Share

bab 2

Author: NurulSudirman
last update Last Updated: 2022-11-20 20:34:44

"Ya tetap saja kamu menyusahkanku Anas, kamu pikir setiap kamu meminjam, aku tinggal memetik uang dari pohon?" ujar wak Jeni tidak mau kalah.

"Ya sudah kalau misalkan teteh tidak mau meminjamkan, tidak usah marah-marah seperti ini teh," bapak sudah mulai meninggikan intonasi suaranya, terlihat juga dari raut wajah bapak sudah emosi kepada kakak perempuannya ini.

"Berani kamu ngomong tinggi sama teteh? Heh Sisil, sebaiknya kamu menikah saja dengan juragan Wira, juragan Wira sempat menanyakan mu kepada uwak, daripada kamu harus jauh-jauh capek-capek kerja ke ibu kota, mending kamu jadi istri nya juragan Wira saja!" aku kaget dengan ucapan Wak Jeni, bisa-bisanya dia main jodoh-jodohkan aku kepada orang lain.

"Sudah sana pergi teh, tidak akan ada anakku yang menikah muda, apalagi dengan juragan Wira yang istrinya sudah ada 4!" tolak bapak dengan tegas sembari mengusir wak Jeni secara halus.

"Cihhh, so kaya sekali, Sisil! kalau kamu mau berubah pikiran untuk menikah dengan juragan Wira, datang ke rumah uwak, kita langsung segera mengadakan akad nikah!" Ucap uwak Jeni sambil berlalu.

***

"Mbak!" Tegur salah satu karyawan yang mengagetkan lamunanku.

"Eh kenapa?" tanyaku gelagapan.

"Hehe maaf mengagetkan, tadi aku panggil-panggil mbak malah melamun," senyumnya salah tingkah, sepertinya karyawanku ini merasa tidak enak karena telah mengagetkanku.

"Hehehe ya gapapa, ada apa nih?" tanyaku padanya.

"Mbak, bukankah ini alamat sekitar rumah mbak?" tanya karyawanku sambil menyodorkan secarik kertas bertuliskan sebuah alamat.

Aku membaca alamat itu, kecamatan Banyuresmi Garut, lalu aku membaca lagi alamat lengkapnya, loh ini bukanya alamat rumah paman Adit, tertulis juga nama pemesan disana adalah, Susi Susanti.

"Iya ini alamat salah satu keluargaku, ada apa emangnya?" ujarku bertanya.

"Coba mbak lihat, dia itu salah satu langganan kita loh, tapi bayar nya pake pinjol!" terang karyawanku, entah apa maksudnya dia memberitahu hal seperti ini kepadaku.

"Hahahah, yasudah biarkan saja, yang penting uang masuk ke kita, urusan dia dengan pinjol itu adalah urusan pribadi!" balasku padanya.

Aku tidak menyangka bahwa Susi adalah orang yang sering berhubungan dengan pinjol atau pinjaman online, mengaku sosialita tapi tukang minjem pinjol, sok-sokan hina-hina orang lain tapi ternyata dia juga tidak mampu untuk membeli barang cash.

Sifat uwak Jeni dan paman Adit itu berbeda, Paman Adit adalah orang yang tidak banyak omong cenderung lebih tidak peduli kepada kakak-kakaknya, belum lagi Paman Adit itu suami takut istri, sedangkan istrinya sendiri sama sama Julid seperti uwak Jeni, lengkap sudah semuanya.

Oh iya, aku belum menelpon adikku untuk menanyakan soal warna dress code di pernikahan Sintya nanti.

Tut

Tut

"Halo Lisa? Dress code pernikahan Sintya apa?" tanyaku pada Lisa lewat telfon.

"Warna hijau tosca, yang lain dikasih kain loh, keluarga kita saja yang tidak kak," ucap Lisa murung, sepertinya adikku ini sakit hati karena telah dibedakan oleh keluarga besar.

"Sudah jangan berkecil hati, lusa kakak akan pulang membawa baju baru, jangan beri tahu emak dan bapak ya kalo kakak mau pulang," aku mewanti-wanti Lisa untuk tidak memberitahu emak Dan bapak bahwa aku akan pulang, biar saja semua ini menjadi surprise.

Karena hari masih siang aku pun memutuskan untuk pergi ke butik, Aku membeli 5 set baju beserta sepatu tas dan juga sabuk nya untuk bapak.

Cukup sudah keluargaku dihina, aku ingin mengangkat derajat keluargaku, Aku tidak akan tinggal diam lagi, lihat saja!

Aku menghabiskan waktuku untuk berbelanja sekitar 4 jam, oh ya saat ini aku belum menemukan tambatan hatiku, toh usiaku baru 21 tahun, aku ingin menikmati dulu kesendirian dan menikmati masa muda.

Tak hanya waktu yang terbuang, uang pun aku cukup mengeluarkan kocek banyak, sekitar 15 juta, biarlah, toh untuk keluargaku ini.

****

Akhirnya hari keberangkatan ku untuk pulang kampung pun tiba.

"Aku disana sekitar 5 hari ya, titip toko," ujarku, lalu aku pun pamit kepada para karyawan ku.

Aku pulang menggunakan bis, perjalanan yang memang memakan waktu tidak terlalu lama membuatku terjaga, karena di perjalanan pun jalan tidak terlalu padat, jadi dipastikan aku akan sampai Garut dengan cepat.

Setelah tiba di sebuah Alfamart dan turun dari bus, aku lanjut menggunakan ojek karena memang untuk menuju desaku jika berjalan kaki cukup jauh, semilir angin membuatku sangat ingin cepat sampai ke rumah, aku merindukan keluargaku.

Saat sampai rumah, sepertinya sedang ada tamu, aku melihat banyak alas kaki di depan rumah.

"Asallamuallaikum," aku pun mengucap salam.

Semua orang yang ada di sana tertuju padaku sambil menjawab salam.

Aku melihat ada paman Adit dan bibi Santi beserta si lemes Septian dan juga Susi, Septian memutarkan bola matanya malas ketika melihatku.

Susi dan Septian sangatlah dekat, kaya kembar, kemana-mana selalu bersama, meskipun mereka hanya sepupu.

"Loh, kamu kok pulang ga bilang-bilang? Bapak kan bisa jemput di Alfamart depan!" ucap bapak sambil menyodorkan tangan nya untuk aku cium.

"Biar kejutan pak!" jawabku tersenyum.

Aku pun langsung ikut nimbrung di obrolan bapak dan juga keluarga paman Adit, aku kaget ketika melihat sertifikat rumah berada di genggaman Paman Adit.

"Apa itu paman?" tanyaku menyelidik, Entah mengapa firasatku jadi tidak enak.

"Ini sertifikat rumah bapakmu, Paman meminjam nya untuk paman gadaikan dulu, soalnya uang untuk pernikahan Sintya kurang," ucapnya enteng, aku sekilas menoleh ke arah bibi santi, aku sangat muak sekali melihat ke-angkuhan wajah bibi Santi, padahal dia kesini mau meminjam harta keluargaku.

Tanpa aba-aba, aku pun langsung merebut sertifikat rumah yang ada di tangan Paman Adit.

"Hei apa-apaan kamu? ga sopan ya sama orang tua!" sentak bibi Santi padaku, jika dulu aku takut pada bibi Santi, namun sekarang tidak lagi.

"Mohon maaf bi, sebaiknya bibi sekeluarga pergi dari sini, aku tidak ingin mengucapkan kata-kata yang lebih tidak sopan kepada orang yang lebih tua," ucapku ramah namun dengan penuh penegasan.

"Kenapa kamu ribut sekali? bapakmu saja tidak masalah jika sertifikat rumahnya kami pinjam, kenapa kamu yang ribut? toh Rumah ini juga rumah warisan!" Paman Adit pun mengeluarkan pendapatnya.

"Mohon maaf paman, karena rumah ini adalah rumah warisan, maka harus aku jaga supaya tidak disita oleh pegadaian." aku masih bisa menahan emosiku saat ini.

"Kamu fikir kami tidak bisa membayar cicilannya? A, tolong didik anak aa ini supaya lebih sopan pada orang yang lebih tua!" pinta paman Adit pada bapak.

Bapak hanya menatapku lalu menggelengkan kepalanya, itu bapak memberi isyarat padaku agar aku menyerahkan sertifikat rumah itu kepada Paman Adit.

"Sudahlah tidak usah berdebat, aku tidak akan memberikan sertifikat rumah ini kepada keluarga paman, memangnya tidak bisa pesta seperti biasa saja? Kenapa harus pesta mewah jika paman memang tidak punya uang!" Intonasi ku sedikit naik kali ini, emosiku sangat terpancing dengan jawaban-jawaban paman Adit.

"Ya karena kami keluarga terpandang, kami harus menggelar pesta yang mewah di kampung ini!" jawab bibi Santi pongah.

"Ya kalau mau kayak gitu kenapa ga pake sertifikat rumah paman saja? Rumah yang Paman tempati juga sama-sama rumah warisan, kenapa harus pakai sertifikat rumah bapak?" aku mulai geram dengan keluarga Paman ku ini, sepertinya bakal ada udang di balik bakwan, ujung-ujungnya mereka pasti tidak akan mulus membayar cicilan.

"Loh ya ngga bisa dong__"

"Ya aku juga gabisa dong, bibi saja enggak bisa kenapa aku harus bisa?" belum selesai bibi Santi berbicara, aku segera memotongnya.

"A, kami tersinggung dengan anak aa, aku harap aa bisa membantu kami, jika aa memang bersedia nantinya, tolong antarkan sertifikat rumah ini ke rumahku, apa aa lupa? bahwa kata emak dan Abah sesama adik kakak itu harus saling membantu!" luar biasa tidak tahu malunya pamanku ini, dia bisa-bisanya membawa almarhum Abah dan Nini dalam peminjaman sertifikat ini.

Aku merogoh tas dan segera mengeluarkan uang ber-nominal 3 juta rupiah.

"Ini, aku ikut menyumbang untuk pernikahan Sintya, menurutku segini lebih dari cukup untuk kakak adik saling menolong, meskipun aku tidak pernah merasa ditolong oleh keluarga paman," ucapku sambil menyimpan uang itu di hadapan paman Adit.

"Yaelah, duit segitu cukup apa!" cibir Septian, lelaki kemayu itu sepertinya makin menjadi saja, dan aku juga melihat Paman Adit tidak mengambil uang itu.

"Gamau? Yaudah aku bawa lagi!" bergegas Aku membawa uang itu kembali.

"Ehhh kalo udah ngasih jangan di pinta lagi, pamali!" Bibi Santi lalu menyambar uang itu.

"Ayo kita pergi, cukup sudah harga diri kita di injak-injak di rumah butut ini!" ajak Paman Adit kepada rombongannya, aku tidak menyahut ucapannya sama sekali.

Tanpa basa-basi dan mengucap salam, mereka bertiga keluar dari rumahku.

"Awwww aduh!!!"

Related chapters

  • Disangka miskin di perantauan    bab 3

    Tanpa basa-basi dan mengucap salam, mereka bertiga keluar dari rumahku."Awwww aduh!!!"Aku mencubit kecil lengan Septian, meskipun cubitan nya kecil, tapi aku yakin rasanya perih."Kenapa sih kamu Tian!" tanya bibi Santi pada keponakanya."Auuwww ateu, aku dicubit Sisil huhuhu," dengan gaya khas kemayu nya, Septian mengadu pada bibi Santi.Bibi Santi berbalik dan memelototiku, akupun hanya mengangkat kedua bahuku.Kini keluargaku semuanya duduk di ruang tamu, adik-adikku antusias membuka koper yang aku bawa, karena di dalam koper banyak barang dan juga oleh-oleh yang aku beli."Waaaah kak, bagus banget ini bajunya, sepatunya juga, aku suka kak!" ucap Lisa adik bungsuku.Aku melihat Rifki pun bahagia, tapi mungkin karna dia anak laki-laki jadinya tidak eksfresif seperti Lisa.Aku melihat bapak duduk dan menghela nafas panjang, sebelum bapak membuka obrolan, aku terlebih dulu membuka pembicaraan."Bapak, kenapa bapa dengan mudah memberikan sertifikat rumah pada paman Adit?" tanyaku sam

    Last Updated : 2022-11-20
  • Disangka miskin di perantauan    bab 4

    "Ehhh kok kamu, mau ngapain kesini? Ini bagian saya, pergi sana!" Ternyata aku bebarengan dengan wak Jeni, yaampun sebenarnya aku malas berdebat, tapi apa boleh buat?"Maaf wak, para pengontrak juga sudah tau, kalo kontrakan ini bagian bapak, punya uwak kan di depan," jelasku dengan nada sabar sambil menunjuk ke arah kontrakan wak Jeni."Ya gabisa gitu dong, bapakmu kan sudah memberikan perintah kepada uwak untuk mengurus kontrakan ini, kok kamu main ambil alih, memang nya siapa kamu?" Hahaha lucu sekali wak Jeni ini, sudah jelas kan aku ini anak bapak."Aku? Aku anak nya lah, bapak sudah menyuruhku untuk menagih kontrakan, karena kata bapa, uang dari para pengontrak tidak pernah sampai ke tangan bapak!" jelasku dengan nada naik 1 oktaf."Wah masa iya mbak sil ga di sampaikan? Betul-betul tidak amanah ya Bu Jeni ini!" tiba-tiba saja salah satu pengontrak ikut nimbrung pada perdebatan kami.Aku melihat wajah wak Jeni merah padam, entah menahan malu, marah atau ingin buang air besar, a

    Last Updated : 2022-11-20
  • Disangka miskin di perantauan    bab 5

    Lalu Lisa memperlihatkan gawainya padaku, Aku terperanjat kaget melihat video yang Lisa putar.Terlihat Septian sedang berjoget tik-tik menggunakan hot pants dan juga tantop merah muda."Astaga ini beneran Septian?" tanyaku kaget kepada Lisa."Iya bener, ini saudara kita tercinta kak, cantik bukan heheh?" Lisa cengengesan meledek Septian.Aku tidak menyangka bahwa Septian sudah separah ini, Aku kira dia hanya berdandan kemayu saja."Tapi Lis, kalau dilihat-lihat, ini kamar nya Septian kan? Apa uwak Jeni sama Wak Komar tidak memarahinya?" tanyaku penasara, sangat tidak mungkin orang tua tidak memarahi anak laki-lakinya berpenampilan aneh seperti ini."Kalau Wak Komar sih Lisa enggak tahu ya, tapi kalau Wak Jeni kayaknya tahu deh, soalnya di beberapa video milik kak Septian, aku liat Wak Jeni ada ikuti tik-tikan sama ka Septian." jawab Lisa sambil ngotak ngatik handphonenya, sepertinya dia akan memberikan kejutan yang lain kepadaku."Nih lihat!" akupun langsung menyambar ponsel yang dip

    Last Updated : 2022-12-06
  • Disangka miskin di perantauan    bab 6

    Haduh, bagaimana ini, aku takut emak jadi bahan Bullyan di rewang nanti!"Ya sudah nanti rewang nya Sisil temenin emak ya," aku harus menemani emak untuk ke kandang macan itu, Aku tidak mau ibu menjadi bahan bulan-bulanan mulut-mulut pedas saudara bapak."Iya sil terserah kamu saja!" timpal emak pasrah.TingTing"Mbak, nanti ada orang yang mau jadi reseller di online shop kita, kapan kira-kira Mbak bisa bertemu dengan orangnya? Katanya biar dia sekalian main ke online store kita," ada WhatsApp masuk dari salah satu karyawan ku."Mungkin sekitar tiga hari lagi, ya bilang saja biar dia janjian sama Mbak di Jakarta saja," balasku, karena untuk sekarang-sekarang aku tidak bisa kembali dulu ke Jakarta.Alhamdulillah reseller ku terus bertambah, semakin hari penjualan pun semakin meningkat, yang jelas pundi-pundi uang pun semakin banyak."Pakeeeet!" "Paket!" Suara kurir paket terdengar nyaring dari luar, akupun langsung menghampiri nya."Iya kang, atas nama siapa?" tanyaku."Teh maaf, in

    Last Updated : 2022-12-07
  • Disangka miskin di perantauan    bab 7

    "kita ga dapat bingkisan juga gapapa kok Santi, kita kesini cuma mau ikut pengajian aja, masa saudara ada acara pengajian kita ga datang." jawab emak pelan, aku tahu emak merasa harga dirinya sudah tercabik-cabik, karena bibi Santi berbicara seperti itu di depan para ibu-ibu yang lain, aku salut pada emak, beliau masih bisa berbicara lembut pada orang modelan bibi Santi."Halah masa iya, dari dulu juga kan teteh kalau misalkan ada acara apa-apa memang selalu bawa satu keluarga, gini deh aku punya penawaran," balas bibi Santi dengan nada pongah, aku masih memantau nya.Dari kami bertiga tidak ada yang menjawab ucapan bibi Santi."Kalau kalian mau dapat bingkisan, bantu beresin di sini yah, nanti aku kasih satu bingkisan satu orang," angkuh sekali wanita ini, memangnya dia fikir aku tidak mampu untuk membeli bingkisan apa?"Tak Sudi kami bantu-bantu disini, mau besar bayarannya pun kami tidak akan mau diperlakukan

    Last Updated : 2022-12-07
  • Disangka miskin di perantauan    bab 8

    "Halah kenapa harus pakai syarat segala sih teh ribet banget," sanggah paman Adit tak suka."Kalau nggak mau ya udah, cari tukang masak yang lain saja sana, saya tidak mau!" hardik emak tegas, aku suka melihat emak tegas seperti ini."Yasudah yasudah, apa syarat nya? jangan yang ribet-ribet, saya tidak ada waktu!" jawab Paman Adit tidak ada pilihan lain."Pertama, teteh mau jasa teteh dibayar sekarang, dan yang kedua, suruh istrimu untuk meminta maaf kepada teteh sekarang juga, dan suruh juga istrimu untuk meminta supaya teteh memasak di hajatan Sintya," wow, aku salut dengan persyaratan yang emak berikan kepada Paman Adit."Loh, teteh mau itung-itungan sama adik ipar sendiri? Yang mau menikah itu keponakan teteh loh, kenapa harus meminta bayaran? Dan untuk apa pula meminta Santi untuk ke sini, memangnya santi salah apa? Wajarkan Santi tidak memberi kepada kalian 3 bingkisan karena semua sudah di jatah, jangan serakah teh!" paman Adit keberatan dengan persyaratan yang emak berikan."K

    Last Updated : 2022-12-08
  • Disangka miskin di perantauan    bab 9

    Sebelum pergi ke acara pernikahan, akupun berfoto keluarga dulu di tengah rumah, menggunakan kamera baru yang aku beli senilai 10juta."Yaudah yuk keburu kesiangan!" aku dan keluargaku pun berjalan dengan santainya, baju dan sepatu yang kami gunakan pun terasa sangat nyaman,dan kompak, jujur baru pertama kali ini aku menggunakan baju yang terbilang layak dari sebelum nya."Ckkk, liat tuh Septian, ada orang kaya baru!" cibir Wak Jeni pada kami."Hehehe iya, kaya hasil nge-lonet di ibu kota biasa Bu, tapi tetep keliatan norak!" meskipun mereka berbicara saling bisik-bisik namun masih terdengar oleh telinga ku, aku melihat ada Wak Komar di sekitar mereka, dan aku juga yakin, Wak Komar mendengar gunjingan istri dan anaknya, tapi dia tidak sama sekali menegur.Ahaaaa, Aku punya cara agar membungkam mulut lemes Septian."Eh Septian, paket kemarin yang isinya dalaman wanita dan wig sudah kamu ambil kan ya? Aku lupa soalnya takutnya belum di ambil!" sengaja aku mempertanyakan hal itu pada Sep

    Last Updated : 2022-12-08
  • Disangka miskin di perantauan    bab 10

    Aku yang merasa tidak terima dan menjadi topik gunjingan bibi Santi pun merasa tidak enak dan tidak terima, aku pun lalu angkat bicara."Tidak usah berbicara soal fitnahan yang tidak terjadi, sekarang kita lihat saja faktanya apa, bahwa anak bibi yang kurang didikan sampai-sampai bisa hamil duluan!" Tukasku tajam, aku tidak ingin keluargaku dihina lagi apalagi ini di depan banyak orang."Dasar anak miskin, anak kur____!" "Sudah sudah, kenapa jadi saling bergunjing seperti ini? sekarang kita cari jalan keluarnya bagaimana, bukan nya malah seperti ini, pak Adit, sudah stop melakukan kekerasan pada Sintya!" Pak RW menengahi."Kamu? siapa namamu? kemari!" Panggil bapak pada perempuan hamil itu."Saya ayu pak!" "Hei wanita jala*n, orang tuamu dimana? cepat panggilkan orang tuamu ke sini untuk bermusyawarah!" Titah sinis bibi Santi berteriak, apa dia tidak berpikir bahwa anaknya pun sama hamil duluan seperti ayu."Ibu tidak bisa mengucapkan kalimat sarkas seperti itu kepadaku ya, apa ibu

    Last Updated : 2022-12-08

Latest chapter

  • Disangka miskin di perantauan    bab 22

    "Mama, ngapain mama disini? Ayo kerumahku!" Tiba-tiba saja susi datang ter pogoh-pogoh dan mengajak calon ibu mertuanya, Entah dari mana Susi mengetahui bahwa calon ibu mertuanya datang. "Gak, saya ke sini cuma mau ngasih peringatan saja kepadamu, jangan pernah mendekati anak saya lagi, putuskan saja hubungan mu dengan Raka, Bu, tolong jaga anak ibu jangan sampai kegatelan sama Raka! jadi perempuan Kok tukang nyamperin laki-laki sih," ucap ibunya kakak sambil menatap Bibi Santi dan juga Susi dengan tatapan merendahkan. "heh bu, jadi orang punya mulut itu sedikit di rem, mana ada anak saya kegatelan pada anak kamu, yang ada anak Kamu yang nyamperin susi kesini, anak saya itu cantik dan bisa mendapatkan yang lebih dari anak kamu," jawab Bibi Santi dengan ucapan yang tak kalah tajam, bahkan tatapan mereka berdua sama-sama seperti ingin menerkam. "halah, Meskipun begitu tetap saja derajat ekonomi keluarga kami jauh lebih rendah dibanding ekonomi keluarga kami, jadi orang miskin seperti

  • Disangka miskin di perantauan    bab 21

    Saat orang itu membuka kaca mobil, ternyata itu Susi. "Hahah emang siapa yang lagi lomba sama kamu?" Terlihat juga ada seorang pria cukup tampan di kursi kemudi, pria itu terlihat begitu sombong terlihat dari mimik wajahnya. "halah, Bilang aja kalau kamu panas aku punya pacar tampan dan juga kaya raya, nggak kayak kamu di umur segini masih aja jomblo," setelah mengucapkan hal itu , Susi pun langsung melirikku dengan sinis lalu menyuruh pria itu untuk melajukan mobil nya.aku hanya menghela nafas melihat kelakuan Susi, ngakunya gaya perkotaan tapi perilakunya seperti orang kampung yang baru naik mobil. "Sil, kenapa kamu beli barang elektronik sekarang? Padahal nanti saja kalau misalkan renovasi sudah selesai, sayang nanti banyak kena debu bangunan," betul apa yang diucapkan oleh bapak, Aku sama sekali tidak terpikir ke hal itu."Iya pak maaf, Sisil ga kefikiran, terus gimana dong?" Tanyaku."Gimana kalau barang-barang elektronik kita, dititipkan saja ke rumah teh Jeni atau Adit? uja

  • Disangka miskin di perantauan    bab 20

    Tapi sebelum kita berbicara tentang hal ini, Mak mau minta oleh-oleh dong yang kamu bawa dari Jakarta heheh, gaada oleh-oleh gaada gosip pokonya!" pinta nya padaku, aku pun menghela nafas panjang dan mengangguk. "Iya-iya Mak, nanti mak aku kasih oleh-oleh!" aku pun setuju dengan permintaan Mak Romlah."Suami si Sintya, pergi dari sini, dia lebih memilih tinggal bersama istri keduanya dibanding dengan si Sintya!" ujar mak romlah dengan bibir maju beberapa senti ke depan, aku pun cukup kaget dengan gosip yang beredar. "Apa yang emak bicarakan ini benar?" selidiku pada Mak Romlah."Bener lah sil suer, kan saat suaminya si Sintya pergi, drama sekali, si Sintya nangis-nangis gamau di tinggalin, bahkan Sintya sudah di talak loh!" aku kaget melongo mendengar gosip Mak Romlah, padahal kan Sintya sedang hamil kok bisa-bisanya dia malah ditolak oleh suaminya. "Kasian si Sintya ya Mak, lagi hamil malah di talak!" jawabku jujur, karena aku sesama wanita, tentu aku bisa merasakan jika hal itu me

  • Disangka miskin di perantauan    bab 19

    Brakkkkk"Kamu jangan bikin malu aku ya Jeni, apa kamu ga mikir hah? Kamu sedang minta-minta pada siapa? Apa kamu nggak salah minta sama keluarga miskin? kita itu keluarga terpandang, kamu jangan menurunkan harga diri suami!" Wak Komar datang memarahi istrinya, bahkan dia menggenggam erat dagu wak Jeni hingga is meringis kesakitan. "Bang, aku cuma memina oleh-oleh saja, apa salah meminta oleh-oleh pada saudara sendiri? lagian aku ga mohon mohon." jawab Wak Jeni dengan nada takut, bahkan aku bisa melihat bahwa tubuhnya bergetar. "Sudahlah, kenapa kalian jadi berantem di sini? Kalau teteh mau mengambil oleh-oleh, bawa secukupnya, jangan seenaknya saja, bener apa kata suami teteh, apa nggak malu minta minta pada keluarga miskin?" jawab bapak emosi, bapak terlihat tidak Terima di hina seperti itu oleh wak Komar. "Sudah ayo pulang sekarang, jangan kamu ambil apapun dari keluarga miskin ini, bukannya kita sudah sepakat bahwa kita tidak akan menganggap adikmu ini sebagai keluarga? Apa kam

  • Disangka miskin di perantauan    bab 18

    (Apa bibi masih ingat ketika bibi kurban domba, bibi berusaha untuk selfie dengan domba, tapi malah kena seruduk, kampungan mana bibi dengan aku? Hahahah 🤣) balasku pada bibi Santi, aku ingat betul dengan kejadian itu, karena setelah itu bibi Santi memanggik emak untuk minta pijit gratis, tanpa bayaran sama sekali. Setelah itu aku mematikan data seluler ku, karena aku yakin mereka pasti akan tidak terima dengan balasanku, dan aku juga tidak ingin merusak mood karena meladeni orang gi-la seperti mereka. Acara makan malam pun selesai, akhirnya aku pulang ke rumah bersama dengan keluargaku, alhamdulillah hari ini aku bisa sedikit membahagiakan keluarga ku, 30 menit pun berlalu akhirnya kamipun sampai di rumah. "Kak, Lisa mau tidur sendiri ya!" ucap Lisa antusias, wajar saja adikku seperti itu karena di garut, ia tidak punya kamar sendiri. "Ya Lisa, banyak kamar kosong kok, mau tidur sama kakak juga nggak papa!" balasku seraya tersenyum. "Ngga ah bosen, kali-kali pengen tidur sendir

  • Disangka miskin di perantauan    bab 17

    "Hahh mak, itu bukan seorang wanita, melainkan Septian, kebayang kalau Komar tau!" aku dan emak sama-sama terperanjat kaget melihat penampilan Septian sekarang, apalagi ditambah dia dengan seorang pria paruh baya, dan parah nya lagi mereka sedang bermesraan layaknya seorang kekasih."Emak nggak nyangka Septian separah itu, emak hanya penampilannya saja yang feminim, ternyata kelakuannya juga menyimpang!" ujar emak sembari terus menatap Septian dan pria paruh baya itu, tapi aku berbeda dengan emak, Aku sama sekali tidak kaget dengan perilaku Septian yang ternyata menyimpang, karena menurutku sebelum-sebelumnya juga sudah kelihatan bahwa dia menyimpang.Aku pun memikirkan hal yang sama dengan emak, kebayang kalau misalkan sampai bapaknya tahu Septian sudah separah itu, pasti Wak komar tidak akan segan-segan untuk menghabisi Septian."Emak sama Sisil liatin apa, bukanya dimakan malah liatin yang gajelas!" Bapak menegur kami yang saling berbincang sambil menatap Septian."Itu pak lihat, bu

  • Disangka miskin di perantauan    bab 16

    teriak nya lantang, dasar manusia tidak punya adab, bisa-bisanya dia berbuat onar di tempat milik orang lain."Sebelum kamu mengatakan hal-hal yang jelek terhadapku, tolong kamu perhatikan kakakmu sendiri yang sekarang sedang mengandung sebelum menikah, ditambah lagi sekarang kan kakakmu akan mempunyai adik madu? Dan daripada kamu terlalu mengurusi hidupku, alangkah baiknya kamu juga berkaca daripada nantinya akan mengikuti jejak kakakmu!" ejeku pada Susi, sekali-kali aku harus menyadarkan anak ini agar tidak terlalu menilai kesalahan orang lain."Tidak usah membawa orang-orang yang tidak ada di sini!" teriak Susi lepas kendali, suaranya menggelegar ke mana-mana.Aku hanya tersenyum mencibir Mirna, lalu bergegas aku masuk kembali ke dalam gudang tanpa menghiraukan ucapannya sama sekali."Sus, Lo dari mana aja?" tanya rekan Susi."Dari kamar mandi, udah belum ayo cepetan!" protes Susi pada teman nya, sepertinya dia sudah tidak kuat berada di sini."Mbak sil ini, tolong hitung ya!" tern

  • Disangka miskin di perantauan    bab 15

    Aku dan Susi sama-sama terkejut karena bertemu di sini, entah Susi yang akan menjadi reseller ku entah memang mereka join atau mungkin bisa jadi hanya salah satu temannya saja yang berniat join denganku."Kalian saling kenal?" tanya salah satu teman Susi, Aku tidak ingin bicara bahwa Susi ini adalah saudaraku."kami hanya mengenal sepintas saja, tidak terlalu kenal!" Jawabku acuh, terlihat Susi tidak menyangka dengan jawabanku, pantas saja semalam Septian datang ke rumahku minta tolong, ternyata kembarannya sedang ada di Jakarta toh."Kita mau ketemu owner nya bukan ketemu karyawan nya!" cibir Susi pongah."Saya owner nya, ada yang bisa saya bantu?" skak Matt, mulut Susi refleks menganga ketika mengetahui bahwa aku adalah owner di sini."Oh iyaa, saya Rena, sebenarnya yang ingin membuka usaha itu saya, kedua teman saya hanya mengantar saja!" oh pantesan, orang pemalas kayak Susi mana mau merintis usaha seperti ini, aku sangat tahu tabiat Susi yang pemalas.Lalu aku pun menjelaskan sec

  • Disangka miskin di perantauan    bab 14

    Subuh-subuh terdengar suara bapak sedang melantunkan adzan di masjid yang tidak jauh dari rumah kami, aku, ibu dan Lisa pun segera menunaikan ibadah sholat subuh.Setelah itu ibu membuat sarapan untuk kami, karena kami akan segera pergi ke Jakarta."Pak, bapak enggak usah lagi kerja ke kebun ya, biarkan saja kebun bapak digarap oleh orang lain, hasilnya kan bisa dibagi 2," usulku pada bapak, Tak tega aku rasanya melihat bapak masih menggarap kebun."Kalau bapak nggak kerja, kasihan kamu sil, masa kamu mencari uang sendirian sedangkan bapak masih mampu," jawab bapak."Sisil sudah punya rencana pak, Sisil mau buatin bapak warung kelontong cukup besar di sini, sayang kan, lagian halaman rumah bapak kan luas, bisa kita manfaatkan," jawabku."Apa kamu punya modalnya Sil? Kalau misalkan memang tidak ada, jangan maksain," ahhh bapak."Ada kok pak, tenang aja sisil sudah mempersiapkan semuanya!" Setelah kami sarapan, ternyata mobil yang aku rental beserta sopirnya sudah berada di depan rumah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status