Share

bab 4

Author: NurulSudirman
last update Last Updated: 2022-11-20 22:47:23

"Ehhh kok kamu, mau ngapain kesini? Ini bagian saya, pergi sana!" Ternyata aku bebarengan dengan wak Jeni, yaampun sebenarnya aku malas berdebat, tapi apa boleh buat?

"Maaf wak, para pengontrak juga sudah tau, kalo kontrakan ini bagian bapak, punya uwak kan di depan," jelasku dengan nada sabar sambil menunjuk ke arah kontrakan wak Jeni.

"Ya gabisa gitu dong, bapakmu kan sudah memberikan perintah kepada uwak untuk mengurus kontrakan ini, kok kamu main ambil alih, memang nya siapa kamu?" Hahaha lucu sekali wak Jeni ini, sudah jelas kan aku ini anak bapak.

"Aku? Aku anak nya lah, bapak sudah menyuruhku untuk menagih kontrakan, karena kata bapa, uang dari para pengontrak tidak pernah sampai ke tangan bapak!" jelasku dengan nada naik 1 oktaf.

"Wah masa iya mbak sil ga di sampaikan? Betul-betul tidak amanah ya Bu Jeni ini!" tiba-tiba saja salah satu pengontrak ikut nimbrung pada perdebatan kami.

Aku melihat wajah wak Jeni merah padam, entah menahan malu, marah atau ingin buang air besar, aku tidak mengerti, yang jelas wajah wak Jeni sangat lucu sekarang.

"Iya Bu, ke depan nya jangan pernah memberikan uang kontrakan kepada siapa pun, kecuali anak-anak bapak ataupun emak, meskipun orang itu mengaku saudara atau adiknya bapak, jangan pernah ibu kasihkan ya, konsekuensinya kalau ibu memberikan uang kontrakan kepada orang lain, ibu akan tetap saya tagih," aku sedikit memberikan pengarahan kepada pengontrak di sini.

"Heii, aku bukan orang lain, aku adik bapakmu!" Sentak wak Jeni padaku.

"Tumben ngakuin bapak? Biasanya ogah-ogahan karena malu punya kakak miskin, tapi ternyata sang adik memakan harta kakak nya yang miskin itu," ujarku menyeringai, wak Jeni langsung pergi begitu saja.

"Terimakasih ya Bu, inget ucapan saya tadi ya, jangan sampai salah," aku pun lalu pamit undur diri meninggalkan wak Jeni yang sedang emosi.

Sebenarnya kakek dan neneku orang yang cukup terpandang di daerah sini, emak Dan Abah aku juga mewariskan masing-masing 10 kamar kontrakan kepada anak-anaknya rata, belum lagi rumah yang sekarang anak-anak nya tempati juga warisan dari Abah.

Tapi mungkin nasib tidak terlalu berpihak kepada bapakku, wak Jeni menikah dengan seorang tentara dan paman Adit menjadi PNS di daerah sini, makanya hidup mereka cukup makmur dibanding kehidupan keluarga kami.

Bapak pernah bercerita, bahwa hampir semua biaya sekolah pamanku itu di tanggung oleh bapak, namun entah bagaimana didikan kakek dan nenekku sampai adik dan kakak bapa begitu semena-mena terhadap bapak, tidak tahu malu.

*****

Setelah beres menagih uang kontrakan, aku bergegas pulang kerumah, tapi sebelum pulang kerumah aku menyempatkan diri dulu untuk belanja kebutuhan ke indoapril.

Saat aku sampai di depan pintu rumah, aku melihat ibu dan uwak Jeni sedang berebut sesuatu dalam keresek, sampai akhirnya aku melihat emak sedikit tersentak ke belakang karena dorongan dari wak Jeni.

"Wak, apa-apaan hah! Kenapa dorong emak kaya gitu!" sentaku tidak terima, jika kalian jadi aku, aku juga yakin kalian akan melakukan hal yang sama bukan? Karena bagiku, emak harga mati.

"emak mu yang miskin ini belagu, aku hanya meminta beras 2kg saja malah tidak boleh, cuma 2kg loh!" Jawab wak Jeni menggebu sambil menunjuk-nunjuk wajah emak.

"Kalau 2kg menurut uwak kecil, kenapa harus meminta? Mengapa harus mendorong emakku!" Aku berteriak sangat keras, terlihat wajah Wak Jeni yang sedikit takut, namun ia berusaha menguasai diri.

"U-uwak gaada uang kecil, kalo beli kewarung kembalian nya malah di nanti-nanti, dan akhinya lupa dan jadi sedekah deh, udah lah Siti, kamu itu gausah lebay, biasanya juga gapapa aku ambil barang-barangmu!" ucap sinis wak Jeni sambil berlalu di hadapan kami, dia terlihat takut kepadaku.

Aku yang tidak terima langsung menyusul wak Jeni keluar rumah.

Aku merebut beras itu, tarik-tarikan pun tidak terhindarkan, sampai...

"Maling maling!" wak Jeni meneriaki ku maling, aku kaget tidak menyangka wak Jeni akan senekad ini, spontan aku langsung melepas beras yang ada di keresek, akhirnya beras itu jadi berhamburan dijalan.

Para tetangga pun mulai berdatangan ke depan rumahku.

"Ada apa ini bu Jeni? Mana malingnya?" tanya seorang bapak menghampiri kami.

"Ini dia malingnya!* tunjuk wak Jeni pada wajahku.

Aku menangkap jarinya dan meremasnya dengan kencanng.

"Aughhhh si*lan," pekik Wak Jani kesakitan.

"Jangan ngomong sembarangan ya wak, uwak ada di depan rumahku dan merampas beras dirumah, jangan memutar balikan fakta ya Wak!" Aku tidak terima di fitnah seperti ini, aku balik menyerang wak Jeni.

"Warga disini gaakan percaya apa yang kamu omongkan, aku dan keluargamu itu beda kasta, kamu hanya gadis miskin yang jadi lonet di ibu kota saja belagu!" hina Wak Jeni padaku.

Plak

Plak

"Teh Jeni! jaga ucapan teteh, Sisil itu anakku!" semua mata tertuju pada suara bariton bapak, entah darimana munculnya Aku pun tidak tahu.

wak Jeni memegang pipinya yang nampak memerah karena tamparan bapak.

"Ka-kamu? berani menamparku!" teriak Wak Jeni tidak terima.

"Iya, teteh harus di beri pelajaran agar bisa menjaga lisan agar tidak mudah memfitnah orang lain!" ucap bapak lantang.

"Anakmu ini sudah kurang ajar merebut beras yang ada di tanganku, padahal biasanya kamu dan istrimu selalu memberi apa yang aku bawa di dalam rumahmu!" Opsss, wak Jeni keceplosan sepertinya.

"Ohh jadi Bu Jeni yang bawa beras di dalam rumah pa Anas? Jadi maling teriak maling dong!" Kasak-kusuk suara tetangga mulai terdengar, wak Jeni yang menyadari kesalahannya dalam berbicara, langsung pergi bergegas begitu saja sambil menangis meninggalkan Kami.

"huuu dasar tidak tahu malu, masa maling teriak maling!" ucap warga serempak.

"Sudah semuanya bubar!" Bapak pun mengusir para tetangga yang kepo dengan kejadian ini.

lalu kami masuk ke dalam rumah, bapak pun duduk di ruang tamu, terlihat gurat wajah sesal karna sudah menampar kakaknya.

"Pak," ucap emak menghampiri.

"Bapak sama sekali tidak menyesal telah menampar teh Jeni, dia sudah sangat keterlaluan, bapak mana yang tega atau membiarkan anaknya dihina terang-terangan seperti itu depan banyak orang, justru bapak akan sangat merasa berdosa ketika bapak tidak memberikan pelajaran pada teh Jeni," seperti bisa membaca pikiran ibu, bapak langsung menyanggah pemikiran ibu.

Brak

Brak

Brak

Seseorang menggedor pintu rumah sangat kencang, akhirnya Rifki berinisiatif untuk membuka pintu.

Baru saja Rifki membuka pintu, tiba-tiba datang wak Komar suami wak Jeni yang langsung mengangkat kerah baju Rifki, lalu menghempaskan nya begitu saja.

Bugh

Rifki yang sudah tumbuh dewasa jelas tidak terima diperlakukan seperti itu oleh orang lain, secara spontan Rifki langsung memukul wajah wak Komar.

"Anda mau apa datang kemari hah!" teriak Rifki dengan lantang, bapak yang tidak ingin terjadi sesuatu yang semakin parah, langsung menyeret Rifki untuk menjauh dari wak Komar.

"Berani-beraninya kamu Anas menampar istriku! Kamu pikir kamu siapa ha? Keluarga ku merasa dilecehkan ditampar dan dipermalukan oleh keluarga rendahan seperti keluargamu didepan banyak orang!" bentak Wak Komar pada bapak.

"Apa kamu akan diam saja ketika anakmu dihina dan difitnah menjadi wanita panggilan oleh seseorang?" jawab bapak tenang menguasai emosi.

"Anakku tidak akan mungkin mendapatkan fitnahan seperti itu, karena orang yang akan memitnah nya pun pasti melihat derajat keluarganya terlebih dahulu, tidak seperti anakmu ini, ceritanya pergi merantau ke kota, tidak lama memiliki uang yang cukup banyak, pantas saja orang-orang menganggap bahwa anakmu itu menjadi wanita panggilan!" cibir Wak Komar.

"Jika memang uwak merasa kaya dan terpandang, coba tanyakan kepada Septian, berapa hutangnya kepada pinjaman online, jangan sampai mengaku kaya tapi nyatanya anak banyak hutang!" Aku tidak mau kalah, jelas aku tidak terima, karena apa yang diucapkan uwak Komar itu fitnah, dan apa yang aku ucapkan itu adalah fakta, karena ternyata Septian beserta Susi itu sama tukang pinjol.

Seperti tidak terima dengan ucapanku, yang semula wak Komar ada di depan pintu, bergegas dia menghampiriku dan mengayunkan tangannya mengarah ke pipiku.

Untung saja Rifki dengan siaga memegang tangan wak Komar dan memelintir nya kebelakang, Rifki di sekolahnya dulu mengikuti ekskul karate dan sudah sabuk hitam, meskipun basic wak Komar adalah tentara, namun jelas dari segi tenaga menang Rifki, karena Rifki masih muda.

"Pergi, keluar atau akan kupatahkan tangan Wak ini!" Rifki mengusir Wak Komar dengan kasar, sambil menyeret nya keluar pintu.

Bugh

Setelah berhasil menyeret Wak Komar, Rifki menutup pintu dengan sangat kencang.

"Beres, pengganggu sudah di usir!" ucap Rifki sambil tersenyum.

setelah situasi kondusif, akupun memasuki kamar untuk rebahan, rasanya lelah sekali hari ini.

"teh, teteh liat deh!" Lisa bergegas masuk kedalam kamarku.

"Apasih Lisa, kalo masuk kamar orang itu ya ketuk pintu dulu!" titahku pada Lisa.

"Heheh maaf teh hehe, aku rusuh soalnya!"

Lalu Lisa memperlihatkan gawainya padaku, Aku terperanjat kaget melihat video yang Lisa putar.

Terlihat Septian sedang berjoget tik-tik menggunakan hot pants dan juga tantop merah muda.

"Astaga ini beneran Septian?"

Related chapters

  • Disangka miskin di perantauan    bab 5

    Lalu Lisa memperlihatkan gawainya padaku, Aku terperanjat kaget melihat video yang Lisa putar.Terlihat Septian sedang berjoget tik-tik menggunakan hot pants dan juga tantop merah muda."Astaga ini beneran Septian?" tanyaku kaget kepada Lisa."Iya bener, ini saudara kita tercinta kak, cantik bukan heheh?" Lisa cengengesan meledek Septian.Aku tidak menyangka bahwa Septian sudah separah ini, Aku kira dia hanya berdandan kemayu saja."Tapi Lis, kalau dilihat-lihat, ini kamar nya Septian kan? Apa uwak Jeni sama Wak Komar tidak memarahinya?" tanyaku penasara, sangat tidak mungkin orang tua tidak memarahi anak laki-lakinya berpenampilan aneh seperti ini."Kalau Wak Komar sih Lisa enggak tahu ya, tapi kalau Wak Jeni kayaknya tahu deh, soalnya di beberapa video milik kak Septian, aku liat Wak Jeni ada ikuti tik-tikan sama ka Septian." jawab Lisa sambil ngotak ngatik handphonenya, sepertinya dia akan memberikan kejutan yang lain kepadaku."Nih lihat!" akupun langsung menyambar ponsel yang dip

    Last Updated : 2022-12-06
  • Disangka miskin di perantauan    bab 6

    Haduh, bagaimana ini, aku takut emak jadi bahan Bullyan di rewang nanti!"Ya sudah nanti rewang nya Sisil temenin emak ya," aku harus menemani emak untuk ke kandang macan itu, Aku tidak mau ibu menjadi bahan bulan-bulanan mulut-mulut pedas saudara bapak."Iya sil terserah kamu saja!" timpal emak pasrah.TingTing"Mbak, nanti ada orang yang mau jadi reseller di online shop kita, kapan kira-kira Mbak bisa bertemu dengan orangnya? Katanya biar dia sekalian main ke online store kita," ada WhatsApp masuk dari salah satu karyawan ku."Mungkin sekitar tiga hari lagi, ya bilang saja biar dia janjian sama Mbak di Jakarta saja," balasku, karena untuk sekarang-sekarang aku tidak bisa kembali dulu ke Jakarta.Alhamdulillah reseller ku terus bertambah, semakin hari penjualan pun semakin meningkat, yang jelas pundi-pundi uang pun semakin banyak."Pakeeeet!" "Paket!" Suara kurir paket terdengar nyaring dari luar, akupun langsung menghampiri nya."Iya kang, atas nama siapa?" tanyaku."Teh maaf, in

    Last Updated : 2022-12-07
  • Disangka miskin di perantauan    bab 7

    "kita ga dapat bingkisan juga gapapa kok Santi, kita kesini cuma mau ikut pengajian aja, masa saudara ada acara pengajian kita ga datang." jawab emak pelan, aku tahu emak merasa harga dirinya sudah tercabik-cabik, karena bibi Santi berbicara seperti itu di depan para ibu-ibu yang lain, aku salut pada emak, beliau masih bisa berbicara lembut pada orang modelan bibi Santi."Halah masa iya, dari dulu juga kan teteh kalau misalkan ada acara apa-apa memang selalu bawa satu keluarga, gini deh aku punya penawaran," balas bibi Santi dengan nada pongah, aku masih memantau nya.Dari kami bertiga tidak ada yang menjawab ucapan bibi Santi."Kalau kalian mau dapat bingkisan, bantu beresin di sini yah, nanti aku kasih satu bingkisan satu orang," angkuh sekali wanita ini, memangnya dia fikir aku tidak mampu untuk membeli bingkisan apa?"Tak Sudi kami bantu-bantu disini, mau besar bayarannya pun kami tidak akan mau diperlakukan

    Last Updated : 2022-12-07
  • Disangka miskin di perantauan    bab 8

    "Halah kenapa harus pakai syarat segala sih teh ribet banget," sanggah paman Adit tak suka."Kalau nggak mau ya udah, cari tukang masak yang lain saja sana, saya tidak mau!" hardik emak tegas, aku suka melihat emak tegas seperti ini."Yasudah yasudah, apa syarat nya? jangan yang ribet-ribet, saya tidak ada waktu!" jawab Paman Adit tidak ada pilihan lain."Pertama, teteh mau jasa teteh dibayar sekarang, dan yang kedua, suruh istrimu untuk meminta maaf kepada teteh sekarang juga, dan suruh juga istrimu untuk meminta supaya teteh memasak di hajatan Sintya," wow, aku salut dengan persyaratan yang emak berikan kepada Paman Adit."Loh, teteh mau itung-itungan sama adik ipar sendiri? Yang mau menikah itu keponakan teteh loh, kenapa harus meminta bayaran? Dan untuk apa pula meminta Santi untuk ke sini, memangnya santi salah apa? Wajarkan Santi tidak memberi kepada kalian 3 bingkisan karena semua sudah di jatah, jangan serakah teh!" paman Adit keberatan dengan persyaratan yang emak berikan."K

    Last Updated : 2022-12-08
  • Disangka miskin di perantauan    bab 9

    Sebelum pergi ke acara pernikahan, akupun berfoto keluarga dulu di tengah rumah, menggunakan kamera baru yang aku beli senilai 10juta."Yaudah yuk keburu kesiangan!" aku dan keluargaku pun berjalan dengan santainya, baju dan sepatu yang kami gunakan pun terasa sangat nyaman,dan kompak, jujur baru pertama kali ini aku menggunakan baju yang terbilang layak dari sebelum nya."Ckkk, liat tuh Septian, ada orang kaya baru!" cibir Wak Jeni pada kami."Hehehe iya, kaya hasil nge-lonet di ibu kota biasa Bu, tapi tetep keliatan norak!" meskipun mereka berbicara saling bisik-bisik namun masih terdengar oleh telinga ku, aku melihat ada Wak Komar di sekitar mereka, dan aku juga yakin, Wak Komar mendengar gunjingan istri dan anaknya, tapi dia tidak sama sekali menegur.Ahaaaa, Aku punya cara agar membungkam mulut lemes Septian."Eh Septian, paket kemarin yang isinya dalaman wanita dan wig sudah kamu ambil kan ya? Aku lupa soalnya takutnya belum di ambil!" sengaja aku mempertanyakan hal itu pada Sep

    Last Updated : 2022-12-08
  • Disangka miskin di perantauan    bab 10

    Aku yang merasa tidak terima dan menjadi topik gunjingan bibi Santi pun merasa tidak enak dan tidak terima, aku pun lalu angkat bicara."Tidak usah berbicara soal fitnahan yang tidak terjadi, sekarang kita lihat saja faktanya apa, bahwa anak bibi yang kurang didikan sampai-sampai bisa hamil duluan!" Tukasku tajam, aku tidak ingin keluargaku dihina lagi apalagi ini di depan banyak orang."Dasar anak miskin, anak kur____!" "Sudah sudah, kenapa jadi saling bergunjing seperti ini? sekarang kita cari jalan keluarnya bagaimana, bukan nya malah seperti ini, pak Adit, sudah stop melakukan kekerasan pada Sintya!" Pak RW menengahi."Kamu? siapa namamu? kemari!" Panggil bapak pada perempuan hamil itu."Saya ayu pak!" "Hei wanita jala*n, orang tuamu dimana? cepat panggilkan orang tuamu ke sini untuk bermusyawarah!" Titah sinis bibi Santi berteriak, apa dia tidak berpikir bahwa anaknya pun sama hamil duluan seperti ayu."Ibu tidak bisa mengucapkan kalimat sarkas seperti itu kepadaku ya, apa ibu

    Last Updated : 2022-12-08
  • Disangka miskin di perantauan    bab 11

    selah makan kami mengobrol sejenak terlebih dahulu dengan Rian, dirasa sudah cukup lelah dan sangat mengantuk, kami pun memutuskan untuk pulang."Ehhh tunggu mau kemana kalian!" panggil paman Adit kepada kami yang sudah berjalan beberapa langkah meninggal kan tempat acara."Ada apa dit?" tanya bapak berbalik ke arah paman Adit."Aa dan sekeluarga bisa bantuin dulu ga? Aa dan Rifki bantuin ngangkat piring kotor, teteh, Sisil dan Lisa bantuin cuci piring!" sungguh sangat tidak sopan rasanya jika seorang adik menyuruh keluarga kakaknya, masa kita sudah menggunakan baju bagus dan dandan cantik dan ganteng disuruh-suruh seperti itu."Maaf dit, kita lelah mau istirahat!" Bapak jelas menolak permintaan Paman Adit, karena harga diri bapak pasti terluka."Loh a, dibayar kok, ayolah sayang loh, untuk beli beras kan lumayan, apalagi kerjanya 1 keluarga jadi cuan yang di dapat pasti banyak!" paman Adit terus memaksa kami untuk membantunya, gaya bicara saat menyuruh kami pun seperti menyuruh kepad

    Last Updated : 2022-12-09
  • Disangka miskin di perantauan    bab 12

    "Aku tidak suudzon sil, dulu aku 1 kamar dengan nya karena rumah ibu belum di renov tambah kamar, aku sering lihat dia diam-diam Vidio call dengan seorang lelaki, ditambah obrolan Mereka pun bermanja-manjaan seperti sepasang kekasih yang membuatku muak mendengarnya, kamu pasti sering mendengar kan kalau aku sering bertengkar dengan Septian dulu? itu karna Aku jijik dengan kelakuannya seperti itu!" terang Rian marah, Ratna pun berusaha untuk menenangkan suaminya."Aku kan sudah sering bilang padamu pah, kalau adikmu semakin sini semakin parah, karena aku bermain tik-tik, adikmu sering lewat berandaku, apa kamu tahu bahwa ibu mendukung semua kel.akuan adikmu itu?" ungkap Ratna, terlihat sangat jelas bahwa di sini Ratna tidak menyukai Wak Jeni, lagian siapa suka sih dengan mertua berwatak seperti wak Jeni."Masa iya? sini coba aku mau lihat video-video Septian!" pinta Rian pada istrinya, mungkin dia juga tidak akan menyangka bahwa ibunya mendukung semua kelakuan menyimpang Septian.Rian

    Last Updated : 2022-12-09

Latest chapter

  • Disangka miskin di perantauan    bab 22

    "Mama, ngapain mama disini? Ayo kerumahku!" Tiba-tiba saja susi datang ter pogoh-pogoh dan mengajak calon ibu mertuanya, Entah dari mana Susi mengetahui bahwa calon ibu mertuanya datang. "Gak, saya ke sini cuma mau ngasih peringatan saja kepadamu, jangan pernah mendekati anak saya lagi, putuskan saja hubungan mu dengan Raka, Bu, tolong jaga anak ibu jangan sampai kegatelan sama Raka! jadi perempuan Kok tukang nyamperin laki-laki sih," ucap ibunya kakak sambil menatap Bibi Santi dan juga Susi dengan tatapan merendahkan. "heh bu, jadi orang punya mulut itu sedikit di rem, mana ada anak saya kegatelan pada anak kamu, yang ada anak Kamu yang nyamperin susi kesini, anak saya itu cantik dan bisa mendapatkan yang lebih dari anak kamu," jawab Bibi Santi dengan ucapan yang tak kalah tajam, bahkan tatapan mereka berdua sama-sama seperti ingin menerkam. "halah, Meskipun begitu tetap saja derajat ekonomi keluarga kami jauh lebih rendah dibanding ekonomi keluarga kami, jadi orang miskin seperti

  • Disangka miskin di perantauan    bab 21

    Saat orang itu membuka kaca mobil, ternyata itu Susi. "Hahah emang siapa yang lagi lomba sama kamu?" Terlihat juga ada seorang pria cukup tampan di kursi kemudi, pria itu terlihat begitu sombong terlihat dari mimik wajahnya. "halah, Bilang aja kalau kamu panas aku punya pacar tampan dan juga kaya raya, nggak kayak kamu di umur segini masih aja jomblo," setelah mengucapkan hal itu , Susi pun langsung melirikku dengan sinis lalu menyuruh pria itu untuk melajukan mobil nya.aku hanya menghela nafas melihat kelakuan Susi, ngakunya gaya perkotaan tapi perilakunya seperti orang kampung yang baru naik mobil. "Sil, kenapa kamu beli barang elektronik sekarang? Padahal nanti saja kalau misalkan renovasi sudah selesai, sayang nanti banyak kena debu bangunan," betul apa yang diucapkan oleh bapak, Aku sama sekali tidak terpikir ke hal itu."Iya pak maaf, Sisil ga kefikiran, terus gimana dong?" Tanyaku."Gimana kalau barang-barang elektronik kita, dititipkan saja ke rumah teh Jeni atau Adit? uja

  • Disangka miskin di perantauan    bab 20

    Tapi sebelum kita berbicara tentang hal ini, Mak mau minta oleh-oleh dong yang kamu bawa dari Jakarta heheh, gaada oleh-oleh gaada gosip pokonya!" pinta nya padaku, aku pun menghela nafas panjang dan mengangguk. "Iya-iya Mak, nanti mak aku kasih oleh-oleh!" aku pun setuju dengan permintaan Mak Romlah."Suami si Sintya, pergi dari sini, dia lebih memilih tinggal bersama istri keduanya dibanding dengan si Sintya!" ujar mak romlah dengan bibir maju beberapa senti ke depan, aku pun cukup kaget dengan gosip yang beredar. "Apa yang emak bicarakan ini benar?" selidiku pada Mak Romlah."Bener lah sil suer, kan saat suaminya si Sintya pergi, drama sekali, si Sintya nangis-nangis gamau di tinggalin, bahkan Sintya sudah di talak loh!" aku kaget melongo mendengar gosip Mak Romlah, padahal kan Sintya sedang hamil kok bisa-bisanya dia malah ditolak oleh suaminya. "Kasian si Sintya ya Mak, lagi hamil malah di talak!" jawabku jujur, karena aku sesama wanita, tentu aku bisa merasakan jika hal itu me

  • Disangka miskin di perantauan    bab 19

    Brakkkkk"Kamu jangan bikin malu aku ya Jeni, apa kamu ga mikir hah? Kamu sedang minta-minta pada siapa? Apa kamu nggak salah minta sama keluarga miskin? kita itu keluarga terpandang, kamu jangan menurunkan harga diri suami!" Wak Komar datang memarahi istrinya, bahkan dia menggenggam erat dagu wak Jeni hingga is meringis kesakitan. "Bang, aku cuma memina oleh-oleh saja, apa salah meminta oleh-oleh pada saudara sendiri? lagian aku ga mohon mohon." jawab Wak Jeni dengan nada takut, bahkan aku bisa melihat bahwa tubuhnya bergetar. "Sudahlah, kenapa kalian jadi berantem di sini? Kalau teteh mau mengambil oleh-oleh, bawa secukupnya, jangan seenaknya saja, bener apa kata suami teteh, apa nggak malu minta minta pada keluarga miskin?" jawab bapak emosi, bapak terlihat tidak Terima di hina seperti itu oleh wak Komar. "Sudah ayo pulang sekarang, jangan kamu ambil apapun dari keluarga miskin ini, bukannya kita sudah sepakat bahwa kita tidak akan menganggap adikmu ini sebagai keluarga? Apa kam

  • Disangka miskin di perantauan    bab 18

    (Apa bibi masih ingat ketika bibi kurban domba, bibi berusaha untuk selfie dengan domba, tapi malah kena seruduk, kampungan mana bibi dengan aku? Hahahah 🤣) balasku pada bibi Santi, aku ingat betul dengan kejadian itu, karena setelah itu bibi Santi memanggik emak untuk minta pijit gratis, tanpa bayaran sama sekali. Setelah itu aku mematikan data seluler ku, karena aku yakin mereka pasti akan tidak terima dengan balasanku, dan aku juga tidak ingin merusak mood karena meladeni orang gi-la seperti mereka. Acara makan malam pun selesai, akhirnya aku pulang ke rumah bersama dengan keluargaku, alhamdulillah hari ini aku bisa sedikit membahagiakan keluarga ku, 30 menit pun berlalu akhirnya kamipun sampai di rumah. "Kak, Lisa mau tidur sendiri ya!" ucap Lisa antusias, wajar saja adikku seperti itu karena di garut, ia tidak punya kamar sendiri. "Ya Lisa, banyak kamar kosong kok, mau tidur sama kakak juga nggak papa!" balasku seraya tersenyum. "Ngga ah bosen, kali-kali pengen tidur sendir

  • Disangka miskin di perantauan    bab 17

    "Hahh mak, itu bukan seorang wanita, melainkan Septian, kebayang kalau Komar tau!" aku dan emak sama-sama terperanjat kaget melihat penampilan Septian sekarang, apalagi ditambah dia dengan seorang pria paruh baya, dan parah nya lagi mereka sedang bermesraan layaknya seorang kekasih."Emak nggak nyangka Septian separah itu, emak hanya penampilannya saja yang feminim, ternyata kelakuannya juga menyimpang!" ujar emak sembari terus menatap Septian dan pria paruh baya itu, tapi aku berbeda dengan emak, Aku sama sekali tidak kaget dengan perilaku Septian yang ternyata menyimpang, karena menurutku sebelum-sebelumnya juga sudah kelihatan bahwa dia menyimpang.Aku pun memikirkan hal yang sama dengan emak, kebayang kalau misalkan sampai bapaknya tahu Septian sudah separah itu, pasti Wak komar tidak akan segan-segan untuk menghabisi Septian."Emak sama Sisil liatin apa, bukanya dimakan malah liatin yang gajelas!" Bapak menegur kami yang saling berbincang sambil menatap Septian."Itu pak lihat, bu

  • Disangka miskin di perantauan    bab 16

    teriak nya lantang, dasar manusia tidak punya adab, bisa-bisanya dia berbuat onar di tempat milik orang lain."Sebelum kamu mengatakan hal-hal yang jelek terhadapku, tolong kamu perhatikan kakakmu sendiri yang sekarang sedang mengandung sebelum menikah, ditambah lagi sekarang kan kakakmu akan mempunyai adik madu? Dan daripada kamu terlalu mengurusi hidupku, alangkah baiknya kamu juga berkaca daripada nantinya akan mengikuti jejak kakakmu!" ejeku pada Susi, sekali-kali aku harus menyadarkan anak ini agar tidak terlalu menilai kesalahan orang lain."Tidak usah membawa orang-orang yang tidak ada di sini!" teriak Susi lepas kendali, suaranya menggelegar ke mana-mana.Aku hanya tersenyum mencibir Mirna, lalu bergegas aku masuk kembali ke dalam gudang tanpa menghiraukan ucapannya sama sekali."Sus, Lo dari mana aja?" tanya rekan Susi."Dari kamar mandi, udah belum ayo cepetan!" protes Susi pada teman nya, sepertinya dia sudah tidak kuat berada di sini."Mbak sil ini, tolong hitung ya!" tern

  • Disangka miskin di perantauan    bab 15

    Aku dan Susi sama-sama terkejut karena bertemu di sini, entah Susi yang akan menjadi reseller ku entah memang mereka join atau mungkin bisa jadi hanya salah satu temannya saja yang berniat join denganku."Kalian saling kenal?" tanya salah satu teman Susi, Aku tidak ingin bicara bahwa Susi ini adalah saudaraku."kami hanya mengenal sepintas saja, tidak terlalu kenal!" Jawabku acuh, terlihat Susi tidak menyangka dengan jawabanku, pantas saja semalam Septian datang ke rumahku minta tolong, ternyata kembarannya sedang ada di Jakarta toh."Kita mau ketemu owner nya bukan ketemu karyawan nya!" cibir Susi pongah."Saya owner nya, ada yang bisa saya bantu?" skak Matt, mulut Susi refleks menganga ketika mengetahui bahwa aku adalah owner di sini."Oh iyaa, saya Rena, sebenarnya yang ingin membuka usaha itu saya, kedua teman saya hanya mengantar saja!" oh pantesan, orang pemalas kayak Susi mana mau merintis usaha seperti ini, aku sangat tahu tabiat Susi yang pemalas.Lalu aku pun menjelaskan sec

  • Disangka miskin di perantauan    bab 14

    Subuh-subuh terdengar suara bapak sedang melantunkan adzan di masjid yang tidak jauh dari rumah kami, aku, ibu dan Lisa pun segera menunaikan ibadah sholat subuh.Setelah itu ibu membuat sarapan untuk kami, karena kami akan segera pergi ke Jakarta."Pak, bapak enggak usah lagi kerja ke kebun ya, biarkan saja kebun bapak digarap oleh orang lain, hasilnya kan bisa dibagi 2," usulku pada bapak, Tak tega aku rasanya melihat bapak masih menggarap kebun."Kalau bapak nggak kerja, kasihan kamu sil, masa kamu mencari uang sendirian sedangkan bapak masih mampu," jawab bapak."Sisil sudah punya rencana pak, Sisil mau buatin bapak warung kelontong cukup besar di sini, sayang kan, lagian halaman rumah bapak kan luas, bisa kita manfaatkan," jawabku."Apa kamu punya modalnya Sil? Kalau misalkan memang tidak ada, jangan maksain," ahhh bapak."Ada kok pak, tenang aja sisil sudah mempersiapkan semuanya!" Setelah kami sarapan, ternyata mobil yang aku rental beserta sopirnya sudah berada di depan rumah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status