Mendengar ucapan Alex, Gina terdiam. Untuk apa lelaki ini ingin bertemu dengan ibunya. Pintu rumah itupun diketuk oleh Gina.
Kriiiieet..."Gina, kamu kenapa baru pulang sekara..." ucapan Maria berhenti tatkala menyadari keberadaan Alex."Maaf tante, di hari pertama Gina bekerja dia pulang selarut ini. Padahal seharusnya dia pulang jam 5 tadi sore, tapi karena orang tua saya yang meminta dimasakkan masakan lagi jadinya seperti ini," Alex menjelaskan."Oh, iya." hanya dua kata tersebut yang bisa Maria ucapkan. Dalam hal ini Maria menilai bahwa Alex adalah orang yang cukup bertanggung jawab.****Sesampainya di rumah Alex melepas jaket yang ia kenakan dan merebahkan tubuhnya di atas pembaringan. Bayangan wajah Gina semakin membuat pikirannya tidak karuan, seharian ini ia selalu memperhatikan wanita tersebut tentunya tanpa sepengetahuan dari Gina sendiri.Andai status Gina pasti, ia akan segera menjadikan Gina sebagai kekasihnya, atau jika dia bersedia menjadi selingkuhannya, pasti Alex akan menjadi orang yang sangatlah bahagia. Namun sayang Gina terjebak dalam pernikahan toxic, dan seharusnya ia keluar dari hubungan tersebut.Tatapan mata Gina yang sendu membuat Alex seakan menyelam ke dalam rasa sakit tersebut.'Kau harus jadi milikku Gina, apapun itu caranya.' batin Akex, Hingga sebuah panggilan telepon menyadarkannnya dari lamunan."Halo...""Aku perlu uang Mas sepuluh juta," ucap seseorang disebrang sana."Buat apa?""Sewa rumah.""Minta sama suamimu, kita sudah tidak ada lagi hubungan!" hardiknya kepada wanita yang merupakan mantan istrinya tersebut."Kenapa kamu begitu tega sama aku Mas?" tanya lirih."Sepertinya pertanyaan itu seharusnya aku yang mengucapkannya dan ditujukan untukmu. Mengapa kamu begitu tega sama aku Marcella?" sahut Alex lagi."Mas tolong jangan seperti ini, aku sudah berpisah darinya sejak tiga bulan yang lalu. Dan sekarang aku tidak mempunyai uang satu rupiah pun. Aku perlu uang untuk bayar kontrakan rumah dan juga untuk makan," ucap Cella memelas."Baiklah... setelah ini jangan hubungi aku lagi!" Alex mematikan telepon. Ia menatap layar benda pipih tersebut dan mengirimkan sejumlah uang kepada wanita tersebut. Sesekali ia menghela nafas karena teringat penghianatan yang dilakukan oleh Marcella kepadanya, kala itu Alex melihat dengan mata kepalanya sendiri Cella bercumbu mesra dengan selingkuhannya di atas ranjang di alpartemen mereka.Detik itu juga Alex menceraikan Marcella, semua aset yang mereka miliki Alex jual dan dibaginya dua. Lama tak berkomunikasi, sekarang Marcella kembali menghubunginya untuk meminta uang."Dasar wanita jalang!" umpatnya.Aneh memang, Alex sangat membenci seseorang yang berselingkuh, namun ia menginginkan istri orang lain menjadi miliknya.Sebulan telah berlalu...Setiap hari rutinitas yang dilakukan Gina hampir sama, yaitu pergi kekediaman Alex. Menghabiskan waktu disana seharian dengan bekerja, membantu Bi Imah memasak. Seperti hari-hari biasanya Rian akan menjemputnya setiap pagi, namun entah mengapa pagi ini tidak. Ya, beberapa waktu ini Gina memang pergi ikut dengan Rian, karena mereka mempunyi bos yang sama hanya berbeda tempat bekerjanya, Rian hanya perlu mengantar Gina sebentar ke rumah Alex dan ia akan mendapatkan uang untuk membeli bensin, kan lumayan.Jam sudah menunjukkan pukul 7 lebih, namun tak nampak batang hidungnya Rian. Ditambah cuaca di luar nampak tak bersehabat, awan hitam menghiasi langit pada pagi ini."Ma, aku berangkat!" pamit Gina setengah berteriak karena mamanya berada di dapur."Iya!" sahutan Maria dari belakang.Gina berjalan dan pergi ke pangkalan ojek, dan setelah memesan ojek kepada salah seorang tukang ojek di sana, mereka pun berangkat menuju kediaman Alex. Dalam perjalanan tersebut hujan tiba-tiba turun dengan derasnya."Terus saja pak, sebentar lagi sampai kok!" ucap Gina mencegah bapak tersebut untuk menepi dan berteduh, karena dalam pikirannya Gina ingin cepat sampai. Ia tidak enak kepada Bi Imah jika telat, dan untuk bajunya yang basah, ia bisa meminjam baju Bi Imah nanti.Alex terbangun dari tidurnya yang panjang, berhubung tidak ada orang di rumah, ia bisa santai. Kedua orang tuanya tadi malam berangkat ke kota sebelah karena ingin liburan, sementara semua pegawainya, pada minggu akhir bulan memang selalu ia liburkan. Bi Imah juga pulang setelah memasak sarapan untuknya, setelah berolah raga di dalam ruangan khusus didalam rumahnya tersebut Alex memutuskan untuk berendam dengan air hangat karena jika ia mandi dengan air dingin tentulah akan membuatnya menggigil.Ting tooong...Suara bel sedari tadi mengusik kegiatan Alex yang tengah menenangkan diri di dalam air hangat.Ia keluar dari bathup dan melilitkan handuk dipinggangnya, berjalan dengan sedikit kesal ke luar kamar untuk membukakan pintu, setelah pintu terbuka betapa kagetnya ia melihat Gina yang berdiri di depan pintu dengan keadaan basah kuyup. Wanita itu nampak kedinginan, dapat dilihat dari tubuhnya yang menggigil serta bibir yang bergetar. Tubuh Gina terlihat seksi karena pakaian yang ia gunakan basah dan mencetak lekuk tubuhnya.Sementara itu sendiri Gina nampak syok dan terkejut karena orang yang membukakan pintu bukanlah Bi Imah, melainkan Alex dengan kondisi tubuh setengah telanjang. Tubuh sispack itu terlihat jelas oleh Gina, di mana otot pada dada dan perut pada tubuh Alex terpahat sempurna."Masuk!" titah Alex kepada Gina, setelah menatapnya beberapa saat.Dengan jantung berdebar Gina masuk namun tak ia dapati Bi Imah dan kedua orang tua Alex di rumah tersebut.Gina melangkah ke dapur, di mana biasanya Bi Inah berada, namun tak ia temui sosok wanita paruh baya tersebut."Tidak ada orang dirumah ini selain kita berdua!" ucap Alex yang berdiri di belakang Gina."Kalau seperti itu, sebaiknya aku juga pulang!" ucap Gina melangkah kembali keluar."Apa kau tidak melihat di luar hujan deras?" Alex mengikuti langkah Gina."Aku sudah menyuruh Rian untuk memberitahumu agar tidak usah ke sini hari ini!" jelas Alex lagi."Emm... mungkin dia lupa Mas," Gina mulai panik karena sedari tadi Alex terus saja mengikuti kemana ia melangkahkan kakinya. Apa lagi kondisi Alex saat ini hanya memakai handuk saja, hal itu membuatnya merasakan ketakutan yang berlebih. Apa lagi Gina sendiri menyadari bahwa saat ini pakaian yang ia gunakan bisa memancing gairah para lelaki, bagaimana tidak? bagian dadanya yang lumayan besar terlihat begitu sangat menonjol dibalik pakaian yang ia kenakan."Jangan pergi, di luar kau akan kedinginan, lagi pula tidak ada ojek di daerah sini!" cegah Alex ketika Gina memegang handle pintu.Deg... deg... deg...Jantung Gina kembali berdetak kencang saat tangan Alex menahan tangannya untuk membuka pintu. "Seb
Gina menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos, rasa dingin menjalar ditubuhnya saat seseorang yang tadi memeluknya beranjak pergi entah kemana. Ia membuka mata, meski rasa kantuk masih menghinggapinya.Lelah...Hal itulah yang kini Gina rasakan, tubuhnya seakan remuk redam seperti baru pecah perawan. Alex begitu bersemangat menggaulinya hingga ia melakukan kegiatan tersebut berulang.Rasa sakit pada bagian bawah tubuhnya tersebut membuat Gina malas untuk bergerak dari tempatnya saat ini, namun ia haruslah segera pulang.Dengan perlahan Gina berjalan menyeret selimut ke kamar mandi, ia membersihkan diri di dalam sana. Buih sabun yang ia balurkan keseluruh tubuh nampaknya tak akan mampu membersihkan diri yang telah kotor.Gina menangis sesengukkan, merasa begitu hina karena tak bisa menolak semua perlakuan Alex padanya, bahkan iapun juga menikmatinya.Rasa bersalah kepada Adam, rasa benci karena ia melakukan hal ini karenanya, rasa takut, serta rasa y
"Apanya yang telat?" tanya Maria bingung."Riannya telat ngasih taunya," sahut Gina kecewa, semuanya sudah terlanjur."Terus tadi kamu darimana?" tanya Maria lagi karena melihat eksprei wajah Gina yang menyiratkan rasa kecewa."Tadi aku kehujanan, terus terpaksa mampir ketoko baju buat ganti dan beli baju baru!" jawab Gina memberi alasan, karena ia yakin mamanya pasti curiga karena pakaian yang ia gunakan bukanlah pakaian yang tadi pagi ia pakai."Terus kenapa kamu sedih, apa kamu seharian di toko bajunya?" tanya Maria penuh dengan selidik, ia tahu ada sesuatu yang disembunyikan oleh putrinya tersebut.Gina menggaruk tekuknya,"Aku sedih karena sayang uangnya kepakai buat beli baju,""Kamu seharian di toko bajunya?" tanya Maria sekali lagi."Tadi ketempat teman Ma, heee..." semanis mungkin Gina tersenyum, agar kegelisahan dalam hatinya saat ini, yang ia rasakan tidak nampak terlihat oleh wanita yang teramat dicintainya tersebut.****"Pakeeet!
"Mas ini gimana sih? masih tanggung nih!" Ike cemberut dan juga protes karena ia belum merasakan apa-apa, Adam sudah keluar."Maaf Ke, tadi aku lupa minum obat kuat." ucapnya mencabut sesuatu dari inti tubuh Ike. Ike mendengus kesal, ia segera bangkit dari atas ranjang, tempat di mana mereka memadu kasih.Sedari kemaren ia terus saja dibuat kesal oleh Adam, lelaki itu kerjanya hanya main judi online dan tidak pernah lagi menang, hal itu membuat uang Ike habis untuk keperluan sehari-hari. Dan kali ini setelah melakukan foreplay lama, nyatanya lelaki itu tak dapat memuaskannya hasrat liarnya. Ya tanpa obat kuat yang dikonsumsinya, keperkasaan Adam tidaklah bisa bertahan lama, ia mengalami ejakulasi dini. Hal itu terjadi sudah lama, mungkin akibat obat-obatan terlarang dan juga narkoba yang dikomsumsinya."Sayang, udah dong marahnya!" Adam memeluk Ike dari belakang."Maaf, aku janji nanti gak akan seperti ini lagi.""Mas, aku bukan hanya perlu kepuasan di ranjang. T
"Maling...!" teriak si pemilik toko, sementara Adam sudah lari secepat mungkin dan menghilang di tengah kerumunan orang. Ia bingung kemana harus pergi, karena tempatnya berada saat ini dekat dengan rumah Gina, ia memutuskan untuk pulang dan berganti baju sebelum menjual hasil curiannya.Ia mengetuk pintu rumah, di mana tempat ia tinggal selama ini."Adam!" Maria membuka pintu, Adam masuk ke dalam rumah dan mencari keberadaan Gina."Gina mana Ma?" tanyanya ketika mendapati Gina tidak ada di rumah."Dia belum pulang," jawab Maria sembari meletakkan kopi di atas meja yang tak jauh dari tempat Adam berdiri."Dia pergi kemana?" tanyanya lagi."Gina bekerja di tempat bos kamu," mendengar ucapan ibu mertuanya Adam terdiam."Kamu sudah makan Dam?" tanya Maria lagi.Adam menggeleng, melihat menantunya yang menggeleng. Maria pergi ke dapur dan tak lama.kemudian ia kembali."Makan lah dulu, sudah Mama siapkan di dapur!" ia menyuruh Adam untuk makan.
Gina menatap seseorang yang kini berjalan kearahnya, setelah mendengar cerita dari Gina, lelaki itu langsung pergi ke rumah sakit, tempat dimana Maria dirawat."Mas, tolong aku Mas!" ucap Gina memohon kepada lelaki bertubuha atletis tersebut, matanya masih sembab akibat tangisan yang tak henti, ia begitu takut kehilangan orang yang begitu ia cintai, karena saat ini hanya Maria lah satu-satunya orang yang ia miliki di dunia ini.Alex memegang kedua pundak Gina, menatap wanita itu lekat-lekat."Gina, tenang!" ucapnya menenangkan Gina. Bahu yang ia pegang berguncang, "Aku takut Mas!" ucapnya serak dengan air mata yang kembali membanjir membasahi kedua pipinya. Tanpa ragu Alex merengkuh tubuh itu ke dalam pelukannya. Diusapnya punggung Gina, "Semua akan baik-baik saja, kamu jangan takut! Sekarang beritahu aku dimana ruangan dokter yang menangani Ibumu!" ucap Alex mengurai pelukannya.Setelah berbicara dengan dokter mengenai persetujuan tindakan operasi yang harus di
Setelah kondisi Maria berangsur normal, ia pun di pindahkan ke ruang rawat inap. Karena belum sadar, Gina pun menunggunya, sementara itu Alex masih setia menemaninya.Lelaki itu bahkan dengan pengertiannya membelikan Gina makanan pada pagi ini, membuat Gina termenung, bingung harus bersikap bagaimana pada bosnya tersebut. Apalagi jika ia teringat akan nominal angka yang tertera pada berkas operasi kemaren betapa banyaknya uang yang sudah dikeluarkan oleh Alex untuknya."Apa Mas mau makan?" tawar Gina karena ia melihat ada dua bungkus nasi bungkus di dalam plastik yang dibawa oleh Alex, sementara lelaki itu juga menemaninya dari tadi malam sampai sekarang."Kamu juga makan kan?" tanya Alex menatapnya lekat."Ooh, iya Mas!" Gina pun mengiyakan. Mereka duduk berhadapan, Gina sebenarnya malu makan bersama dengan Alex, karena keduanya terlihat seperti sepasang suami istri. Apalagi terkadang Alex menatapnya dalam, sesekali lelaki itu tersenyum bahkan terkekeh, seperti ada
"Alex...!" ucap Diana yang berjalan cepat menyusul Alex yang melangkah keluar."Kenapa?" tanya Alex cuek."Hari ini Angel akan kemari, Mama sengaja mengundang dia dan keluarganya untuk makan siang bersama dengan kita." mendengar ucapan Diana, Alex menghentikan langkahnya."Mama berniat menjodohkanku dengan dia?" tanyanya malas."Ayolah Alex, kamu jalani dulu." pinta Diana."Mama tau kan, aku suka sama Gina, kenapa harus menjodohkan aku dengan Angel?" Alex terlihat kesal."Karena Gina itu sudah punya suami Alex!""Aku akan membuatnya bercerai dengan suaminya!" tanpa ragu Alex mengucapkan kalimat tersebut."Alex! kamu gila!" Diana marah. Namun putranya tersebut tidak perduli dan mendengarkannya sedikitpun. Alex terus saja berjalan dan masuk ke dalam kamarnya.Diana mengepalkan tangannya, kemudian ia kembali berjalan ke dapur. Dari kejauhan ia memperhatikan Gina yang terlihat telaten dan juga cekatan dalam hal memasak, sesekali Gina tersenyum sembari
Hujan turun deras sore itu, membasahi jalanan yang terlihat lengang. Di dalam rumah Gina, suasana terasa sunyi. Gina duduk di sofa ruang tamunya, menatap jendela yang dipenuhi bulir-bulir air. Di pangkuannya, sebuah buku cerita anak-anak terbuka, tetapi pikirannya melayang jauh. Tama, anak laki-lakinya yang baru berusia empat tahun, sedang tertidur di kamar. Suara dengkurnya yang kecil terdengar samar dari balik pintu.Ketenangan itu tiba-tiba terusik oleh suara ketukan di pintu depan. Gina mengalihkan pandangan dari jendela, sedikit bingung. Siapa yang datang di tengah hujan deras seperti ini?Ia berdiri, melangkah ke arah pintu, dan membukanya. Sosok Alex berdiri di sana, dengan jas hujan yang sudah basah kuyup dan rambut yang sedikit berantakan.Gina mengerutkan kening. “Ada apa malam-malam kesini?"Alex tidak langsung menjawab. Tatapannya serius, hampir menusuk, membuat Gina merasa sedikit canggung. Dia melepas jas hujannya, menepuk-nepuk sisa air yang masih mene
Laura duduk termenung di ruang kecil kamarnya. Jendela kaca di samping meja riasnya memantulkan bayangan dirinya yang tampak lelah. Rambutnya yang biasanya tertata rapi kini tampak sedikit berantakan. Sejak kejadian malam itu, semuanya terasa berubah. Ia telah melewati batas, dan entah kenapa, perasaan bersalah itu terus menghantuinya.Hubungannya dengan Satria telah menjadi sebuah kesalahan besar. Malam itu, di pesta perusahaan, ia tak pernah menyangka akan terjebak dalam situasi yang begitu kacau. Entah apa yang diminum Satria pada malam itu nyatanya membawa mereka ke dalam kekeliruan yang tak termaafkan. Ia menghela napas panjang, mencoba mengusir bayang-bayang gelap itu dari pikirannya. Namun, semakin ia mencoba melupakan, semakin kuat rasa hampa di dadanya.—Laura memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Ia ingin keluar dari zona nyaman, dari lingkungan yang penuh dengan intrik dan konflik. Ketika salah satu divisi perusahaan mengadakan
Setelah perdebatannya dengan Angel Alex memilih keluar dan pergi ke kamarnya yang berada tepat disamping kamar Angel, meski menginap dihotel yang sama, namun ia memesan kamar kamar lain untuk dirinya sendiri karena memang Alex menyukai ketenangan. Alex berdiri di depan jendela besar di kamar tersebut. Sinar matahari sore memantulkan bayangan tubuhnya yang kokoh ke lantai kayu. Tatapannya kosong menembus kaca, tetapi pikirannya penuh dengan berbagai rencana. Ia sudah terlalu muak dengan permainan Angel. Istrinya itu sudah melampaui batas, dan kali ini, Alex tidak akan tinggal diam.Pintu kamar terbuka perlahan. Entah dari mana Angel mendapatkan kunci kamar tersebut, ia melangkah masuk dengan anggun, mengenakan gaun merah yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Wajahnya penuh percaya diri, seperti biasa, tetapi sorot matanya menyimpan sesuatu—ketakutan yang ia coba tutupi.“Maafkan aku," Angel bersuaranya terdengar menyesal, juga ada nada gugup yang terselip di sana.Alex
Langit sore itu terlihat mendung, menambah suasana muram di sekitar tempat Gina berpijak saat ini. Udara terasa lembap, dan aroma tanah basah mulai tercium, tanda-tanda hujan akan segera turun. Gina menatap cakrawala dimana cahaya jingga serta awan hitam menutupi langit bagian barat wilayah tersebut. Handphone dalam tas selempangnya bergetar."Iya, Ma," ucapnya sedikit cemas."Kamu kok belum pulang? ini Tama nanyain dari tadi," ucap Maria disebrang sana."Iya Ma ini lagi dijalan, Mama sudah dirumah?" Gina memastikan keduanya baik-baik saja."Iya kami sudah dirumah, tadi ada orang baik nawarin tumpangan naik mobil, jadi Mama gak perlu nunggu jemputan dari Paman Andi,"Deg...Pernyataan dari Maria membuat Gina semakin yakin bahwa Angel tidak berbohong atas ucapannya."Ya sudah Ma, aku mau lanjutin perjalanan nanti keburu hujan!""Iya hati-hati..." Sepanjang perjalanan lagi-lagi Gina merasa tidak tenang, sebab ada seseorang yang terus saja men
Malam itu terasa sunyi, meski di luar suara kendaraan pengangkut barang produksi masih hilir mudik melewati jalanan ibu didepan rumah sederhana, Satria duduk di dalam kamarnya, menatap layar ponselnya yang menyala. Nama Gina terpampang di sana, tetapi ia tak punya keberanian untuk mengetuk ikon “panggil”. Ada ribuan kata yang ingin ia ucapkan, tetapi semuanya terhenti di tenggorokan. Kepalanya bersandar di sandaran ranjang sementara pikirannya penuh dengan bayangan Gina.Satria menghela napas panjang. “ Aku nggak bisa terus kayak gini…” gumamnya, setengah berbisik. Ia tahu, perasaannya kepada Gina bukan sekadar rasa suka biasa. Ini cinta. Cinta yang tumbuh tanpa ia rencanakan, meski ia tahu Gina masih menyimpan banyak misteri dari masa lalunya. Setiap kali ia melihat wanita itu, ada dorongan kuat untuk mengungkap misteri tersebut. Namun, semuanya terasa rumit. Gina, dengan sikapnya yang dingin namun penuh keraguan, selalu menolak untuk memberikan kepastian. Satria tahu
Malam itu, Angel berdiri di balkon kamarnya, memandang gelapnya malam di sekitar hotel tempat ia menginap. Pikirannya berputar-putar, penuh dengan rasa cemburu dan amarah yang tak bisa ia kendalikan. Gina. Nama itu terus menghantui pikirannya. Angel tidak bisa menerima kenyataan bahwa Alex, suaminya, masih memendam perasaan untuk wanita itu, apalagi setelah insiden malam pesta kemarin. Angel menggenggam ponselnya erat-erat, jemarinya gemetar. Tekadnya sudah bulat, Gina harus disingkirkan.Angel menekan nomor seseorang yang sudah ada di daftar kontaknya. Suaranya dingin ketika dia berbicara.“Aku butuh kamu lakukan sesuatu,” ucap Angel, nada suaranya rendah namun tegas.“Siapa targetnya?” balas suara pria dari seberang telepon.“Seorang wanita. Namanya Gina. Aku nggak peduli caranya gimana, tapi aku nggak mau dia lagi ada di sekitar suami aku. Buat dia kapok, atau lebih baik lagi... lenyapkan dia. Selamanya.”Hening sejenak di telepon, hanya terdengar suara nafas
Malam itu, hujan turun deras, menghantam genteng rumah seperti ketukan berirama yang memecah keheningan. Gina duduk di ruang tamu dengan segelas teh yang sudah dingin di meja kecil di depannya. Matanya menatap kosong ke arah jendela, melihat bayangan dirinya yang terpantul samar di kaca. Di sudut ruangan, Maria duduk tak jauh darinya."Gin, beberapa hari ini kok Mama merasa ada sesuatu yang aneh ya," ucap Maria "Sesuatu yang aneh bagaimana Ma?" tanya Gina penasaran."Seperti ada seseorang yang memperhatikan kegiatan Mama dan Tama,"Gina diam sesaat, ia berpikir apa sebaiknya mereka pindah saja, sementara itu Maria masih memperhatikan putrinya dengan cemas. Tama sudah tertidur di kamar dengan selimut hangat yang membungkus tubuh kecilnya."Ma, apa sebaiknya kita pindah saja?" akhirnya sebuah kalimat keluar dari bibir Gina"Gin," suara Maria terdengar pelan, memecah keheningan. "Apa kamu yakin dengan keputusan ini?"Gina menghela napas panjang, mencob
"Kamu masih tidak bisa mengambil keputusan atas hubungan kamu dengan Mbak Gina kan!" Laura beranjak bangkit sembari tersenyum smirk kemudian berjalan meninggalkan Satria yang masih terpaku duduk ditempatnya. Tak ada niat dalam hatinya untuk mengejar Laura karena memang gadis itu sudah masuk kedalam mobil yang ada didepan tempat tersebut.Masuk kedalam mobil dalam perasaan yang kecewa, Laura kembali dihadapkan dengan telepon dari Angel."Ra, kamu tau keberadaan suamiku?" tanya Angel posesif."Dia tadi pergi sama Pak Ganjar, ada urusan!" jawab Laura seadanya."Hah... gak mungkin! kamu jangan bohong. Aku baru saja ketemu sama Pak Ganjar dia baru saja pulang ke kantor," mendengar pernyataan Angel, Laura terdiam."Ra, Lauraaaaa!" teriak Angel disebrang sana."Ehh...""Kamu kok malah diam aja sih?" protes Angel."Aku lagi mikir dia dimana, sekarang aku lagi dijalan nanti ku telpon lagi!" Laura mematikan sambungan telepon tersebut secara sepihak.Ia berp
"Pak Alex, kebetulan sekali!" ucap Satria ketika melihat kehadiran Alex. Satria mendekat dan melangkah menghampiri Alex, ia keluar dari ruangan itu karena ia sadar, tidak baik jika banyak orang dalam ruang perawatan pasien."Bagaimana Pak Alex bisa sampai sini?" tanya Satria ketika sudah berada diluar, ia yakin sekali bahwa Alex pasti juga baru mengetahui tentang kecelakaan yang menimpa Tama."Saya yang membawa Tama kerumah sakit ini!" jawab Alex datar. Satria terdiam, sekali lagi ia merasa hidupnya tak berguna karena selalu orang lain yang berada disisi Gina ketika gadis tersebut berada dititik kesulitan, kemana dirinya?"Ayo balik, kita ada rapat satu jam lagi!" ucap Alex dengan penuh penekanan, ia seolah tahu akan niat lelaki dihadapannya ini."Hah...?" belum selesai dengan satu keterkejutan, Satria yang berencana ingin libur dan menemani Gina hari ini terpaksa harus kembali kekantor."Sebenarnya saya, ingin ijin hari ini Pak!" ucap Satria menolak ajakan Alex.