"Ren, Aku nggak menyangka kamu akan datang kemari? Terima kasih, ya," ucap Alissa seraya menggiring Rena berjalan menuju ruang tamu"Maaf ya, aku akhir-akhir ini sangat sibuk, jadi baru sempat ke sini sekarang." "Nggak pa-pa, Ren. Kamu ke sini sekarang aja aku dah seneng banget, kok." Alissa ingin sekali mengatakan sesuatu pada Rena, namun ia harus memastikan bahwa Riana tidak boleh mendengarnya. Ia pun melirik ke arah belakang. Ia melihat ada Riana yang sedang mengikutinya, membuat ia mengurungkan niatnya. Alissa dan Rena duduk bersebelahan di sofa ruang tamu dan sedang bercanda bersama. Akan tetapi, Riana yang sejak tadi mengikuti mereka, seakan tidak mau pergi dan itu membuat mereka merasa tidak nyaman. Riana seakan sengaja mengawasi mereka. "Kamu sampai kapan sih, berdiri di sini, Riana? Pergi dari sini! Buatkan minum untuk temanku?" tegur Alissa."Maaf, Nyonya! Baik, akan saya buatkan." Riana pergi meninggalkan Alissa dan Rena dengan wajah di tengkuk ke depan. Ia seakan tidak t
"Sayang! Kok, kamu di luar. Bukankah harusnya kamu istirahat, sekarang?" seru Erick bernada seolah khawatir. Erick yang baru saja datang, segera menghampiri Alissa dan duduk di samping Alissa. "Kamu sudah pulang, Mas? Bukannya kamu baru saja pergi, kenapa cepat kembali?" Alissa menatap Erick dan Riana bergantian, curiga bahwa kepulangan Erick ada hubungannya dengan Riana. ""Tadi aku baru saja selesai meeting. Entah kenapa perasaanku tidak enak, makanya aku pulang. Ternyata benar, kamu kebanyakan aktifitas, harusnya kamu istirahat, Sayang." Ucapan Erick seakan membuat Alissa semakin jijik, ia memalingkan wajahnya dan meringis geli menghadap Rena. Namun, sedetik kemudian ia berbalik lagi menghadap Erick dengan senyumannya. Bahkan, Rena yang baru saat ini melihatnya pun nampak ikut merasa geli dengan tindakan Erick."Aku tidak apa-apa, Mas." Alissa tersenyum palsu. "Lagian, bukankah sudah kubilang aku tidak mau minum obat saat siang hari.""Sayang, kondisimu sudah mulai pulih. Harusnya
Erick baru saja keluar dari ruang kerjanya. ia berjalan menuju ruang tamu, tetapi sampai di sana ia tidak melihat siapapun. Akhirnya ia pun memutuskan untuk ke dapur mencari Riana. Namun, baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba ia mendengar bel pintu rumah berbunyi. Ia pun memutuskan untuk melihat siapa yang datang dan mengurungkan niatnya pergi ka dapurnya. Erick baru saja membuka pintu rumahnya, namun ia terkejut saat mendapati seseorang dengan pakaian yang menurutnya aneh dan tidak dikenalinya."Siapa kamu?" tanya Erick. Reyvan yang sebelumnya berdiri membelakangi pintu, segera menoleh kepada Erick. Dengan gaya tengilnya, ia memperkenalkan dirinya pada Erick. "Maaf, Pak. kenalkan saya Roni, saya dapat pesan untuk memperbaiki AC di rumah ini. "AC? Aku merasa tidak pernah memanggil tukang servis AC. Sepertinya Anda salah alamat, jadi silakan pergi sekarang!" Erick pun tidak memedulikan Reyvan lagi, dan segera menutup pintunya kembali. Namun, saat pintu belum tertutup sempurn
Riana yang telah selesai membuat minuman untuk Alissa dan Rena, segera pergi membawa minuman itu untuk diantar ke kamar Alissa. Di saat Riana hampir sampai pintu dapur, tiba-tiba Reyvan datang dan sengaja menyenggol Riana.Seketika nampan di tangan Riana terlepas dari tangan. gelas berisi minuman itu jatuh dan tak berbentuk lagi hingga belingnya berserakan di mana-mana. "Maafkan saya! Saya tidak sengaja, saya tidak melihat Anda tadi," ucap Reyvan pura-pura khawatir. Riana melihat orang yang menabraknya tampak asing. "Siapa kamu? Kalau jalan tuh lihat-lihat!" bentak Riana. Ia mengerang marah, minuman syang sudah itu buat jatuh begitu saja. Kini ia harus membuat minuman lagi, belum lagi membersihkan lantai akibat pecahan gelas dan minuman yang tempat itu "Saya tukang servis AC, saya ingin melihat mungkin di sini dipasang AC.""Mana ada dapur dipasang AC? Pergi dari sini! Cari ke ruangan lain, sana!" bentak Riana lagi. Reyvan pun berbalik dan pergi meninggalkan dapur dengan senyum d
Reyvan mengerutkan keningnya kala mendengar dengan jelas apa yang diucapkan Erick dari dalam. Ia sangat yakin, Erick akan pergi menemui seseorang yang berhubungan dengan obat yang di minum Alissa selama ini.Reyvan tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia harus bisa mengikuti Erick dengan berbagai cara. Namun sebelum itu, ia harus menyelesaikan urusannya di rumah Alissa terlebih dahulu.Reyvan membenarkan kerah baju yang ia pakai, lalu bersiap untuk mengetuk pintu ruang kerja Erick. Reyvan mengangkat tangannya, sudah siap untuk mengetuk, tetapi tiba-tiba pintu terbuka dan muncul lah Erick dari dalam."Ada apa? Apa yang kau lakukan?" tegas Erick dengan pandangan matanya yang tajam.Reyvan yang melihat kemunculan Erick secara tiba-tiba, seketika cengengesan. "Ooh, Tuan! Tidak ada, saya hanya ingin bilang semua AC sudah saya periksa, sekarang tinggal ruangan ini."Erick mengerutkan keningnya menatap aneh pada Reyvan, baginya cara bicara Reyvan tidak seperti tukang servis pada umumnya.
"Apa?" Riana terkejut dengan apa yang ia dengar. "A-Apa yang Nona katakan tadi?'" Riana ingin memastikan apa yang ia dengar adalah salah. "Apa kurang jelas? Aku tidak suka jus. jadi, minuman ini untukmu." Rena pun mengulangi apa yang ia katakan. "Minumlah, dari pada mubazir," lanjutnya. Alissa yang sejak tadi hanya mendengarkan interaksi keduanya tersenyum tipis. Ia tidak menyangka Rena bisa membuat Riana terjebak oleh siasatnya sendiri."Ta-tpi Nona, saya tidak mungkin ... emm, obat ini milik Nona, temannya majikan saya. Jadi, Nona juga majikan saya. Mana berani saya minum minuman milik majikan saya.""Alah ... kamu ribet amat sih. Kamu anggap aku juga majikanmu, kan. Patuhi perintah majikanmu, cepat minum jus itu sekarang!" Rena pun menunjukkan sisi galaknya. "Tidak mungkin. Nyonya, tolong katakan pada Nona ini untuk tidak memaksa saya. Anda tahu sendiri saya tidak akan berani lancang." Riana berusaha mencari pembelaan dari Alissa.Alissa tersenyum pada Riana. Ia tahu Riana berus
Tampak Erick baru saja memasuki sebuah klinik sederhana yang berada lumayan jauh dari perkotaan. Dari luar klinik itu memang hanya terlihat biasa saja, akan tetapi di dalam ternyata semua nampak sangat berbeda. Klinik itu bukanlah tempat untuk pengobatan semata, melainkan tempat produksinya obat-obat ilegal.Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Erick masuk begitu saja. "Apa yang sedang kau lakukan? serius amat," tegur Erick pada seseorang yang kini sedang bergelut di depan beberapa formula temuannya.Seketika laki-laki yang duduk dengan memakai baju serba putih, berparas tampan dan memakai kacamata itu menoleh pada Erick. "Kamu! Sejak kapan kamu datang?" tanyanya."Barusan saja. Aku lihat pintunya tidak terkunci, jadi aku masuk begitu saja," jawab Erick. "Apa yang sedang kamu lakukan?" Kali ini Erick yang bertanya.Denis, teman Erick itu mendengus kesal. Is tidak suka dengan sifat Erick yang masuk semaunya. "Yach ..., seperti yang kau lihat. Aku sedang bergelut dengan ciptaan baruku,
Reyvan yang baru saja selesai bertemu dengan para suruhannya, kini ia sedang melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia kembali menuju rumah Alissa untuk menjemput Rena yang masih ada di sana. Tak jauh dari rumah Alissa, Reyvan menghentikan mobilnya, Lalu mencoba untuk menghubungi Rena, kakaknya. Tak menunggu lama, Rena mengangkat panggilan itu. Namun, hanya sebentar saja, panggilan itu tiba-tiba mati. "Dasar! Belum juga aku bicara, sudah dimatikan saja," gerutu Reyvan yang kesal pada kakaknya yang langsung mematikan panggilannya tanpa bicara.Tidak lama kemudian, dari dalam mobil Reyvan melihat Rena yang baru saja keluar dari rumah Alissa. Reyvan pun membuka pintu samping mobilnya, untuk mempermudah Rena masuk. "Bagaimana di dalam? Apa Kak Alissa baik-baik saja? Wanita itu tidak berhasil memberi obat itu pada kalian, kan?" Reyvan memberondong pertanyaan pada Rena begitu Rena masuk dalam mobil. Sebenarnya sejak ia meninggalkan rumah Alissa tadi, ia sangat khawatir pada Alissa j
Erick seakan murka saat menyadari bahwa Alissa dan Rena tidak ada di ruang UGD. Dia mulai curiga bahwa semua ini hanyalah akal-akalan Rena. Dia pun teringat tadi pagi saat Rena tiba-tiba memaksa untuk membawa Alissa pergi dari rumah, sementara selama ini Rena sendiri tidak pernah tahu apa-apa tentang kondisi Alissa. Erick mulai meyakini bahwa semua itu tidak hanya kebetulan. Dengan langkah cepat, Erick pergi dari ruang UGD dan memutuskan untuk mencari keduanya. Erick hampir saja menghubungi seorang preman untuk mencari di mana keberadaan Alissa, tetapi tiba-tiba saja dia melihat Rena yang sedang berjalan menuju ruang ICU. Seketika dia mengerutkan kening. Dia mengira Rena telah membawa Alissa pergi jauh ke luar rumah sakit, tetapi ternyata Rena masih ada di sana. Lelaki itu pun berusaha mengejar Rena."Rena, tunggu!" panggil Erick setengah berteriak saat Rena tiba di depan ICU. Mendapat panggilan itu, seketika membuat Rena tersenyum senang. Dia tidak menyangka ternyata rencananya ber
Erick membawa Alissa ke rumah sakit sesuai dengan permintaan Rena. Di dalam ruang UGD, Alissa sedang di periksa oleh Dokter yang jaga saat itu. Sementara di luar, Erick tampak mondar mandir gelisah. Namun, bukan takut karena terjadi sesuatu pada Alissa, melainkan takut jika rahasianya selama ini terbongkar. Rena yang juga ada di sana, duduk diruang tunggu sambil menatap sinis Erick. Rena tahu, pasti sekarang ini Erick sedang memikirkan bagaimana cara agar tidak ketahuan dan juga mungkin berencana untuk segera mencelakai Alissa. Akan tetapi, kali ini dia dan Reyvan tidak akan membiarkannya. Rena dan Reyvan akan berusaha semampunya untuk membantu Alissa. Mendadak senyum seringai tampak terlihat di wajah Erick, membuat Rena yang melihatnya yakin bahwa Erick telah menemukan suatu cara. "Kamu bisa saja membuat rencana, Erick. Tapi saat kamu menjalankan rencana itu, aku akan sudah membawa Alissa pergi dari sini," ucap Rena dalam hati.Rena dan Erick tidak menyangka, bahwa pemeriksaan Alis
"Bohong? Siapa yang membohongimu?" tanya Alissa pura-pura bingung. Saat melihat Rena masuk ke kamar, memang sedikit membuat terkejut Alissa. Namun, dengan cepat Alissa bisa menguasai diri. pertanyaan Rena yang menuduh Erick berbohong pasti ada hubungannya dengan cara Rena sehingga akhirnya bisa masuk kamarnya. "Alissa, masa suamimu ini bilang kalau kamu lagi sakit. Nggak, kan, Alissa? Bukannya kemarin kamu tidak apa-apa?" cecar Rena, "Aku tahu, suamimu ini pembohong emang," lanjutnya. Alissa menatap Rena dan Erick yang juga baru datang secara bergantian, kemudian matanya terfokus pada Erick. "Erick, bagaimana kamu bisa tahu kalau aku sakit? Sejak aku bangun tadi, kita bahkan belum bertemu." "Sayang. Kamu beneran sakit?" tanya Erick pura-pura terkejut, padahal dia sendiri yang telah sengaja memberi obat pelumpuh pada Alissa dengan dosis tinggi. Erick berjalan menghampiri Alissa, lalu pura-pura khawatir pada Alissa. "Yang sakit mana, Sayang? Tapi kamu gak pa-pa, kan? Alissa
Di rumah Reyvan, tepatnya di kamar, Reyvan baru saja selesai bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Reyvan berjalan ke arah pintu untuk keluar. Akan tetapi langkahnya terhenti kala ia merasakan getaran ponsel di saku celananya. Dengan cepat Reyvan merogoh saku celana dan mengambil ponselnya. Tampak nama Alissa tertera di layar ponsel. Reyvan tersenyum lebar. Ia senang Alissa menghubunginya, karena sejak semalam ia tidak berhasil menghubungi Alissa. Reyvan menyentuh layar ponselnya dan langsung terhubung dengan Alissa. Raut wajah Reyvan seketika memerah, rahangnya mengeras setelah mendengar semua yang di ucapkan oleh Alissa. Apa yang ditakutkannya terjadi. seperti kata Denis, Erick telah berhasil memberi Alissa obat dengan dosis tinggi. Tanpa pikir panjang, Reyvan segera menghubungi Rena. Ia menceritakan semua yang telah terjadi kepada Alissa, juga meminta bantuan Rena untuk membawa Alissa keluar dari rumahnya. Setelah itu, Reyvan segera melangkah pergi menuju tempat Denis berada. Dia
Di kantornya, Reyvan baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Tadi siang setelah Reyvan menemui Denis, ia langsung kembali menuju kantornya, untuk memeriksa beberapa masalah yang terjadi dengan perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaannya. Sebelumnya kakaknya, Riana, melaporkan ada salah satu perusahaan mitra kerja mereka ketahuan telah berbuat curang. Untuk itu Reyvan harus menyelidiki dan mengatasinya sendiri.Dari penyelidikan yang dilakukan oleh anak buahnya, Reyvan dibuat terkejut seketika. Ternyata dibalik pengkhianatan mitra kerjanya itu, ada hubungannya dengan perusahaan milik Alissa yang saat ini berada dalam kekuasaan Erick. "Ooh ... jadi begini cara kamu bermain, Erick? Sepertinya kamu belum mengenal siapa lawanmu," gumam Reyvan, tersenyum sinis.Berpikir tentang Erick, Tiba-tiba Reyvan pun terpikirkan tentang Alissa. Ia teringat ucapan Denis yang mengatakan bahwa Erick berencana memberi Alissa obat dengan dosis tinggi. Rasa khawatir pun memenuhi benak Reyvan. Seketika ia
"Sebenarnya apa tujuan Anda? Tolong katakan dengan jelas!" Denis tidak menyangka bahwa apa yang dia dan Erick lakukan pada Alissa telah diketahui oleh orang lain. Denis berpikir, kenapa Erick selama ini tidak pernah memberitahunya tentang masalah ini? "Apa kamu juga tidak tahu? Jika ya, maka kamu dalam masalah besar, Erick," ucap Denis dalam hati."Setelah semua pembicaraan kita tadi, aku yakin kamu tahu jelas maksudku. Kamu pikir, aku dapat darimana obat itu?" Mendengar ucapan Reyvan, seketika keringat dingin mengucur deras dari wajah Denis. Ia gugup. Ia mulai berpikir semua ini pasti ada hubungannya dengan Alissa. "Maksudnya, Anda ke sini atas perintah Alissa?" Denis sudah tidak dapat menahan diri dan langsung bertanya pada tamu misteriusnya itu."Lebih tepatnya, aku datang untuk membantu Alissa dari kekejaman kalian." Reyvan berkata seraya menatap tajam Denis. "Aku tahu, kalian telah merencanakan sesuatu untuk mencelakai Alissa, bukan?""La-lalu apa yang akan Anda Lakukan? Saya ti
Tampak mobil yang ditumpangi Reyvan sedang memasuki kawasan perumahan tempat tinggal Denis dan berhenti tepat di depan klinik Denis. Reyvan sudah tidak punya waktu lagi, ia harus segera mengatasi masalah obat yang sudah lama dikonsumsi oleh Alissa. Ia pun segera keluar dari mobil dan berjalan menuju klinik Denis. Di sekitar Klinik terlihat sangat sepi, seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Reyvan bergegas memencet bel yang ada di samping pintu masuk. Begitu bel berbunyi, tak lama terdengar suara langkah kaki yang mendekat dari dalam. Pintu pun akhirnya terbuka. "Maaf, dengan siapa?" tanya Denis yang Baru saja membuka pintu kliniknya. Reyvan yang semula membelakangi pintu, seketika menoleh ke arah Denis. "Aku ada perlu dengan kamu. Bisa kita bicara sebentar?" tanya Reyvan dengan gaya sok tengilnya.Denis mengerutkan alisnya. Ia tidak kenal siapa orang yang ada didepannya saat ini, tetapi kenapa orang itu mencarinya? Berbagai pertanyaan pun muncul di benak Denis. Akhirnya D
Tubuh Alissa terasa menegang kala tiba-tiba merasakan jari-jari tangannya terus-terusan ditusuk jarum. Sekuat tenaga Alissa menjaga dirinya agar tidak terpancing. Bagaimanapun ia harus tetap bertahan. Alissa tidak mengerti kenapa tiba-tiba Erick menyakitinya lagi. Hanya dua kemungkinan yang dipikirkan Alissa, yaitu Erick curiga kembali padanya atau bahkan sudah mengetahui bahwa Alissa berhasil membohonginya selama ini. Sekarang yang bisa ia lakukan hanyalah bertahan menahan semua rasa sakit dan menjaga pendiriannya. Alissa yakin Erick tidak akan berani menanyakannya pada Alissa selama Alissa kuat dengan pendiriannya. Karena jika Erick menanyakan semua itu, maka sama halnya dengan ia membongkar kejahatan ia sendiri selama ini.Erick sangat jelas merasakan ketegangan tubuh Alissa saat ia memegangi tangan Alissa. Senyum seringai kembali muncul di wajah Erick. Ia merasa tertantang oleh Alissa. "Ayo, Alissa Sayang! Tunjukkan dirimu!" ucap Erick dalam hati seraya menusuki jari Alissa lebi
Reyvan yang baru saja selesai bertemu dengan para suruhannya, kini ia sedang melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia kembali menuju rumah Alissa untuk menjemput Rena yang masih ada di sana. Tak jauh dari rumah Alissa, Reyvan menghentikan mobilnya, Lalu mencoba untuk menghubungi Rena, kakaknya. Tak menunggu lama, Rena mengangkat panggilan itu. Namun, hanya sebentar saja, panggilan itu tiba-tiba mati. "Dasar! Belum juga aku bicara, sudah dimatikan saja," gerutu Reyvan yang kesal pada kakaknya yang langsung mematikan panggilannya tanpa bicara.Tidak lama kemudian, dari dalam mobil Reyvan melihat Rena yang baru saja keluar dari rumah Alissa. Reyvan pun membuka pintu samping mobilnya, untuk mempermudah Rena masuk. "Bagaimana di dalam? Apa Kak Alissa baik-baik saja? Wanita itu tidak berhasil memberi obat itu pada kalian, kan?" Reyvan memberondong pertanyaan pada Rena begitu Rena masuk dalam mobil. Sebenarnya sejak ia meninggalkan rumah Alissa tadi, ia sangat khawatir pada Alissa j