Selamat membaca❤️ °° “Tolong langsung bawa koper itu ke mobil ya, Mbok Su. Nanti berikan saja pada Pak Taufik agar dia yang memasukannya ke dalam bagasi, kebetulan Mas Arka juga sudah ada di sini. Terima kasih banyak ya, Mbok.” Di saat ketiganya baru saja ingin memulai sesi makan siang itu, tiba-tiba saja mereka — lebih tepatnya Arka dan Dahayu dikejutkan dengan kedatangan Mbok Su, wanita paruh baya yang bekerja sebagai pembantu di rumah baru Liana.Dan saat itu pun Mbok Su tak hanya datang dengan tangan kosong, melainkan dengan membawa dua koper berukuran sedang, yang bahkan ia sendiri tak tahu apa isinya.“Baik, Bu. Kalau begitu saya permisi ya.” Diakhiri dengan membungkukkan tubuhnya, Mbok Su yang mendapati perintah dari sang majikan pun langsung pergi untuk menuju ke halaman depan, tak lupa pula membawa dua koper yang sudah ia maksud sebelumnya.Lantas, bagaimana dengan Arka dan Dahayu?Keduanya masih diam tak bergeming — belum ada sepatah kata apa pun yang mereka katakan, mas
Selamat membaca❤️ °° “Aduh, dingin sekali ya malam ini? Sepi dan sunyi pula.” Malam pun akhirnya tiba, dan suasana dingin benar-benar berhasil untuk menyelimuti tubuh Dahayu, yang mana saat itu ia sedang berada di balkon kamarnya — duduk sembari memandang ke arah langit nan gelap. Sunyi, keadaan saat itu benar-benar terasa sepi — sama seperti hidupnya.Menyendiri, hanya sendiri.Sekiranya hal itu yang sedang Dahayu lakukan — tanpa ada orang lain di dekatnya, termasuk Sang suami. Memilih untuk menenangkan hatinya ; berharap agar rasa sakitnya segera pudar, atau bahkan menghilang.Walau sudah dapat dipastikan jika hal itu akan terasa sulit.“Mama itu sudah mempermudah hidup kamu, Arka. Paham tidak? Mama sudah mengurus semuanya, jadi kamu hanya tinggal duduk dengan manis. Mulai dari jadwal cuti kamu di kantor, lalu tiket pesawat untuk pergi dan juga pulang, yang bahkan Mama juga sudah pesan kamar resort untuk kalian! Lagi pula, ini hanya pergi ke Bali saja, loh. Tidak jauh-jauh.” Ah,
Selamat membaca❤️ °° “Akhirnya sampai juga.”Ya, tak terasa waktu selama hampir 30 menit sudah berlalu, yang mana saat itu mereka — Arka dan Damara sudah tiba di tempat tujuan. Selama berada dalam perjalanan, tak ada banyak percakapan yang terjadi antara keduanya — karena Arka memilih untuk memfokuskan diri pada jalanan sembari mendengarkan lagu dengan menggunakan earphone.“Rahayu tengahi, Bu, Pak. Om swastiastu. Selamat datang di Seminyak Kitchen. Ingin pesan meja untuk berapa orang, Bu, Pak?”Dengan begitu ramahnya pelayan restoran itu menyambut kedatangan Arka dan Damara dengan bahasa asal dimana mereka berada — Bali ; rahayu tengahi yang berarti selamat siang, dan om swastiastu merupakan sapaan salam seperti assalamualaikum di dalam agama islam.“Kami ingin pesan meja untuk dua orang, ya. Tolong pilihkan table yang—”“Tidak usah, Mas. Kemarin aku sudah melakukan reservasi di restoran ini melalui web, jadi coba tolong dicek ya, Mba. Atas nama Damara Zoya.” “Baik, Bu. Ditunggu se
Selamat membaca❤️ °° “Bu, mohon maaf ya karena Dahayu baru sempat datang ke sini lagi. Hidup Dahayu kini sudah berubah, Bu. Akhir-akhir ini rumah tangga Dahayu dan Mas Arka sedang tidak baik-baik saja. Dahayu sedih, Bu. Menjadi seorang istri itu memang tak mudah ya? Dahayu kira tidak akan sesakit ini.” Tidak lain dan tidak bukan, itu adalah Dahayu. Wanita itu kini sedang berada di makam Sang Ibu untuk menengok, seperti apa yang sudah ia katakan dan janjikan tadi malam.“Ibu, ternyata jadi kuat itu sulit sekali ya? Ibu pernah berkata dan berpesan padaku kalau aku harus menjadi wanita yang kuat dan juga tegar. Dahayu ingat betul dengan nasihat Ibu. Tetapi, Dahayu belum mampu untuk menjadi seperti itu, Bu.” Bulir demi bulir air mata pun akhirnya jatuh membasahi pipi. Rasa takut, resah, gelisah, bahkan rindu akan sosok Sang Ibu benar-benar sudah bercampur menjadi satu dalam dirinya.Karena nyatanya, tak ada hal lain yang bisa dilakukan selain menangis.“Ah, seharusnya aku tidak boleh
Selamat membaca❤️ °° “Ibu, Dahayu izin pulang ya? Maaf tidak bisa lama karena Bu Liana masuk rumah sakit, penyakitnya kambuh dan Dahayu harus menemaninya di sana sampai Mas Arka dan Damara pulang.”Dengan sangat telaten Dahayu menaburkan bunga-bunga yang sudah ia beli tadi di atas makam Sang Ibu tercinta, tak lupa pula menyiramnya dengan sebotol air mawar.Dan kini, rumah baru Sang Ibu sudah kembali wangi.“Nanti Dahayu main ke sini lagi ya, Bu. Assalamualaikum, Ibu sayang.”Diakhiri dengan mengecup nisan Sang Ibu, tanpa mau untuk banyak mengulur waktunya lagi Dahayu pun langsung pergi dari tempat itu menuju ke rumah sakit.Hingga kini, waktu sudah hampir menunjukkan tepat pukul 8 pagi. Setelah berhasil untuk menempuh perjalanan dan juga membelah kemacetan, Dahayu pun akhirnya tiba di tempat tujuannya, yang mana ia sendiri juga langsung berlari untuk menuju ke ruang UGD — sesuai arahan yang diberikan Mbok Su.“Mba Dahayu! Di sini, Mba.” Samar terdengar ada suara yang memanggil nama
Selamat membaca❤️ °° “Jangan berbohong, Damara! Aku tahu kalau ini adalah ulah kamu. Benar, kan? Kemarin kamu sengaja menyembunyikan ponselku agar aku tidak bisa menghubungi Dahayu. Gila ya? Benar-benar licik. Keterlaluan!” “Tolong jaga ucapanmu, Mas! Kamu yang keterlaluan. Aneh! Atas dasar apa kamu menuduhku begitu? Yang bahkan aku sendiri saja tidak tahu apa-apa.” Memang sangat aneh. Pasalnya, tidak ada angin dan tidak ada hujan, tiba-tiba saja Damara memberikan ponsel Arka yang dinyatakan menghilang sejak beberapa hari lalu, pun hal itu sendiri tentunya berhasil menimbulkan fikiran negatif dari dalam diri Arka ; berfikir jika itu semua merupakan ulah Damara — wanita itu sengaja ingin memutus kontak antara dirinya dan Dahayu.“Hebat ya? Sudah berani berbohong ternyata? Berlagak sok polos dan tidak tahu apa-apa. Aku ini tidak sebodoh itu, Ra! Bahkan sudah terlihat dengan jelas kalau kejanggalan yang kamu buat itu nyata!” Arka menyambung ucapannya“Hey, jangan asal menuduh seenakn
Selamat membaca❤️ °° “Bukankah sudah saya katakan berkali-kali ya? Saya itu bisa melakukannya sendiri, dan saya tak membutuhkan bantuan kamu. Apa itu kurang jelas?” Kalian bisa lihat sendiri, kan?Ya, Liana tidak berubah, dia masih sama seperti dulu. Dirinya masih membenci Dahayu, entah sampai kapan akan terjadi. Seperti saat itu, jarum jam sudah menunjukkan tepat pukul 2 siang, ada Dahayu dan Liana yang sudah siap untuk pulang ke rumah karena Liana sudah dinyatakan pulih oleh Dokter.“Aduh, jangan dekat-dekat begini. Paham tidak sih? Saya itu sudah terlalu muak dengan aroma tubuh kamu, tidak enak!” Liana kembali menghina Dahayu, “Aroma tubuhmu itu tidak enak, Dahayu. Kamu tidak sadar, kah? Bau, saya tidak suka.” Rasa-rasanya, Dahayu sudah mulai terbiasa dengan hal itu, yang mana ia hanya bisa terdiam dan menundukan kepala, tak lupa pula menjauhkan dirinya dari Liana — menciptakan jarak aman antara keduanya.“Ternyata, aku salah lagi. Ya Allah, padahal aku hanya ingin bantu Mama k
Selamat membaca❤️ °° “Apa kamu tidak sadar kalau orang yang paling salah saat ini adalah kamu? Hm? Kenapa kamu tega membohongiku? Kamu selalu bilang kalau keadaan kamu dan juga Mama di Jakarta baik-baik saja, tetapi kenapa nyatanya seperti ini?”“Tunggu, apa maksudnya? Kenapa Mas Arka berkata kalau aku sudah tega membohonginya? Bahkan dia bilang kalau aku dan Mama baik-baik saja? Kapan aku mengatakan hal itu padanya? Dia sendiri saja tidak pernah membalas pesan dan mengangkat panggilan telepon dariku.”Fikiran Dahayu saat itu sudah melayang jauh entah kemana — memikirkan, kenapa tiba-tiba Arka berubah? Apa lelaki itu benar-benar menikmati sesi bulan madu itu? Atau mungkin, apa dia sudah kembali menaruh perasaannya pada wanita itu? Atau jangan-jangan... Apa Arka dan juga Damara sudah melakukan hal yang sepantasnya dilakukan oleh suami dan istri?“Kenapa hanya diam, Dahayu? Apa kamu merasa bersalah karena sudah membohongi aku? Iya?” tanya Arka lagi“Maksud kamu apa, Mas? Aku tidak meng
Selamat membaca❤️ °° “Aku dan Jeenara pamit ya, Mas. Terima kasih karena sudah mengantar kami. Oh, iya. Tolong titipkan salamku pada Bu Liana ya, sampaikan juga permintaan maafku padanya—” “Mama sudah tidak ada, Yu. Mama sudah meninggal sejak 5 tahun yang lalu karena jatuh di kamar mandi, dia terpeleset. Dokter berkata kalau Mama mengalami serangan jantung.”Lagi, Dahayu kembali dikejutkan dengan pernyataan Arka, ia benar-benar tak menyangka jikalau ternyata wanita paruh baya yang selalu membencinya itu kini sudah tiada.“Innalillahi, ya Allah. Turut berduka cita ya, Mas. Maaf, a-aku tidak tahu tentang hal itu,” ucap Dahayu“Tidak perlu minta maaf, tidak apa-apa, karena itu memang bukan hal penting yang harus kamu ketahui. Iya, kan?” balas Arka sembari menundukan kepalanya, “Hm... Oh, iya. Ta-tapi ada satu hal penting yang harus kamu ketahui. Tepat sehari sebelum Mama pergi, dia berkata padaku kalau katanya dia rindu kamu, ingin bertemu dan juga minta maaf. Ingin sekali rasanya dia
Selamat membaca❤️ °° 8 Tahun kemudian… “Sayang, kamu dan Jeenara sudah berangkat belum? Sekali lagi aku minta maaf ya karena tidak bisa jemput kalian, ada meeting mendadak sampai jam 12 siang dengan team. Tapi kalian tenang saja ya, aku akan langsung pergi menyusul ke sana setelah meetingnya selesai. Plaza Indonesia, kan?”(Jeenara, dibaca ; Jinara). “Iya, Mas. Tidak apa-apa. Aku dan Jeenara sudah siap, kami hanya tinggal menunggu taksi onlinenya datang, sepertinya sebentar lagi. Oh, iya, Mas. Anakmu ini bawel sekali, katanya sudah tidak sabar untuk bermain di tempat bermain. Sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Papa juga katanya.” “Aduh, manisnya anak Papa. Ya sudah, kalau begitu sampai bertemu nanti ya. Kabari aku terus, Ma.” “Oke, Papa sayang. Sampai bertemu nanti ya! Jeenara and Mama loves you.” “Papa loves you two too, sayang-sayangnya Papa. Hati-hati di jalan ya, see you.” Sambungan telepon keduanya pun berakhir, dan kebetulan pula taksi online yang ditunggu sudah datan
Selamat membaca❤️ °° “Sekarang aku harus apa? Aku merasa seperti tidak memiliki arah dan tujuan. Aku hilang tanpa tahu ingin pergi kemana.” Hampa, itu yang sekiranya sedang dirasakan oleh Arkatama Maheswara. Baginya, semua telah menghilang — semuanya tak lagi sama, tak ada lagi rasa kasih sayang dan cinta tulus yang menyelimuti hatinya. Melindungi dirinya dari kejamnya kenyataan di dunia.Rumahnya itu kini sudah tiada, tempat ternyaman untuknya pulang dan mengadu itu kini sudah pergi meninggalkannya. Hidupnya kini benar-benar terasa sangat sunyi sepi, bahkan ia merasa jikalau dirinya sudah tak lagi berguna untuk siapa pun — termasuk dirinya sendiri.Rasa bersalah yang ada pun sudah berhasil menghantuinya. Namun, ia bisa apa selain pasrah? Semuanya sudah terjadi. Ingin marah? Tentu saja, ingin sekali. Namun dengan siapa?“Kamu marahi saja dirimu sendiri, Arkatama! Apa kamu tak sadar kalau kamu itu bodoh? Bodoh karena sudah melepas wanita yang begitu sempurna seperti Dahayu. Kamu bod
Selamat membaca❤️ °° “Dahayu benar-benar hamil. Dan pertanyaanku hanya satu, bagaimana nasib hidupnya dengan Sang anak nanti? Tidak mudah kalau mereka hanya harus hidup berdua tanpa ada sosok suami dan juga Ayah yang menemaninya. Wah, lelaki itu memang sangat keterlaluan! Gila dan tidak memiliki hati. Bisa-bisanya dia melakukan hal setega ini pada Dahayu.” Rakyan menghela nafasnya sembari memejamkan mata — untuk mengatur emosi yang saat itu sedang ia rasakan, lalu setelahnya ia menoleh ke belakang, mengarahkan tatapnya ke arah Dahayu yang sedang berbaring di kasur periksa.Lemas, begitulah keadaan Dahayu yang bisa Rakyan lihat.Ya, saat itu Dahayu masih dibiarkan berbaring di atas kasur periksa dengan infus yang tersambung ke tangannya — hal yang memang sengaja dilakukan karena keadaannya saat itu masih lemah, Dokter yang menyuruhnya untuk menjaga kondisi tubuhnya ; agar tidak kembali menurun.“Kandungan Bu Dahayu saat ini sudah memasuki usia enam minggu ya, Pak. Dan alhamdulillah
Selamat membaca❤️ °° “Mas Rakyan, jadi orang yang selalu membersihkan makam Ibu dan menaburkan bunga di atasnya itu kamu?” “Iya, Dahayu. Aku yang melakukannya.” Ya, dia orangnya. Rakyan Pradana.Kalian masih ingat dengan lelaki itu, kan? Jika lupa, sini, biar aku bantu ingatkan kembali.“Terima kasih banyak sebelumnya, Mas. Tetapi saya tidak— Loh? Mas Rakyan? Kamu Rakyan Pradana, kan?”“Iya benar, saya Rakyan. Tunggu, kamu Dahayu ya? Dahayu Ishvara alumni Universitas Indonesia jurusan Sastra, kan?”“I-iya, benar itu aku.”“Wah, kenapa bisa kebetulan begini ya? Setelah sekian lama akhirnya kita bisa bertemu lagi. Omong-omong kamu masih ingat denganku, Yu? Suatu kehormatan besar ini namanya.”“Bisa saja kamu, Mas. Lagi pula ya, sepertinya mustahil kalau aku lupa dengan kamu. Rakyan Pradana. Bayangkan, hanya dengan mendengar namanya saja aku bisa ingat betapa seringnya lelaki itu untuk mencari masalah dengan Pak Yugi karena tidak pernah masuk ke dalam kelasnya. Betul, tidak?”Ya, lel
Selamat membaca❤️ °° “Kamu tidak salah dengar, Mas. Nama lelaki itu Kaivan Daffa, dan dia adalah Kakak sepupuku. Dia yang sudah membantu aku selama beberapa hari terakhir ini, bahkan dia juga yang sudah menolongku dari keterpurukan, menolongku agar aku tetap bangkit dan sembuh dari luka yang cukup membekas. Walau nyatanya tidak mudah, sangat sulit dan menyakitkan hati.” “Dahayu, maaf. A-aku tidak tahu, maaf. Sekarang aku ulangi pertanyaanku, ya? A-apa kamu benar-benar ingin berpisah denganku? A-apa kamu benar-benar ingin bercerai? Tolong fikirkan itu lagi, Yu. Jangan gegabah, kita hanya butuh waktu untuk bicara dan menenangkan hati serta fikiran.” Nyatanya, Arka kepalang malu. Rasa malu itu sudah berhasil menyelimuti dirinya, pun merasa tak enak hati karena sudah menuduh Dahayu — tanpa bukti. Hingga akhirnya ia kembali mengulang apa yang sudah ditanyakan, dengan harap bisa mendapati jawaban yang berbeda. “Dahayu, coba lihat aku. Me-memangnya kamu sudah tidak mencintaiku lagi? Kam
Selamat membaca❤️ °° Kaivan Daffa… Ya, Kaivan Daffa — sebuah nama yang memiliki makna pria tampan nan penuh dengan kehangatan, yang mana nama itu sendiri juga benar-benar menjadi doa atas harapan dan permintaan yang terkabul.Sesuai dengan arti dari namanya ; lelaki bernama Kaivan itu sangat tampan, pun juga hangat, sehingga membuat siapa saja yang berada di dekatnya menjadi nyaman — termasuk Dahayu.Namun dalam kisah ini kalian tak boleh salah menyangka — seperti Arka, karena nyatanya lelaki itu adalah Kakak sepupu Dahayu — anak dari Kakak Sang Ibu ; Inka. Umur mereka pun tak jauh dan hanya terpaut usia 2 tahun saja, namun Kaivan sangatlah dewasa dan pantas untuk disebut sebagai Kakak.Dan dialah — lelaki yang bertemu dengan Dahayu di taman dekat rumah sakit.Flashback On Dahayu terus menangis, air mata itu terus mengalir — tanpa henti dan bahkan semakin deras. Sebenarnya Dahayu malu, tapi rasa sesak itu sudah tak mampu untuk ia tahan, hingga tiba-tiba ada seorang lelaki yang dat
Selamat membaca❤️ °° “Dahayu, apa kamu sudah yakin dengan keputusan itu? Apa kamu benar-benar ingin melakukannya? Tolong fikirkan lagi, Yu. Apa kamu benar-benar ingin berpisah denganku?” “Iya, Mas Arka. Aku yakin, masih sama yakinnya seperti dulu aku memutuskan untuk menikah dengan kamu, pun di saat aku memutuskan untuk kembali setelah kamu menalak aku. Ini bukan hanya keputusan semata, tetapi aku benar-benar ingin melakukannya.” Pengadilan Agama Jakarta Selatan, pukul 11.00 WIB. Hari ini — di salah satu tempat yang dapat dikatakan cukup menyeramkan bagi sepasang suami istri, yaitu ; Pengadilan Agama, ada Arka dan juga Dahayu yang nyatanya kembali bertemu setelah hampir melewati hari yang cukup panjang, yang mana saat itu keduanya sedang berada di salah satu lorong kosong yang ada di sekitaran tempat itu.Flashback On “Dahayu, aku tidak bisa hidup tanpamu. Bagaimana ini? Aku tak mau cerai, yang aku mau adalah hidup bahagia dengan kamu. Aku sangat membutuhkan kamu, sayang. Kembal
Selamat membaca❤️ °° Assalamualaikum, Mas Arka sayang… Bersamaan dengan surat ini, aku — Dahayu Ishvara, istrimu, ingin mengucapkan serta mengutarakan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya pada kamu, suamiku. Terima kasih untuk segalanya ya, Mas. Terima kasih banyak karena kamu sudah pernah hadir ke dalam hidupku. Terima kasih banyak atas tiap-tiap warna nan indah yang sudah kamu goreskan di atas kertas polos kehidupanku. Mas Arka sayang… Mungkin perpisahan ini akan terasa begitu menyakitkan hati dan diri kita, tapi aku yakin akan menjadi lebih menyakitkan lagi kalau kita tetap memaksa untuk terus bersama.Mas, bila nyatanya kita berdua — aku dan atau kamu sudah tak bisa untuk saling mencintai lagi, maka percayalah kalau semua ini hanya akan lebih menyiksa lagi. Dan ada satu hal yang ingin aku sampaikan. Pasti akan ada waktu dimana orang yang awalnya sabar berubah menjadi jengkel, orang yang awalnya peduli berubah menjadi segan, bahkan orang yang setia akan berubah menjadi khi