“Nggak merasa mual atau lainnya?”
Laura menggelengkan kepalanya. “Nggak ada, Mas. Makanya aku anteng aja. Aku juga lupa, udah datang bulan atau belum. Emang belum, ya?”
Jonathan menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Sudah telat dua minggu. Aku nggak bilang aja, ke kamu.”
“Lucu! Lebih tahu kamu daripada aku.” Laura kemudian mencium pipi suaminya itu.
“Mau ke rumah sakit? Mumpung hari libur nih!”
Laura menganggukkan kepalanya. “Iya, boleh. Langsung kasih tahu orang tua kita aja kalau memang benar aku lagi hamil.”
“Oke.” Jonathan kemudian menatap sang istri dengan tatapan lekatnya. “Sayang? Masih ada make love in morning day?” tanyanya kepada Laura.
“Boleh,” ucapnya santai. “Aku selalu terpana oleh kegagahan kamu saat bercinta, Mas Jo.”
Jonathan kembali mengulas senyumnya. Ia kemudian menarik tangan Laura hingga
Laura terkekeh pelan kemudian menganggukkan kepalanya. “Iya, Uncle. Udah bilang juga ke Mas Jo mau langsung kasih tahu Mami, Mommy, Papi dan Papa. Nggak lupa kakak-kakak tersayang juga.”Ramos mengulas senyumnya. Ia kemudian melangkahkan kakinya dan duduk di kursinya. Hendak menuliskan resep obat yang harus diminum oleh Laura.“Ini, jangan lupa diminum. Jangan bawa mobil kebut-kebutan lagi. Semuanya udah clear juga kalau Jonathan nggak melakukan yang sering kalian lakukan.” Ramos memberikan resep yang harus ditebus juga menasihati Laura agar menjaga dengan baik kondisi kehamilannya. Jangan sampai keguguran lagi untuk kedua kalinya.“Ya udah kalau gitu. Kita pamit pulang ya, Uncle. Thank you!” Laura dan Jonathan beranjak dari duduknya dan pergi melangkah menuju apotek untuk menebus obat yang sudah diresepkan oleh Ramos.“Halo, Mi. Mami lagi ada di mana?” tanya Laura menghubungi mertuanya itu.“La
Jonathan hanya mengulas senyumnya. Sementara Laura menghubungi sang mama hendak memberi tahu kalau dirinya sedang hamil. “Iya, Mom. Udah dua bulan usianya.” “Syukurlah kalau begitu. Mami Tiara sudah dikasih tahu?” “Sudah. Dan dia seneng banget karena aku udah hamil.” “Sudah pasti. Selamat ya, Sayang. Dijaga kandungannya. Nanti Mommy ke rumah kamu.” “Oke, Mommy. See you!” Laura menutup panggilan tersebut. Ia kemudian menatap Jonathan yang tengah menatapnya dengan tatapan lembutnya. “Kenapa?” tanyanya ingin tahu. Jonathan menggeleng pelan. “Nggak. Aura bahagia kamu sangat terpancar.” Laura kemudian menerbitkan senyumnya. “Tentu. Karena aku sangat bahagia. Punya keluarga yang sempurna, orang tua yang penyayang, mertua yang baik, dan suami yang ganteng. Siapa yang nggak bahagia, dengan apa yang aku punya saat ini? Semuanya pasti akan bahagia.” Jonathan kemudian mengusapi pucuk kepala istrinya itu. Mereka sudah tiba di rumah. Keduanya langsung masuk ke dalam rumah untuk tidur sian
"Berikan minuman ini pada dia!" Natasha menunjuk ke arah Sandra yang tengah mengobrol dengan beberapa dosen di sana. Pada malam itu, merupakan acara pesta ulang tahun kampus yang diadakan di The Golden Hotel. Di mana para mahasiswa-mahasiswi juga diundang untuk meramaikan acara tersebut. Namun, rupanya malam itu juga malam di mana Natasha yang tak lain adalah selingkuhan Gery—suaminya Sandra berniat menjebak Sandra dengan memberikan obat perangsang. Sebab ia mencintai Gery. Namun, lelaki itu tak kunjung menceraikan Sandra entah alasannya apa, ia pun tidak tahu. Yang ia tahu hanyalah Gery harus menjadi miliknya."Minumnya, Mba. Silakan!" ucap pelayan hotel yang diperintahkan oleh Natasha membawa minuman itu kepada Sandra. "Terima kasih!" ucapnya sembari mengambil minuman itu. Tampak segar, Sandra lantas meneguk minuman tersebut. Memang pada dasarnya semua orang yang ada di sana pun diberi minuman yang sama yang diminum oleh Sandra. Hanya saja, minuman yang diminum oleh Sandra sudah
“APA?” Mata itu lantas membola mendengar ucapan perempuan itu. “Ke—kenapa bisa … pisah ranjang?” tanya Gerald kemudian. Sandra menghela napas pelan. Matanya menatap Gerald dengan rasa bersalahnya. “Kamu tidak tahu kehidupanku setelah menikah bagaimana, Gerald. Tapi, aku tidak ingin menceritakan semuanya pada kamu karena tidak mau dianggap aji mumpung.” Gerald tersenyum miring. “Kenapa bilang kayak gitu? Oke! Aku akan bertanya supaya kamu mau menjawabnya.” Gerald menatap perempuan itu dengan jarak yang cukup sangat dekat. “Kenapa, kamu pisah ranjang dengan suami kamu?” tanyanya dengan serius. Sandra menghela napasnya. Tubuhnya ia tutupi dengan selimut sembari memeluk kedua lututnya. “Gery menjual wahana kolam renang milik papanya itu dan aku tidak tahu alasannya. Hingga saat ini dia masih menganggur, tidak mau mencari pekerjaan. Aku, yang jadi tulang punggungnya.” Gerald memijat keningnya kemudian menghela napasnya. “Kenapa tidak kamu ceraikan saja? Tanggung jawab yang harus menafk
Gerald lantas tertawa mendengarnya. “Mana ada! Kalau gue, mungkin iyaa.” Gerald geleng-geleng kepala seraya duduk di kursi setelah masuk ke dalam kelas. “Ya udah. Elo udah nanam benih juga. Jangan lari dari tanggung jawab, Ger. Kalau nanti diGerald menghela napasnya kemudian memijat keningnya. “Pusing gue, Joseph. Nggak usah ingetin gue.” Joseph lantas tertawa. “Tahu gue, kenapa elo pusing kayak gini. Karena Om Jason, kan?” Gerald tak menjawab, hanya menggelengkan kepalanya dengan pelan sembari mengambil buku tulis di dalam tasnya. Tangan kirinya memangku kepalanya seraya memikirkan bagaimana cara agar bisa mengeluarkan Sandra dari jeratan Gery. “Selamat pagi.” Sandra sudah masuk ke dalam kelas. Mata kuliah di pagi hari itu kebetulan bagian Sandra, yakni IT. “Pagi!” seru semua mahasiswa/I yang ada di dalam kelas tersebut. Mata itu menatap Gerald yang duduk di kursi paling pojok nomor tiga. Kemudian kembali membuka buku yang dia bawa untuk memberikan materi di pagi hari ini. “P
“SANDRAA!” Suara pekikan keluar dari mulut pria yang baru saja pulang dengan wajah telernya. Perempuan itu tersentak lantaran terkejut dengan suara teriakan dari suaminya itu. Bergegas perempuan itu masuk ke dalam kamarnya menghampiri Gery yang berteriak memanggil namanya. “Ada apa, Mas?” tanyanya dengan raut wajah paniknya. Mata itu menatap tajam wajah Sandra hingga membuatnya ketakutan. Dompet milik perempuan itu dilempar dengan keras ke arah wajah sang istri hingga membuat Sandra merintih kesakitan. “Uang dari mana itu, Sandra? Jual diri kamu, huh?!” teriaknya lagi. Sandra menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Nggak, Mas. Astaga. Kenapa mulutmu tajam sekali. Aku tidak pernah menjual diri hanya untuk mendapatkan uang.” “Jangan bohong! Lalu, uang dari mana ini, huh? Kamu tidak punya pekerjaan sampingan selain jadi dosen. Tidak mungkin kalau kamu tidak jual diri! Lima juta ini, Sandra. Lima juta!” pekiknya lagi. Dia mencacinya. Namun, uang itu ia ambil juga. Munafik, adalah sa
Sandra tersenyum lirih mendengarnya. Ia kemudian menghela napasnya dengan panjang dan mencari menu makanan yang bisa dia makan di malam itu. “Kenapa diam?” tanya Gerald penasaran. Sandra menggelengkan kepalanya. “Tidak apa-apa. Aku sedang mencari menu makan dulu.” Gerald menelengkan kepalanya seraya menatap Sandra dengan tatapan lekatnya. “Kamu ... tidak mau bertanya, siapa perempuan itu?” tanyanya kemudian. Sandra menggeleng pelan. ‘Tidak perlu tahu. Kamu hanya bertanggung jawab padaku alih-alih benih yang kamu tanam di rahimku akan tumbuh. Setelah itu, tidak perlu lagi ada yang harus kamu lakukan padaku. Kamu hanya mencintainya, tidak akan pernah terbagi dengan siapa pun termasuk aku jikalau nanti aku harus mengandung bayi kamu,’ ucapnya dalam hati. Sandra tidak ingin berharap banyak kepada lelaki itu. Mencintainya adalah satu kesalahan besar yang nantinya hanya akan membuatnya makan hati, bertepuk sebelah tangan, bahkan tidak dianggap ada.“Bagaimana kalau ternyata perempuan i
Sandra menghela napasnya setelahnya ia mengambil foto tersebut. Di malam ulang tahun itu, seseorang yang sudah menjebaknya hingga harus tidur dengan Gerald dijadikan alat untuk membuat Gery semakin geram padanya. “Dia mahasiswa di kampus. Kita pernah bertemu dengannya lima tahun yang lalu saat memberikan undangan di sekolah. Kamu tidak ingat? Sebagai murid yang hormat pada gurunya, apakah tidak diperbolehkan, dia mengantar aku pulang?” Sandra bertanya dengan jantung yang berdegup dengan kencang. “Kamu sendiri, dapat dari mana … foto itu? Kayak sengaja banget, ingin buat aku selalu salah di mata kamu. Aku ulangi sekali lagi, Mas. Ceraikan aku! Jangan mencari alasan untuk terus menyiksaku. Bukti itu, silakan kamu jadikan untuk di meja sidang. Kalau kamu tidak ingin dipermalukan oleh keluarganya!” Gery menatap tajam wajah Sandra. “Mulai berani kamu, yaa!” Sekali lagi, lelaki itu hendak memukul Sandra. Namun, dering ponselnya menyelamatkan Sandra dari pukulan keras tangan kekar itu. S