“APA?” Mata itu lantas membola mendengar ucapan perempuan itu. “Ke—kenapa bisa … pisah ranjang?” tanya Gerald kemudian. Sandra menghela napas pelan. Matanya menatap Gerald dengan rasa bersalahnya. “Kamu tidak tahu kehidupanku setelah menikah bagaimana, Gerald. Tapi, aku tidak ingin menceritakan semuanya pada kamu karena tidak mau dianggap aji mumpung.” Gerald tersenyum miring. “Kenapa bilang kayak gitu? Oke! Aku akan bertanya supaya kamu mau menjawabnya.” Gerald menatap perempuan itu dengan jarak yang cukup sangat dekat. “Kenapa, kamu pisah ranjang dengan suami kamu?” tanyanya dengan serius. Sandra menghela napasnya. Tubuhnya ia tutupi dengan selimut sembari memeluk kedua lututnya. “Gery menjual wahana kolam renang milik papanya itu dan aku tidak tahu alasannya. Hingga saat ini dia masih menganggur, tidak mau mencari pekerjaan. Aku, yang jadi tulang punggungnya.” Gerald memijat keningnya kemudian menghela napasnya. “Kenapa tidak kamu ceraikan saja? Tanggung jawab yang harus menafk
Gerald lantas tertawa mendengarnya. “Mana ada! Kalau gue, mungkin iyaa.” Gerald geleng-geleng kepala seraya duduk di kursi setelah masuk ke dalam kelas. “Ya udah. Elo udah nanam benih juga. Jangan lari dari tanggung jawab, Ger. Kalau nanti diGerald menghela napasnya kemudian memijat keningnya. “Pusing gue, Joseph. Nggak usah ingetin gue.” Joseph lantas tertawa. “Tahu gue, kenapa elo pusing kayak gini. Karena Om Jason, kan?” Gerald tak menjawab, hanya menggelengkan kepalanya dengan pelan sembari mengambil buku tulis di dalam tasnya. Tangan kirinya memangku kepalanya seraya memikirkan bagaimana cara agar bisa mengeluarkan Sandra dari jeratan Gery. “Selamat pagi.” Sandra sudah masuk ke dalam kelas. Mata kuliah di pagi hari itu kebetulan bagian Sandra, yakni IT. “Pagi!” seru semua mahasiswa/I yang ada di dalam kelas tersebut. Mata itu menatap Gerald yang duduk di kursi paling pojok nomor tiga. Kemudian kembali membuka buku yang dia bawa untuk memberikan materi di pagi hari ini. “P
“SANDRAA!” Suara pekikan keluar dari mulut pria yang baru saja pulang dengan wajah telernya. Perempuan itu tersentak lantaran terkejut dengan suara teriakan dari suaminya itu. Bergegas perempuan itu masuk ke dalam kamarnya menghampiri Gery yang berteriak memanggil namanya. “Ada apa, Mas?” tanyanya dengan raut wajah paniknya. Mata itu menatap tajam wajah Sandra hingga membuatnya ketakutan. Dompet milik perempuan itu dilempar dengan keras ke arah wajah sang istri hingga membuat Sandra merintih kesakitan. “Uang dari mana itu, Sandra? Jual diri kamu, huh?!” teriaknya lagi. Sandra menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Nggak, Mas. Astaga. Kenapa mulutmu tajam sekali. Aku tidak pernah menjual diri hanya untuk mendapatkan uang.” “Jangan bohong! Lalu, uang dari mana ini, huh? Kamu tidak punya pekerjaan sampingan selain jadi dosen. Tidak mungkin kalau kamu tidak jual diri! Lima juta ini, Sandra. Lima juta!” pekiknya lagi. Dia mencacinya. Namun, uang itu ia ambil juga. Munafik, adalah sa
Sandra tersenyum lirih mendengarnya. Ia kemudian menghela napasnya dengan panjang dan mencari menu makanan yang bisa dia makan di malam itu. “Kenapa diam?” tanya Gerald penasaran. Sandra menggelengkan kepalanya. “Tidak apa-apa. Aku sedang mencari menu makan dulu.” Gerald menelengkan kepalanya seraya menatap Sandra dengan tatapan lekatnya. “Kamu ... tidak mau bertanya, siapa perempuan itu?” tanyanya kemudian. Sandra menggeleng pelan. ‘Tidak perlu tahu. Kamu hanya bertanggung jawab padaku alih-alih benih yang kamu tanam di rahimku akan tumbuh. Setelah itu, tidak perlu lagi ada yang harus kamu lakukan padaku. Kamu hanya mencintainya, tidak akan pernah terbagi dengan siapa pun termasuk aku jikalau nanti aku harus mengandung bayi kamu,’ ucapnya dalam hati. Sandra tidak ingin berharap banyak kepada lelaki itu. Mencintainya adalah satu kesalahan besar yang nantinya hanya akan membuatnya makan hati, bertepuk sebelah tangan, bahkan tidak dianggap ada.“Bagaimana kalau ternyata perempuan i
Sandra menghela napasnya setelahnya ia mengambil foto tersebut. Di malam ulang tahun itu, seseorang yang sudah menjebaknya hingga harus tidur dengan Gerald dijadikan alat untuk membuat Gery semakin geram padanya. “Dia mahasiswa di kampus. Kita pernah bertemu dengannya lima tahun yang lalu saat memberikan undangan di sekolah. Kamu tidak ingat? Sebagai murid yang hormat pada gurunya, apakah tidak diperbolehkan, dia mengantar aku pulang?” Sandra bertanya dengan jantung yang berdegup dengan kencang. “Kamu sendiri, dapat dari mana … foto itu? Kayak sengaja banget, ingin buat aku selalu salah di mata kamu. Aku ulangi sekali lagi, Mas. Ceraikan aku! Jangan mencari alasan untuk terus menyiksaku. Bukti itu, silakan kamu jadikan untuk di meja sidang. Kalau kamu tidak ingin dipermalukan oleh keluarganya!” Gery menatap tajam wajah Sandra. “Mulai berani kamu, yaa!” Sekali lagi, lelaki itu hendak memukul Sandra. Namun, dering ponselnya menyelamatkan Sandra dari pukulan keras tangan kekar itu. S
Hati Gerald akhirnya tenang setelah menceritakan semua yang terjadi satu minggu yang lalu kepada Kayla. Ia tidak berani memberi tahu papanya dan hanya bisa menceritakan semuanya kepada sang mama yang sudah pasti akan selalu mendukungnya. Di kampus. Waktu sudah menunjuk angka sembilan pagi. Jam kuliah di kelas Gerald sedang kosong karena dosen sedang rapat. Sementara Sandra tengah mengajar di kelas fakultas managemen bisnis. "Udah makin lengket aja, lo!" seru Joseph seraya memberikan minuman kepada Gerald. Lelaki itu menyunggingkan senyumnya. "Gimana nggak lengket. Gue udah nunggu lama, dan dikasih kesempatan untuk bisa deket sama dia. Walaupun harus berhadapan dengan Papa dan juga suaminya Sandra." Ia mengecilkan suaranya di akhir kalimat. "Gue akan bantu elo buat nyari bukti perselingkuhan si Gery sama cewek itu." Joseph menepuk-nepuk bahu sahabatnya itu seraya menerbitkan senyumnya. "Thanks, Joseph. Elo emang the best." "Nggak gratis tapi." Gerald lantas melirik malas ke arah
Gerald menghela napas pelan seraya menatap pria yang berteriak memanggilnya. Sementara Sandra mengatup bibirnya seraya menundukkan kepalanya lantaran malu sudah ketahuan sedang berciuman dengan Gerald. “Apaan sih, lo? Ganggu aja!” gerutu Gerald seraya menatap kesal sahabatnya itu. Dengan langkah lebarnya, Joseph menghampiri Gerald dan juga Sandra. “Mana … yang tadi gue minta? Malah pacaran di sini! Udah jadian, yaa? Cieeee ….” Joseph menggoda Sandra seraya menunjuk perempuan itu. “Nanti aja, besok. Hubungan gue jauh lebih penting daripada permintaan elo. Belum tentu juga elo bisa nyari bukti.” Joseph menyunggingkan bibirnya. “Ya udah. Besok, gue tungguin.” Gerald menganggukkan kepalanya. Sementara Joseph kembali pergi setelah mendapati Gerald dan Sandra berciuman. Matanya ternodai akibat ulahnya sendiri. Gerald menghela napasnya dengan panjang. “Joseph minta tolong aku untuk minta nomornya Nadya. Mau pendekatan tapi nggak berani.” “Ooh!” Hanya itu yang diucapkan oleh Sandra kepa
Acara makan malam dengan keluarga Gerald begitu terasa. Seperti menemukan keluarga di dalam sana. Ada adik, mama dan pasangan. Sandra yang sudah lama tidak pernah merasakan hangatnya kebersamaan dengan keluarga. Bahkan bisa dibilang Sandra tidak pernah mendapatkan hangatnya makan malam bersama keluarganya. Hidup sebatang kara sejak usianya delapan tahun. Hanya bersama neneknya, tiga tahun kemudian meninggal dunia. Pergi ke rumah kakaknya, tidak ada yang mau menerimanya. Sandra hidup melarat dari kecil hingga sekarang. Hingga memiliki suami. Namun, Gerald datang membawa cinta yang sudah dia simpan selama lima tahun ini. Berjanji akan mencintai Sandra dan mengeluarkan dia dari penderitaannya selama ini. “Terima kasih, untuk makan malamnya ... Mom,” ucap Sandra kemudian mengelap bibirnya dengan tissue. “Kapan-kapan kita dinner lagi, yaa. Mommy senang, seperti punya anak empat jadinya. Mimpi Mommy ingin punya anak banyak harus tertahan karena rahimnya harus diangkat. Tapi, ada kamu, a
“Heuh? Hukum mati?” Gerald tampak terkejut mendengar vonis untuk Frans.Jason menganggukkan kepalanya. “Ya. Bukan karena kasus penembakan yang dia lakukan pada kamu, melainkan karena polisi berhasil menemukan markas Frans. Gudang tempat menyembunyikan narkoba dan senjata illegal.”“Aaahh ….” Gerald manggut-manggut dengan pelan. “Jadi, hukumannya adalah hukum mati? Divonis mati?” tanya Gerald sekali lagi.Jason menganggukkan kepalanya. “Ya. Hukuman mati. Akan dieksekusi satu bulan lagi. Hanya membutuhkan satu kali sidang dan … dibawa ke tempat eksekusi.” Jason kembali menjelaskan kepada Gerald.Sementara Gerald tersenyum menyeringai sembari melirik Sandra yang masih duduk di sampingnya. “Baguslah. Aku lega, mendengarnya.” Gerald kemudian mengulas senyumnya kepada Jason.Jason menepuk-nepuk bahu Gerald dengan pelan. “Cepat sembuh, Gerald. Selesaikan kuliah kamu, lulus dengan predikat baik dan … menikahlah.” Jason menerbitkan senyum tulus kepada sang anak.Gerald menganggukkan kepalanya.
“Bagaimana kondisi anak saya, Dok?” tanya Jason dengan suara paniknya.Gerald langsung dibawa ke rumah sakit dan langsung dibawa ke ruang operasi untuk mengambil peluru yang menancap di tubuh lelaki itu. Kurang dari dua jam lamanya operasi itu akhirnya selesai dilakukan.“Operasinya berjalan dengan lancar. Beruntung, peluru itu hanya menancap di bagian tulang belakang. Peluru itu sudah berhasil diambil dan kondisinya saat ini masih kritis. Kami akan membawanya lima menit lagi ke ruang intensif untuk melakukan perawatan selanjutnya sampai kondisinya kembali normal,” tutur Dokter Azmi—penanggung jawab kala operasi pengambilan peluru di tubuh Gerald.Sandra menghela napas lega setelah mendengar kabar dari Dokter Azmi bila Gerald selamat dari tembakan itu. Ia mengalami sedikit trauma bila seseorang terluka oleh luka tembak. Sebab Gery meninggal oleh peluru yang menancap di jantungnya. Sehingga membuat Gery tidak bisa diselamatkan.Kayla datang dengan wajah paniknya. “Sayang. Kamu baik-bai
Waktu sudah menunjuk angka sembilan pagi. Hari ini adalah hari Minggu. Gerald dan Sandra pergi ke mall untuk belanja keperluan bayi yang sama sekali belum mereka beli.“Karena bayinya laki-laki, lebih baik kita beli warna yang lebih ke warnah laki-laki. Seperti warna biru, putih atau abu-abu. Yang cerah-cerah. Oke?” Sandra memberi saran kepada Gerald.Pria itu memberikan jempolnya kepada Sandra. “Oke, Sandra. Terserah kamu saja, yang penting semua keperluan untuk bayi kita sudah terpenuhi.”Sandra kemudian menerbitkan senyumnya. “Kita beli baju dulu kalau begitu. Baju, celana, handuk, selimut dan topi. Kaus kaki juga.”Gerald menggenggam tangan Sandra dan membawanya masuk ke dalam toko perlengkapan serba ada. Lengkap, berbagai macam keperluan bayi ada di sana.“Yang ini bagus, nggak?” Sandra menunjuk pakaian bayi kepada Gerald.“Bagus. Ambil aja yang menurut kamu cocok, Sayang. Jangan tanya aku. Aku mah terserah kamu aja. Kalau kata kamu bagus, berarti bagus juga menurut aku.”Sandra
“Bentar ... mau mandi dulu!” teriak Gerald menjawab panggilan dari mamanya itu.Sandra lantas memukul lengan lelaki itu. “Ishh! Gerald. Gak usah teriak juga.”Gerald terkekeh pelan. “Aku mau mandi dulu. Mau mandi lagi nggak?”Sandra menggeleng. “Mau cebok aja. Mandi mah besok pagi lagi aja.”“Ya sudah. Aku mandi dulu.”Sandra mengangguk. Ia kemudian beranjak dari tempat tidurnya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan area sensitifnya terlebih dahulu.Sepuluh menit kemudian Sandra keluar dari kamarnya dan menghampiri Kayla dan juga Jason serta Laura yang sudah menunggu mereka tiba di sana untuk makan malam bersama.“Gerald sudah dipanggil?” tanya Jason kepada Kayla.“Sudah. Tadi katanya mau mandi dulu,” ucapnya menjawab pertanyaan sang suami.Jason mengerutkan keningnya. “Kok, aku nggak lihat kamu naik tangga?”Kayla mengendikan bahunya. “Mungkin kamu lagi sibuk dengan rainbow cake buatan Sandra. Makanya nggak lihat aku ke atas.”Jason manggut-manggut dengan pelan. Ia kemudi
Waktu sudah menunjuk angka lima sore.Dering ponsel Sandra berbunyi, panggilan dari Gerald. Ia kemudian segera menerima panggilan tersebut.“Halo, Gerald?” tanyanya kemudian.“Sandra. Hari ini mungkin aku pulang jam tujuh malam. Banyak tugas yang harus aku kerjakan soalnya. Mengejar ketertinggalan tiga bulan nggak masuk.”“Oh iya, Gerald. Nanti aku simpan kuenya di kulkas saja kalau begitu. Kalau lapar, tinggal ambil saja di sana, yaa.”“Iya, Sayang. Ya sudah kalau begitu aku lanjut nugas lagi.” Gerald menutup panggilan tersebut setelah memberi tahu bila dirinya akan pulang malam. Khawatir Sandra cemas lantaran tidak ada pulang di jam yang biasanya dia pulang.Sandra kemudian keluar dari kamarnya setelah membersihkan diri. Menghampiri Kayla yang sedang menggendong Felisha.“Mamanya ke mana, Mom?” tanya Sandra kepada Kayla.“Lagi mandi dulu katanya. Biar pulang nggak perlu mandi lagi.”Sandra manggut-manggut. “Gerald tadi telepon, katanya dia akan pulang di jam tujuh. Ada banyak tugas
Satu minggu sebelum tragedi ....Gery menemui Jason di gedung International Global.“Ada yang ingin saya sampaikan pada Anda.” Gery berucap dengan tegas dan datar.“Apa itu?” tanyanya ingin tahu. “Silakan duduk.” Jason mempersilakan Gery duduk di sofa yang tak jauh dari kursi kebanggaannya.Gery menghela napasnya dengan panjang. “Anda masih belum ingin menyetujui hubungan Sandra dan Gerald? Saya sudah ikhlas mereka bersama, Pak Jason. Kalau masalahnya ada pada saya ....” Gery memberikan dokumen surat permohonan cerai kepada Jason.“Saya sudah menandatangani surat cerai ini dan dua minggu lagi sidang dimulai. Semoga hakim menyetujui permohonan ini dan Sandra akan saya minta mengenakan pakaian longgar agar tidak kelihatan kalau dia sedang hamil. Tolong, Pak Jason. Saya hanya bisa berharap banyak pada Gerald.“Dia pasti bisa menjaga Sandra dari Frans. Saya tidak ingin Sandra jadi budak Frans. Anda pasti tahu bagaimana kejamnya dia kepada perempuan. Bukan karena cinta, tapi obsesi. Saya,
“Morning!” Gerald menyapa anggota keluarganya yang tengah duduk menunggunya keluar untuk sarapan sama-sama.Kayla menelengkan kepalanya kemudian menatap Gerald dengan lekat. “Kok, keluarnya dari kamar atas? Jam berapa pindahnya?”“Mom!” Gerald menatap datar mamanya itu.Kayla lantas menerbitkan cengiran kepada anaknya itu. “Yuk, aah sarapan. Laura harus berangkat ke sekolah, Gerald ke kampus, Daddy ke kantor dan Nicko ke kantor juga.”“Para ladies mau ngapain?” tanya Gerald kemudian.“Mommy sama Sandra mau santai leha-leha di rumah lah. Main sama si bayi mungil Felisha.” Kayla menerbitkan senyumnya.Gerald menghela napasnya dengan pelan. “Yang penting kalian bahagia.”“Selalu itu yang kamu ucapkan pada kami. Memangnya kamu sendiri tidak bahagia?” tanya Kayla kemudian.“Tentu saja bahagia. Kenapa tanya seperti itu?”Kayla mengendikan bahunya. “Hanya tanya.”Gerald manggut-manggut. Tak lama setelahnya, dering ponsel Jason berbunyi. Gerald menoleh kepada papanya yang tengah mengerutkan k
Makan malam untuk pertama kalinya bersama keluarga Gerald di rumah milik orang tua lelaki itu tentunya. Membuat Sandra bahagia luar biasa karena merasa sudah menjadi bagian dari keluarga tersebut.Ada Kinara dan Nicko juga di sana membuat suasana di sana semakin ramai karena adanya mereka. Usia Felisha kini sudah menginjak satu bulan dua minggu, semakin sehat dan berisi setelah dirawat dengan baik oleh Kayla yang memang sudah ahlinya merawat anak-anak.“Seru banget, makan malam di malam ini. Terasa lengkap setelah adanya Kak Gerald dan Kak Sandra di sini,” ucap Kinara kemudian menerbitkan senyumnya.Kayla menganggukkan kepalanya sembari mengulas senyumnya. “Sama. Mommy juga merasakan hal yang sama, Sayang. Akhirnya, yaa. Kita bisa berkumpul lagi dan tambah dua personel. Sebentar lagi ada kandidat baru lagi. Calon cucu Mommy. Tiga bulan lagi akan lahir.” Kayla menerbitkan senyumnya kepada Sandra.Perempuan itu lantas membalas senyum Kayla. “Terima kasih, sudah menyambutku dengan baik.
Sandra gelagapan kemudian menelan salivanya dengan pelan. “He—heeuuh? Mak—maksudnya, Pak Jason?” Jason memutar bola matanya dengan pelan. “Jangan panggil saya dengan itu. Panggil saja Papa apa susahnya? Kayak nggak pernah pu—“ Jason mengatup bibirnya menahan ucapannya yang sudah pasti akan membuat Sandra terluka bila lolos keluar dari bibirnya. “Kayak apa, Pa?” tanya Gerald dengan suara datarnya. Jason menggeleng pelan. “Tidak ada. Papa sudah tahu dan lupa, kalau Sandra memang sudah tidak punya orang tua sejak lama,” ucapnya pelan sembari melirik Sandra yang tengah tersenyum tipis. “Dia tidak seberuntung Papa.” “Kan, sudah Papa katakan tadi. Tidak perlu diperbesar. Kamu sudah dewasa, seharusnya paham dengan ucapan Papa.” Gerald mengendikan bahunya. “Papa juga harus jaga lisannya. Jangan sampai keceplosan lagi.” Jason menganggukkan kepalanya dengan pelan kemudian mengusapi lengan anaknya itu. “Cepat sembuh, Nak. Jangan lama-lama di sini. Mentang-mentang nggak perlu bayar!” Geral