Share

2. Pandangan sinis keluarga.

Penulis: Rinnaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-17 17:36:21

Keluarga Renja mendengar penjelasan Renja atas kejadian pagi ini. Setelah mereka tahu Darel hanya seorang montir berpenghasilan kecil, raut mereka berubah tidak mengenakkan. Amar, papa Renja, hanya diam membayangkan tidak ada yang bisa membantu kemiskinan mereka.

“Keluarga kita sudah miskin, seharusnya tidak menampung orang miskin lainnya,” sindir Amar menoleh ke tempat lain seolah dia hanya menyinggung hantu tidak terlihat.

Namun adik Renja, Sera, tidak dapat lagi menahan semburan tawa, semua orang langsung melihatnya. Sera membekap mulut. “Maaf, aku hanya teringat sesuatu yang lucu.” Dia masih terkikik geli membekap mulut kuat. “Aku tidak menyangka kehidupan kakakku akan lebih miskin setelah menikah,” ucapnya sambil meninggalkan tempat.

Mata Darel menyipit. Apa barusan dia dihina? Tetapi Darel diam saja.

“Ma, bapak pergi kerja dulu, uruslah mereka.” Amar berdiri lalu pergi, dia adalah buruh bangunan.

Baginya, lebih baik tidak jadi mengambil libur daripada menemani menantu miskin untuk dekat dengan keluarganya.

“Renja, kamu obati dulu suamimu,” ucap Fika, mama Renja. Mimpinya memiliki menantu berguna lenyap sudah.

Bagaimana cara dia menunjukkan wajah pada tetangga? Sudahlah anak digerebek, menantunya hanya seorang montir lagi. Fika kesal, sebelum dia beranjak pergi, dia menghela napas berat memandang Darel.

Jelas Fika sedang mengeluh.

Renja merasa tidak enak hati, dari tadi keluarga berlaku buruk pada Darel. Semiskin itu mereka sampai sangat berharap pada menantu?

“A-aku obati luka-lukamu dulu.” Renja menggandeng lengan Darel untuk berdiri. Darel mengangguk, untunglah dia tidak menanggapi sindiran murahan itu.

Sepuluh langkah singkat, sudah sampai di kamar Renja. Rumah yang memang kecil dan kamar yang sempit. Baru satu langkah menembus pintu, Darel mencium aroma harum menyerbak terkurung dalam sepetak kamar kecil. Semua barang tertata rapi serta bersih.

Darel menoleh ke Renja, gadis cantik namun tidak terawat. Rambut panjang yang kering, kulit putih kusam, dan pakaian jelek ketinggalan zaman.

Darel merasakan genggaman tangan Renja di lengannya dalam membantu berjalan. Tidak seperti tangan perempuan yang pernah ia pegang, telapak tangan Renja kasar, tidak peduli bagaimana jari itu sebenarnya memiliki bentuk cantik serta lentik.

‘Dia sepertinya menjadi babu di rumahnya sendiri.’

Darel prihatin, apalagi setelah pembicaraan hutang tadi, orang tua Renja tampak terkejut. Itu artinya Renja tidak memberitahu mereka sama sekali.

Dari situ Darel dapat menilai, bahwa Renja tipe anak yang takut sama orang tua. Tidak heran dia bekerja keras lalu menjadi pembantu dan pastinya diremehkan.

“Aku ambil kain dan air dulu.” Renja beranjak pergi. Kesempatan untuk bernapas bebas menenangkan otaknya yang panas jika terus di samping suami dadakannya. Renja belum siap, sama sekali tidak memiliki persiapan. Bagai seseorang yang pergi perang tanpa pakaian dan senjata, dia bisa mati kapan saja.

Dia berdiam diri cukup lama di dapur, tenggelam dalam lamunan memikirkan bagaimana cara dia akan menghadapi status barunya tersebut. Mengejutkan.

“Renja.” Mama Fika memanggil, mendapat perhatian Renja detik itu juga. Fika membawa keranjang baju penuh yang baru saja ia keluarkan dari kamarnya, wanita itu meletakkan keranjang di lantai lalu berkata, “Cuci ini.”

Renja menyipit. Kenapa ada banyak sekali pakaian kotor? Padahal Renja baru mencuci semalam.

“Ma ... kok dalam sehari bisa sebanyak itu?”

“Ada tikus mati dalam lemari baju mama. Semua jadi bau, kamu cuci, ya. Mama mau pergi bantu penjual ikan di pasar.” Dia pergi, bersama handuk kecil tersangkut di lehernya.

Renja menghembus nafas kasar, padahal otaknya masih panas, lalu dia disuguhi rasa lelah baru.

“Kak, papa tadi titip pesan: tebas rumput tinggi di belakang rumah,” Sere berkata sembari menuangkan air putih ke dalam gelas untuk langsung diminum.

Mereka seolah lupa kalau di rumah mereka ada orang berstatus menantu. Mereka bersikap seperti biasa memperlakukan Renja bak pengangguran yang pantas menerima banyak pekerjaan rumah termasuk pekerjaan laki-laki.

Sera melihat wajah Renja yang hanya diam, lalu Sera tersenyum, menepuk pundak Renja. “Tidak apa-apa, jangan sedih. Walau Abang Darel berpenghasilan kecil, tapi setidaknya dia tampan.” Sera tertawa memegang perutnya. Lalu dia kembali berucap, “walau itu tidak bisa membuat Kakak kenyang.”

Renja menoleh. “Bukan itu yang aku pikirkan, tidak masalah berapapun gajinya.”

Sera berpapasan dengan Darel, gadis itu tersenyum tipis menyapa. Kedua orang tuanya tidak menyukai Darel, Sera sendiri netral, hanya saja dia suka menghina.

“Aku yang akan menebas. Besok kita langsung pindah ke rumahku.”

Darel ternyata melihat dan mendengar semuanya, dia menyusul sebab Renja terlalu lama hanya untuk mengambil kain dan air. Lalu apa ini? Belum lama dia menginjak rumah ini, dia sudah melihat bagaimana lelahnya Renja sebagai seorang gadis.

“Ah! Enggak usah, aku aja. Kamu istirahat saja.” Renja tidak enak hati, belum lagi kondisi Darel tidak baik untuk mengayun parang. Dia mendorong Darel untuk kembali ke kamar, tetapi Darel tidak bergerak dari tempatnya.

“Darel, ayo. Aku obati lukamu.”

“Di mana parangnya? Obati aku setelah itu.”

“Derel.” Renja memanggil panjang sembari menggelengkan kepala. “Aku sudah biasa.”

Tampaknya gadis ini akan semakin sulit menunjukkan wajahnya jika Darel membantu.

Dia melewati Renja, mencari parang sendiri menelusuri dapur. Dapat! Parang itu berada di dekat belakang pintu, dia langsung pergi tidak peduli bagaimana Renja mencegahnya.

“Astaga, dia memang keras kepala seperti itu, ya?” Renja berkedip-kedip heran. Entah Darel yang aneh, atau Renja yang tengah pening.

Bagaimana mereka bisa memperebutkan pekerjaan?

***

Usai makan malam masing-masing terpisah—di depan TV, dapur, meja makan, sudut rumah mana pun. Jarang keluarga tersebut makan bersama di tempat yang sama. Tidak ada tradisi yang membuat Derel mengernyit, sebab keluarga Renja berbanding terbalik dengan keluarganya di kota.

Tiba-tiba Darel meringis setelah mengingat keluarga yang jauh di sana. Darel sudah lama meninggalkan mereka, meninggalkan rasa bersalah namun tetap membenci.

“Kemasi barangmu, besok pagi kita pergi,” ucap Darel sengaja agak lantang agar penghuni rumah kecil ini dapat mendengar.

Benar saja, Fika datang ke meja makan tempat anak dan menantunya duduk. “Ka-kalian akan pergi besok?” tanyanya terlihat resah.

“Iya, Ma.” Darel menjawab singkat, namun tidak meninggalkan kesan sopan sebagaimana menantu. Dia menumpuk piring, setelah ini dia akan membantu Renja mencuci semua piring kotor.

Fika duduk di bangku kosong, menatap Renja dan Darel bergantian. Wanita ini kesulitan membuka mulut, otaknya bekerja keras sudah membayangkan bagaimana rumah ini tanpa Renja.

Fika akan sangat kelelahan jika pulang dari pasar dia harus mengurus segala pekerjaan rumah bahkan memanjat genteng untuk memperbaiki genteng bocor.

Suaminya, Amar, adalah sosok pria yang berpikir dangkal. Menurut pria itu, tugasnya hanya bekerja di luar, urusan rumah bukanlah tugasnya. Memang masih banyak laki-laki berpikir demikian di tanah air ini, terlebih di desa.

Sementara perempuan, tak jarang mereka bekerja tetapi pulang ke rumah mereka tetap bekerja mengurus ini itu, termasuk mengurus suami yang mengeluh capek.

“Bagaimana kalau kalian tinggal di sini saja,” saran Fika mengusulkan ide yang tetap menguntungkannya.

“Mama Mertua, aku takut menghabiskan makanan dan minuman kalian.” Darel tersenyum ramah. “Bagaimana jika aku tidak bisa menggantinya? Kalian akan kelaparan juga.”

Fika seakan disebut perhitungan atau pelit barusan. Namun wanita ini bingung, Darel sedang menyinggung atau hanya berkata apa adanya?

“Ka-kalau begitu berusahalah mencari uang yang banyak, jadi kau tidak perlu malu makan dan tidur di rumah kami.” Fika masih berusaha menahan Renja.

Darel mengengkan kepala. Tidak bisa, Darel tak ingin lebih lama di rumah ini, pun Darel ingin memoles istrinya menjadi yang tercantik. Kelak ketika Darel membawa istrinya berkunjung ke rumah keluarganya di kota, Darel bisa menyombongkan diri.

Kebetulan Renja menjadi perwujudan yang tepat.

"Maaf, Ma, sepertinya tidak bisa.”

“Kau punya motor, bukan masalah bagimu untuk pulang-balik ke sini, kan?” Fika masih berusaha, mengutuk diam-diam menantunya yang tampak sombong.

“Terus apa gunanya rumahku? Kosong?”

Renja hanya menjadi penonton dalam pembicaraan Darel dan Fika, dia tidak akan masuk ke dalam percakapan, Renja akan ikut kemauan suaminya sebab Darel lebih berhak sekarang.

Fika dan Amar tidak bisa menahan Renja jika Derel tidak mengizinkan.

Ini akan menjadi kisah akhir Renja menyerupai babu di rumah keluarganya.

Bab terkait

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   3. Rumah baru.

    Malam terakhirnya tidur di kasur kecil, Renja berhimpitan dengan Darel si pria berbadan keras. Semua orang mungkin telah tidur pulas, hanya Renja yang masih terjaga menatap langit-langit kusam yang tidak pernah absen untuk dilihat sepanjang hidupnya. Lampu tidur redup, kipas angin cacat, mereka selalu menemani Renja lebih lama dari apa pun. Besok dia akan meninggalkan semua kenangan tersebut, terkurung dalam ruang sempit tak berpenghuni. Lantas Renja melirik Darel dari ujung matanya, pria itu tidur tenang tanpa mengeluarkan suara dengkuran. Apa dia sama sekali tidak merasa canggung? Renja bertanya-tanya bagaimana cara pria itu mengatasi emosionalnya pada kenyataan sekarang. Renja tidak tahu apakah Darel sedih, marah, kecewa, apapun segala bentuk emosi, Renja benar-benar ingin tahu perasaannya. Pemikiran itu terbawa sampai ke alam mimpi Renja, namun di sana pun Renja tidak menemukan jawaban selain mimpi tidak nyambung yang selalu berpindah-pindah tempat secara mendadak. ***Arom

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-17
  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   4. Istri yang baik.

    Renja sudah selesai bersih-bersih, rumah disulap menjadi bersih dan rapi. Dia menyeka keringatnya, lalu berkacak pinggang melihat betapa hampa rumah ini. Tidak ada peralatan masak selain panci kecil untuk merebus air, kulkas atau hal lain yang menunjang dapur, sama sekali tidak ada. Bagaimana makan siang nanti? Renja pergi ke luar, rasa lelahnya seketika disapu oleh ketenangan alam. Pohon-pohon tinggi, rumput, dan suara air sungai. Renja penasaran dari mana asal suara air itu, lantas di memasang sandal, berjalan menelusuri jalan kerikil abu-abu dan biru. Renja melihat wanita di teras rumah tengah menggendong anak, dia tersenyum ramah ketika mata mereka saling bertemu. Wanita itu cantik, pakaiannya juga bagus, Renja tidak pernah melihat pakaian model itu di pasar. Tinggal tiga meter lagi Renja sampai di sungai jernih yang memiliki batu-batu alam yang besar. Renja takjub, tempat ini benar-benar indah. "Kenapa sedikit sekali yang tinggal di sini?" Dia naik ke atas batu, arus sungai

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-17
  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   5. Rumah dingin.

    Tempat tidur di sebelahnya dingin dan kosong, Renja menatap lama oleh tatapan sayu dan senyum tipis yang dipaksakan. Renja turun dari ranjang tinggi menyentuh lantai Kayu halus tak bermotif. Ia pergi ke meja segi panjang, memeriksa lauk-pauk yang ia masak. Maniknya gemetar, tak sedikitpun makanan di atas meja berkurang setelah ia tinggalkan tadi malam. "Dia kenapa tidak pulang?" Renja menatap pintu tertutup rapat, tidak bergerak dari tempatnya untuk mencoba membiarkan udara masuk. Dia menggelengkan kepala juga sedikit mengetuk dahinya sendiri. "Dia pasti sibuk, atau dia kelelahan dan tertidur di sana." Renja memperingati dirinya untuk mengerti. Dia memungut makanan basi, membawa ke dapur untuk dibersihkan. Rambut panjang diikat asal menggunakan karet yang ia temukan di atas kompor, Renja mulai melakukan keahliannya dalam mengurus rumah. Siang ini ... Darel pulang tidak, ya? Dalam sela-sela kegiatannya, dia memikirkan lagi suaminya. Apa yang disukai? Dan cara apa yang akan disenan

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-17
  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   6. Orang baru adalah orang asing.

    Terdapat sepeda usam di samping rumah pada pondok kecil seperti tempat parkir ber atap daun. Renja meninggalkan sapu halamannya, dia baru melihat sepeda hari ini sebab baru mencoba mendekati tempat itu. Renja mengecek keadaan sepeda, tidak ada kerusakan kecuali ban yang sedikit kempes. Renja naik di atasnya, mengayuh di sekitar saja untuk pengetesan. "Lumayan, bisa dibawa ke pasar."  Renja turun, memeriksa keranjang depan yang terbuat dari kawat. Memang agak berkarat, tetapi masih kuat menahan bahan masakan. Renja mendapatkan hiburan setelah bersedih sepanjang pagi. Dia kembali naik ke atas sepeda, mengelilingi rumah melewati jalan tanah padat di sekitarnya. Senyum terbit di antara mata yang bengkak, angin ciptaan dari setiap kayuhan di kakinya mengayun rambut untuk menari-nari. Sepeda ... Renja sudah lama tidak menaikinya, dia merasakan nostalgia ketika dia masih SMP pulang balik ke sekolah, atau pergi beli sesuatu yang disuruh mama

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-19
  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   7. Tekat di malam menakutkan.

    Sera pulang pada waktu matahari akan terbenam, dia menjinjing kotak martabak sebagai oleh-oleh untuk mama dan bapaknya. Pasti mereka sudah pulang jam segini, pikir Sera tidak sabar menceritakan sesuatu menarik. "Ma, Pak," Sera memanggil serta tersenyum cerah, meletakkan buah tangan di atas meja lantas ikut duduk di sofa memandang mereka antusias. Sementara mereka meraih martabak, Sera memulai gosip bernada panas. "Tadi aku jumpa Kak Renja di jalan, dia mau ke pasar menggunakan sepeda jelek." Reaksi kedua orang tuanya seperti yang Sera harapkan, menghela napas seolah beban mereka seberat gunung. "Pasti dia hidup susah, seandainya dia mau cerai terus nerima lamaran anak Pak Sugeng, Deka, yang jadi direktur di kota itu, pasti hidupnya senang sekarang." Fika sangat kecewa, dari banyaknya lamaran dari pria mapan,  Renja malah berakhir dengan seorang montir. Amar berdehem, pembicaraan tentang Renja ini menghacurkan rasa manis martabaknya. "Kau janga

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-22
  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   8. Waktumu tiga hari.

    Renja kembali memungut makanan dingin di atas meja ketika dia bangun tidur. Darel mengingkari janji, membuat masakan Renja sia-sia lagi. Renja menekan rasa panas di dadanya, seperti dia selalu memendam segala emosi jeleknya sama seperti dia bersama keluarganya yang perhitungan. Membersihkan rumah sebentar, selepas itu bersantai jenuh. Renja memiliki banyak waktu istirahat setelah dia menikah, kerap kali duduk di teras dengan secangkir teh hangat menikmati nyanyian burung di pohon-pohon tinggi. Dia mengangkat telapak tangan untuk dilihat, merasakan ada sedikit perubahan, lebih halus dari biasanya. Apa karena dia tidak melakukan pekerjaan kasar lagi? Renja juga sering berendam air hangat sebab ada bathub yang membuat Renja antusias sendiri. Dia tidak memiliki itu di rumah orang tua. "Sepertinya berendam air panas membuat kulit jadi halus."Setelah makan siang Renja tidur di kasurnya yang empuk. Sore sekitar jam tiga dia bangun, duduk lagi di tera

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-27
  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   9. Tugas dan tanggung jawab.

    Di depan cermin yang menampilkan seluruh tubuhnya, Renja berputar-putar memandang kagum piama baru nan cantik. Dia melupakan fakta beberapa jam yang lalu telah mengeluhkan pengeluaran untuk semua itu. Pakaian menang berpengaruh besar dalam untuk penampilan cantik, terbukti dari Renja yang seperti orang berbeda padahal sama sekali dia tidak menggunakan riasan. Ini baru piama, masih banyak gaun serta aksesoris indah lainnya. Renja berbalik girang. "Apa aku masih seperti gembel, Darel?" tanyanya pada sang suami yang bersandar di atas kasur tengah memperhatikan. Pria itu tersenyum tipis, istrinya jauh lebih cantik dari pada ekspetasinya. Terbayar sudah rasa lelah Darel dalam memilih pakaian wanita yang ternyata tidak mudah. "Pakaian dalamnya juga kau pakai?" Renja mengangguk malu, Darel berbelanja sampai ke titik itu; ada yang kebesaran juga ada yang kekecilan, tetapi yang pas lumayan banyak. "Kalau mau tidur enggak usah memakai bra, menurut dokter itu tidak bagus intuk kes

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-30
  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   10. Malam melelahkan.

    Rintik hujan kecil belum berhenti sejak buliran air itu turun sore tadi. Renja mengintip dari balik tirai di kamar pada hari yang mulai gelap. Sensasi dingin ini... Renja mengeluh mengantuk. Jika tidak ingat janji tiga hari itu adalah hari ini, maka Renja akan membiarkan tubuhnya meringkuk dalam kenyamanan selimut sampai pagi. Renja beralih ke dapur membuat secangkir kopi, membawanya ke meja persegi panjang untuk menikmati aroma harumnya. Semoga kantuknya lekas menghilang, Renja tak ingin mengecewakan Darel seakan mencari alasan untuk menghindar. Sebentar lagi pria itu akan pulang, Renja merasakan debar jantung menanti untuk segera melepaskan rasa tidak nyaman ini. Setelah hal itu selesai, Renja akan menjadi istri baik yang sesungguhnya. Mungkin Darel juga akan bisa lebih terbuka, Renja menahan diri untuk bertanya banyak hal tentang Darel dan keluarga pria itu. Ya, Renja ingin dekat terlebih dahulu, baru dia bisa menggali setidaknya sedikit demi sedikit. Suara motor berhenti di lu

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-02

Bab terbaru

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   65. Ambisi.

    Kepala Renja mendongak tinggi, berusaha melihat sebuah bangunan mewah yang sayangnya tak dapat dicapai matanya sampai ke puncak. Kekaguman terpancar jelas dari netranya, terpaku di samping mobil dalam halaman luas tertata strategis. Saat Darel keluar dari mobil, pria itu merangkul pinggangnya, membawa Renja masuk tanpa memberikan penjelasan ini rumah siapa. “Ini rumah siapa?” tanya Renja menghentikan langkah, tangan Darel hampir terlepas dari panggangnya sebelum pria itu ikut berhenti. “Mertuamu,” jawab Darel dalam sekali helaan napas berat. Wajah Renja seketika pucat, memegang kepala dengan kedua tangan, frustrasi. Kenapa Darel tidak bilang sejak tadi? Dia tidak membawa apa pun sebagai hadiah. Bagaimana tanggapan mertuanya nanti? Terlebih ini kali pertama mereka akan bertemu. Mata Renja menilik cepat, membara kesal. “Bagaimana aku bisa masuk tanpa membawa apa pun?! Darel kau benar-benar—” Telunjuk Darel mendarat di bibir Renja, membungkuk, wajahnya begitu dekat sampai

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   64. Berbuah manis.

    [Nah, kan, benaran hamil. Selamat, Renja.] ~Dorie.Renja tersipu setelah pesannya dibalas oleh Dorie. Setelah semuanya jelas, kebahagiaan Renja sulit digambarkan. Tidak menggunakan prasangka untuk menilai, berakhir salah paham yang membuat dia hampir melakukan tindakan konyol seperti menyembunyikan kehamilan. Memang Renja harus menekankan diri untuk komunikasi, berhenti menebak-nebak seperti dia hidup sendiri saja. Kabar ini harus diberitahukan ke keluarga. Renja menggeser layar ponsel, mencari nomor kontak mamanya. Kemudian jarinya berhenti, ponsel tersebut terlepas dari genggamannya. "Astaga bagaimana aku bisa lupa?! Bapak!" pekik Renja, memegang kepala sendiri menggunakan kedua tangan. Mabuk berkelanjutan usai turun dari penerbangan, menjadi penyebab Renja sibuk memikirkan kondisi dirinya sendiri. Pun Darel tidak menyebutkan hal itu juga, selain ikut berpikir tentang sakit Renja yang sering mual kala lapar sedikit saja. Kaki Renja turun dari Ranjang, berlari kecil keluar dari

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   63. Hasilnya.

    Menjengkelkan, hari masih gelap di luar sana, dan Renja terbangun oleh gejolak di perutnya. Wanita itu melarikan diri ke wastafel, memuntahkan makanan yang ia santap semalam. Seluruh tubuh lemas, pandangan berkunang-kunang, sehingga ia harus mencengkeram erat pinggiran wastafel. Usai itu Renja tersandar di dinding, kian merosot ke bawah sampai ia terduduk di lantai. Ranja melipat tangan di perut, meringis oleh rasa sakitnya. Terpikir olehnya untuk lekas meminum obat Magh, namun bayangan Dorie muncul begitu saja. "Kau yakin itu Magh? Bisa saja kau hamil.""Ini Testpack, kau ambil." Dia menyerahkan tiga sekaligus. "Pastikan semuanya, dan beritahu aku hasilnya nanti."Benarkah hamil? Jadi bagaiamana dengan obat yang diminum Renja? Lenguhan berat lolos, bersama tangannya yang bergerak mencengkeram surainya sendiri. Denyutan pusing semakin keras, kepalanya seakan mau pecah. Tidak bisa, ia harus mengisi perutnya dengan sesuatu, sepertinya itu cara yang paling ampuh. Bersusah payah ia ban

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   62. Magh mencurigakan.

    Sudah lebih dari seminggu liburan bersama ini, beberapa kali kapal singgah di berbagai negara berbeda, dan mereka hanya turun sebentar saja setidaknya ke toko terdekat—hanya sebatas waktu kapal berlabuh. Liburan yang menyenangkan, tidak ada penyesalan sama sekali meski ada beberapa tragedi mendebarkan. Dipikir-pikir sepertinya itu merupakan pengalaman yang berkesan, akan selalu teringat sampai kapan pun. Waktunya mereka kembali pulang, naik pesawat untuk sampai ke negara asal. Seperti waktu mereka berangkat, Renja mabuk penerbangan. Lemas, beberapa kali muntah. Darel terpaksa memberinya obat tidur, atau Renja menderita sepanjang penerbangan. "Ada apa dengan Nyonya, Pak?" tanya Malen, mengambil alih koper dari tangan majikannya setelah ia melihat keberadaan mereka di bandara—bertugas menjemput Darel. Renja terkulai lemas dalam gendongan layaknya anak kecil dalam pelukan ayahnya. Mata tertutup, wajah teramat pucat. Malen mengkhawatirkannya. "Mabuk penerbangan," jawab Darel. Kemudi

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   60. Hari cerah.

    Wanita gaun biru muda di sana sangat cantik; menggunakan topi baret putih, rambut tergerai di tiup angin, lalu heels putih berenda mutiara mini melingkar di kaki rampingnya. Dia memegang pembatas besi, bercakap-cakap menghadap laut bersama satu teman wanita yang manis menggunakan rok kuning kecoklatan, dipadukan baju kuning pisang tanpa lengan. Liana diterpa kehangatan yang mampu mencairkan kristal es di hatinya. Senyumnya terbentuk tulus, tatapan terpaku pada menantunya. Bolehkah ia menyapa? Ia ingin mengobrol dengan Renja meski sebentar. Kemudian dia melirik pria yang berbaring santai di kursi, berkaca mata hitam menghadap langit biru, membiarkan matahari pagi membakar kulitnya. Dia berjarak beberapa meter dari Renja, namun bukan berarti tidak mengawasi. Liana mendesah berat, Darel tidak mungkin senang dengan keberadaannya. "Ibu menatap kakak ipar terus. Jangan sampai punggung kakak ipar jadi bolong sebab tatapanmu, Bu," singgung Dika. Dia memakai topi dan kaca mata hitam, dudu

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   59. Kapal pesiar.

    “Uh, sekarang kopermu jadi berat!” Renja menoleh ke belakang mendengar rintihan Dorie, bertanya-tanya sejak kapan wanita itu mengambil alih kopernya. Ia melirik Darel, pria itu mengangkat bahu. “Dorie, apa yang kamu lakukan?”“Aku akan membantu membawa koper, biar Darel menggendongmu. Kau masih pucat, masih sakit, kan?” ucap Dorie. Mereka terdiam di tempat memperhatikan wanita yang sibuk sendiri itu. Angin laut menyibak masing-masing pakaian serta rambut, berdiri lebih lama lagi di pelabuhan ini, Renja rasa ia akan terbawa angin. Lantas Renja melirik Zainal, pria itu diam-diam menikmati usaha istrinya. Mereka suami istri memang cocok. “Aku baik-baik saja, Dorie. Mungkin ini efek bergadang, aku tidak tidur semalaman.”Dorie sontak mendongak, melepaskan koper, berjalan cepat sehingga jaraknya hanya satu jengkal dari Renja. Telunjuknya naik satu. “Jangan bilang kau akan tidur lagi setelah naik kapal! Ayolah, Renja, apa liburan ini hanya diisi dengan tidur siangmu.”Renja menggenggam

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   58. Singapore.

    Ini baru pertama kali Renja naik pesawat, gugup dan takut. Tangannya dingin, ia menggenggam tangan Darel erat saat pesawat lepas landas terdapat guncangan tak terhindarkan. Darel sabar menenangkannya, berempati pada Renja yang mengalami pusing sepanjang penerbangan hingga pendaratan. Darel harus menggendongnya saat mereka turun, sebab wajah Renja begitu pucat tanda ia tidak berdaya. “Apa Renja baik-baik saja?” Dorie ikut khawatir, ia menyaksikan sendiri bagaimana Darel merawat istrinya tadi. “Dia akan baik-baik saja setelah bangun tidur,” jawab Darel, sembari ia mengelus punggung Renja yang digendong menghadap depan seperti anak kecil dengan menggunakan satu tangan saja—tubuh kecil Renja memudahkan Darel—sementara tangan lainnya memegang sebuah koper. Zainal, suaminya Dorie, memperhatikan bagaimana repotnya Darel. Ia takjub akan kasih sayang pria itu terhadap istrinya. Sudah sering ia berpapasan saat melewati rumah Darel, namun baru kali ini melihatnya begitu dekat. “Koper kalian

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   57. Dahulukan diri sendiri.

    “Aku tidak enak saat mereka memperlakukan aku seperti orang besar, terlebih mereka memanggil 'Nyonya'. Aku harus bagaimana?” Darel mengusap kepala Renja, rambut panjang nan halus menggelitiki telapak tangannya. Ia terus memandang wajah yang menatapnya bingung, mata bulat yang tergambarkan rasa segan oleh situasi baru baginya. “Kau tidak menyukainya?” Renja membesarkan matanya, lantas menggelengkan kepala. Bagaimana cara mengungkapkannya, ya? Bukan tidak suka, hanya ada rasa takut membuat orang lain tersinggung. Darel tertawa akan wajah panik itu. “Jangan dipikirkan, itu pekerjaan mereka, begitulah cara mereka mendapatkan uang.”Begitu simpel ternyata, Renja mendapatkan pencerahan oleh jawaban sederhana itu. Benar, itu pekerjaan mereka, ada uang yang terlibat. Bodoh sekali, padahal di rumahnya ada Fika yang rela menjadi pesuruh di pasar demi uang. Semua orang berusaha melakukan yang terbaik demi uang, kenapa ia harus segan sementara orang-orang melalui jalannya masing-masing? “Kau

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   56. Kantor.

    Ketegangan sedikit berkurang kala dokter memberitahu; Amar hanya perlu rawat inap untuk sementara waktu. Untuk saat ini dia belum sadar, diperkirakan setidaknya 3 sampai 4 hari baru bangun. Mereka mengelilingi Amar, prihatin dengan segala lukanya. Memar, banyak goresan, dan perban membalut kaki dan tangannya. “Renja, jika kau lelah tidak apa-apa pulang atau menginap di penginapan.” Fika memberi perhatian, mungkin Darel harus bekerja besok. Fika sungkan setelah mendapatkan bantuan sebesar ini, melihat menantunya tampak lelah, jika tahu diri, Fika tidak boleh membuat mereka terjaga.Renja mendongak melihat Darel, wajahnya memang menggambarkan rasa kantuk berat. Jam dinding menampilkan pukul dua dini hari, tidak masalah kan meninggalkan Fika dan Sera di sini? Lagian Amar baru akan sadar setelah beberapa hari.“Berarti besok kau tidak sekolah, ya, Sera?”“Iya, Kak. Tenang saja, aku sudah minta Giyah membuatkan surat izin.”Renja mengangguk paham, memang itu yang ia khawatirkan. Akhirn

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status