***
"Kakak pergi dulu ya, kamu baik-baik di rumah dan kalau Kakak pulangnya agak maleman, itu berarti Kakak kejebak macet karena kamu tahu sendiri, kan, jalanan sore gini suka macet."Setelah sebelumnya beranjak dari kursi, Sagara lantas berucap demikian pada Elliana yang masih di posisi semula yaitu; duduk. Berpamitan, itulah yang Sagara lakukan sekarang karena memang setelah obrolan panjang, dia memutuskan untuk pergi ke toko bunga tempat pembelian buket mawar merah yang dia teriman.Tujuannya? Tentu saja untuk menanyakan siapa yang memesan bahkan mengirim bunga tersebut ke rumahnya, karena sebagai orang yang tak tahu apa-apa, dia tak terima difitnah seperti ini sehingga bagaimanapun caranya Sagara harus membuktikan pada Elliana bahwa dirinya benar-benar tak punya kenalan bernama Rachel.Jika di toko bunga gagal, Sagara akan melanjutkan perjalanannya menuju toko kue karena selain nama toko bunga yang tercantum pada buket, nama toko kue pun terpa***"Kak."Barusaja turun dari taksi yang ditumpanginya, panggilan tersebut lantas dilontarkan Elliana pada Sagara yang kini terlihat sibuk mengecek mesin mobil. Jauh dari kata rapi, penampilan Sagara bisa dibilang berantakan karena tak hanya kemeja yang keluar dari celana, beberapa bagian di wajah tampan pria itu pun kini terlihat kotor oleh oli—membuat Elliana tentu saja terenyuh."Lian, kamu kok ada di sini?"Tak langsung memberikan jawaban, yang dilakukan Elliana setelahnya justru melangkah mendekati Sagara dan yaps! Sesampainya di dekat sang kakak, sebuah pelukan tanpa ragu diberikannya—membuat Sagara sendiri tentu saja kaget karena apa yang dilakukan Elliana tak pernah dia duga sebelumnya."Maafin aku, Kak. Aku harusnya enggak kaya gini sama Kakak. Aku harusnya percaya dan enggak nuduh macam-macam karena Kak Sagara pasti enggak akan nyakitin aku."Semakin merasa bersalah setelah mendapat nasehat dari Anindira, beberapa wakt
***"Martabak keju untuk Tuan puteri, datang."Sambil menempati kembali jok mobil yang beberapa waktu lalu kosong, ucapan tersebut lantas dilontarkan Sagara pada Elliana di samping kirinya.Mengurus mobil selesai, Sagara dan Elliana memang memutuskan untuk pulang. Namun, sebelum ke rumah, keinginan membeli martabak keju dilontarkan Elliana sehingga tanpa banyak bertanya, Sagara membawa istrinya itu ke sebuah kedai martabak dan satu kotak makanan manis tersebut pun dipesannya—membuat senyuman merekah tentu saja terukir di bibir putri sulung Athlas tersebut."Wah, wanginya kecium banget, Kak," ucap Elliana. "Enak deh kayanya.""Enak dong, kan kejunya ekstra," kata Sagara. "Mau dimakan sekarang?""Nanti aja deh, Kak, di rumah," ucap Elliana. "Di mobil suka belepotan dan kejunya pun takut tumpah-tumpah.""Oh ya udah berarti sekarang kita pulang aja ya," ucap Sagara. "Martabaknya biar Kakak simpan di jok belakang.""Enggak, Kak, aku pegang aja," kata Elliana. "Daripada susah disimpan di jo
***"Pokoknya lo cari tahu sampai semuanya jelas ya, Mik. Gue mohon. Kalau gue bisa jalan, mungkin gue bakalan cari tahu sendiri, tapi sialnya sampai sekarang kaki gue masih enggak bisa digerakkin. Jadi selain minta tolong sama lo, gue enggak tahu harus minta tolong sama siapa lagi karena sampai sekarang, yang tahu semuanya cuman lo. Gue belum bisa pulang karena gue enggak mau kembali dalam keadaan yang kaya sekarang. Gue pengen balik dengan kondisi kaki yang sembuh."Dengan posisi punggung bersandar pada hospital bed, ucapan panjang lebar tersebut lantas dilontarkan Yudistira pada Miko yang beberapa menit lalu menghubunginya untuk memberikan kabar buruk.Gagal menghubungi Elliana, itulah yang dikatakan Miko setelah beberapa jam lalu Yudistira meminta pria itu menghubungi putri sulung Athlas tersebut untuk mencari tahu anak siapakah yang ada dikandungan Elliana.Bukan hanya Sagara, Miko menjadi orang kedua yang tahu tentang malam panas Yudistira j
***"Ada bubur ayam, mau enggak?"Masih berjalan santai sambil menuntun Elliana di samping kiri, pertanyaan tersebut lantas dilontarkan Sagara setelah pada jarak beberapa meter dia melihat seorang pedagang bubur ayam.Belum pulang ke rumah, saat ini dia dan Elliana memang masih berjalan santai mengelilingi komplek setelah sebelumnya beristirahat di taman dan kebetulan beberapa menit lalu Elliana mengeluh lapar."Boleh tuh," ucap Elliana. "Kakak mau enggak?""Kalau kamu mau, Kakak juga mau, Li," ucap Sagara. "Kebetulan ada meja sama kursi juga tuh di sana. Jadi kita bisa makan sama-sama.""Ya udah ayo," kata Elliana."Sip."Berjalan menghampiri penjual bubur ayam, selanjutnya itulah kegiatan Elliana juga Sagara hingga sesampainya di dekat pedagang bubur, pasangan suami istri itu berpisah.Elliana mendekati meja kemudian duduk di salah satu kursi, sementara Sagara sendiri menghampiri sang penjual untuk me
***"Enggak, Mik. Gue enggak mau."Tanpa berpikir lebih dulu, ucapan tersebut lantas dilontarkan Yudistira pada Miko setelah beberapa menit lalu sebuah tawaran gila tiba-tiba saja didapatkannya dari sang sahabat.Menghilangkan janin di rahim Elliana dengan membuat perempuan itu keguguran.Hal tersebutlah yang ditawarkan Miko untuk sedikit memberikan pembalasan pada Sagara dan jelas Yudistira tak sanggup, karena sejahat apa pun Sagara, melakukan balas dendam pada janin yang bahkan tak memiliki dosa apa pun dia pikir bukan solusi yang baik.Yang salah padanya adalah Sagara sehingga Yudistira pikir janin di rahim Elliana tak berhak mendapatkan hukuman atas apa pun yang dilakukan putra angkat sekaligus menantu Athlas tersebut padanya."Enggak mau gimana maksudnya?" tanya Miko. "Enggak mau bikin Lian keguguran terus hilangin janin yang ada di perutnya?""Iya, gue enggak setuju dengan ide lo yang itu karena gue pikir bunuh jan
***"Lian, kamu sejak kapan bangun?"Memandang Elliana dengan raut wajah heran, pertanyaan tersebut lantas dilontarkan Sagara pada sang istri yang kini duduk bersandar pada bantal. Tak diam, yang dilakukan Sagara setelahnya adalah beringsut kemudkan sebelum kembali bertanya, dia mengalihkan atensi pada jam dinding yang jarum jamnya kini ada di angka satu dini hari."Ada apa? Apa ada yang sakit?""Kak," panggil Elliana dengan raut wajah yang tak seperti biasa. "Aku takut.""Takut?" tanya Sagara dengan raut wajah khawatir. "Takut apa, sayang? Ada apa?""Aku mimpi buruk."Ya, mimpi buruk.Cukup lama tak mengalami mimpi yang aneh, minggu malam—atau lebih tepatnya senin dini hari, Elliana memang tiba-tiba saja didatangi mimpi yang menyeramkan untuknya dan karena mimpi tersebut, tidurnya yang semula nyenyak seketika berubah sehingga hampir lima belas menit lalu Elliana terbangun dan sampai sekarang, dia kesulitan untu
***"Miko."Tengah duduk di taman seperti biasa, Yudistira spontan bergumam demikian setelah nama sang sahabat terpampang di layar ponsel. Menelepon, itulah yang dilakukan Miko pagi ini sehingga dengan segera Yudistira pun menjawab panggilan lalu mendekatkan ponselnya ke samping telinga."Halo, Ko.""Udah ada laporan?" tanya Miko. "Gue enggak dapat laporan apa-apa soalnya, takut banget mereka lupa atau bahkan gagal dan terjadi sesuatu.Mendengar ucapan Miko, Yudistira tersenyum karena tentu saja dia paham maksud dari sang sahabat sehingga tanpa mau membuat Miko menunggu, Yudistira berkata, "Ada, Ko, jam setengah dua subuh tadi dan katanya mereka berhasil. Kabel rem mobil yang biasa dipakai Sagara, udah mereka gunting dan sekarang kita tinggal nunggu hasil karena senin pagi Sagara kan pergi ke kantor.""Lo serius?" tanya Miko dengan suara yang terdengar bahagia."Iyalah, buat apa juga gue bercanda?" tanya Yudistira. "Gue
***"Kak."Kembali ke teras setelah sebelumnya pergi untuk mengganti pakaian juga membawa tas, panggilan tersebut lantas dilontarkan Elliana pada Sagara yang kini terlihat duduk di kursi dengan tatapan lurus ke depan.Tersenyum, selanjutnya itulah yang dilakukan Elliana ketika Sagara akhirnya menoleh dan tentunya tak harus menunggu, sebuah sapaan dia dapatkan dari sang suami."Eh udah datang," kata Sagara. "Siap?""Siap dong," ucap Elliana. "Maaf ya bikin Kakak nunggu agak lama. Tadi aku sempat bingung soalnya pilih warna lipstik.""Its okay," kata Sagara sambil beranjak kemudian mendekat. "Enggak sampe setengah jam kok.""Iya, tapi udah jam setengah delapan kurang nih," kata Elliana sambil memandang arloji mungil di pergelangan tangan kiri. "Kakak pasti telat karena di jalan kan suka macet.""Telat sedikit enggak apa-apa," ucap Sagara. "Lagian ada jalan pintas juga buat ngurangin macet. Jadi enggak masalah."
***"Ma, gimana kondisi Lian sekarang? Baik-baik aja, kan, dia? Enggak ada hal serius terjadi, kan? Dan anak aku, gimana kondisi anak aku sekarang, Ma? Baik juga, kan?"Barusaja sampai di depan ruang operasi, deretan pertanyaan tersebut langsung dilontarkan Sagara pada Anindira juga Athlas yang kini berada di sana.Datang dari kantor dengan perasaan panik, itulah Sagara setelah beberapa waktu lalu kabar tak mengenakkan diterimanya dari Anindira. Elliana jatuh di kamar mandi.Itulah kabar buruk yang Sagara terima sehingga tanpa banyak basa-basi yang dia lakukan usai menerima kabar tersebut adalah bergegas menuju rumah sakit tempat sang istri dirawat.Tak tepat waktu, Sagara pergi setengah jam setelah pesan dari Anindira masuk karena memang ketika pesan tersebut dikirim, dirinya tengah menjalani meeting sehingga khawatir tingkat tinggi pun dirasakannya."Tenang, Gar, satu-satu dulu nanyanya," ucap Athlas. "Mama kamu pusing kalau kamu nanyanya banyak gitu.""Ah iya, Maaf," ucap Sagara. M
***"Hai, Mas suami."Tersenyum, itulah yang Sagara lakukan setelah sapaan tersebut dilontarkan Elliana. Baru kembali dari kantor setelah seharian penuh bekerja, dia merasa lelahnya seketika hilang setelah sang istri yang malam ini terlihat cantik dengan dressnya, menyambut di ambang pintu.Tak heran dengan penampilan cantik Elliana malam ini, Sagara tentu saja tahu alasan sang istri berdandan cantik sehingga tak bertanya tentang pakaian, dia memilih untuk membalas sapaan Elliana dengan ucapan yang tak kalah manis."Hai, istriku yang cantik.""Aku lega karena Kakak pulang tepat waktu," ucap Elliana—mengingat lagi bagaimana Sagara meminta izin pulang terlambat sore tadi. Padahal, malam ini ada acara makan bersama di rumah untuk merayakan bertambahnya usia sang putri, Rinjani. "Aku pikir bakalan telat dan makan malam kita kemalaman.""Enggaklah, aku kan tadi janji pulang maghrib dan kebetulan problem yang aku ceritain ke kamu tadi
***"Gimana sayang? Keluar enggak?"Duduk sambil memperhatikan Elliana yang kini menggendong sang putri, pertanyaan tersebut lantas dilontarkan Sagara dengan raut wajah penasarannya.Bukan tanpa alasan, Sagara bertanya demikian karena kini Elliana tengah memberikan ASInya untuk pertama kali dan yaps! Ringisan dari sang istri membuat dia mengerutkan kening."Ada dikit, Kak, bening," ucap Elliana. "Nanti pasti banyak," ucap Sagara. "Sakit enggak?""Enggak sih cuman agak gimanaa gitu," ucap Elliana. "Kaya ada geli-gelinya gitu.""Si cantiknya bangun?""Merem," kata Elliana sambil tersenyum. "Dia mungkin masih terlalu mager buat bangun.""Nanti malam mungkin bangun."Selesai operasi pukul sepuluh pagi, bayi mungil yang Elliana lahirkan memang baru dibawa ke kamar rawat Elliana enam jam setelahnya, dan tak langsung bangun, bayi cantik dengan berat badan 3,2kg tersebut terlelap dengan damai hingga s
***"Gimana, Kak, udah cantik belum? Aku enggak mau kelihatan pucat soalnya pas difoto nanti."Selesai memoles wajah, pertanyaan tersebut lantas Elliana lontarkan pada Sagara yang sejak tadi duduk di samping bed tempatnya berada. Tak di rumah seperti hari-hari sebelumnya, jumat ini Elliana sudah berada di rumah sakit karena memang setelah beberapa bulan berganti, usia kehamilan yang dia alami tiba juga di angka tiga puluh delapan minggu.Tak bisa melahirkan normal karena janin yang tetap di posisi sungsang, Elliana pada akhirnya pasrah pada tindakan cessar yang akan dilakukan dokter untuk kelahiran sang putri dan karena operasi akan dilakukan pukul sembilan pagi, sekarang—sekitar pukul tujuh, Elliana sibuk merias diri karena di kelahiran pertamanya, entah kenapa dia ingin tampil cantik dengan makeup di wajah.Tak hanya ditemani Sagara di ruang operasi nanti, Elliana sebelumnya meminta izin untuk mengajak satu orang lagi, dan bukan Anindi
***"Masih sedih?"Tak langsung melajukan mobil setelah sebelumnya masuk, pertanyaan tersebut lantas dilontarkan Sagara setelah kini di samping kirinya, Elliana terlihat terus menekuk wajah.Tak hanya memasang ekspresi tersebut, sejak beberapa waktu lalu Elliana juga tak banyak bicara dan seolah belum cukup, sejak masuk ke dalam mobil, Elliana memalingkan wajah ke arah luar—membuat Sagara tentu saja khawatir."Lumayan," ucap Elliana dengan atensi yang masih tertuju ke luar.Tak di rumah, saat ini dia juga Sagara tengah berada di parkiran rumah sakit setelah sebelumnya melakukan check up kandungan dan sama seperti bulan sebelumnya, kondisi janin di rahim Elliana baik. Namun, kendala yang muncul sejak dua bulan lalu masih sama dan hal tersebutlah yang membuat Elliana tak memasang raut wajah bahagia setelah melakukan check up.Bayi yang dia kandung mengalami posisi sungsang.Itulah kendala dalam kehamilan yang Elliana alami
***"Satu, dua, tiga, tusuk!"Dar!Tak memiliki jeda yang lama pasca seruan tersebut dilontarkan orang-orang di taman belakang rumah, balon hitam besar yang semula menggantung akhirnya meledak juga setelah sebuah jarum ditusukkan oleh Elliana juga Sagara di waktu yang sama.Tak sekadar berdiri bersebelahan di depan balon, Elliana juga Sagara tentunya berpegangan tangan bahkan jarum yang mereka pakai pun hanya satu—dipegang oleh keduanya dan yaps! Begitu balon pecah, compety berwarna merah muda berhamburan—membuat semua orang yang sore ini hadir seketika berseru, karena lewat warna compety yang keluar dari dalam balon, jenis kelamin bayi yang Elliana kandung akhirnya bisa diketahui."Bayi kita perempuan, Kak," ucap Elliana sambil memandang Sagara."Iya, sayang. Baby girl," kata Sagara. "Sini peluk dulu."Tersenyum dengan perasaan yang bahagia, setelahnya Elliana masuk ke dalam dekapan Sagara kemudian di tengah meriahnya a
***"Hai."Tersenyum dengan perasaan speechles, itulah yang Elliana rasakan ketika sapaan tersebut dilontarkan Sagara yang barusaja turun dari mobil. Berpenampilan berbeda dengan tadi pagi ketika hendak pergi ke kantor, sore ini pria itu pulang menggunakan kemeja biru muda dan tentu saja hal tersebut membuat Elliana heran."Kakak kok ganti baju?" tanya Elliana begitu Sagara mendekat. "Baju yang tadi mana?""Ada di mobil," kata Sagara. Sampai di teras tempat sang istri menunggu, setelahnya dia bertanya, "Udah siap?""Udah," kata Elliana. "Mau ke mana kita sore ini?"Beberapa jam berlalu, sore akhirnya tiba dan merealisasikan ajakan Sagara tadi siang, Elliana sudah rapi dengan dress merah muda juga sneaker putih yang diberikan sang suami, karena memang tak ada perubahan jadwal, Sagara ingin mengajaknya berjalan-jalan."Tempatnya masih dirahasiakan," ucap Sagara. "Oh ya, Mbak Marni mana? Bilang ke beliau ayo berangkat."
***"Siapa, Bi, barusan? Tetangga atau siapa?"Tengah bersantai di kursi tengah, pertanyaan tersebut lantas Elliana lontarkan setelah Mbak Marni yang semula ke depan untuk mengecek tamu, kini kembali sambil menenteng sebuah paper bag di tangan kanan.Entah apa isi dari paper bag tersebut, Elliana sendiri tak tahu karena dibanding apa yang dibawa sang art, dia rasanya lebih penasaran pada siapa yang datang ke rumahnya beberapa waktu lalu."Kurir, Non," kata Mbak Marni. "Katanya mau anterin paket buat Non Lian.""Paket?" tanya Elliana sambil mengerutkan kening. "Dari siapa?""Den Gara," ucap Mbak Marni. Mendekati Elliana yang masih berada di sofa, setelahnya yang dia lakukan adalah; menyimpan paper bag yang dibawanya di atas meja. "Tadi kurirnya bilang ini paket buat Non Lian dan pengirimnya Den Gara. Karena setelah dicek, isi paper bagnya kain, Saya terima aja deh.""Kak Gara kasih apa ya?" tanya Elliana. "Dia bilang lemb
***"Ngerjain Kak Gara dosa enggak sih? Mendadak kasihan juga nih aku tinggalin dia di pasar."Sambil terus mengemudikan mobil yang sejak tadi dia bawa, Elliana lantas bertanya demikian setelah perasaan tak enak juga kasihan pada Sagara tiba-tiba saja menghampiri.Sudah jauh meninggalkan pasar tempat Sagara mencari jengkol, Elliana sengaja meninggalkan suaminya tersebut setelah rasa ingin buang air kecil tiba-tiba saja menghampiri.Tak terlalu mendesak, sebenarnya Elliana masih bisa menunggu Sagara selama beberapa menit. Namun, entah kenapa keinginan untuk meninggalkan pria itu tiba-tiba saja menguat—membuat dia lantas mengemudikan mobil suaminya itu pergi meninggalkan pasar.Entah masuk ke dalam kategori ngidam atau tidak, tapi yang jelas ketika Sagara menghubunginya untuk bertanya, Elliana justru semakin ingin mengerjai sang suami sehingga meminta Sagara pulang menggunakan angkot pun dilontarkannya dan jujur, membayangkan Sagara menggun