***
"Bos."
Baru memberhentikan mobilnya beberapa saat lalu, Sagara menoleh ketika panggilan tersebut dilontarkan salah seorang pria berjaket hitam padanya.
Memasang raut wajah ramah, pria yang memiliki usia sebaya dengan Sagara tersebut nampak melengkungkan senyuman–seolah menyambut kedatangan suami baru Elliana itu dengan perasaan bahagia.
"Semuanya aman?" tanya Sagara.
Berbeda dengan pria yang menyambutnya, Sagara justru memasang raut wajah yang cenderung masam. Menempuh perjalanan tiga jam menuju Bandung, tentu saja dia merasa lelah sekarang.
Namun, pernyataan Elliana tadi di kamar hotel jelas tak bisa dia abaikan begitu saja sehingga pada akhirnya—mengabaikan rasa lelah bahkan ngantuk, Sagara tetap pergi ke tempat seseorang yang ingin dia beri pelajaran, berada.
"Aman bos," kata pria tersebut. Namanya Ferdi dan dia bisa dibilang kepercayaan Sagara sekaligus pemimpin dari hampir tujuh anak buahnya yang kini juga ada di tempat sama dengan dirinya.
Gedung kosong yang jauh dari keramaian kota, tempat itulah yang sekarang sedang Sagara kunjungi.
"Di mana?"
"Di lantai atas—di ruangan kedap suara yang enggak ada ventilasinya," kata Ferdi. "Sebelum bawa dia ke sini, saya sengaja pastiin dulu tempatnya dan ya ... ada yang pas buat nyimpen dia."
Sekarang, senyuman tipis melengkung di bibir Sagara—cukup puas dengan laporan yang baru saja dia dengar karena itu berarti semua rencana yang dia susun, berjalan dengan lancar tanpa ada cacat sedikit pun.
Tak sia-sia Sagara membayar mahal Ferdi juga anak buahnya yang lain karena cara kerja mereka memang cukup memuaskan.
"Mau turun sekarang, Boss?" tanya Ferdi kemudian.
"Tentu," kata Sagara. "Sia-sia saya jauh ke sini kalau enggak turun."
Ferdi tersenyum lalu setelah itu dia membukakan pintu untuk Sagara—membuat putra angkat Athlas itu akhirnya turun. Tak bisa membuang banyak waktu, yang dilakukan Sagara setelahnya adalah; melangkah masuk ke gedung kosong di depannya untuk kemudian naik bersama Ferdi dan dua anak buahnya yang lain.
Setelah di bawah dijaga dua orang, maka di atas pun Sagara bertemu dengan dua orang lagi pria berbadan besar yang nampak siaga di dekat pintu.
"Ada topeng?" tanya Sagara. "Saya enggak akan mengungkap identitas terlalu cepat."
"Ada, Bos," kata Ferdi. Sudah menyiapkan semuanya, sekarang dia memberikan topeng untuk dipakai Sagara masuk ke dalam ruangan di depannya itu.
Tak menutup wajah tampan Sagara sepenuhnya, topeng berwarna ungu tersebut hanya menutupi kedua mata suami Elliana itu sampai ke pangkal hidung, karena memang topeng yang dipakai pun adalah topeng untuk pesta.
Namun, meskipun begitu, wajah Sagara cukup tersamarkan dengan topeng tersebut sehingga dirinya pun akan aman bertemu orang di dalam sana.
"Bagaimana?" tanya Sagara setelah topeng yang diberikan Ferdi terpasang sempurna di wajah tampannya.
"Aman bos, dia enggak akan bisa lihat wajahnya bos," kata Ferdi sambil tersenyum. "Sebagai pelengkap, bos harus menyamarkan suara juga karena kalau enggak, dia pasti akan sadar."
"Oke, thank you sarannya," kata Sagara.
Beralih dari Ferdi, dia memandang anak buah lain di sana untuk kemudian meminta dibukakan pintu dan ya ... setelah itu Sagara masuk berdua dengan Ferdi ke dalam sebuah ruangan—tempat seorang pria terduduk di kursi.
Tak hanya duduk, pria tersebut nampak diikat dengan rantai di bagian kedua kaki juga tangannya agar tak bisa melakukan pergerakan dan untuk kursi yang dipakai, Ferdy selaku orang yang menjadi dalang pengikatan pria itu sengaja menggunakan bahan yang bagus dan kokoh.
"Kamu kasih dia obat tidur?" tanya Sagara ketika pria di kursi yang berada persis di depannya pada jarak beberapa meter, nampak menunduk lalu tak melakukan pergerakan apa pun.
"Sesuai perintah Bos, setiap kita kasih makan, kita campurin obat tidur buat meminimalisir dia kabur," kata Ferdy. "Tadi terakhir dikasih makan tuh jam delapan malam. Awalnya dia nolak, tapi mungkin karena lapar, makanan yang kita kasih, akhirnya dia makan juga. Disuapin Herman."
Sagara tersenyum miring. "Kamu kasih makan apa?"
"Nasi padang," celetuk Ferdy. "Tadi Didi yang beli. Sepuluh bungkus sekalian sama buat dia. Ngikutin juga perintah bos, kita kasih makanan yang layak buat dia."
"Baguslah," kata Sagara. "Enggak nyesel saya percayain semuanya sama kamu karena kamu lakuin semuanya dengan baik."
"Dapat bayaran mahal, masa saya ngecewain Bos," kata Ferdy. "Oh ya, mau dipastiin dari dekat enggak Bos? Kali aja pengen lihat."
"Of course," kata Sagara. "Tujuan saya ke sini juga bukan cuman mau lihat dia, tapi kasih pelajaran juga."
"Kasih pelajaran?" tanya Ferdy sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Dia udah merenggut kesucian perempuan yang saya cintai dan saya enggak terima," ungkap Sagara—membuat Ferdy nampak memasang raut wajah speechles.
"Waw."
"Kurang ajar, kan?" tanya Sagara.
"Bangetlah, Bos. Bisa-bisanya dia ngeduluin Boss buat lakuin semua itu," kata Ferdy. "Kasih paham Bos, biar tahu rasa."
"Tentu."
Setelah sejak tadi berdiri di dekat pintu, Sagara akhirnya melangkah maju mendekati pria yang sejak tadi tak bergeming, hingga ketika akhirnya sampai di dekat pria itu, yang dia lakukan adalah; membungkukan badan untuk kemudian meraih dagu pria tersebut agar bisa dia tatap dengan jelas.
"Direndra Yudistira Pribawa, lelap banget kamu tidurnya, Jagoan."
Yudistira.
Pria yang kini terlelap dengan kedua tangan dan kaki di rantai adalah Yudistira, calon suami Elliana yang hari ini membuat heboh keluarga besar Athlas karena ketidakhadirannya di acara pernikahan dia dengan putri sulung Athlas.
Tak kabur, pada kenyataannya Yudistira diculik sekomplotan orang tak dikenal malam kemarin di kamarnya. Entah dengan cara apa mengelabui petugas keamanan di rumahnya, yang jelas Yudistira tiba-tiba didatangi di kamarnya yang terletak di lantai dua rumah lalu setelah itu—sebelum sempat melakukan perlawanan, dia dibius bahkan dibawa pergi tanpa sepengetahuan siapa pun.
Dan jelas sekomplotan orang yang menculik Yudistira tidak bekerja sembarangan, karena semua yang mereka lakukan pada calon suami Elliana tersebut atas perintah dua orang di atasnya.
Ferdi dan Sagara.
Enam orang yang menculik Yudistira dikendalikan langsung oleh Ferdi yang juga memiliki bos besar; Sagara Michael Hadiputra.
Setan bertopeng malaikat.
Itulah peran Sagara di depan Elliana hari ini karena tanpa orang-orang tahu, dialah dalang dari ketidakhadiran Yudistira di acara akad nikah tadi pagi.
Bukan tanpa alasan, Sagara memutuskan untuk menculik lalu menyekap Yudistira setelah merasa putus asa karena tak bisa mendapatkan Elliana.
Mencintai adik iparnya jauh sebelum Yudistira hadir, Sagara jelas tak ikhlas ketika adik angkatnya harus menikah dengan pria lain sehingga cara nekad pun dia lakikan dan yaps! Semuanya berhasil.
Berjalan sesuai yang dia inginkan, Sagara akhirnya bisa menikahi Elliana—menggantikan Yudistira yang seharusnya meminang sang adik hari ini.
Sagara mungkin cukup bahkan sangat jahat, tapi dia pun tak punya cara lain karena rasa cintanya pada Elliana jelas tak main-main sehingga apa pun yang bisa dilakukan, akan dia lakukan demi mendapatkan pujaan hatinya itu.
Bagaimana resiko ke depannya? Sagara tak mau ambil pusing, karena yang terpenting sekarang, Elliana sudah menjadi miliknya dan di mata Elliana bahkan keluarga besarnya, Sagara juga dianggap sebagai pahlawan yang sudah menyelamatkan nama keluarga besar mereka.
"Yudis," panggil Sagara ketika Yudistira tetap terlelap dalam tidurnya yang nyenyak. "Kamu enggak mau minta ampun atau bahkan maaf gitu sama saya? Kamu udah nidurin Elliana dan renggut kesucian dia, enggak merasa bersalah emangnya?"
Tak ada respon, Yudistira tetap memejamkan kedua mata hingga akhirnya Sagara yang sudah menahan amarah sejak dari Jakarta, mendaratkan sebuah pukulan di wajah pria itu.
Tak terjatuh, Yudistira masih berada di kursinya—terikat bahkan terbelit lantai yang sangat sulit dilepaskan dan sialnya, pria itu masih tertidur juga sekalipun sudah mendapat pukulan dari Sagara.
"Dosis obat tidurnya tinggi?" desis Sagara dengan napas terengah.
Tak lagi ditahan, sekarang amarahnya keluar karena tentunya di depan Ferdi, dia tak perlu menjaga image seperti ketika di depan Elliana beberapa saat lalu.
Pernyataan Sagara tentang dia yang mau menerima Elliana apa adanya sekali pun sudah tak gadis, bukanlah sebuah kebohongan karena demi cintanya, dia memang mau melakukan semua itu.
Namun, meskipun begitu, Sagara pikir dia harus tetap memberikan pelajaran setimpal pada Yudistira karena sudah merusak adiknya, tapi dengan keadaan Yudistira yang terlelap seperti sekarang juga tak membuat Sagara puas.
Dia ingin memukuli Yudistira ketika pria itu bangun agar sakitnya lebih terasa, tapi dengan kondisi Yudistira yang sekarang, sepertinya memang sulit membuatnya bangun.
"Lumayan, Bos," kata Ferdy. "Maaf kalau salah, saya enggak tahu Bos bakalan ke sini malam ini soalnya."
Sagara mendengkus. Tak menjawab ucapan Ferdi, sekarang dia memilih untuk kembali memandang Yudistira hingga ketika mulutnya hampir berbicara, dering ponsel dari saku jaket membuat atensinya beralih.
Mengambil ponselnya dari saku, Sagara cukup terkejut ketika sebuah nama kini terpampang di layar. Tak langsung menjawab, dia melirik dulu Ferdy sebagai kode agar pria itu diam lalu setelah dirasa aman, Sagara akhirnya menjawab panggilan masuk tersebut.
"Halo, Lian. Kenapa?"
"Kak Gara di mana? Kok enggak ada di kamar? Kak Gara enggak pergi juga kaya Yudistira, kan, Kak?"
***"Kamu tidur aja lagi ya, nanti Kakak pulang setelah urusan Kakak sama teman-teman Kakak selesai."Berdiri di dekat pintu, Sagara berucap demikian pada Elliana yang beberapa waktu lalu menelepon untuk bertanya keberadaannya. Tak jujur, Sagara tentu saja bohong dengan mengatakan jika dirinya sekarang ada di tempat sang sahabat dan tanpa ada curiga, Elliana percaya sehingga katanya setelah tiba-tiba saja terbangun, Elliana akan kembali tidur."Iya, Kak. Kakak nanti bangunin aku aja ya kalau udah sampai. Barangkali butuh sesuatu.""Siap."Tak banyak mengobrol, setelahnya Sagara lekas mengucapkan selamat tidur sebelum kemudian memutuskan sambungan telepon dan tentunya setelah itu, atensi dia kembali beralih pada Yudistira yang masih saja terlelap.Mendekati lagi Yudistira dengan emosi yang masih berada di ubun-ubun, Sagara mengeraskan rahangnya hingga tak berselang lama dia berkata,"Malam ini kamu selamat, tapi nanti saya akan kasih k
***"Maaf kalau kesannya Kakak lancang atau mungkin keterlaluan, tapi Kakak rasanya emang enggak bisa diam aja, Li. Apa yang dilakukan Yudis sama kamu sangat keterlaluan, dan sebagai Kakak bahkan sekarang suami, Kakak pengen aja gitu kasih dia pelajaran supaya dia paham kalau yang disakitin itu perempuan yang sangat berharga buat semua orang."Dengan raut wajah tenang, ucapan panjang lebar tersebut lantas dikatakan Sagara pada Elliana yang kini duduk di depannya. Tertangkap basah ketika tengah menelepon Ferdy, Sagara memang langsung ditodong penjelasan setelah Elliana medengar nama Yudistira sehingga dengan segera dia pun menjelaskan semuanya.Jujur? Tentu saja tidak.Elliana tak mendengar semua percakapannya dengan Ferdy, Sagara bisa dengan mudah membohongi perempuantu itu dengan mengatakan jika dirinya memang meminta seseorang untuk mencari Yudistira, agar dirinya bisa memberikan pelajaran setelah semua yang dilakukan putra tunggal David kepada
***"Gimana, enak enggak?"Duduk bersama Sagara di sofa, Elliana menoleh perlahan ketika pertanyaan tersebut dia dapat dari sang suami yang kini berada persis di samping kirinya.Tak hanya duduk, yang dilakukan Sagara sekarang adalah memegangi handuk kecil yang menempel di pipi sang istri. Tak kering, handuk tersebut nampak sedikit basah karena memang tujuan handuk tersebut ditempelkan adalah; meredakan rasa perih bahkan panas di pipi Elliana usai ditampar Syafira beberapa saat lalu.Tak ada ucapan panjang lebar atau makian, yang dilakukan Syafira setelah menampar pipir kiri Elliana adalah; mengatai istri Sagara itu jahat sebelum akhirnya pergi begitu saja.Elliana tentunya punya niat untuk mengejar. Namun, Sagara menahannya bahkan setelah itu pria tersebut membawa dia ke kamar sehingga Elliana pun menurut.Tak langsung bertanya penyebab atau semacamnya, yang dilakukan Sagara setelah masuk kamar, yaitu; mengambil handuk kecil di kamar mandi untuk dikompreskan ke pipi Elliana yang kata
***"Masuk."Sambil memandang Sagara, Elliana masuk ke dalam mobil suaminya itu kemudian duduk di sebelah kiri. Tanpa banyak berkata, setelahnya Sagara nampak mengitari mobil kemudian masuk dari pintu kanan.Duduk di kursi kemudi, Sagara lantas memasang seatbelt lalu menyalakan mesin bahkan melajukan mobilnya begitu saja meninggalkan parkiran.Pasca ucapan selebor Elliana tentang cerai, Sagara memang menunjukkan sikap berbeda. Tak menyangka dengan apa yang diucapkan sang istri, Sagara bilang dia tak punya niat melakukan hal tersebut sehingga jelas rasa kecewa langsung dirasakan pria itu.Sekali lagi menegaskan, Sagara bilang dia tak peduli sama sekali dengan perbedaan status gadis diantara Elliana dan Syafira dan apa pun yang terjadi, Sagara akan terus mencintai adik angkat sekaligus istrinya itu karena memang cintanya tak sedangkal yang dipikirkan Elliana."Kita ke rumah Om David langsung kan, Kak?"Setelah beberapa menit mobil Sagara memasuki jalan raya, Elliana akhirnya memberanikan
***"Kenapa enggak makan? Enggak lapar kamu?"Baru masuk setelah beberapa saat lalu dipanggil sang anak buah, pertanyaan tersebut langsung dilontarkan Ferdy pada Yudistira yang kini nampak memberikan tatapan tajam padanya.Setelah sempat mengamuk lalu kembali tenang, Yudistira pagi ini menolak ketika anak buah Ferdy memberikannya makanan untuk sarapan. Bukan roti atau pancake—makanan yang biasa dia santap, sarapan Yudistira pagi ini adalah nasi bungkus seperti semalam."Kamu sebenarnya siapa?"Tanpa mengalihkan atensi meskipun sedetik, tatapan tajam Yudistira masih dia arahkan pada Fedy yang kini justru melengkungkan senyuman tipis."Ada apa mau tahu nama saya, hm? Mau kenalan?" tanya Ferdy. "Maaf, saya tidak tertarik berkenalan dengan kamu."Yudistira mendengkus. Demi apa pun sekarang dia sangat ingin membebaskan diri dari rantai yang membelit tubuh bahkan kedua kaki dan tangannya. Namun, tentunya hal tersebut bukan sesuatu yang mudah karena setiap kali mencoba, dirinya justru merasa
***"Lian pulang dulu ya, Tante. Jangan lupa jaga kesehatan dan kalau ada kabar tentang Yudis, tolong kabari Lian. Terima kasih untuk semua yang Tante kasih hari ini, Lian sangat berterima kasih."Setelah sebelumnya mencium punggung tangan Aruna, Elliana lantas berpamitan pada mantan calon mertuanya itu yang kini mengantar dia sampai ke halaman. Tak sendiri, Aruna ditemani David yang beberapa waktu lalu membantu Sagara memasukkan hantaran karena memang setelah meminta izin, Sagara tak keberatan sang istri menerima hantaran dari keluarga Yudistira."Iya, Lian. Kamu hati-hati di jalan ya dan sekali lagi Tante minta maaf untuk semua yang dilakukan Yudis. Semoga kamu sama Sagara bahagia selalu.""Aamiin, Tante. Terima kasih."Setelah pada Aruna, Elliana berpamitan pula pada David lalu setelahnya dia pun masuk ke dalam mobil Sagara dan tanpa banyak menunda, mobil yang dikendarai putra angkat Athlas itu pun melaju meninggalkan kediaman Yudistir
***"Ya udah kalau gitu Kakak ke kamar dulu ya, ada apa-apa atau pemberesannya udah selesai, kamu bisa panggil Kakak. Lewat telepon atau chat aja jangan jalan. Capek."Setelah membuat kesepakatan dengan Elliana, ucapan tersebut lantas dikatakan Sagara pada sang istri yang kini berdiri di depannya. Sempat bingung harus tidur di mana pasca menikah, pasangan suami istri itu sepakat untuk menempati kamar Elliana.Namun, tak cuma-cuma, Sagara memberikan syarat yaitu; Elliana harus menyingkirkan semua barang-barang berbau Yudistira di kamarnya dan karena status perempuan itu kini istri Sagara, permintaan tersebut dipatuhi sehingga tanpa banyak menunda, setelah ini Elliana akan membereskan barang-barang pemberian Yudistira selama mereka berpacaran."Iya, Kak. Barangnya enggak banyak kok. Jadi mungkin dua puluh menit dari sekarang, Kakak bisa balik lagi ke sini.""Oke."Berpisah, setelah itu Sagara pergi meninggalkan Elliana yang masih b
***"Yudis, kenapa aku mendadak mimpiin dia ya?"Duduk dengan perasaan bertanya-tanya, Elliana lantas melontarkan pertanyaan tersebut pada dirinya sendiri yang beberapa waktu lalu dihampiri Yudistira di dalam mimpi.Entah apa maksud dari mimpinya tersebut, Elliana sendiri tak tahu karena sampai sekarang dia bahkan bingung kenapa di mimpi yang dialaminya beberapa waktu lalu, Yudistira ada di Bandung.Bertemu di Braga, di mimpi tersebut Elliana tengah berjalan menyusuri pinggir jalan kemudian Yudistira datang dengan raut wajah gelisah langkah tergesa-gesa. Tak mengobrol banyak, Yudistira hanya meminta tolong pada Elliana. Namun, entah ingin ditolong apa, Elliana bingung karena ketika dia bertanya, Yudistira justru berlari meninggalkannya yang kemudian bangun dari mimpi.Cukup singkat, tapi membuat Elliana penasaran karena dari banyaknya kota, mengapa harus Bandung yang menjadi latar pertemuannya dengan Yudistira."Ketemu dia apa ka
***"Ma, gimana kondisi Lian sekarang? Baik-baik aja, kan, dia? Enggak ada hal serius terjadi, kan? Dan anak aku, gimana kondisi anak aku sekarang, Ma? Baik juga, kan?"Barusaja sampai di depan ruang operasi, deretan pertanyaan tersebut langsung dilontarkan Sagara pada Anindira juga Athlas yang kini berada di sana.Datang dari kantor dengan perasaan panik, itulah Sagara setelah beberapa waktu lalu kabar tak mengenakkan diterimanya dari Anindira. Elliana jatuh di kamar mandi.Itulah kabar buruk yang Sagara terima sehingga tanpa banyak basa-basi yang dia lakukan usai menerima kabar tersebut adalah bergegas menuju rumah sakit tempat sang istri dirawat.Tak tepat waktu, Sagara pergi setengah jam setelah pesan dari Anindira masuk karena memang ketika pesan tersebut dikirim, dirinya tengah menjalani meeting sehingga khawatir tingkat tinggi pun dirasakannya."Tenang, Gar, satu-satu dulu nanyanya," ucap Athlas. "Mama kamu pusing kalau kamu nanyanya banyak gitu.""Ah iya, Maaf," ucap Sagara. M
***"Hai, Mas suami."Tersenyum, itulah yang Sagara lakukan setelah sapaan tersebut dilontarkan Elliana. Baru kembali dari kantor setelah seharian penuh bekerja, dia merasa lelahnya seketika hilang setelah sang istri yang malam ini terlihat cantik dengan dressnya, menyambut di ambang pintu.Tak heran dengan penampilan cantik Elliana malam ini, Sagara tentu saja tahu alasan sang istri berdandan cantik sehingga tak bertanya tentang pakaian, dia memilih untuk membalas sapaan Elliana dengan ucapan yang tak kalah manis."Hai, istriku yang cantik.""Aku lega karena Kakak pulang tepat waktu," ucap Elliana—mengingat lagi bagaimana Sagara meminta izin pulang terlambat sore tadi. Padahal, malam ini ada acara makan bersama di rumah untuk merayakan bertambahnya usia sang putri, Rinjani. "Aku pikir bakalan telat dan makan malam kita kemalaman.""Enggaklah, aku kan tadi janji pulang maghrib dan kebetulan problem yang aku ceritain ke kamu tadi
***"Gimana sayang? Keluar enggak?"Duduk sambil memperhatikan Elliana yang kini menggendong sang putri, pertanyaan tersebut lantas dilontarkan Sagara dengan raut wajah penasarannya.Bukan tanpa alasan, Sagara bertanya demikian karena kini Elliana tengah memberikan ASInya untuk pertama kali dan yaps! Ringisan dari sang istri membuat dia mengerutkan kening."Ada dikit, Kak, bening," ucap Elliana. "Nanti pasti banyak," ucap Sagara. "Sakit enggak?""Enggak sih cuman agak gimanaa gitu," ucap Elliana. "Kaya ada geli-gelinya gitu.""Si cantiknya bangun?""Merem," kata Elliana sambil tersenyum. "Dia mungkin masih terlalu mager buat bangun.""Nanti malam mungkin bangun."Selesai operasi pukul sepuluh pagi, bayi mungil yang Elliana lahirkan memang baru dibawa ke kamar rawat Elliana enam jam setelahnya, dan tak langsung bangun, bayi cantik dengan berat badan 3,2kg tersebut terlelap dengan damai hingga s
***"Gimana, Kak, udah cantik belum? Aku enggak mau kelihatan pucat soalnya pas difoto nanti."Selesai memoles wajah, pertanyaan tersebut lantas Elliana lontarkan pada Sagara yang sejak tadi duduk di samping bed tempatnya berada. Tak di rumah seperti hari-hari sebelumnya, jumat ini Elliana sudah berada di rumah sakit karena memang setelah beberapa bulan berganti, usia kehamilan yang dia alami tiba juga di angka tiga puluh delapan minggu.Tak bisa melahirkan normal karena janin yang tetap di posisi sungsang, Elliana pada akhirnya pasrah pada tindakan cessar yang akan dilakukan dokter untuk kelahiran sang putri dan karena operasi akan dilakukan pukul sembilan pagi, sekarang—sekitar pukul tujuh, Elliana sibuk merias diri karena di kelahiran pertamanya, entah kenapa dia ingin tampil cantik dengan makeup di wajah.Tak hanya ditemani Sagara di ruang operasi nanti, Elliana sebelumnya meminta izin untuk mengajak satu orang lagi, dan bukan Anindi
***"Masih sedih?"Tak langsung melajukan mobil setelah sebelumnya masuk, pertanyaan tersebut lantas dilontarkan Sagara setelah kini di samping kirinya, Elliana terlihat terus menekuk wajah.Tak hanya memasang ekspresi tersebut, sejak beberapa waktu lalu Elliana juga tak banyak bicara dan seolah belum cukup, sejak masuk ke dalam mobil, Elliana memalingkan wajah ke arah luar—membuat Sagara tentu saja khawatir."Lumayan," ucap Elliana dengan atensi yang masih tertuju ke luar.Tak di rumah, saat ini dia juga Sagara tengah berada di parkiran rumah sakit setelah sebelumnya melakukan check up kandungan dan sama seperti bulan sebelumnya, kondisi janin di rahim Elliana baik. Namun, kendala yang muncul sejak dua bulan lalu masih sama dan hal tersebutlah yang membuat Elliana tak memasang raut wajah bahagia setelah melakukan check up.Bayi yang dia kandung mengalami posisi sungsang.Itulah kendala dalam kehamilan yang Elliana alami
***"Satu, dua, tiga, tusuk!"Dar!Tak memiliki jeda yang lama pasca seruan tersebut dilontarkan orang-orang di taman belakang rumah, balon hitam besar yang semula menggantung akhirnya meledak juga setelah sebuah jarum ditusukkan oleh Elliana juga Sagara di waktu yang sama.Tak sekadar berdiri bersebelahan di depan balon, Elliana juga Sagara tentunya berpegangan tangan bahkan jarum yang mereka pakai pun hanya satu—dipegang oleh keduanya dan yaps! Begitu balon pecah, compety berwarna merah muda berhamburan—membuat semua orang yang sore ini hadir seketika berseru, karena lewat warna compety yang keluar dari dalam balon, jenis kelamin bayi yang Elliana kandung akhirnya bisa diketahui."Bayi kita perempuan, Kak," ucap Elliana sambil memandang Sagara."Iya, sayang. Baby girl," kata Sagara. "Sini peluk dulu."Tersenyum dengan perasaan yang bahagia, setelahnya Elliana masuk ke dalam dekapan Sagara kemudian di tengah meriahnya a
***"Hai."Tersenyum dengan perasaan speechles, itulah yang Elliana rasakan ketika sapaan tersebut dilontarkan Sagara yang barusaja turun dari mobil. Berpenampilan berbeda dengan tadi pagi ketika hendak pergi ke kantor, sore ini pria itu pulang menggunakan kemeja biru muda dan tentu saja hal tersebut membuat Elliana heran."Kakak kok ganti baju?" tanya Elliana begitu Sagara mendekat. "Baju yang tadi mana?""Ada di mobil," kata Sagara. Sampai di teras tempat sang istri menunggu, setelahnya dia bertanya, "Udah siap?""Udah," kata Elliana. "Mau ke mana kita sore ini?"Beberapa jam berlalu, sore akhirnya tiba dan merealisasikan ajakan Sagara tadi siang, Elliana sudah rapi dengan dress merah muda juga sneaker putih yang diberikan sang suami, karena memang tak ada perubahan jadwal, Sagara ingin mengajaknya berjalan-jalan."Tempatnya masih dirahasiakan," ucap Sagara. "Oh ya, Mbak Marni mana? Bilang ke beliau ayo berangkat."
***"Siapa, Bi, barusan? Tetangga atau siapa?"Tengah bersantai di kursi tengah, pertanyaan tersebut lantas Elliana lontarkan setelah Mbak Marni yang semula ke depan untuk mengecek tamu, kini kembali sambil menenteng sebuah paper bag di tangan kanan.Entah apa isi dari paper bag tersebut, Elliana sendiri tak tahu karena dibanding apa yang dibawa sang art, dia rasanya lebih penasaran pada siapa yang datang ke rumahnya beberapa waktu lalu."Kurir, Non," kata Mbak Marni. "Katanya mau anterin paket buat Non Lian.""Paket?" tanya Elliana sambil mengerutkan kening. "Dari siapa?""Den Gara," ucap Mbak Marni. Mendekati Elliana yang masih berada di sofa, setelahnya yang dia lakukan adalah; menyimpan paper bag yang dibawanya di atas meja. "Tadi kurirnya bilang ini paket buat Non Lian dan pengirimnya Den Gara. Karena setelah dicek, isi paper bagnya kain, Saya terima aja deh.""Kak Gara kasih apa ya?" tanya Elliana. "Dia bilang lemb
***"Ngerjain Kak Gara dosa enggak sih? Mendadak kasihan juga nih aku tinggalin dia di pasar."Sambil terus mengemudikan mobil yang sejak tadi dia bawa, Elliana lantas bertanya demikian setelah perasaan tak enak juga kasihan pada Sagara tiba-tiba saja menghampiri.Sudah jauh meninggalkan pasar tempat Sagara mencari jengkol, Elliana sengaja meninggalkan suaminya tersebut setelah rasa ingin buang air kecil tiba-tiba saja menghampiri.Tak terlalu mendesak, sebenarnya Elliana masih bisa menunggu Sagara selama beberapa menit. Namun, entah kenapa keinginan untuk meninggalkan pria itu tiba-tiba saja menguat—membuat dia lantas mengemudikan mobil suaminya itu pergi meninggalkan pasar.Entah masuk ke dalam kategori ngidam atau tidak, tapi yang jelas ketika Sagara menghubunginya untuk bertanya, Elliana justru semakin ingin mengerjai sang suami sehingga meminta Sagara pulang menggunakan angkot pun dilontarkannya dan jujur, membayangkan Sagara menggun