langsung melepaskan tangan Damara dari lengannya dengan paksa, dan Damara sendiri yang diperlakukan seperti itu tentu saja merasa tak terima, membuatnya — dengan nekat, kembali melingkarkan tangannya di lengan Arka.“Hallo, Dahayu. Ah, sudah lama sekali ya kita tidak bertemu? Bagaimana kabarmu? Apa kamu baik-baik saja?”Ya, Dahayu Ishvara. Seseorang yang datang saat itu adalah Dahayu, yang mana ia memang dengan sengaja datang ke sana untuk mengajak Sang suami makan siang bersama — rindu, begitu lebih tepatnya, mengingat jika memang sudah cukup lama keduanya tidak melakukan hal itu.
Selamat membaca❤️ °° “Sayang, sudah ya? Cukup, jangan dilanjutkan lagi. Lihat itu, ramai. Memangnya kamu tidak malu? Kalau ada orang lain yang lihat dan dengar bagaimana?”Arkatama Maheswara, dengan cepat lelaki itu pun langsung melerai — menghentikan pertengkaran yang sedang terjadi antara kedua istrinya karena merasa takut dan malu jikalau ada karyawan lain yang melihat serta mendengar keributan itu.Bayangkan, ingin diletakan dimana wajah dan harga dirinya nanti?“Sudah ya, jangan marah-marah begitu. Kamu—”“Loh, memangnya aku tidak boleh marah ya? Aku ini sudah terlanjur kesal, Mas! Aku benar-benar tak terima karena dia selalu merendahkanku, bahkan dia selalu menuduhku! Apa kamu ingin membelanya?” tutur Dahayu dengan emosinya yang menggebu-gebu“Tidak, bukan maksudku ingin membelanya. Tetapi—”“Hey, Damara! Apa kamu tidak sadar kalau kamu itu sedang membuka aib kamu sendiri? Karena kamu yang sebenarnya tidak tahu diri dan tidak tahu malu!”Ya, lagi. Dahayu kembali memotong ucapa
Selamat membaca❤️ °° “Semua pesanannya sudah saya catat ya, Pak, Bu. Apa ada yang ingin ditambahkan lagi?” “Sudah cukup, itu saja. Terima kasih banyak ya, Mba.” “Terima kasih kembali, Pak, Bu. Silakan ditunggu.” Semua makanan yang mereka pesan sudah dicatat dengan baik oleh pelayan restoran — tak banyak, karena dua wanita itu sedang menjaga makan mereka, lalu setelahnya barulah pelayan itu pergi untuk menyiapkan pesanannya.“Ah, senang sekali ya rasanya bisa makan di tempat ini lagi. Dengan kamu pula. Ya walaupun ada yang berbeda,” ucap Dahayu memulai obrolan“Iya, sayang. Aku juga senang,” timpal Arka sembari meraih tangan Dahayu dan mengelusnya, “Terima kasih ya karena kamu sudah mau datang menemuiku,” lanjutnyaNyaman sekali rasanya, walau nyatanya tak bertahan lama karena tiba-tiba saja Damara ikut meraih tangan Arka — tak mau kalah, ikut menggenggam dan mengelus tangan lelaki itu, yang bahkan sampai ia kecup.“Mas sayang, istrimu ada dua loh. Kenapa yang digenggam seperti it
Selamat membaca❤️ °° “Ya rasa takut itu tentu masih ada, Mas. Rasa itu jelas masih membekas di hatiku karena luka yang Mama berikan cukup dalam, dan aku belum sepenuhnya melupakan hal itu. Tapi, bukankah aku tidak boleh terus menerus seperti itu ya? Apa lagi Mama sudah mengundangku untuk makan bersama di rumahnya. Aku terharu. Ini bukan mimpi, kan?”Arka ikut menangis, hatinya tersentuh. Ternyata, sebesar itu ya rasa cinta serta kesabaran yang ada di dalam hati Sang istri? Benar-benar luar biasa. Dahayu cantik luar dan dalam.“Ini bukan mimpi, sayang. Mama benar-benar mengundang kamu untuk makan siang bersama di rumahnya,” ucap Arka lagi sembari membawa Dahayu ke dalam peluknya, “Sudah, jangan menangis lagi ya. Semoga saja ini bisa menjadi awal perjalanan rumah tangga kita yang sebenarnya.”Dahayu pun menganggukan kepalanya, menyetujui ucapan Sang suami dengan harap agar perkataan itu akan menjadi sesuatu hal yang nyata.“Jadi jadwal kita hari ini berubah ya, Mas?” Dahayu bertanya u
Selamat membaca❤️ °° “Nah, ini dia! Akhirnya bintang utama yang ditunggu datang juga. Sini-sini, ayo masuk. Kita langsung ke ruang makan ya, kebetulan sekali sudah masuk waktunya untuk makan siang dan semua makanannya juga sudah siap di meja. Mama itu sudah buat banyak makanan loh, dijamin enak-enak! Kalian berdua pasti suka, deh. Apa lagi Arka. Wah, dia bisa nambah berkali-kali.”Ya, sekiranya itu kalimat panjang yang Liana lontarkan saat Arka dan Dahayu sudah tiba di rumahnya. Sungguh, wanita paruh baya itu benar-benar merasa sangat bahagia ketika mendapati Sang anak datang ke kediamannya demi untuk memenuhi undangan makan siang darinya. Rindu ; satu kata itu yang bisa menggambarkan seperti apa perasaan Liana, mengingat kalau waktu terakhir kali mereka bertemu adalah di hari Rabu pagi, karena Arka harus segera pergi ke luar kota untuk melakukan perjalanan dinas.“Aduh, heboh sekali ya Ibu satu ini. Bahkan Arka dan Dahayu saja belum sempat untuk mengucapkan salam,” ledek Arka, seb
Selamat membaca❤️ °° “Tolong langsung bawa koper itu ke mobil ya, Mbok Su. Nanti berikan saja pada Pak Taufik agar dia yang memasukannya ke dalam bagasi, kebetulan Mas Arka juga sudah ada di sini. Terima kasih banyak ya, Mbok.” Di saat ketiganya baru saja ingin memulai sesi makan siang itu, tiba-tiba saja mereka — lebih tepatnya Arka dan Dahayu dikejutkan dengan kedatangan Mbok Su, wanita paruh baya yang bekerja sebagai pembantu di rumah baru Liana.Dan saat itu pun Mbok Su tak hanya datang dengan tangan kosong, melainkan dengan membawa dua koper berukuran sedang, yang bahkan ia sendiri tak tahu apa isinya.“Baik, Bu. Kalau begitu saya permisi ya.” Diakhiri dengan membungkukkan tubuhnya, Mbok Su yang mendapati perintah dari sang majikan pun langsung pergi untuk menuju ke halaman depan, tak lupa pula membawa dua koper yang sudah ia maksud sebelumnya.Lantas, bagaimana dengan Arka dan Dahayu?Keduanya masih diam tak bergeming — belum ada sepatah kata apa pun yang mereka katakan, mas