PoV 3
****"Gimana kabar kamu, Juna?" tanya Bu Windy pada keponakannya. Ia datang bersama suami.
"Lumayan membaik, Tante." Arjuna menjawab di balik prasangka.
"Syukurlah kalau kamu lebih baik, Juna. Tante dan Om bawa perawat khusus buat kamu. Dia akan segera datang." Pak Idris berkata.
"Iya, dan dia akan memulihkan kondisi kamu, Juna. Biar lebih cepat kamu sembuhnya. Tante sudah hubungi perawat handal." Bu Windy menimpali. Mereka berdua belum tahu perihal keberadaan Putri, karena wanita yang di amanati olah Feri itu sedang pergi keluar sebentar.
"Gak usah, Tante, disini perawat 'kan sudah ada. Tante dan Om gak usah cari perawat lagi buat Juna." Jawaban Arjuna otomatis membuat Bu Windy makin memaksa.
"Enggak. Tante sudah siapin perawat buat rawat kamu sampai se
PoV 3***Di pagi hari yang tak begitu cerah namun bukan menandakan akan turun hujan, Aurel sudah duduk santai di balkon. Ia sambil menyeruput kopi susu masih terus membayangkan bagaimana ekspresi Om dan Tantenya bila nanti di seret oleh pihak berwajib.( Dering panggilan masuk )"Feri?" Aurel melihat gawai tipis miliknya yang sedari tadi ia bawa dan simpan di meja dekat secangkir kopi."Assalamualaikum, Fer?" Aurel mengangkat panggilan dengan lembut dan santun."Waalaikum salam, Rel. Ada hal yang ingin aku katakan sama kamu." Feri langsung menjawab salam dan jelaskan sesuatu."Iya, apa?" Kembali Aurel seruput kopi di tangannya itu. Lalu ia letakkan kembali di atas meja."Ada perawat baru yang menggantikan Putri. Dan itu suruhan tante Windy. Putri kemarin sore bilang
PoV 3***"Loh, kok kayak foto ... emmm." Aurel mengingat. Kertas foto yang ia temukan itu bergambarkan seorang wanita gadis berambut panjang. Kira-kira fotonya di ambil di usia sepuluh tahunan. Wajahnya yang tanpa rias makeup, menjadikan Aurel susah untuk mengenali wanita yang ada di foto itu. Kalaupun pakai makeup, belum tentu Aurel hafal."Kayak gak asing?" pikir Aurel. Dia berkali-kali memastikan kalau foto orang yang ia lihat itu benar-benar pernah bertemu dengannya.( Dering Panggilan Masuk )Aurel segera merogoh gawainya dari dalam tas. Foto yang tadi ia temukan sejenak di simpan ke dalam tas. Lalu ia angkat panggilan dari sekretaris kantor."Oh, oke. Saya lima belas menit lagi sampai." Aurel menjawab. Dia dengan tergesa-gesa memasukkan kembali gawai lalu berjalan cepat menuju mobil. Hari itu dia
PoV 3***"Kenapa badan gue jadi gak enak lagi?" ucap Arjuna dalam hati. Kelihatannya dia sedang berkeluh kesah mengenai kesehatan yang malah kembali memburuk."Sore, Mas Juna." Suster Neti datang. Ia seperti biasa tampakkan senyuman ramah.Tenggorokan Arjuna seperti sakit. Ingin bicara lagi agak susah. "Sus, minta minum!" Arjuna meminta segelas air putih pada perawat gadungan itu."Oh, baik, sebentar ya, Mas." Perawat itu memberikan segelas air putih untuk Arjuna konsumsi. "Ini, Mas," kata Neti sambil menyodorkan gelas yang di bubuhi sedotan. Nampaknya Juna agak kesulitan bangun."Mbak, tolong panggilkan dokter, kok badan saya jadi gak enakkan?" Arjuna menduga. Dan ia meminta di panggilkan dokter."Nanti saya panggil dokter ya, Mas.""Sekaran
PoV 3***Di sore hari yang istimewa dengan seokan angin kencang itu beberapa orang berbaju hitam sudah menunggu di depan pintu rumah Arjuna dan Tania. Mereka berjumlah empat orang. Tiga orang sudah sigap di depan pintu dengan perawakan gagah tinggi besar, dan satu orang menunggu di mobil."Teman si Juna siapa ya, Pah?" Windy dan Idris masih berjalan santai sambil berbincang-bincang menuruni tangga. Seakan hanya sesuatu hal baik saja yang akan mereka temui."Gak tahu. Pasti karib kerjanya. Mobilnya juga bagus. Atau dia dari luar negeri sengaja ingin bertemu Arjuna, Mah." Idris berkomentar. Mereka jalan berdampingan karena tangga lumayan lebar. Tangga lumayan panjang lebih dari empat puluh anak tangga itu menjadi saksi drama langkah dan tawa mereka."Eh, Pah, tadi si Neti tiba-tiba akhiri obrolan sama Mama. Pas di tel
PoV 3***"Loh? Kok innalilahi? Fer? Siapa yang meninggal?" Aurel bertanya-tanya dalam kekagetan. Berharap tidak terjadi apa-apa pada Arjuna. Karena kalau Putri yang menelpon, berarti ada kemungkinan besar urusannya adalah tentang Arjuna."Kak? Ini bukan soal Kak Juna, kan?" Tania kini yang bicara. Ada rasa khawatir menggerogoti pikiran Tania dan Aurel.Feri yang baru saja menutup panggilan pun mulai angkat bicara. Raut wajahnya mengiba. Dan itu makin membuat Aurel juga Tania kaget."Bukan soal Juna, tapi suster gadungan yang jaga Arjuna, yang suruhan tante Windy itu ... kejepit lift saat mau kabur. Kakinya kejepit dan harus di amputasi."Tiba-tiba Aurel dan Tania ikut lega. "Syukurlah, kalau bukan soal Arjuna.""Syukurlah kalau bukan soal kak Juna." Keduanya
Disangka Masih Hilang IngatanPart 71PoV 3"Juna," kata Feri saat setelah ia masuk bersama Aurel, Tania dan juga Putri. Namun Arjuna masih diam menatap langit-langit kamar rawat."Kak Juna?" Kini Tania yang bicara sambil mendekat. Wajahnya penuh dengan raut iba dan belas kasih.Arjuna hanya diam. Apalagi kini ia sudah tahu kalau om dan tantenya itu bukanlah orang yang baik."Kak Juna? Kakak udah baikan?" Tania bertanya. Meraba lengan kakaknya yang masih saja terbaring mematung."Bicara dong, Kak. Tania kesini mau jenguk Kaka Juna. Bukan di cue
*Flashback on*PoV Sandra"Hana idap penyakit serius, San," kata Mas Yudi tiba-tiba utarakan hal serius padaku. Dia memang habis pulang dari rumah sakit mengantar Mbak Hana periksakan keluhannya selama ini."Apa? Sakit, Mas?" Aku kaget. Ini bukan kaget belaka atau sebagai basa-basi seorang wanita yang di madu.Mas Yudi mengangguk."Sakit apa?" Aku benar-benar penasaran.Hela nafas Mas Yudi sejenak itu terdengar mengerikan. Seakan ada rasa kekacauan yang amat mendalam. Seakan ada rasa kekhawatiran dan kekecewaan yang menggelora jiwa. Kedipan bola mata pun mulai terlihat berat."Aku berniat cek kondisi kesehatannya. Tapi ... ternyata Hana idap kank
Disangka Masih Hilang IngatanPart 73♥️♥️♥️PoV 3"Ada apa, Fer?" Aurel bertanya perihal Feri yang terburu-buru keluar hendak memanggil dokter. Dan kini dokter, pun suster telah masuk ke dalam ruangan Arjuna.Feri sangat khawatir. "Arjuna kejang-kejang. Entah kenapa." Saat Feri menjawab dokter telah masuk. Suster menyuruh mereka menunggu di luar. Termasuk Sandra yang di dalam pun sejenak di minta menunggu oleh suster."Kejang?" Aurel kaget."Kak Juna kejang-kejang?" Tania pun sama halnya."Ya Allah, selamatkanlah anak hamba." Sandra menangis meratapi kondisi Arjuna yang mengkhawatirkan. Mereka semu