"Itu... aku..." Adam menggaruk tekuknya yang tidak gatal, karena tergesa-gesa untuk pulang ia sampai lupa menyiapkan jawaban jika nanti Gina bertanya padanya perihal ketidak pulangannya tadi pagi, ia pun tak bisa menjawab pertanyaan Gina.
Tak memperdulikan Adam yang salah tingkah Gina masuk meninggalkan Adam."Apa yang kau bawa?" tanyanya, ia mengharapkan makanan lah yang dibawa oleh Gina, karena perutnya terasa sangatlah lapar, sebab di tempat Ike hanya mie instan.Gina duduk dan meletakkan plastik yang ia bawa, segera Adam yang membuka plastik tersebut, betapa kecewanya ia melihat hanya rujak buah yang ada di dalamnya.Adam bangkit dan pergi ke dapur dibukanya tudung saji, dan menyantap makanan yang ada di dalamnya."Kemana kamu tadi malam Mas?" tanya Gina berdiri tak jauh dari Adam."Sebenarnya aku ingin ikut bang Rojak ikut bekerja, tapi mobilnya sudah berangkat." ucap Adam beralasan."Lalu setelah itu?" selidik Gina."Aku ikut minum dengan Her"Hallo!" Alex mengangkat telepon yang sedari tadi berdering masuk ke handphonenya."Sayang kamu dimana sih? Katanya udah pulang?" tanya Angel di sebrang telepon."Aku lagi di gudang," jawab Alex yang memperhatikan seseorang dari kejauhan."Cepat pulang aku kangen tau!" Angel kembali berbicara dengan nada manja."Aku sibuk!" Alex mematikan telepon tersebut. Ia terus saja memperhatikan anak buahnya yang sedang istirahat makan siang, salah satu anak buahnya terlihat sedang asyik menelpon seseorang sambil sesekali tersenyum.Alex kembali fokus pada handphonenya dan menelpon Gina.Tuuuut... tak dijawab, untuk menjawab rasa pemasarannya, Alex terus saja menelpon nomor Gina."Gin hp kamu dari tadi bergetar terus, di dalam tas!" bisik bi Imah kepada Gina. Gina pun mengambil benda pipih tersebut dan mengeceknya."Hallo..." ucapnya mengangkat telepon tersebut."Apa yang sedang kau kerjakan?" tanya Alex to the poin."Aku ya masak lah, sudah aku mau
"Eh Gin kamu kenapa?" tanya Bi Imah kepada Gina yang muntah-muntah di dalam kamar mandi, setelah membuka kulkas. Gina yang masih merasakan mual pada perutnya tersebut mengelap wajahnya yang tadi ia basuh."Anu Bi, aku geli meliat ikan lele." jawab Gina jujur."Kamu ini ada-ada aja, masa liat ikan lele geli sampai muntah-muntah gitu. Seperti orang hamil aja!" ucap Bi Imah membuat Gina membisu."Kamu hamil?" tanya Bi Imah menatap Gina serius."Hah?" hanya itu kata yang terucap dari bibir Gina."Pantas beberapa waktu ini kamu terlihat aneh," Bi Imah tak memberikan kesempatan untuk Gina berbicara."Tapi Bi..." Gina kembali terdiam, dalam benaknya ia berpikir tentang apa yang dikatakan oleh Bi Imah. Mungkinkah ia sedang hamil, tapi bukankah ia meminum obat kontrasepsi setelah Adam kembali. 'Apa jangan-jangan... tidak, tidak mungkin!' Gina mengetuk-ngetuk kepalanya."Heeeh, kamu kenapa?" tanya Bi Imah bingung dengan tingkah Gina."Aku minum pil kb Bi!" bisi
"Sebelumnya saya minta kepada Bapak untuk tetap tenang, karena dalam ilmu kedokteran semuanya ada penjelasannya!" ucap Bidan tersebut."Mengenai perhitungan masa kehamilan, usia janin itu sendiri di hitung pada hari pertama terakhir haid, dalam periode ini istri anda masih dalam masa subur dan ketika anda berhubungan intim sel sperma yang bertemu dengan sel telur dan pada saat itulah terjadi pembuahan," wanita berseragam putih itu menjelaskan kepada Adam."Sudah mengerti Pak?" tanya wanita berkaca mata tersebut, Adam mengangguk. "Oke kalau Bapak sudah mengerti, saya akan kembali menjelaskan apa yang tidak boleh dilakukan ibu hamil khususnya pada masa trisemester pertama!" Bidan berpengalaman lama tersebut menjelaskan panjang lebar tentang semua hal yang berkaitan dengan kehamilan.Sementara itu Gina masih terdiam, ia merasa takut dan was-was sebab orang yang berhubungan dengannya setelah ia selesai haid adalah Alex bukan Adam. Itu berarti..."Saya akan berikan r
"Maafkan istri saya yang tidak bisa memenuhi janjinya Bos, saya harap Bos mengerti dengan keadaannya yang saat ini tengah menggandung?" mohon Adam kepada Alex, Alex kembali diam sungguh ia merasa sangat kehilangan."Aku mengerti!" ucap Alex setelah beberapa saat."Kalau begitu saya ijin pamit Bos!" ucap Adam yang dijawab Alex dengan anggukan.Sepeninggal Adam, pikiran Alex terus tertuju kepada Gina. Ia yakin anak yang dikandung oleh Gina adalah anaknya. Namun untuk memastikan hal tersebut ia harus menunggu waktu yang tepat untuk bisa bertemu dengan Gina.Drrrttt... drrrttt..."Hallo..." Alex mengangkat telepon yang masuk ke handphonenya."Tidak ada tanda-tanda laki-laki itu kemari, apa aku harus menghentikan pengintaian?" tanya seseorang di sebrang telepon tersebut."Kai awasi saja terus! jangan pergi dari sana!" ucap Alex penuh penekanan kepada anak buahnya."Oke oke..." telepon kembali terputus.****Kabar kehamilan Gina telah sampai ke teli
Mata Alex dan Diana tak berkedip tatkala melihat penampilan Gina yang menggunakan baju daster bermotif batik selutut, dengan rambut yang sedikit acak-acakan. "Nyonya," sapanya duduk di hadapan Diana."Saya spechles loh ngeliat kamu," ucap Diana jujur, karena baru pertama kali ini dia melihat penampilan Gina seperti itu, sementara itu Alex yang duduk di samping Diana, memandang Gina sembari melamun. Ingin rasanya ia mengobrol dan menghabiskan waktu berdua dengan wanita tersebut."Oh iya ini Gin, saya belikan ini untuk kamu!" ucap Diana menarik barang belanjaannya."Ibu kok repot-repot segala sih!" ungkap Gina merasa tidak enak."Enggak sama sekali ko Gin, kami turut bahagia mendengar berita tentang kehamilan kamu.Anggap ini sebagai ucapan terima kasih kami karena kamu sudah bersedia menjadi koki di rumah kami, Iya kan Lex?" tanya Diana mencolek Alex."Iya," ucap Alex memandang sendu ke arah wanita yang ia cintai tersebut.Gina tersenyum, "Sama-sama Nyah,
"Sayang... aku minta jatah," bisik Adam di telinga Gina. Gina berbalik menghadap lelaki tersebut. "Malam esok saja ya Mas, aku capek!" ucap Gina lirih. "Kamu juga menolak tadi malam!" ucap Adam protes, "Hanya sebentar saja Gina, layani suamimu ini!" tambahnya lagi. Akhirnya dengan sangat terpaksa Gina melayani Adam, dan seperti biasa tanpa pemanasan lelaki melampiaskan nafsunya kepada Gina hingga wanita itu tidak merasakan kenikmatan sama sekali, Adam tak memperdulikan Gina yang tidak pernah mencapai puncak ketika bercinta dengannya. Setelah selesai Adam terlelap, kini Gina hanya bisa menghela nafas, sebenarnya gairahnya mulai terpancing, namun karena Adam hanya mementingkan dirinya sendiri. Akhirnya nafsu itupun harus ditahannya karena Adam lebih dulu mencapai klimaks.3 bulan kemudian...Seseorang yang menggunakan hoody hitam, memakai kaca mata dan juga masker terus saja menatap kearah sebrang jalan, dimana seorang wanita hamil tengah duduk sambil menggoreng jaja
"Di mana suamimu sekarang?" tanya Alex menatap Gina lekat ketika keduanya sudah berada di dalam mobil."Bukankah dia bekerja di tempat kamu Mas?" Gina bertanya balik."Dua hari ini dia tidak masuk bekerja di gudang!" Alex memberitahu Gina bahwa suaminya itu tidak ada di tempatnya."Tapi dia mengatakan bahwa...""Dia membohongimu Gina," bentak Alex membuat Gina terdiam seketika, matanya mulai berembun kemudian butiran bening keluar dari manik hitam tersebut. Selain terkejut dengan suara tinggi Alex yang membentaknya, ia juga merasa sangatlah bodoh sebab kembali dibohongi oleh sang suami."Maaf jika aku kasar, aku hanya ingin matamu terbuka untuk melihat semuanya!" Alex meraih tangan Gina, namun wanita yang tengah berbadan dua tersebut menepisnya. Pandangannya pun beralih ke jendela, menatap keadaan di luar yang tengah dilanda gerimis. Alex menepikan mobilnya dan berhenti di tempat yang jauh dari keramaian. Gina masih terdiam, sementara air matanya masih saja menet
"Aku mau pulang dulu Ke, nanti kalau telat pulang Gina bisa-bisa curiga," ucap Adam kepada sang kekasih."Tapi aku masih kangen sama kamu!" ucap Ike bergelayut manja di lengan Adam, seakan ia benar-benar memerlukan Adam, padahal dalam hatinya, ia hanya menginginkan uang dari lelaki tersebut, meski tidak banyak tapi cukup untuk keperluannya sehari-hari. Sedangkan untuk biaya lainnya, bisa ia dapatkan dari lelaki lainnya, karena Ike berhubungan dengan banyak pria."Minta uang buat beli bakso dong Mas!" rayu Ike kepadanya."Mas lagi kere sayang, cuma ada uang buat beli rokok ini!" jawab Adam tak enak. Ike mengerucutkan bibirnya, seolah sedang merajuk karena tidak diberi uang oleh Adam. Adam mencubit gemas pipi Ike gemas, karena tidak tega dengan wanita seksi tersebut, iapun mengalah diserahkannya uang terakhir yang ia punyai kepada Ike, wanita itu tersenyum sumringah saat menerima selembar uang bernominal 50 ribu rupiah tersebut, kemudian dikecupnya pipi Adam."Terima k
Laura duduk termenung di ruang kecil kamarnya. Jendela kaca di samping meja riasnya memantulkan bayangan dirinya yang tampak lelah. Rambutnya yang biasanya tertata rapi kini tampak sedikit berantakan. Sejak kejadian malam itu, semuanya terasa berubah. Ia telah melewati batas, dan entah kenapa, perasaan bersalah itu terus menghantuinya.Hubungannya dengan Satria telah menjadi sebuah kesalahan besar. Malam itu, di pesta perusahaan, ia tak pernah menyangka akan terjebak dalam situasi yang begitu kacau. Entah apa yang diminum Satria pada malam itu nyatanya membawa mereka ke dalam kekeliruan yang tak termaafkan. Ia menghela napas panjang, mencoba mengusir bayang-bayang gelap itu dari pikirannya. Namun, semakin ia mencoba melupakan, semakin kuat rasa hampa di dadanya.—Laura memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Ia ingin keluar dari zona nyaman, dari lingkungan yang penuh dengan intrik dan konflik. Ketika salah satu divisi perusahaan mengadakan
Setelah perdebatannya dengan Angel Alex memilih keluar dan pergi ke kamarnya yang berada tepat disamping kamar Angel, meski menginap dihotel yang sama, namun ia memesan kamar kamar lain untuk dirinya sendiri karena memang Alex menyukai ketenangan. Alex berdiri di depan jendela besar di kamar tersebut. Sinar matahari sore memantulkan bayangan tubuhnya yang kokoh ke lantai kayu. Tatapannya kosong menembus kaca, tetapi pikirannya penuh dengan berbagai rencana. Ia sudah terlalu muak dengan permainan Angel. Istrinya itu sudah melampaui batas, dan kali ini, Alex tidak akan tinggal diam.Pintu kamar terbuka perlahan. Entah dari mana Angel mendapatkan kunci kamar tersebut, ia melangkah masuk dengan anggun, mengenakan gaun merah yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Wajahnya penuh percaya diri, seperti biasa, tetapi sorot matanya menyimpan sesuatu—ketakutan yang ia coba tutupi.“Maafkan aku," Angel bersuaranya terdengar menyesal, juga ada nada gugup yang terselip di sana.Alex
Langit sore itu terlihat mendung, menambah suasana muram di sekitar tempat Gina berpijak saat ini. Udara terasa lembap, dan aroma tanah basah mulai tercium, tanda-tanda hujan akan segera turun. Gina menatap cakrawala dimana cahaya jingga serta awan hitam menutupi langit bagian barat wilayah tersebut. Handphone dalam tas selempangnya bergetar."Iya, Ma," ucapnya sedikit cemas."Kamu kok belum pulang? ini Tama nanyain dari tadi," ucap Maria disebrang sana."Iya Ma ini lagi dijalan, Mama sudah dirumah?" Gina memastikan keduanya baik-baik saja."Iya kami sudah dirumah, tadi ada orang baik nawarin tumpangan naik mobil, jadi Mama gak perlu nunggu jemputan dari Paman Andi,"Deg...Pernyataan dari Maria membuat Gina semakin yakin bahwa Angel tidak berbohong atas ucapannya."Ya sudah Ma, aku mau lanjutin perjalanan nanti keburu hujan!""Iya hati-hati..." Sepanjang perjalanan lagi-lagi Gina merasa tidak tenang, sebab ada seseorang yang terus saja men
Malam itu terasa sunyi, meski di luar suara kendaraan pengangkut barang produksi masih hilir mudik melewati jalanan ibu didepan rumah sederhana, Satria duduk di dalam kamarnya, menatap layar ponselnya yang menyala. Nama Gina terpampang di sana, tetapi ia tak punya keberanian untuk mengetuk ikon “panggil”. Ada ribuan kata yang ingin ia ucapkan, tetapi semuanya terhenti di tenggorokan. Kepalanya bersandar di sandaran ranjang sementara pikirannya penuh dengan bayangan Gina.Satria menghela napas panjang. “ Aku nggak bisa terus kayak gini…” gumamnya, setengah berbisik. Ia tahu, perasaannya kepada Gina bukan sekadar rasa suka biasa. Ini cinta. Cinta yang tumbuh tanpa ia rencanakan, meski ia tahu Gina masih menyimpan banyak misteri dari masa lalunya. Setiap kali ia melihat wanita itu, ada dorongan kuat untuk mengungkap misteri tersebut. Namun, semuanya terasa rumit. Gina, dengan sikapnya yang dingin namun penuh keraguan, selalu menolak untuk memberikan kepastian. Satria tahu
Malam itu, Angel berdiri di balkon kamarnya, memandang gelapnya malam di sekitar hotel tempat ia menginap. Pikirannya berputar-putar, penuh dengan rasa cemburu dan amarah yang tak bisa ia kendalikan. Gina. Nama itu terus menghantui pikirannya. Angel tidak bisa menerima kenyataan bahwa Alex, suaminya, masih memendam perasaan untuk wanita itu, apalagi setelah insiden malam pesta kemarin. Angel menggenggam ponselnya erat-erat, jemarinya gemetar. Tekadnya sudah bulat, Gina harus disingkirkan.Angel menekan nomor seseorang yang sudah ada di daftar kontaknya. Suaranya dingin ketika dia berbicara.“Aku butuh kamu lakukan sesuatu,” ucap Angel, nada suaranya rendah namun tegas.“Siapa targetnya?” balas suara pria dari seberang telepon.“Seorang wanita. Namanya Gina. Aku nggak peduli caranya gimana, tapi aku nggak mau dia lagi ada di sekitar suami aku. Buat dia kapok, atau lebih baik lagi... lenyapkan dia. Selamanya.”Hening sejenak di telepon, hanya terdengar suara nafas
Malam itu, hujan turun deras, menghantam genteng rumah seperti ketukan berirama yang memecah keheningan. Gina duduk di ruang tamu dengan segelas teh yang sudah dingin di meja kecil di depannya. Matanya menatap kosong ke arah jendela, melihat bayangan dirinya yang terpantul samar di kaca. Di sudut ruangan, Maria duduk tak jauh darinya."Gin, beberapa hari ini kok Mama merasa ada sesuatu yang aneh ya," ucap Maria "Sesuatu yang aneh bagaimana Ma?" tanya Gina penasaran."Seperti ada seseorang yang memperhatikan kegiatan Mama dan Tama,"Gina diam sesaat, ia berpikir apa sebaiknya mereka pindah saja, sementara itu Maria masih memperhatikan putrinya dengan cemas. Tama sudah tertidur di kamar dengan selimut hangat yang membungkus tubuh kecilnya."Ma, apa sebaiknya kita pindah saja?" akhirnya sebuah kalimat keluar dari bibir Gina"Gin," suara Maria terdengar pelan, memecah keheningan. "Apa kamu yakin dengan keputusan ini?"Gina menghela napas panjang, mencob
"Kamu masih tidak bisa mengambil keputusan atas hubungan kamu dengan Mbak Gina kan!" Laura beranjak bangkit sembari tersenyum smirk kemudian berjalan meninggalkan Satria yang masih terpaku duduk ditempatnya. Tak ada niat dalam hatinya untuk mengejar Laura karena memang gadis itu sudah masuk kedalam mobil yang ada didepan tempat tersebut.Masuk kedalam mobil dalam perasaan yang kecewa, Laura kembali dihadapkan dengan telepon dari Angel."Ra, kamu tau keberadaan suamiku?" tanya Angel posesif."Dia tadi pergi sama Pak Ganjar, ada urusan!" jawab Laura seadanya."Hah... gak mungkin! kamu jangan bohong. Aku baru saja ketemu sama Pak Ganjar dia baru saja pulang ke kantor," mendengar pernyataan Angel, Laura terdiam."Ra, Lauraaaaa!" teriak Angel disebrang sana."Ehh...""Kamu kok malah diam aja sih?" protes Angel."Aku lagi mikir dia dimana, sekarang aku lagi dijalan nanti ku telpon lagi!" Laura mematikan sambungan telepon tersebut secara sepihak.Ia berp
"Pak Alex, kebetulan sekali!" ucap Satria ketika melihat kehadiran Alex. Satria mendekat dan melangkah menghampiri Alex, ia keluar dari ruangan itu karena ia sadar, tidak baik jika banyak orang dalam ruang perawatan pasien."Bagaimana Pak Alex bisa sampai sini?" tanya Satria ketika sudah berada diluar, ia yakin sekali bahwa Alex pasti juga baru mengetahui tentang kecelakaan yang menimpa Tama."Saya yang membawa Tama kerumah sakit ini!" jawab Alex datar. Satria terdiam, sekali lagi ia merasa hidupnya tak berguna karena selalu orang lain yang berada disisi Gina ketika gadis tersebut berada dititik kesulitan, kemana dirinya?"Ayo balik, kita ada rapat satu jam lagi!" ucap Alex dengan penuh penekanan, ia seolah tahu akan niat lelaki dihadapannya ini."Hah...?" belum selesai dengan satu keterkejutan, Satria yang berencana ingin libur dan menemani Gina hari ini terpaksa harus kembali kekantor."Sebenarnya saya, ingin ijin hari ini Pak!" ucap Satria menolak ajakan Alex.
"Golongan darah saya sama seperti anak itu Dok!" ucap Alex serius."Sus," dokter tersebut memanggil suster yang berjalan tak jauh dari mereka."Tolong antarkan Mas ini, dia mau donor darah!" ucap dokter tersebut."Mari Pak!" suster tersebut membawa Alex kesebuah ruangan yang dimaksud, sementara itu Gina hanya bisa menatap punggung Alex yang semakin menjauh. Jantungnya berdegub kencang, jika golongan darah Tama dan Alex sama, akankah Alex menyadari bahwa Tama adalah darah dagingnya.Ina dan Maria datang dengan tergesa,"Bagaimana keadaan Tama Gin?" tanya mereka hampir bersamaan, Gina menggeleng tanda bahwa iapun tidak mengetahui bagaimana keadaan Tama saat ini.Maria berdiri dengan bersandar didinding, matanya terpejam, berharap cucu semata wayangnya tersebut tidak kenapa-napa.Tak lama berselang, Alex kembali dengan seorang suster yang membawa satu kantong darah dan masuk kedalam ruangan dimana Tama berada, transfusi dilakukan. Suster itu masuk kedal