Setibanya di kampus ....Laura turun dari mobil suaminya kemudian menemui Misya yang sudah menunggunya di depan gerbang.“Ada apa sih, Sya? Dia ngapain lagi?” tanya Laura kepada Misya.“Gila sih tuh orang. Bentar lagi, suami elo pasti balik lagi ke sini.”Laura mengerutkan keningnya. “Ngapain lagi itu orang, Sya? Kasih tahu ke orang-orang, kalau dia lagi hamil anaknya Jonathan?”“Kok elo tahu? Lau. Lagi heboh tahu nggak. Elo nggak ngerasa, mereka liatin elo kayak begitu?”Laura mengedarkan pandangannya dan memang benar, semua mata tengah tertuju pada Laura.“Mentang-mentang punya segalanya. Bisa-bisanya jadi perebut. Udah tahu, pacarnya lagi hamil, masih aja dipaksa nikahin!”Beberapa cemoohan kembali keluar dari mulut orang-orang yang tidak tahu apa-apa dengan apa yang terjadi sebenarnya.“Pada kenapa sih? Aneh!”“Yaa karena si Kiara nyebar berita di sosial media, Laura. Noh!” Misya memberikan ponselnya, memperlihatkan artikel tentang kehamilan Kiara.Laura menelan salivanya dengan p
“Bu. Jangan dulu emosi, yaa. Tim IT di kantor saya lagi cek fotonya. Jaman sekarang canggih-canggih, Bu.” Jason menenangkan besannya agar jangan memarahi Jonathan.“Pak Jason. Saya minta maaf atas kelakuan hina ini. Saya tidak pernah menyangka kalau anak saya tega, membuat malu orang tuanya,” lirih Tiara merasa malu.‘Waduh! Dia nggak tahu aja, kalau kamu jauh lebih hina dari kelakuan Jonathan. Kalau dia tahu kami kayak orang gila dulu, bisa-bisa dipecat jadi besannya,’ ucap Kayla dalam hati.“Bu. Tidak apa-apa. Belum tentu benar juga kok,” ucap Kayla menenangkan Tiara sembari mengusapi punggungnya.“Malu, Bu. Malu! Saya selalu membeberkan kalau anak saya anak yang baik-baik. Tapi, kenyataannya malah melakukan hal hina seperti ini!” Tiara menatap nanar wajah anaknya itu.Kayla menelan salivanya seraya menggaruk rambutnya. ‘Besan yang ini memang benar-benar kuat iman. Bisa-bisanya buat aku malu sendiri kalau ingat masa lalu.’ Kayla kembali menggerutu dalam hatinya.Tak lama kemudian, J
Tangis Tiara semakin kencang. Tubuhnya lemas saat itu juga setelah mendengar penuturan Ramos. Hatinya hancur secara bersamaan. Yang seharusnya sebentar lagi dia akan menggendong cucu, harus kehilangan sebelum melihatnya.Tidak ada yang tidak menangis di sana. Pun dengan Kayla. Ia sangat mengkhawatirkan kondisi anaknya itu.“Bagaimana perasaannya nanti saat tahu dia keguguran, Daddy? Aku nggak mau Laura kayak aku nanti,” lirih Kayla seraya menatap suaminya itu.Jason kemudian memeluknya. Menenangkan istrinya agar tegar dan jangan berpikir jauh tentang kondisi Laura.“Dia pasti akan baik-baik saja, Sayang. Kamu jangan khawatir. Kejadian itu tidak akan terjadi pada Laura. Aku pastikan itu,” ucapnya dengan tenang.Kayla terisak pelan. Kejadian di masa lalu itu, saat dirinya kehilangan anak pertamanya itu kembali terngiang di dalam pikiran Kayla. Khawatir terjadi kepada anaknya, itu yang ditakutkan Kayla saat ini.Plak!Tiara kembali menampar pipi Jonathan seraya menatapnya dengan nanar. “
Kayla menganggukkan kepalanya. “Iya. Bukan karena nggak maafin papa kamu. Lagi pula, ngapain juga kamu marah sama Jonathan. Yang bikin kamu keguguran dan kecelakaan kan, karena kelalaian kamu. Bukan ditabrak sama Jonathan.”“Kok Mommy malah belain dia sih! Anak Mommy sebenarnya siapa? Aku atau dia?” sengal Laura tak terima sang mama lebih membela Jonathan.Sementara Jonathan hanya menatap sayu wajah Laura seraya menitikan air matanya. Sungguh, lelaki itu tidak ingin kehilangan Laura apalagi harus berpisah dengannya.“Aku tidak akan menceraikan kamu, Laura. Tolong, maafkan aku,” ucapnya lirih.Laura menelan salivanya dengan pelan. Tidak menjawab apa pun, bahkan menoleh pun enggan.“Laura harus dirawat beberapa hari dulu. Kondisinya masih lemah soalnya. Dan kalau bisa, jangan dulu melakukan hubungan badan dulu selama satu bulan, yaa.”“Siapa juga, yang mau kasih dia jatah! Nggak ada!” sengal Laura kemudian.Kayla menggaruk pelipisnya seraya melirik Jonathan yang terlihat lemas mendengar
Gerald menghela napas pelan. “Berapa lama, si Kiara sama Devano pacaran? Selingkuh di belakang elo, maksudnya?”Jonathan mengendikan bahunya. “Nggak tahu. Pokoknya, enam bulan yang lalu itu aku baru tahu kalau dia selingkuh. Udah, itu aja. Aku tidak bertanya banyak dan setelah itu dia memilih untuk kembali denganku. Tapi, rasa cintanya ke dia itu udah hilang.”Gerald manggut-manggut dengan pelan.“Lagian Kakak kepo amat sih. Ngapain nanya kayak gitu ke dia?” ucap Laura penuh emosi.Gerald mengusapi belakang kepalanya dengan pelan. “Pengen tahu aja. Kalau dari enam bulan yang lalu, berarti bisa jadi si Kiara udah tidur juga sama tuh cowok. Biar elo nggak jadi janda!”Laura menyunggingkan bibirnya. “Issh!”Gerald menyunggingkan senyumnya. “Udahlah, Laura. Jangan bikin masalah di atas masalah. Kayak begini aja udah nyerah. Kayak gue dong! Pantang menyerah walau dua kali hampir mati.”“Katanya jangan ikuti Kakak. Gimana sih! Labil bener. Tapi ya, Kak. Aku masih sayang nyawa. Nggak bakalan
Jonathan menerbitkan senyumnya kemudian mengangguk. “Sudah kenyang?” tanyanya pelan.“Sudah. Mau pulang sekarang? Udah malam juga nih! Nggak terasa, lama juga kita ngobrol. Udah hampir dua jam.”Jonathan kemudian beranjak dari duduknya. “Aku bayar dulu, yaa. Kamu tunggu di mobil aja.”“Iya, Mas.” Laura kemudian beranjak dari duduknya lalu keluar dari resto tersebut. Menunggu di parkiran sampai sang suami selesai membayar makanan yang dipesan olehnya.“Laura?” Virza menghampiri perempuan itu yang tengah duduk di kursi panjang.“Virza. Lagi ngapain di sini?” tanyanya kemudian.“Lagi nunggu temen. Dia kerja di sini. Suaminya ke mana?”“Masih di dalam, lagi bayar makanannya dulu. Temen apa temen?” goda Laura kemudian.“Temen, Laura. Si Aris.”Laura lantas mengatup bibirnya seraya melirik Virza yang tengah menertawakan dia dengan pelan.“Kirain cewek. Sorry, Virza.” Laura tampak merasa bersalah.“Nggak apa-apa. Santai aja. Aku turut sedih juga atas kejadian minggu lalu. Katanya kamu kegugu
“Euh! Nggak. Hanya ingat masa lalu saja. Kamu juga sudah tahu, apa yang terjadi dulu.” Jason tersenyum tipis.“Ooh. Iya, Pa. Aku sudah tahu. Jangan diingat terus, Pa.” Jonathan berucap pelan.“Diingat karena kalian juga. Ada-ada aja bikin masalah hampir sama kasusnya dengan Gerald.”Jason kemudian menatap Jonathan dengan lekat. “Jo. Mending kamu jujur aja deh, sama Papa. Kamu tenang aja, Papa tidak akan memberi tahu Laura kok.” Jason meminta Jonathan agar jujur padanya.Jonathan menelan salivanya dengan pelan seraya menatap sayu wajah Jason. Kemudian menggelengkan kepalanya dengan pelan karena dia tidak ingat sama sekali dengan kejadian itu.“Memang sangat suliit, Pa. Buktinya ada, tapi aku tidak merasa melakukannya. Memangnya, kalau diperkosa dalam keadaan tidak sadarkan diri, bisa berdiri kemudian mengeluarkan benihnya juga?” tanya Jonathan kemudian.Jason menggaruk rambutnya kemu
Mendengar penjelasan Devano membuat Jonathan semakin geram dan marah kepada perempuan itu.“Jo. Gue cinta, sama Kiara. Gue tulus, mau tanggung jawab tapi dia nggak mau. Tetap ingin nikah sama elo. Itulah kenapa gue mau, cerita semuanya ke elo agar elo tahu, kalau gue tulus cinta sama dia.”Jonathan tersenyum tipis. Ia kemudian menatap Devano dengan lekat. “Lanjutkan, Devano. Gue udah lega, karena memang benar kalau itu bukan anak gue. Dari awal pun gue nggak yakin itu anak gue.”Devano mengulas senyum tipis. “Ya. Memang pada dasarnya itu bukan anak elo. Tapi anak gue. Kiara yang terlalu kepedean karena berharap elo percaya, kemudian nikahin dia. Begitulah kurang lebihnya rencana si Kiara.”Jonathan menghela napasnya dengan pelan. “Kasih tahu Kiara, Devano. Dia udah bikin Laura, istri gue keguguran karena dia nyebarin berita serta foto itu.”Devano geleng-geleng kepala mendengar cerita lelaki itu. &ldq
“Heuh? Hukum mati?” Gerald tampak terkejut mendengar vonis untuk Frans.Jason menganggukkan kepalanya. “Ya. Bukan karena kasus penembakan yang dia lakukan pada kamu, melainkan karena polisi berhasil menemukan markas Frans. Gudang tempat menyembunyikan narkoba dan senjata illegal.”“Aaahh ….” Gerald manggut-manggut dengan pelan. “Jadi, hukumannya adalah hukum mati? Divonis mati?” tanya Gerald sekali lagi.Jason menganggukkan kepalanya. “Ya. Hukuman mati. Akan dieksekusi satu bulan lagi. Hanya membutuhkan satu kali sidang dan … dibawa ke tempat eksekusi.” Jason kembali menjelaskan kepada Gerald.Sementara Gerald tersenyum menyeringai sembari melirik Sandra yang masih duduk di sampingnya. “Baguslah. Aku lega, mendengarnya.” Gerald kemudian mengulas senyumnya kepada Jason.Jason menepuk-nepuk bahu Gerald dengan pelan. “Cepat sembuh, Gerald. Selesaikan kuliah kamu, lulus dengan predikat baik dan … menikahlah.” Jason menerbitkan senyum tulus kepada sang anak.Gerald menganggukkan kepalanya.
“Bagaimana kondisi anak saya, Dok?” tanya Jason dengan suara paniknya.Gerald langsung dibawa ke rumah sakit dan langsung dibawa ke ruang operasi untuk mengambil peluru yang menancap di tubuh lelaki itu. Kurang dari dua jam lamanya operasi itu akhirnya selesai dilakukan.“Operasinya berjalan dengan lancar. Beruntung, peluru itu hanya menancap di bagian tulang belakang. Peluru itu sudah berhasil diambil dan kondisinya saat ini masih kritis. Kami akan membawanya lima menit lagi ke ruang intensif untuk melakukan perawatan selanjutnya sampai kondisinya kembali normal,” tutur Dokter Azmi—penanggung jawab kala operasi pengambilan peluru di tubuh Gerald.Sandra menghela napas lega setelah mendengar kabar dari Dokter Azmi bila Gerald selamat dari tembakan itu. Ia mengalami sedikit trauma bila seseorang terluka oleh luka tembak. Sebab Gery meninggal oleh peluru yang menancap di jantungnya. Sehingga membuat Gery tidak bisa diselamatkan.Kayla datang dengan wajah paniknya. “Sayang. Kamu baik-bai
Waktu sudah menunjuk angka sembilan pagi. Hari ini adalah hari Minggu. Gerald dan Sandra pergi ke mall untuk belanja keperluan bayi yang sama sekali belum mereka beli.“Karena bayinya laki-laki, lebih baik kita beli warna yang lebih ke warnah laki-laki. Seperti warna biru, putih atau abu-abu. Yang cerah-cerah. Oke?” Sandra memberi saran kepada Gerald.Pria itu memberikan jempolnya kepada Sandra. “Oke, Sandra. Terserah kamu saja, yang penting semua keperluan untuk bayi kita sudah terpenuhi.”Sandra kemudian menerbitkan senyumnya. “Kita beli baju dulu kalau begitu. Baju, celana, handuk, selimut dan topi. Kaus kaki juga.”Gerald menggenggam tangan Sandra dan membawanya masuk ke dalam toko perlengkapan serba ada. Lengkap, berbagai macam keperluan bayi ada di sana.“Yang ini bagus, nggak?” Sandra menunjuk pakaian bayi kepada Gerald.“Bagus. Ambil aja yang menurut kamu cocok, Sayang. Jangan tanya aku. Aku mah terserah kamu aja. Kalau kata kamu bagus, berarti bagus juga menurut aku.”Sandra
“Bentar ... mau mandi dulu!” teriak Gerald menjawab panggilan dari mamanya itu.Sandra lantas memukul lengan lelaki itu. “Ishh! Gerald. Gak usah teriak juga.”Gerald terkekeh pelan. “Aku mau mandi dulu. Mau mandi lagi nggak?”Sandra menggeleng. “Mau cebok aja. Mandi mah besok pagi lagi aja.”“Ya sudah. Aku mandi dulu.”Sandra mengangguk. Ia kemudian beranjak dari tempat tidurnya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan area sensitifnya terlebih dahulu.Sepuluh menit kemudian Sandra keluar dari kamarnya dan menghampiri Kayla dan juga Jason serta Laura yang sudah menunggu mereka tiba di sana untuk makan malam bersama.“Gerald sudah dipanggil?” tanya Jason kepada Kayla.“Sudah. Tadi katanya mau mandi dulu,” ucapnya menjawab pertanyaan sang suami.Jason mengerutkan keningnya. “Kok, aku nggak lihat kamu naik tangga?”Kayla mengendikan bahunya. “Mungkin kamu lagi sibuk dengan rainbow cake buatan Sandra. Makanya nggak lihat aku ke atas.”Jason manggut-manggut dengan pelan. Ia kemudi
Waktu sudah menunjuk angka lima sore.Dering ponsel Sandra berbunyi, panggilan dari Gerald. Ia kemudian segera menerima panggilan tersebut.“Halo, Gerald?” tanyanya kemudian.“Sandra. Hari ini mungkin aku pulang jam tujuh malam. Banyak tugas yang harus aku kerjakan soalnya. Mengejar ketertinggalan tiga bulan nggak masuk.”“Oh iya, Gerald. Nanti aku simpan kuenya di kulkas saja kalau begitu. Kalau lapar, tinggal ambil saja di sana, yaa.”“Iya, Sayang. Ya sudah kalau begitu aku lanjut nugas lagi.” Gerald menutup panggilan tersebut setelah memberi tahu bila dirinya akan pulang malam. Khawatir Sandra cemas lantaran tidak ada pulang di jam yang biasanya dia pulang.Sandra kemudian keluar dari kamarnya setelah membersihkan diri. Menghampiri Kayla yang sedang menggendong Felisha.“Mamanya ke mana, Mom?” tanya Sandra kepada Kayla.“Lagi mandi dulu katanya. Biar pulang nggak perlu mandi lagi.”Sandra manggut-manggut. “Gerald tadi telepon, katanya dia akan pulang di jam tujuh. Ada banyak tugas
Satu minggu sebelum tragedi ....Gery menemui Jason di gedung International Global.“Ada yang ingin saya sampaikan pada Anda.” Gery berucap dengan tegas dan datar.“Apa itu?” tanyanya ingin tahu. “Silakan duduk.” Jason mempersilakan Gery duduk di sofa yang tak jauh dari kursi kebanggaannya.Gery menghela napasnya dengan panjang. “Anda masih belum ingin menyetujui hubungan Sandra dan Gerald? Saya sudah ikhlas mereka bersama, Pak Jason. Kalau masalahnya ada pada saya ....” Gery memberikan dokumen surat permohonan cerai kepada Jason.“Saya sudah menandatangani surat cerai ini dan dua minggu lagi sidang dimulai. Semoga hakim menyetujui permohonan ini dan Sandra akan saya minta mengenakan pakaian longgar agar tidak kelihatan kalau dia sedang hamil. Tolong, Pak Jason. Saya hanya bisa berharap banyak pada Gerald.“Dia pasti bisa menjaga Sandra dari Frans. Saya tidak ingin Sandra jadi budak Frans. Anda pasti tahu bagaimana kejamnya dia kepada perempuan. Bukan karena cinta, tapi obsesi. Saya,
“Morning!” Gerald menyapa anggota keluarganya yang tengah duduk menunggunya keluar untuk sarapan sama-sama.Kayla menelengkan kepalanya kemudian menatap Gerald dengan lekat. “Kok, keluarnya dari kamar atas? Jam berapa pindahnya?”“Mom!” Gerald menatap datar mamanya itu.Kayla lantas menerbitkan cengiran kepada anaknya itu. “Yuk, aah sarapan. Laura harus berangkat ke sekolah, Gerald ke kampus, Daddy ke kantor dan Nicko ke kantor juga.”“Para ladies mau ngapain?” tanya Gerald kemudian.“Mommy sama Sandra mau santai leha-leha di rumah lah. Main sama si bayi mungil Felisha.” Kayla menerbitkan senyumnya.Gerald menghela napasnya dengan pelan. “Yang penting kalian bahagia.”“Selalu itu yang kamu ucapkan pada kami. Memangnya kamu sendiri tidak bahagia?” tanya Kayla kemudian.“Tentu saja bahagia. Kenapa tanya seperti itu?”Kayla mengendikan bahunya. “Hanya tanya.”Gerald manggut-manggut. Tak lama setelahnya, dering ponsel Jason berbunyi. Gerald menoleh kepada papanya yang tengah mengerutkan k
Makan malam untuk pertama kalinya bersama keluarga Gerald di rumah milik orang tua lelaki itu tentunya. Membuat Sandra bahagia luar biasa karena merasa sudah menjadi bagian dari keluarga tersebut.Ada Kinara dan Nicko juga di sana membuat suasana di sana semakin ramai karena adanya mereka. Usia Felisha kini sudah menginjak satu bulan dua minggu, semakin sehat dan berisi setelah dirawat dengan baik oleh Kayla yang memang sudah ahlinya merawat anak-anak.“Seru banget, makan malam di malam ini. Terasa lengkap setelah adanya Kak Gerald dan Kak Sandra di sini,” ucap Kinara kemudian menerbitkan senyumnya.Kayla menganggukkan kepalanya sembari mengulas senyumnya. “Sama. Mommy juga merasakan hal yang sama, Sayang. Akhirnya, yaa. Kita bisa berkumpul lagi dan tambah dua personel. Sebentar lagi ada kandidat baru lagi. Calon cucu Mommy. Tiga bulan lagi akan lahir.” Kayla menerbitkan senyumnya kepada Sandra.Perempuan itu lantas membalas senyum Kayla. “Terima kasih, sudah menyambutku dengan baik.
Sandra gelagapan kemudian menelan salivanya dengan pelan. “He—heeuuh? Mak—maksudnya, Pak Jason?” Jason memutar bola matanya dengan pelan. “Jangan panggil saya dengan itu. Panggil saja Papa apa susahnya? Kayak nggak pernah pu—“ Jason mengatup bibirnya menahan ucapannya yang sudah pasti akan membuat Sandra terluka bila lolos keluar dari bibirnya. “Kayak apa, Pa?” tanya Gerald dengan suara datarnya. Jason menggeleng pelan. “Tidak ada. Papa sudah tahu dan lupa, kalau Sandra memang sudah tidak punya orang tua sejak lama,” ucapnya pelan sembari melirik Sandra yang tengah tersenyum tipis. “Dia tidak seberuntung Papa.” “Kan, sudah Papa katakan tadi. Tidak perlu diperbesar. Kamu sudah dewasa, seharusnya paham dengan ucapan Papa.” Gerald mengendikan bahunya. “Papa juga harus jaga lisannya. Jangan sampai keceplosan lagi.” Jason menganggukkan kepalanya dengan pelan kemudian mengusapi lengan anaknya itu. “Cepat sembuh, Nak. Jangan lama-lama di sini. Mentang-mentang nggak perlu bayar!” Geral