Share

2. Pandangan sinis keluarga.

Penulis: Rinnaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Keluarga Renja mendengar penjelasan Renja atas kejadian pagi ini. Setelah mereka tahu Darel hanya seorang montir berpenghasilan kecil, raut mereka berubah tidak mengenakkan. Amar, papa Renja, hanya diam membayangkan tidak ada yang bisa membantu kemiskinan mereka.

“Keluarga kita sudah miskin, seharusnya tidak menampung orang miskin lainnya,” sindir Amar menoleh ke tempat lain seolah dia hanya menyinggung hantu tidak terlihat.

Namun adik Renja, Sera, tidak dapat lagi menahan semburan tawa, semua orang langsung melihatnya. Sera membekap mulut. “Maaf, aku hanya teringat sesuatu yang lucu.” Dia masih terkikik geli membekap mulut kuat. “Aku tidak menyangka kehidupan kakakku akan lebih miskin setelah menikah,” ucapnya sambil meninggalkan tempat.

Mata Darel menyipit. Apa barusan dia dihina? Tetapi Darel diam saja.

“Ma, bapak pergi kerja dulu, uruslah mereka.” Amar berdiri lalu pergi, dia adalah buruh bangunan.

Baginya, lebih baik tidak jadi mengambil libur daripada menemani menantu miskin untuk dekat dengan keluarganya.

“Renja, kamu obati dulu suamimu,” ucap Fika, mama Renja. Mimpinya memiliki menantu berguna lenyap sudah.

Bagaimana cara dia menunjukkan wajah pada tetangga? Sudahlah anak digerebek, menantunya hanya seorang montir lagi. Fika kesal, sebelum dia beranjak pergi, dia menghela napas berat memandang Darel.

Jelas Fika sedang mengeluh.

Renja merasa tidak enak hati, dari tadi keluarga berlaku buruk pada Darel. Semiskin itu mereka sampai sangat berharap pada menantu?

“A-aku obati luka-lukamu dulu.” Renja menggandeng lengan Darel untuk berdiri. Darel mengangguk, untunglah dia tidak menanggapi sindiran murahan itu.

Sepuluh langkah singkat, sudah sampai di kamar Renja. Rumah yang memang kecil dan kamar yang sempit. Baru satu langkah menembus pintu, Darel mencium aroma harum menyerbak terkurung dalam sepetak kamar kecil. Semua barang tertata rapi serta bersih.

Darel menoleh ke Renja, gadis cantik namun tidak terawat. Rambut panjang yang kering, kulit putih kusam, dan pakaian jelek ketinggalan zaman.

Darel merasakan genggaman tangan Renja di lengannya dalam membantu berjalan. Tidak seperti tangan perempuan yang pernah ia pegang, telapak tangan Renja kasar, tidak peduli bagaimana jari itu sebenarnya memiliki bentuk cantik serta lentik.

‘Dia sepertinya menjadi babu di rumahnya sendiri.’

Darel prihatin, apalagi setelah pembicaraan hutang tadi, orang tua Renja tampak terkejut. Itu artinya Renja tidak memberitahu mereka sama sekali.

Dari situ Darel dapat menilai, bahwa Renja tipe anak yang takut sama orang tua. Tidak heran dia bekerja keras lalu menjadi pembantu dan pastinya diremehkan.

“Aku ambil kain dan air dulu.” Renja beranjak pergi. Kesempatan untuk bernapas bebas menenangkan otaknya yang panas jika terus di samping suami dadakannya. Renja belum siap, sama sekali tidak memiliki persiapan. Bagai seseorang yang pergi perang tanpa pakaian dan senjata, dia bisa mati kapan saja.

Dia berdiam diri cukup lama di dapur, tenggelam dalam lamunan memikirkan bagaimana cara dia akan menghadapi status barunya tersebut. Mengejutkan.

“Renja.” Mama Fika memanggil, mendapat perhatian Renja detik itu juga. Fika membawa keranjang baju penuh yang baru saja ia keluarkan dari kamarnya, wanita itu meletakkan keranjang di lantai lalu berkata, “Cuci ini.”

Renja menyipit. Kenapa ada banyak sekali pakaian kotor? Padahal Renja baru mencuci semalam.

“Ma ... kok dalam sehari bisa sebanyak itu?”

“Ada tikus mati dalam lemari baju mama. Semua jadi bau, kamu cuci, ya. Mama mau pergi bantu penjual ikan di pasar.” Dia pergi, bersama handuk kecil tersangkut di lehernya.

Renja menghembus nafas kasar, padahal otaknya masih panas, lalu dia disuguhi rasa lelah baru.

“Kak, papa tadi titip pesan: tebas rumput tinggi di belakang rumah,” Sere berkata sembari menuangkan air putih ke dalam gelas untuk langsung diminum.

Mereka seolah lupa kalau di rumah mereka ada orang berstatus menantu. Mereka bersikap seperti biasa memperlakukan Renja bak pengangguran yang pantas menerima banyak pekerjaan rumah termasuk pekerjaan laki-laki.

Sera melihat wajah Renja yang hanya diam, lalu Sera tersenyum, menepuk pundak Renja. “Tidak apa-apa, jangan sedih. Walau Abang Darel berpenghasilan kecil, tapi setidaknya dia tampan.” Sera tertawa memegang perutnya. Lalu dia kembali berucap, “walau itu tidak bisa membuat Kakak kenyang.”

Renja menoleh. “Bukan itu yang aku pikirkan, tidak masalah berapapun gajinya.”

Sera berpapasan dengan Darel, gadis itu tersenyum tipis menyapa. Kedua orang tuanya tidak menyukai Darel, Sera sendiri netral, hanya saja dia suka menghina.

“Aku yang akan menebas. Besok kita langsung pindah ke rumahku.”

Darel ternyata melihat dan mendengar semuanya, dia menyusul sebab Renja terlalu lama hanya untuk mengambil kain dan air. Lalu apa ini? Belum lama dia menginjak rumah ini, dia sudah melihat bagaimana lelahnya Renja sebagai seorang gadis.

“Ah! Enggak usah, aku aja. Kamu istirahat saja.” Renja tidak enak hati, belum lagi kondisi Darel tidak baik untuk mengayun parang. Dia mendorong Darel untuk kembali ke kamar, tetapi Darel tidak bergerak dari tempatnya.

“Darel, ayo. Aku obati lukamu.”

“Di mana parangnya? Obati aku setelah itu.”

“Derel.” Renja memanggil panjang sembari menggelengkan kepala. “Aku sudah biasa.”

Tampaknya gadis ini akan semakin sulit menunjukkan wajahnya jika Darel membantu.

Dia melewati Renja, mencari parang sendiri menelusuri dapur. Dapat! Parang itu berada di dekat belakang pintu, dia langsung pergi tidak peduli bagaimana Renja mencegahnya.

“Astaga, dia memang keras kepala seperti itu, ya?” Renja berkedip-kedip heran. Entah Darel yang aneh, atau Renja yang tengah pening.

Bagaimana mereka bisa memperebutkan pekerjaan?

***

Usai makan malam masing-masing terpisah—di depan TV, dapur, meja makan, sudut rumah mana pun. Jarang keluarga tersebut makan bersama di tempat yang sama. Tidak ada tradisi yang membuat Derel mengernyit, sebab keluarga Renja berbanding terbalik dengan keluarganya di kota.

Tiba-tiba Darel meringis setelah mengingat keluarga yang jauh di sana. Darel sudah lama meninggalkan mereka, meninggalkan rasa bersalah namun tetap membenci.

“Kemasi barangmu, besok pagi kita pergi,” ucap Darel sengaja agak lantang agar penghuni rumah kecil ini dapat mendengar.

Benar saja, Fika datang ke meja makan tempat anak dan menantunya duduk. “Ka-kalian akan pergi besok?” tanyanya terlihat resah.

“Iya, Ma.” Darel menjawab singkat, namun tidak meninggalkan kesan sopan sebagaimana menantu. Dia menumpuk piring, setelah ini dia akan membantu Renja mencuci semua piring kotor.

Fika duduk di bangku kosong, menatap Renja dan Darel bergantian. Wanita ini kesulitan membuka mulut, otaknya bekerja keras sudah membayangkan bagaimana rumah ini tanpa Renja.

Fika akan sangat kelelahan jika pulang dari pasar dia harus mengurus segala pekerjaan rumah bahkan memanjat genteng untuk memperbaiki genteng bocor.

Suaminya, Amar, adalah sosok pria yang berpikir dangkal. Menurut pria itu, tugasnya hanya bekerja di luar, urusan rumah bukanlah tugasnya. Memang masih banyak laki-laki berpikir demikian di tanah air ini, terlebih di desa.

Sementara perempuan, tak jarang mereka bekerja tetapi pulang ke rumah mereka tetap bekerja mengurus ini itu, termasuk mengurus suami yang mengeluh capek.

“Bagaimana kalau kalian tinggal di sini saja,” saran Fika mengusulkan ide yang tetap menguntungkannya.

“Mama Mertua, aku takut menghabiskan makanan dan minuman kalian.” Darel tersenyum ramah. “Bagaimana jika aku tidak bisa menggantinya? Kalian akan kelaparan juga.”

Fika seakan disebut perhitungan atau pelit barusan. Namun wanita ini bingung, Darel sedang menyinggung atau hanya berkata apa adanya?

“Ka-kalau begitu berusahalah mencari uang yang banyak, jadi kau tidak perlu malu makan dan tidur di rumah kami.” Fika masih berusaha menahan Renja.

Darel mengengkan kepala. Tidak bisa, Darel tak ingin lebih lama di rumah ini, pun Darel ingin memoles istrinya menjadi yang tercantik. Kelak ketika Darel membawa istrinya berkunjung ke rumah keluarganya di kota, Darel bisa menyombongkan diri.

Kebetulan Renja menjadi perwujudan yang tepat.

"Maaf, Ma, sepertinya tidak bisa.”

“Kau punya motor, bukan masalah bagimu untuk pulang-balik ke sini, kan?” Fika masih berusaha, mengutuk diam-diam menantunya yang tampak sombong.

“Terus apa gunanya rumahku? Kosong?”

Renja hanya menjadi penonton dalam pembicaraan Darel dan Fika, dia tidak akan masuk ke dalam percakapan, Renja akan ikut kemauan suaminya sebab Darel lebih berhak sekarang.

Fika dan Amar tidak bisa menahan Renja jika Derel tidak mengizinkan.

Ini akan menjadi kisah akhir Renja menyerupai babu di rumah keluarganya.

Bab terkait

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   3. Rumah baru.

    Malam terakhirnya tidur di kasur kecil, Renja berhimpitan dengan Darel si pria berbadan keras. Semua orang mungkin telah tidur pulas, hanya Renja yang masih terjaga menatap langit-langit kusam yang tidak pernah absen untuk dilihat sepanjang hidupnya. Lampu tidur redup, kipas angin cacat, mereka selalu menemani Renja lebih lama dari apa pun. Besok dia akan meninggalkan semua kenangan tersebut, terkurung dalam ruang sempit tak berpenghuni. Lantas Renja melirik Darel dari ujung matanya, pria itu tidur tenang tanpa mengeluarkan suara dengkuran. Apa dia sama sekali tidak merasa canggung? Renja bertanya-tanya bagaimana cara pria itu mengatasi emosionalnya pada kenyataan sekarang. Renja tidak tahu apakah Darel sedih, marah, kecewa, apapun segala bentuk emosi, Renja benar-benar ingin tahu perasaannya. Pemikiran itu terbawa sampai ke alam mimpi Renja, namun di sana pun Renja tidak menemukan jawaban selain mimpi tidak nyambung yang selalu berpindah-pindah tempat secara mendadak. ***Arom

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   4. Istri yang baik.

    Renja sudah selesai bersih-bersih, rumah disulap menjadi bersih dan rapi. Dia menyeka keringatnya, lalu berkacak pinggang melihat betapa hampa rumah ini. Tidak ada peralatan masak selain panci kecil untuk merebus air, kulkas atau hal lain yang menunjang dapur, sama sekali tidak ada. Bagaimana makan siang nanti? Renja pergi ke luar, rasa lelahnya seketika disapu oleh ketenangan alam. Pohon-pohon tinggi, rumput, dan suara air sungai. Renja penasaran dari mana asal suara air itu, lantas di memasang sandal, berjalan menelusuri jalan kerikil abu-abu dan biru. Renja melihat wanita di teras rumah tengah menggendong anak, dia tersenyum ramah ketika mata mereka saling bertemu. Wanita itu cantik, pakaiannya juga bagus, Renja tidak pernah melihat pakaian model itu di pasar. Tinggal tiga meter lagi Renja sampai di sungai jernih yang memiliki batu-batu alam yang besar. Renja takjub, tempat ini benar-benar indah. "Kenapa sedikit sekali yang tinggal di sini?" Dia naik ke atas batu, arus sungai

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   5. Rumah dingin.

    Tempat tidur di sebelahnya dingin dan kosong, Renja menatap lama oleh tatapan sayu dan senyum tipis yang dipaksakan. Renja turun dari ranjang tinggi menyentuh lantai Kayu halus tak bermotif. Ia pergi ke meja segi panjang, memeriksa lauk-pauk yang ia masak. Maniknya gemetar, tak sedikitpun makanan di atas meja berkurang setelah ia tinggalkan tadi malam. "Dia kenapa tidak pulang?" Renja menatap pintu tertutup rapat, tidak bergerak dari tempatnya untuk mencoba membiarkan udara masuk. Dia menggelengkan kepala juga sedikit mengetuk dahinya sendiri. "Dia pasti sibuk, atau dia kelelahan dan tertidur di sana." Renja memperingati dirinya untuk mengerti. Dia memungut makanan basi, membawa ke dapur untuk dibersihkan. Rambut panjang diikat asal menggunakan karet yang ia temukan di atas kompor, Renja mulai melakukan keahliannya dalam mengurus rumah. Siang ini ... Darel pulang tidak, ya? Dalam sela-sela kegiatannya, dia memikirkan lagi suaminya. Apa yang disukai? Dan cara apa yang akan disenan

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   6. Orang baru adalah orang asing.

    Terdapat sepeda usam di samping rumah pada pondok kecil seperti tempat parkir ber atap daun. Renja meninggalkan sapu halamannya, dia baru melihat sepeda hari ini sebab baru mencoba mendekati tempat itu. Renja mengecek keadaan sepeda, tidak ada kerusakan kecuali ban yang sedikit kempes. Renja naik di atasnya, mengayuh di sekitar saja untuk pengetesan. "Lumayan, bisa dibawa ke pasar."  Renja turun, memeriksa keranjang depan yang terbuat dari kawat. Memang agak berkarat, tetapi masih kuat menahan bahan masakan. Renja mendapatkan hiburan setelah bersedih sepanjang pagi. Dia kembali naik ke atas sepeda, mengelilingi rumah melewati jalan tanah padat di sekitarnya. Senyum terbit di antara mata yang bengkak, angin ciptaan dari setiap kayuhan di kakinya mengayun rambut untuk menari-nari. Sepeda ... Renja sudah lama tidak menaikinya, dia merasakan nostalgia ketika dia masih SMP pulang balik ke sekolah, atau pergi beli sesuatu yang disuruh mama

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   7. Tekat di malam menakutkan.

    Sera pulang pada waktu matahari akan terbenam, dia menjinjing kotak martabak sebagai oleh-oleh untuk mama dan bapaknya. Pasti mereka sudah pulang jam segini, pikir Sera tidak sabar menceritakan sesuatu menarik. "Ma, Pak," Sera memanggil serta tersenyum cerah, meletakkan buah tangan di atas meja lantas ikut duduk di sofa memandang mereka antusias. Sementara mereka meraih martabak, Sera memulai gosip bernada panas. "Tadi aku jumpa Kak Renja di jalan, dia mau ke pasar menggunakan sepeda jelek." Reaksi kedua orang tuanya seperti yang Sera harapkan, menghela napas seolah beban mereka seberat gunung. "Pasti dia hidup susah, seandainya dia mau cerai terus nerima lamaran anak Pak Sugeng, Deka, yang jadi direktur di kota itu, pasti hidupnya senang sekarang." Fika sangat kecewa, dari banyaknya lamaran dari pria mapan,  Renja malah berakhir dengan seorang montir. Amar berdehem, pembicaraan tentang Renja ini menghacurkan rasa manis martabaknya. "Kau janga

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   8. Waktumu tiga hari.

    Renja kembali memungut makanan dingin di atas meja ketika dia bangun tidur. Darel mengingkari janji, membuat masakan Renja sia-sia lagi. Renja menekan rasa panas di dadanya, seperti dia selalu memendam segala emosi jeleknya sama seperti dia bersama keluarganya yang perhitungan. Membersihkan rumah sebentar, selepas itu bersantai jenuh. Renja memiliki banyak waktu istirahat setelah dia menikah, kerap kali duduk di teras dengan secangkir teh hangat menikmati nyanyian burung di pohon-pohon tinggi. Dia mengangkat telapak tangan untuk dilihat, merasakan ada sedikit perubahan, lebih halus dari biasanya. Apa karena dia tidak melakukan pekerjaan kasar lagi? Renja juga sering berendam air hangat sebab ada bathub yang membuat Renja antusias sendiri. Dia tidak memiliki itu di rumah orang tua. "Sepertinya berendam air panas membuat kulit jadi halus."Setelah makan siang Renja tidur di kasurnya yang empuk. Sore sekitar jam tiga dia bangun, duduk lagi di tera

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   9. Tugas dan tanggung jawab.

    Di depan cermin yang menampilkan seluruh tubuhnya, Renja berputar-putar memandang kagum piama baru nan cantik. Dia melupakan fakta beberapa jam yang lalu telah mengeluhkan pengeluaran untuk semua itu. Pakaian menang berpengaruh besar dalam untuk penampilan cantik, terbukti dari Renja yang seperti orang berbeda padahal sama sekali dia tidak menggunakan riasan. Ini baru piama, masih banyak gaun serta aksesoris indah lainnya. Renja berbalik girang. "Apa aku masih seperti gembel, Darel?" tanyanya pada sang suami yang bersandar di atas kasur tengah memperhatikan. Pria itu tersenyum tipis, istrinya jauh lebih cantik dari pada ekspetasinya. Terbayar sudah rasa lelah Darel dalam memilih pakaian wanita yang ternyata tidak mudah. "Pakaian dalamnya juga kau pakai?" Renja mengangguk malu, Darel berbelanja sampai ke titik itu; ada yang kebesaran juga ada yang kekecilan, tetapi yang pas lumayan banyak. "Kalau mau tidur enggak usah memakai bra, menurut dokter itu tidak bagus intuk kes

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   10. Malam melelahkan.

    Rintik hujan kecil belum berhenti sejak buliran air itu turun sore tadi. Renja mengintip dari balik tirai di kamar pada hari yang mulai gelap. Sensasi dingin ini... Renja mengeluh mengantuk. Jika tidak ingat janji tiga hari itu adalah hari ini, maka Renja akan membiarkan tubuhnya meringkuk dalam kenyamanan selimut sampai pagi. Renja beralih ke dapur membuat secangkir kopi, membawanya ke meja persegi panjang untuk menikmati aroma harumnya. Semoga kantuknya lekas menghilang, Renja tak ingin mengecewakan Darel seakan mencari alasan untuk menghindar. Sebentar lagi pria itu akan pulang, Renja merasakan debar jantung menanti untuk segera melepaskan rasa tidak nyaman ini. Setelah hal itu selesai, Renja akan menjadi istri baik yang sesungguhnya. Mungkin Darel juga akan bisa lebih terbuka, Renja menahan diri untuk bertanya banyak hal tentang Darel dan keluarga pria itu. Ya, Renja ingin dekat terlebih dahulu, baru dia bisa menggali setidaknya sedikit demi sedikit. Suara motor berhenti di lu

Bab terbaru

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   52. Tegertak oleh ancaman.

    Ting.... Saat itu, Darel menerima pesan baru dari nomor yang tidak terdaftar dari kontaknya. Alis mengerut oleh kiriman video belum terunduh. Apa maksudnya ini? Orang tidak dikenal tiba-tiba mengirimkan video. Salah kirim? Kala ia membuka video tersebut, alangkah kagetnya ia dengan isinya, video mesum di masa lalu dengan wanita masa lalu. Mereka berhubungan intim, jelas terekam secara diam-diam. “Sialan!” Darel tersandar ke dinding, pandangannya lurus ke arah wanita yang sibuk berkutat dengan tanaman di halaman. [Aku akan kirim videonya ke istrimu kalau kau tidak menuruti permintaanku.]Mata Darel terbelalak besar, ia tahu sekarang bahwa ini adalah nomor Sina. Bagaimana jika Renja melihat video itu? Marah? Jijik? Darel merinding membayangkan ekspresi geli Renja terhadapnya. Ia memijat pangkal hidung, frustrasi dan bertanya-tanya kenapa wanita itu mengganggunya ketika Darel telah menetapkan rumahnya. [Berapa yang kau mau?] ~Darel.[Aku tidak ingin uang, aku ingin mengenang kembal

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   51. Penculik mati kutu.

    Darel selalu menanyakan kabar Renja, mendapatkan kiriman foto wanita itu, tampak sama sekali tidak ada kebahagiaan dari wajah Renja. Setiap foto yang datang selalu berwajah datar, di mana pun ia berada, sekalipun berada di taman hiburan yang menyenangkan. Rindu menggebu ingin segera menggenggamnya kembali, tapi demi tujuannya ia rela menunggu lebih lama lagi menahan gejolak sepi. Kinda harus mengerti, tindakannya hanya memperjelas bertapa besar perasaan Renja untuk Darel. Dengan begitu dia akan berhenti ikut campur perkara rumah tangga orang, sadar bahwa dia tidak memiliki kesempatan mendapatkan wanita itu. Terlentang di kasur, Darel mencari kembali foto Kinda yang tampak menyedihkan sebab diabaikan oleh Renja, itu foto tiga hari lalu yang dikirim oleh agen. Lihat nanti bagaimana ia akan mengantar sendiri Renja pulang ke tempat ini, seperti saat ia mengantar Renja pulang kala wanita tersebut merajuk pergi ke rumah orang tua dulu.“Aku akan menertawakanmu nanti,” ia bergumam sepert

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   50. Tidak bisa tidur karenanya.

    Darel menurunkan sebelah kaki menahan motor yang berhenti di depan gerbang. Ia penasaran kenapa gerbang yang seharusnya tertutup itu terbuka lebar tanpa seorangpun satpam berjaga di depan. Ia melirik ke post, melihat beberapa kaki terbujur berantakan seolah mereka mati di sana. Maka ia mendekati mereka. Mengernyit, posisi mereka saling tumpang tindih, berantakan tak peduli tumpahan kopi di mana-mana sebab posisi demikian. “Hei, bangun!” Mereka tidak mendengar, Darel geram dibuatnya. Meski malam memang waktunya tidur, tapi itu bukan waktu mereka yang telah menelan uangnya. Setidaknya ada pergantian waktu sebagai peringan perkerjaan, karena mereka berjumlah empat orang. Ada satu kardus air mineral gelas di sisi teras dalam, dia mengambil satu lantas menumpahkan air di wajah mereka. “Tuan Darel!” Mereka sontak terduduk, tertekan oleh tatapan tidak senang dari sang majikan. “Ka-kami tertidur?” Mereka saling pandang tidak mengerti, hal seperti ini sebelumnya tidak pernah terjadi sebab

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   49. Dilarang masuk.

    “Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi....”Kinda hampir menghempas ponselnya sebab lagi-lagi suara itu yang keluar saat ia menelepon Renja. Memijat pangkal hidung, ia benar-benar frustrasi memikirkan apa yang sedang terjadi di sana. Sudah berapa hari semenjak ia memergoki Darel menghabiskan waktu dengan wanita lain? Lebih dari seminggu. Sejak itulah kontaknya dengan Renja terputus, tidak peduli jika Kinda mencoba menipu dengan cara mengganti nomor, Renja tetap tidak dapat dihubungi. Artinya, HP Renja dalam keadaan mati, ya, kemungkinan besar. “Biarkan aku masuk!” Kinda membentak penjaga yang menghalangi dia di depan gerbang kayu. Mau berapa kali ia bolak-balik hanya untuk mencari kesempatan masuk. Kakinya sudah kram berdiri terlalu lama, capek juga menghadapi satpam yang tetap pada pendirian. Mereka tidak mempan disogok, Kinda telan mencoba banyak cara. “Maaf, kami diperintahkan untuk melarang Anda.”Menggusar rambut kasar, bolehkah ia mengajak duel para satpam tersebut? Tida

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   48. Terjebak.

    Darel membiarkan Renja tertidur setelah perdebatan mereka menguras air mata wanita itu. Ia berhati-hati melepaskan dekapan, kedua kakinya menyentuh lantai dingin. Sekali lagi ia melirik Renja lantas mendesah berat. Tujuan Darel ialah ponsel Renja yang tergeletak di nakas sisi lain dari Darel. 'Siapa saja yang bertukar dengan Renja?' Riwayat terbaru seperti dugaan Darel, siapa lagi kalau bukan Kinda. Pria itulah yang mengirimkan foto-fotonya bersama Sina. Pantas saja Darel merasa diawasi sepanjang melangkah, namun bodohnya ia memilih tidak peduli. Nyatanya terpampang jelas di bekas chat tersebut, Kinda yang mempengaruhi Renja untuk menuntut penjelasan dari Darel. 'Sialan kau, Kinda, awas saja jika kita bertemu lagi.' Yona? Ia tak percaya Renja menyimpan nomor wanita itu, siapa yang menduga mereka pernah bertukar pesan. Penasaran apa yang dibahas mereka, akan menyenangkan melihat Renja mengancam Yona atau mengejeknya dibalik topeng ramahnya jika dibandingkan bertemu secara langsung.

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   47. Maaf.

    Renja duduk di depan meja hias, rambutnya dibungkus handuk karena ia baru saja selesai mandi sebab pesan terakhir Kinda memberitahu bahwa Darel pulang hari ini. Meski sudah sore, Renja menggunakan riasan, berusaha menyembunyikan jejak wajah sembab. Dia juga sudah selesai memasak, sebentar lagi Darel pasti akan sampai. Jantungnya menggebu-gebu, menimpal pewarna pipi membantunya terlihat lebih segar. Air mata yang ingin jatuh, ia tahan mati-matian, berulang kali menimbulkan pikiran positif untuk menghibur diri sendiri. [Kali ini kau harus tegas, Renja.] ~Kinda.Pesan Kinda terngiang-ngiang, pria itu terus mengirim pesan mendorongnya untuk lebih berani. [Bersikap adillah pada diri sendiri. Kau terlalu banyak mengalah.] ~Kinda.Tangan Renja langsung jatuh ke atas meja, kuas make-up ikut berceceran akibat senggolan tangan Renja. Wanita itu mendongak ke atas, air matanya tidak terbendung lagi. Tarik napas dalam-dalam, hembuskan, lakukan berulang kali meski tidak merasa lebih baik.‘Harus

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   46. Cinta tanpa memiliki.

    Sudah dua hari semenjak ia ditinggalkan sendiri dengan peraturan membentuk rantai mengekang leher membatasi pergerakkan Renja. Hari-hari ia melamun duduk di teras yang bersuasana hening. Ia ingin menjadi seperti orang yang bisa mendapatkan kesenangan dari HP, tapi mata Renja tidak bisa bertahan lama menatap layar—matanya perih. Benda pipih tersebut tergeletak di atas meja dalam keadaan padam, bekas Renja mencoba menghubungi Darel namun tidak mendapatkan respon. Ia penasaran, apa membeli alat-alat bengkel memang memakan waktu berhari-hari? Bahkan tidak dapat dihubungi. Ting. Belum lepas pandangan Renja dari HP, layarnya menyala menunjukkan sebuah notifikasi chat. Gerakannya cepat menyambar ponsel, tapi yang tertera ialah nama Kinda. [Suamimu ada di mana?] Kinda memperhatikan pria di depannya dalam gedung mall menuju lantai atas, ia merendahkan topi agar Darel tidak menyadari Kinda mengikutinya. Sesekali ia mengangkat ponsel, menunggu Renja sedang mengetik. Syukurlah Renja membaca

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   45. Kebohongan lebih banyak.

    Dia kecewa namun ia enggan menyuarakan. Menatap jaket di tangannya, kelembapan membuat ia tak nyaman. Jika tidak segera dicuci akan mengeluarkan bau apek. Yang benar saja Yona mengembalikan barang dari orang yang ditaksir seperti ini? Paling tidak dicuci, jelas mereka ditemani rintik hujan tadi malam. Hanya satu jaket saja, Renja mencucinya melalui keran wastafel. Seiring tangannya bergerak, rambut panjang menjuntai ke bawah hampir merendam ujungnya sebelum Renja mengangkat kepalanya. Bagaimana ini? Tangannya sudah dipenuhi oleh sabun. Baru akan mencuci tangan, rambutnya digenggam ke belakang oleh sosok yang mulai terasa kehadirannya. “Biar aku saja yang ikat,” tutur Darel, ia menggunakan pita putih entah bekas apa tersangkut di paku dinding. Kini leher Renja bersih dari untaian tipis surai hitam, namun bercak-bercak di lehernya tidak tersamarkan. “Apa tadi malam aku sangat kasar?” Ah, dia merasa tidak wajar dengan kismark bertebaran di mana-mana, itu tidak bagus menurut dokter.

  • Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir   44. Tahun baru.

    Rintik-rintik air menghantam atap menciptakan suasana dingin mengundang kantuk pada siapa saja yang sendiri serta luang. Menggenggam selimut tebal di dada, Renja tidak berani menurunkan kaki untuk melihat malam terakhir tahun ini. Rambutnya tergerai halus di atas bantal, mata tak kunjung tidur kendati berkedip sayu.Menit kemudian suara kembang api menembak dan bermekaran di angkasa gelap gulita ditangkap oleh indra pendengarannya. Meski gerimis orang desa di luar gerbang merayakan malam ini dengan gembira. Apa cuman Renja yang tidak pernah tahu rasanya kemeriahan malam tahun baru? Selalu saja menjadi pendengar di atas tempat tidur seorang diri. Bibirnya menukik tipis teringat Darel, pria itu pasti sibuk bekerja bercucuran keringat dingin. Mungkin malam tahun baru Renja masih lebih baik dari pria itu, merasakan kehangatan dalam selimut dari pada diserang dingin di luar sana. ‘Aku harap dia tidak kedinginan. Semoga tahun ini menjadi bagian moment indah dalam hidup kita,” gumam Renja

DMCA.com Protection Status