Share

Kencan Berujung Rayuan Maut

Penulis: Nabila Rindra
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-06 23:15:12

“Kebanyakan kerja sih. Jadinya aku dianggurin.”

Arkan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan cengar-cengir, sementara Hana menatapnya dengan sorot datar. Sore itu, Arkan berinisiatif untuk mengajaknya jalan-jalan ke luar. Kedua anaknya diurus oleh Rayya dan Isyqi yang tidak sibuk, memberi mereka waktu sejenak untuk bercengkerama.

“Iya iya. Maaf ya, Sayang.”

Hana mengangguk, namun bibirnya masih maju sekian senti hingga membuat Arkan gemas. Satu tangan Arkan yang bebas terulur dan menyentuh pipinya.

“Yang Mulia mau kemana? Hamba siap mengantarkan.” Arkan berkata dengan nada sok serius.

Hana tertawa.

“Kemana aja boleh.”

“Kasih tujuan yang spesifik dong,” protes Arkan.

“Ya terserah Mas aja,” balas Hana tak mau kalah.

“Nanti Mas bawa ke gamezone, kamu malah ngamuk,” sindir Arkan, mengingatkan sikap Hana beberapa waktu lalu ketika mereka hendak pergi refreshing. “Ngomongnya yang jelas kek. Mau belanja, makan, nonton, atau main. Jadinya kan Mas gak bingung.”

“Kalo belanja, bisa lewa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Dua Keributan Yang Mengundang Perhatian

    “Iya! Nanti saya masuk kelas!” Dea berteriak. “Kurang kenceng teriakannya! Harusnya Mbak ngomong pake toa biar didenger semua santri sekalian!”Hana yang baru keluar dari mobil menoleh mendengar keributan yang terjadi di depan kantor asrama putri. Lokasi itu kini dikerumuni orang-orang, sementara santri-santri putra yang tengah menunggu Jeffri di beranda masjid menoleh dengan ekspresi ingin tahu.“Tahu malu sedikit!” hardik Mira sambil menarik bagian telinga Dea, membuat gadis itu mengaduh kesakitan. “Ini di depan kantor, bukan di kamarmu!”“Justru itu! Biar dilihat semua orang sekalian!”“Ini bukan tempat buat cari perhatian!” omel Mira lagi dan kembali menarik telinga Dea.Dea menepis tangannya dan membuang muka.“Lihatin apa sih?” tanya Arkan yang baru selesai mengeluarkan barang-barang belanjaan mereka.Telunjuk Hana mengarah ke depan kantor. Ekspresi Arkan yang semula hangat berubah datar memandangi drama tersebut.“Ngapain dia? Caper?” tanya Arkan sinis.“Kayaknya Dea bikin ulah

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-07
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Bulan-bulanan Faris

    “Nanti malam rapat pembukaan acara haul kan?”Faris mengangguk. Diam-diam Isyqi melirik Wahid yang masih sibuk dengan berkas di depannya. Sesekali tangannya terangkat membetulkan kacamatanya yang hendak jatuh, lalu kembali membaca.“Berkas-berkas buat keperluan rapat udah ada?” tanya Wahid lagi.“Tadi Mas tanya ke beberapa staf katanya udah.”Wahid kembali membaca, lalu meletakkan berkasnya dan melepas kacamata. Ditatapnya Isyqi yang masih setia memperhatikan mereka dan bertanya, “Ngapain kamu disini?”“Lagi bosan, terus keliling-keliling dan lihat Mas-mas berdua lagi sibuk sendiri.”“Rayya mana?”“Posesif amat,” cibir Faris.“Serba salah banget hidup di dunia ini. Nanyain Rayya dinyinyirin, napas pun dinyinyirin,” balas Wahid sengit.Faris menahan tawa melihat ekspresinya.“Kemana yang lain?” tanya Isyqi lagi. Sesekali diedarkannya pandangan pada kantor yang sepi, kemudian beralih menatap kedua kakak iparnya.“Sibuk di tempatnya masing-masing lah.” Wahid menjawab sewot. “Mendingan ka

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-09
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Perang Saudara Jilid Dua

    “Kamu maunya pernikahanmu nanti diadakan dimana?”Wahid bergerak-gerak gelisah—kebiasaannya setiap kali ada yang bertanya tentang sesuatu yang kurang dia sukai. Namun, dia tidak bisa menghardik atau mengomeli karena yang bertanya kali ini adalah ayahnya sendiri.“Terserah Abah dan Umi sebetulnya.”“Yang mau nikah Abah atau kamu?” tanya Affandi—pria berjubah putih tersebut.Wahid tidak menjawab, sementara Najwa—ibunya yang duduk di bangku depan tertawa kecil mendengar obrolan mereka.“Terserah Abah. Nanti kalau saya yang minta dan Abah atau Umi kurang setuju, saya yang gak enak.”“Kalau kita sewa gedung gimana? Atau mau di aula muktamar?” tanya Faris.“Terserah Mas Faris.”“Yang mau nikah Mas atau kamu?” Faris kembali mengulang pertanyaan Affandi sebelumnya.“Sebagai orang yang sudah menikah, saya ikut saran para tetua aja.” Wahid menyahut sopan.“Halah,” ejek Faris sambil tertawa geli.“Gak lucu!”Najwa menyentuh lengan suaminya sambil menggeleng pelan, membuat Affandi tidak bertanya-

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-10
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kepuasan Fatih dan Naura

    “Saya mau pamit, Abah, Umi. Saya pengen lanjut kerja.”Aqila menatapnya dengan sorot menilai, sementara Mazaya menunduk sambil memainkan ujung kerudungnya.“Kerja dimana, Nduk?”“Di Jakarta, Umi.”“Kenapa gak disini aja?”“Keluarga saya gak bisa lagi membiayai saya disini, Abah. Saya gak bisa terus tinggal disini sementara mereka lagi kesulitan keuangan. Lagipula, saya sudah khataman. Saya bisa pergi selama Umi dan Abah mengizinkan.”Aqila dan Fatih bertatapan, namun dengan sorot berbeda. Meski terlihat dingin, namun ada campur-aduk dalam sorot matanya antara cemas dan puas, sementara Aqila terlihat cemas.“Kamu bisa ikut membantu di Ndalem, Nduk. Iya kan, Abah?”Fatih mengangguk datar.Mazaya tersenyum. “Terimakasih buat sarannya, Umi. Tapi lebih baik saya keluar. Saya pengen hidup mandiri.”Aqila mengembuskan napas, kemudian mengangguk. Diperhatikannya ekspresi Mazaya yang terlihat puas dan mengulurkan tangan saat gadis itu mendekatinya, lantas memperhatikan punggungnya yang menjauh

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-11
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Si Kulkas Empat Pintu

    “Nah, bagus. Biar gak kelamaan ngehaluin pangeran dua dimensi melulu.”Rania—adik bungsu Sofia mencibir. Dia sedang sebal karena keluarganya mendadak memintanya bersiap untuk menyambut calon suaminya, dan sialnya lagi dia belum pernah bertemu satu kalipun atau bahkan berkomunikasi lewat media sosial seperti saudara-saudaranya selama ini.“Orangnya ganteng kok, Ran,” hibur Sofia. “Gak kalah sama Kakashi Hatake.”“Masalahnya bukan ganteng kayak Kakashi atau enggak, Mbak. Aku bahkan belum pernah ketemu dia. Gimana kalau aku gak suka terus nanti nyakitin dia?”“Ah, Mas Yusuf yakin kamu gak bakalan kayak gitu,” sahut Yusuf, kakak sulung Sofia. “Marah-marah emang berani, tapi giliran ditantangin malah kabur.”Rania mencibirkan bibir bawahnya. Soal itu memang tidak bisa dibantah. Dia memang pengecut jika dihadapkan dengan kakak-kakaknya ketika bertengkar.“Kerudungnya kok berantakan sih? Rapiin dulu!” perintah Sofia.Tangan Rania terangkat dan menyampirkan kerudungnya asal-asalan ke bahu.“

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-13
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Ternyata Selain Kulkas Empat Pintu, Dia Juga Galak

    “Energimu banyak juga ya? Apa tiap hari kamu memang selalu kelebihan energi begini?”Rania mendelik.“Udah bantuin, mondar-mandir sana-sini, masih juga sempat berantem sama kakakmu yang lain.” Wahid berkata pada piring di hadapannya. “Selain itu, suaramu juga kenceng kayak toa. Bikin kuping saya sakit.”Wajah Rania merah padam kali ini.“Nyebelin banget. Dasar galak.”Semua orang, termasuk Faris dan Zara tertawa.“Tapi yang dia bilang memang bener lho, Ran,” goda Akhtar—kakak kelimanya. “Kamu kan emang hiperaktif. Gak bisa duduk tenang, gak bisa diam, nyerocos aja kerjanya dari tadi. Mas sampe pengen ngelakban mulutmu saking sebelnya.”Rania melotot.“Dia selalu ribut gitu, Mas?” tanya Wahid penasaran.“Bener. Jadi, nanti pas nikah sabar aja kalau dia mulai ngomel-ngomel.”“Mas Akhtar!” teriak Rania tak terima.Akhtar pura-pura tidak mendengarnya.“Dia juga gampang ngambek. Gak kayak adekmu Raya yang gampang dibujuk, dia ini susah banget. Kudu disogok dulu baru senyum,” sahut Akhtar l

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-14
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Protes Rania

    “Kok Abah bisa kepikiran jodohin orang galak gitu sih sama aku? Ekspresi aja gak punya, mulutnya juga pedes kayak cabe. Sambel buatan Ibu aja kalah.”Sofia mendelik. Rania sendiri tidak peduli dan malah sibuk menggulir layar iPad-nya yang menampilkan laman komik Kakao Webtoon. Mereka berdua sedang libur shalat, itu sebabnya Sofia yang seharusnya memeriksa persiapan makan malam malah naik ke kamar adik bungsunya.“Itu berarti Abah melihat ada sesuatu yang menarik di diri Wahid. Sesuatu yang bikin dia pantas buat jadi partnermu.”“Tapi dia nyebelin, Mbak.” Rania kembali merengek.“Itu karena kamu juga gak berhenti gangguin dia. Iseng banget jadi orang,” omel Sofia.Rania mengerucutkan bibir.“Kalau diperhatiin, dia itu sebetulnya sabar. Bisa mengimbangi kamu yang gampang naik darah dan sukanya ngusilin orang. Memangnya kamu gak lihat dia tadi diam aja waktu kamu ketawain soal dia yang suka nonton animasi Pixar?” tanya Sofia sebal.“Aku ngetawain dia karena dia juga nyuruh aku nonton Spy

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-15
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Apa Semua Laki-laki Seperti Ini?

    “Emang semua laki-laki tuh kalo lagi ngumpul hobinya ghibahin cewek ya?”Wahid, Abiyan, Farhan, Haiz, Akbar, dan Dava menoleh. Kakak pertama Wahid—Nadira—terlihat baru tiba sambil menggendong anaknya yang tertidur pulas. Ekspresinya terlihat penasaran saat menatap adiknya dan teman-temannya satu per satu.“Ya sebetulnya enggak juga sih, Mbak. Kami biasanya lebih suka ghibahin klub mana yang menang minggu ini, atau ngetawain Haiz yang masih juga nge-fans Manchester United padahal tiap tanding kalah melulu....”“Gak usah diingetin!” hardik Haiz.Nadira tidak mengacuhkannya dan bertanya lagi, “Jadi? Kenapa tiba-tiba topiknya berubah?”“Soalnya Wahid tadi curhat soal perempuan yang dijodohin sama dia, Mbak.” Abiyan berkata. “Katanya perempuan itu galak, kerjanya ngambek, terus Wahid dibilang niru-niru nonton dokumenter Netflix karena mau ikutan keren kayak dia.”“Nyebelin banget emang. Kayak bocah,” gumam Wahid sebal.“Umurnya berapa sih emang? Dua puluh tahun kan?” tanya Haiz. “Udah buka

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-17

Bab terbaru

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kegelisahan Alina

    “Kakak lihat gak sih kalau mereka merhatiin kita terus?”Fauzan mengangguk, matanya tidak lepas dari laptop.“Buat apa sih dia masukin anaknya ke ponpes Al Mulk juga? Memangnya dia gak punya tujuan lain gitu? Atau dia ngelakuin ini karena pengen gangguin kita lagi? Bisa jadi begitu kan? Orangtuanya udah gak ada lagi, semua fasilitasnya udah balik, dan Rafika bahkan juga udah gak ada. Dia gak punya alasan buat gak ngelakuin apapun rencana buruknya,” ucap Alina geram. Dia terus saja mondar-mandir keliling kamar, membuat Fauzan pun tidak nyaman. Tapi dia tahu Alina begitu karena gelisah memikirkan keadaan putra mereka nanti.“Nanti kalau Raza diapa-apain anaknya gimana? Dari tadi siang aja kelihatan jelas kalau mereka terus merhatiin kita. Terus laki-laki itu berani banget deketin Raina. Memangnya dia gak takut dikeroyok orang-orang karena gangguin gadis muda gitu?” tanya Alina lagi. Dia kemudian merebahkan diri di sebelah Fauzan dan memainkan rambut merahnya yang mulai memutih.“Udah ng

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Ketakutan Raina

    Baru mereka sadari kalau Gabrielle memang tidak berhenti memperhatikan keluarganya. Bahkan ketika Raina mencoba mengingat-ingat lagi interaksinya dan Raza dengan Fathan dan Asyraf tadi, dia baru tahu kalau ada yang memperhatikannya.“Mukanya serem banget, Kak. Kayak mau makan kita,” ucap Raina.“Kayak gimana orang yang merhatiin kalian itu?” tanya Najwa penasaran.“Mukanya garang, matanya tajam, terus ekspresinya kayak orang marah terus....”Najwa menggeleng. “Bukan itu maksud Mbak Najwa. Maksudnya, penampilannya kayak apa?”“Rambutnya dicat pirang, terus pakaiannya acak-acakan. Matanya merah kayak orang gak tidur. Terus,” Raina merendahkan suara dan mendekatkan kepala. “Ada bau menyengat dari arah mereka. Kayak bau rokok sama kayak aroma manis, tapi menusuk hidung gitu.”Najwa, Farah—kakak kedua Najwa, Azka, Ahmad, Aiman, dan Raza bertatapan.“Bensin kali. Atau bubble gum,” sahut Aiman.Raina menggeleng. “Enggak. Baunya lebih menyengat. Dan bau itu baru pertama kalinya aku cium.”Sem

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Benci Yang Mengakar Dalam

    “Jangan sampai saya dengar kamu bikin masalah setelah sampai disana nanti. Saya gak mau denger pengaduan dari guru maupun pengasuhmu!”“Kalaupun Johan bikin ulah, memangnya Ayah peduli? Bukannya Ayah yang buang Johan ke sana supaya gak ngerecokin ayah lagi?” tantang Johan balik.Gabrielle mendelik. Dia sangat tidak suka mendengar nada menantang dari suara putranya, namun dia tidak bisa bertindak apa-apa disini. Dia tidak mau jadi tersangka kalau sampai menabrakkan mobil yang dikendarainya dan membuat Johan meninggal.Akhirnya mereka berdiam diri. Johan dengan pikirannya sendiri, sementara Gabrielle dengan angannya yang memikirkan Alina. Sekian lama sejak pertemuan terakhir mereka yang tidak mengenakkan, akhirnya dia melihat wanita itu lagi. Wanita yang dia cintai sejak kelas sebelas SMA, namun malah menikah dengan orang lain dan tega membuatnya gila. Atau setidaknya itu yang diyakini Gabrielle selama ini.“Apa istimewanya perempuan itu sampai ayah gak bisa move on?” tanya Johan mendad

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Drama Santri Baru

    “Johan gak mau, Ayah!”“Saya gak peduli! Saya sudah muak lihat muka kamu!” Pria berambut dicat pirang itu balas melotot. Dia kemudian menoleh pada panitia pendaftaran santri baru dan bertanya, “Dia bisa daftar disini kan?”Fikri—pengurus berkoko putih yang sejak tadi memperhatikan pertengkaran mereka mengangguk patah-patah, ketakutan melihat ekspresi wali murid di depannya yang menyeramkan. Diberikannya formulir dan pulpen, kemudian melirik si calon santri baru yang mendelik penuh kebencian pada ayahnya.“Pak,” Mata Fikri menyipit membaca nama yang tertera di formulir. “Gabrielle.” Untuk sesaat dia tertegun, kemudian melanjutkan, “Njenengan asli Solo kah?”Gabrielle tidak mengacuhkannya dan terus menulis. Fikri memutuskan untuk tidak mencari masalah dan berpaling pada Johan. Namun, sebelum dia sempat berkata-kata, mendadak sepasang orangtua dan dua anaknya memasuki ruangan.“Assalamualaikum.”“Wa’alaikumsalam.”Karena ruangan sedang penuh, keluarga itu duduk di bangku tunggu sambil mem

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kegelisahan Arkan

    “Duduk dulu, Mas.”Arkan tidak mengacuhkan panggilan Keira dan terus mondar-mandir. Sesekali dia berhenti dan menempelkan telinga ke kaca UGD, namun tidak ada yang bisa didengarnya.“Kaca UGD itu tebel. Suara dan kegiatan apapun yang terjaid di dalam gak bakalan bisa diketahui orang luar,” komentar Ivan.Arkan berhenti dan kembali mondar-mandir. Kali ini dia melepas peci dan menyugar rambutnya yang keriting kecoklatan.“Padahal sebelum berangkat Hana baik-baik aja. Kenapa tiba-tiba kondisinya menurun lagi?” tanya Salwa penasaran.Alissa dan Azzam tidak bisa menjawab. Mereka pun baru tahu tadi kalau pneumonia Hana kembali parah. Wanita itu bahkan muntah darah setelah sebelumnya makan siang bersama keluarga mereka.“Njenengan jangan nyalahin diri sendiri, Bu.” Salwa berkata saat melihat Alissa yang tidak berhenti menunduk dan mengusap matanya. “Ini sama sekali bukan kesalahan Njenengan.”“Tapi saya lalai menjaga dia, Bu. Ibu macam apa saya yang ngebiarin anaknya yang lagi sakit untuk pe

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Omelan dan Nasihat Humaira

    “Mbak Aira tahu kamu mau bahas apa.” Baru saja duduk, Hana sudah disuguhi ekspresi Aira yang tidak enak dilihat. “Kenapa kamu gak terus terang aja sekalian?”“Memangnya beliau mau denger?” tanya Alina balik. Dipanggilnya penjaga kantin dan minta dibawakan dua botol teh dingin. “Sampe mulutku berbusa pun Mama gak bakalan mau ngerti. Yang ada beliau malah playing victim, nyari pembenaran, lalu ngatain aku ngegas dan gak sopan.”Hana yang tidak tahu hendak melakukan apa hanya memainkan kotak tisu yang diletakkan di meja kantin.“Bukannya Mbak Aira gak mau dengerin, Nduk. Tapi gimana ya....” Aira bergerak-gerak salah tingkah, lalu melirik Hana sekilas sebelum kembali menunduk menekuni mangkuk sotonya. “Mau ngatain mamamu, nanti Mbak Aira dibilang guru yang ngajarin hal buruk. Gak bertindak, misalnya menjauhkan kamu dari beliau, kamunya makin tersiksa.”Alina mengangguk.“Mbak masih inget kejadian waktu mamamu gak percaya kamu....”“Godain laki-laki lain di luar, padahal Umi udah nyiapin p

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kemarahan Alina

    “Gimana kabar keluarganya Mbak Alina?”“Ya begitu-begitu aja. Kamu berharapnya gimana?” balas Alina enteng. Sejak tadi, tangannya tidak berhenti memainkan tutup toples permen, membuat Hana gemas dan ingin melakban tangannya sekalian.“Mbak Alina bisa untuk gak peduli sama mereka lagi?”Alina mendongak, kebingungan tersorot dari iris matanya yang berwarna hijau.“Maksudku, Mbak Alina bisa gak peduliin ucapan buruknya Mama lagi? Mau beliau nyumpahin Mbak Alin kek, mau ngata-ngatain Mbak Alin kek, gak usah dipeduliin. Anggap aja angin lalu....”“Memangnya kamu dulu bisa kayak begitu?” tanya Alina balik. “Empat tahun lalu kamu bisa diam waktu Tante Naira ngatain kamu? Aku udah diam hampir seumur hidupku, Han! Gak bisa disamain dengan kamu yang langsung ngamuk dan lempar-lemparin piring ke dinding!”Hana tertegun. Ini pertama kalinya dia melihat Alina hilang kendali, dan perasaan bersalah mulai menelusup masuk ke hatinya.“Berapa kali Mamaku bilang gak mau peduli lagi sama aku dan Mas Fauz

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Perhatian Kedua Putri dan Cerita Tentang Alina

    “Umi baik-baik aja?”Alissa mengangguk. Pandangannya tidak lepas dari Hana yang sibuk mengerjakan ini-itu. Ditepuknya space kosong di sebelahnya dan berkata, “Duduk sini, Nduk.”“Sebentar, Umi. Hana beresin obatnya dulu biar nanti gak ribet nyarinya.”“Biar aku aja, Mbak,” tawar Rayya.“Gak usah. Kamu duduk aja.”Rayya merengut, namun dia tidak melawan dan terus memijit kaki ibu mertuanya.“Sini dulu, Han.”Barulah Hana menghentikan pekerjaannya. Diletakkannya lap di pinggir meja dan duduk di sebelah Alissa.“Umi jangan sakit-sakit terus. Nanti kalau Umi sakit, gak ada yang bisa diajak ngobrol dan diskusi lagi,” ucap Hana sambil memperbaiki selimut.“Rayya sama kakak-kakakmu kan ada.”“Hana pengennya sama Umi.”“Arkan juga ada. Kenapa kamu nyarinya Umi terus?” tanya Alissa lagi.“Hana cuma bisa ketemu dia pas malam aja. Siangnya sibuk kerja terus.”“Mas Arkan kan kerja buat Mbak Hana sama anak-anak juga,” sahut Rayya.“Ya udah. Gak usah kerja aja kalau gitu. Di rumah aja,” balas Hana

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Takut Kehilangan

    “Mas mau pulang sebentar nengok anak-anak. Kamu mau disini?”Hana mengangguk.“Yakin? Kamu nanti sendirian lho. Mas-mas sama Mbak-mbak yang lain kan pada sibuk,” lanjut Arkan.“Nanti kalau Umi kebangun terus nyari aku, kasihan Mas. Abah juga belum balik dari mushola soalnya.”Arkan akhirnya mengangguk. Dipeluknya Hana erat-erat dan menciumi seluruh wajahnya, kemudian menatap ibu mertuanya yang tertidur pulas.“Kalau capek, langsung istirahat ya. Jangan maksain diri.”Hana mengangguk. Diantarnya Arkan ke luar, kemudian duduk di pinggir ranjang dan menatap wajah Alissa lekat-lekat. Tangannya lantas terulur dan meraih tangan Alissa dan menempelkannya di pipi.“Cepet sembuh, Umi. Jangan tinggalin Hana dulu,” bisik Hana pelan.Masih teringat jelas olehnya kejadian tiga jam lalu dimana Alissa ditemukan di kamar dalam keadaan pingsan. Seisi rumah seketika panik, dan Azzam yang baru pulang langsung membawanya ke mobil dan meminta Arkan untuk secepatnya ke rumah sakit.“Hana mohon, Ya Allah. J

DMCA.com Protection Status