Home / Romansa / Diperas Mafia Tengil / Bab 4. Rania dan Rais

Share

Bab 4. Rania dan Rais

Author: WN. Nirwan
last update Last Updated: 2025-03-13 14:54:48

Tiga belas tahun yang lalu.

Rania setengah berlari menyusuri jalan setapak di belakang warung milik keluarganya. Orang tuanya sedang sibuk melayani pembeli siang itu. Jadi gadis delapan belas tahun itu punya kesempatan untuk kabur sejenak demi menemui Rais sekaligus melepas kepergiannya.

Ah, Rais. Mengingat wajahnya saja sudah membuat senyuman Rania mengembang. Berpacaran sejak duduk di kelas dua SMA hingga lulus, Rania hanya melihat Rais-nya sebagai laki-laki yang sempurna. Pria yang kelak akan menikahinya, apapun yang terjadi.

Setelah belok ke kiri di sebuah pertigaan, Rania akhirnya bisa melihat kekasihnya sedang menunggu di bawah sebuah pohon. Senyuman Rania semakin mengembang.

Rais yang juga sudah melihat Rania, menghampiri bekas teman sekolah yang lebih muda satu tahun itu. Rania tertawa, lalu buru-buru mengibaskan tangan, mengusir Rais agar kembali ke tempatnya berteduh.

“Panas!” kata Rania ketika ia akhirnya sampai di depan Rais.

Rais tersenyum. Dia tidak mengatakan apa-apa, namun mengipasi Rania dengan kopiah yang sebelumnya ia kenakan. Kopiah lusuh warisan ayahnya yang sudah meninggal dunia sepuluh tahun lalu.

Rania menikmati semilir angin dari ayunan kopiah tua Rais. Tiba-tiba ia teringat sesuatu, lalu merogoh saku celananya. Mengeluarkan sebuah ponsel lama dan menyodorkannya pada Rais.

“Ini,” kata Rania, “kamu pasti membutuhkannya di sana.”

Rais tertegun menatap ponsel tanpa kamera tersebut. Ia lalu menggeleng pelan.

“Aku bisa pinjam ponsel Rustam dulu. Kalau sudah digaji, aku akan membeli ponselku sendiri,” tolak Rais halus.

“Tidak. Ambil ini. Kembalikan dua tahun lagi bersama hantaran dan mahar darimu,” Rania balas menolak dengan lebih keras.

“Tapi…”

“Ayolah, jangan gengsi, dong! Aku mau menghubungimu kapan pun aku mau. Setelah jam kerjamu selesai, tentu saja,” tukas Rania.

Rais tertegun lagi. Ia menatap ponsel di tangan Rania agak lama, kemudian mengambil dan memasukkannya ke tas yang dibawanya.

“Nah, begitu, dong. Jadi aku bisa tahu kabarmu selama bekerja di sana. Pokoknya, dua tahun lagi kembalikan, ya. Sekalian dengan hantaran dan maharnya,” cerocos Rania dengan hati senang.

“Iya. Pasti.”

Rania menatap Rais lagi. Di luar sana, masih banyak pria yang lebih tampan dan jelas lebih berada daripada Rais yang kini sebatang kara. Namun, sejak mereka berdua duduk di bangku SMP, hanya Rais yang menarik hatinya.

Rais bukanlah cowok ganteng dengan kulit putih bersih dan wangi semerbak. Dia tidak tampan, namun tidak jelek juga. Kulitnya kecokelatan karena terlalu banyak bekerja di bawah paparan sinar matahari. Tubuhnya termasuk tinggi dan kekar untuk ukuran remaja, buah dari tuntutan bekerja keras sejak kecil untuk menghidupi ibu dan neneknya selama sepuluh tahun.

Setelah ayahnya meninggal dunia, Rais mengambil alih tanggung jawab menghidupi ibunya yang sakit-sakitan dan neneknya. Rais yang baru berusia delapan tahun kala itu, menjadi buruh tani dengan upah seadanya demi memberi makan keluarga kecilnya.

Rais sempat putus sekolah selama satu tahun sebelum akhirnya bisa kembali menuntut ilmu berkat beasiswa untuk anak kurang mampu. Saat itulah ia mulai duduk di kelas yang sama dengan Rania hingga keduanya lulus SMA dua bulan yang lalu.

Rania sendiri tidak tahu, mengapa ia memilih Rais. Barangkali karena kagum pada kekuatan dan ketabahan Rais. Atau, karena kasihan atas kemalangan yang menimpa cowok itu? Jatuh iba karena nenek dan ibu Rais akhirnya meninggal dunia juga lima dan satu tahun yang lalu?

Rania tidak bisa menjawabnya. Yang pasti, ia menerima saat Rais mengatakan akan meminang dirinya sebulan yang lalu. Sudah kadung cinta.

Akan tetapi, pendapat orang tua Rania tidak sama dengan anaknya. Jika waktu itu Rais hanya datang sendirian, ia pasti sudah ditolak mentah-mentah oleh keluarga Rania. Meskipun keluarga Rania bukan keluarga berada, mereka tentunya tidak memercayai seorang pemuda sebatang kara dan miskin yang ingin menikahi putri mereka.

Beruntung imam masjid yang mendampingi Rais, dapat melakukan negosiasi yang membuat orang tua Rania lebih tenang menghadapi kenekadan Rais. Pak imam akhirnya dapat membuat orang tua Rania mau memberikan waktu dua tahun bagi Rais untuk mengumpulkan mahar dan biaya pernikahan.

Tuntutan kedua orang tua Rania sebenarnya bukanlah hal yang berat, jika ditujukan pada pemuda yang masih memiliki keluarga untuk membantunya. Namun bagi Rais yang tidak memiliki apa-apa dan siapa-siapa, waktu yang diberikan menjadi satu-satunya kesempatan untuk menjadikan Rania menjadi istrinya.

“Orang tuamu tahu, kamu datang ke sini?” tanya Rais sambil menyampirkan lagi tas lusuhnya di bahu.

“Tidak. Kamu tahu ‘kan, Ayah dan Ibu tidak mengizinkan kita bertemu. Padahal, hari ini kamu berangkat ke kota,” jawab Rania jujur.

Rais terdiam lagi. Ia mengenakan kopiahnya, lalu dengan bergetar mengucapkan pamit.

“Kalau begitu, aku berangkat sekarang. Rustam bisa marah kalau aku terlambat ke tempatnya. Kamu juga, cepat balik sebelum ketahuan. Nanti dimarahi.”

“Dimarahi saja tidak akan membunuhku, kok. Yang penting aku bisa melihat kamu sebelum kamu pergi bekerja di tempat bos si Rustam,” tukas Rania. Tidak rela berpisah secepat itu dengan Rais.

“Iya. Aku pergi dulu. Dua tahun lagi aku kembali dan kita menikah.”

“Kamu juga. Baik-baik di tempat orang. Jangan macam-macam dengan cewek kota, ya,” balas Rania disertai ancaman.

“Iya. Kamu juga, jangan sampai menikah dengan Rinto,” kelakar Rais, menyebut nama teman mereka yang sudah mengejar Rania sejak mereka masih sekolah.

“Tidak akan! Kalau kamu tidak kembali, aku yang akan menyusul ke kota!” tukas Rania.

Rais tersenyum mendengar kata-kata Rania. Tangannya bergerak hendak mengusap kepala Rania, namun urung. Tidak boleh. Setelah dua tahun, Rania akan menjadi miliknya. Sampai saat itu tiba, Rais harus menahan diri.

Rais mengucapkan salam, kemudian berbalik dan tidak menoleh lagi. Rania menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

“Rais!” panggil Rania saat Rais sudah berada cukup jauh. Rais berhenti melangkah dan menoleh. Menunggu Rania mengatakan sesuatu.

“Jangan lupa janjimu! Kembali dua tahun lagi!” seru Rania.

“Iya! Tunggu aku, ya!” balas Rais. Ia melambaikan tangan, kemudian berbalik untuk melanjutkan perjalanannya. Rustam pasti sudah menunggunya. Mereka akan berangkat bersama ke kota untuk bekerja pada majikan Rustam.

Rania terpaku menatap kepergian Rais. Awalnya ia mengira akan mendapatkan perpisahan yang syahdu dan mengharukan layaknya di film-film. Namun, rupanya ia terlalu banyak mengkhayal.

Rais adalah sosok yang pendiam karena hidupnya keras. Tentunya dia tidak akan menjadi alay dan sedih berlebihan karena berpisah sementara dengan Rania. Ada cita-cita yang harus dia capai, jadi tidak ada waktu menangisi perpisahan yang hanya akan menjadi bagian kecil dalam perjalanan cinta mereka.

Sebaliknya, Rania merasa matanya mulai panas. Hingga Rais menghilang dari pandangannya, Rania masih mampu menahan air matanya. Namun, saat ia berbalik untuk kembali ke rumahnya, air mata itu akhirnya tumpah juga.

Rania urung melangkah. Ia bersimpuh sambil mengusap kedua matanya.

Cewek yang menangisi perpisahan, bukan berarti dia cengeng. Iya, ‘kan?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Diperas Mafia Tengil   Bab 5. Rinto

    Sudah setahun Rais meninggalkan kampung halamannya. Seperti kisah-kisah klasik, merantau untuk bekerja dan mengumpulkan uang agar dapat menikahi gadis pujaannya. Semua orang di kampung sudah mengetahui apa yang sedang Rais lakukan di kota. Ada yang terharu dan mendukung, namun ada pula yang tak percaya dan bahkan memandang remeh. Bukan hanya terhadap Rais, melainkan juga terhadap Rania, gadis yang hendak dipersunting oleh Rais. Ada yang yakin bahwa Rais dan Rania kelak akan bersatu di pelaminan, namun ada pula yang menampik. Dua tahun adalah waktu yang sebentar untuk mengumpulkan uang dan mempersiapkan pernikahan. Namun, untuk menjaga hati dan perasaan masing-masing, dua tahun akan terasa sangat lama. Di antara golongan orang yang mendukung mau pun yang skeptis itulah, terdapat golongan ketiga yang berada di tengah-tengahnya. Tidak mendukung dan tidak meragukan pula. Mereka adalah keluarga Rania yang hanya memberi waktu dua tahun pada Rais. Selain itu, masih ada Rinto, anak tuan ta

    Last Updated : 2025-03-13
  • Diperas Mafia Tengil   Bab 6. Kabar dari Rustam

    Rania sebenarnya enggan dibonceng oleh Rinto. Namun, untuk mencapai rumah Rustam, cara tercepat adalah dengan naik kendaraan bermotor. Rania bisa menahan teriknya sinar matahari, namun dia kesulitan menahan rasa penasaran untuk bertemu dengan Rustam dan menanyakan kabar Rais. Sudah empat bulan Rais tidak memberi kabar. Ponselnya tidak pernah aktif lagi sejak saat itu. Saat Rania menghubungi ponsel Rustam, malah orang lain yang menjawab. Katanya, dia membeli ponsel itu dan tidak kenal dengan pemilik sebelumnya. Selama empat bulan, Rania kehilangan kabar tentang Rais. Dia tidak tahu harus menghubungi siapa lagi. Mau menyusul ke kota, Rania tidak tahu harus mencari ke mana. Lagipula, orang tuanya pasti tidak akan mengizinkan. Lalu, siang ini, Rania mendapat kabar dari salah seorang pembeli di warung bahwa Rustam sudah pulang ke rumahnya. Sendirian saja, tanpa kehadiran Rais. Merasa penasaran dan cemas, Rania bergegas untuk mencari tahu, apa yang terjadi selama empat bulan terakhir ini

    Last Updated : 2025-03-13
  • Diperas Mafia Tengil   Bab 7

    Sambil menunggu Radin mandi dan berpakaian, Rania duduk di ruang keluarga atau ruang bersantai dan memeriksa kembali jadwal atasannya itu. Sejenak ia teringat saat ia membantu Rinto mengembangkan usaha keluarganya.Selama sepuluh tahun, Rania terlibat dalam bisnis yang kian hari kian membesar itu. Kini, sebagai seorang asisten pribadi, ia mengulang lagi apa yang sudah ia kerjakan dalam mendukung usaha suaminya. Perbedaannya kali ini ada dua: orang yang Rania bantu kali ini adalah pria yang asing baginya dan… Rania dibayar dengan baik untuk pekerjaannya ini.Saat sedang menyiapkan agenda hari itu, Rania sesekali mengangkat kepala untuk berpikir. Mula-mula ia tidak memerhatikan suasana di sekelilingnya. Namun, belakangan, dirinya mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak biasa di ruang bagian tengah apartemen tersebut.Rania menatap sebuah lemari kaca yang menyimpan benda-benda yang tidak lazim ditemukan di ruang

    Last Updated : 2025-03-18
  • Diperas Mafia Tengil   Bab 8

    Rania tersentak. Padahal dia sudah melupakan kejadian tersebut. Sebenarnya, tidak melupakan sepenuhnya. Hanya memilih untuk tidak mengetahui lebih lanjut.“Saya pikir Bapak kini dalam keadaan sehat. Jadi, sepertinya masalahnya sudah selesai atau ditangani dengan baik.”Radin tercengang, barangkali tidak mengira bahwa Rania akan menjawab demikian. Ia terkekeh pelan, lalu mengunyah lagi.Sementara Rania mengutuk dirinya dalam hati. Dirinya pasti tampak tidak sopan atau tidak mau tahu keadaan atasannya. Padahal, sesungguhnya Rania sendiri segan untuk menanyakan.Namun, rasa bersalah Rania tak berlangsung lama. Radin yang cerewet justru menjelaskan tanpa diminta.“Hanya anak ingusan yang sedang cemburu. Pacarnya dulu adalah asistenku sebelum kamu. Anak ingusan itu mengira saya meniduri pacarnya. Padahal, perempuan itu hamil karena orang lain.”

    Last Updated : 2025-03-18
  • Diperas Mafia Tengil   Bab 9

    Radin dan Rania tiba di gedung kantor dalam setengah jam. Mereka langsung naik ke lantai sebelas, lokasi di mana ruang kerja Radin berada.Selain lantai sebelas, perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh Radin tersebut juga menyewa lantai sembilan dan sepuluh gedung tersebut. Dari gedung tersebut Radin mengendalikan bisnis ritel tiga buah perusahaan yang bergerak dalam bidang baking: bakery, baking supply dan baking course.Radin sendiri mewarisi kepemimpinan di tiga perusahaan itu dari ayah angkatnya, seorang pria eksentrik yang konon tidak suka tampil di publik. Banyak rumor yang beredar mengenai ayah dan anak tersebut. Misalnya, cerita bahwa sang ayah angkat memungut Radin di jalan belasan tahun silam dan menjadikannya sebagai penerus. Atau, gosip yang santer beredar bahwa sesungguhnya Radin adalah anak di luar nikah dari sang ayah angkat.Apa pun rumor yang beredar mengenai Radin, nyatan

    Last Updated : 2025-03-18
  • Diperas Mafia Tengil   Bab 10

    Rania merasa lega karena perwakilan perusahaan yang dihubunginya, menyanggupi penangguhan tersebut. Namun perasaan itu tak berlangsung lama. Sebab, sesuatu terjadi hingga membuat jantungnya nyaris copot.PRANGG!Bunyi kaca pecah dari dalam ruang kerja Radin membuat Rania terlonjak hingga gawai yang ia pegang jatuh ke lantai.Empat orang satpam yang berjaga segera menyerbu masuk untuk melihat apa yang terjadi dan mengatasinya. Rania buru-buru mengambil gawainya, lalu ikut melihat ke dalam ruangan yang pintunya kini terbuka lebar.“Anda sudah melihat rekaman CCTV, ‘kan? Saya membela diri dan anak buah saya menyelesaikan apa yang sudah saya lakukan. Sekarang, Anda mau menyerang saya di tempat saya sendiri? Tolong berpikir dengan jernih sebelum menantang saya.”Radin berdiri dengan tangan diletakkan di pinggang dan tatapan yang tetap tajam namun jelas meremehkan di

    Last Updated : 2025-03-18
  • Diperas Mafia Tengil   Bab 11

    Radin menautkan alisnya. Ia tidak tampak terkejut. Barangkali ia sudah mengira bahwa tak semua orang bisa menerima kehidupannya yang tidak normal. Barangkali, Radin hanya tersentak karena Rania sangat cepat mengambil keputusan dan tidak takut mengatakan alasannya.“Kamu sadar, berhenti sebelum kontrak berakhir berarti membayar denda?” tanya Radin tajam.“Saya sadar, Pak. Saya juga minta waktu untuk mengumpulkan uang untuk membayar dendanya. Sekali lagi maaf, Pak. Saya punya anak yang harus saya hidupi. Saya tidak ingin terjadi sesuatu yang membuat saya tidak bisa lagi mengurus anak saya,” jawab Rania. Suaranya bergetar pertanda gentar. Namun Rania berusaha meredam ketakutannya.“Dengan cara apa kamu mengumpulkan uang dendanya? Dengan menjual motor yang kamu bawa kabur dari mantan suamimu itu? Apa kamu sadar bahwa saya bisa melaporkanmu karena menyimpan barang curian di rumahmu?” tukas

    Last Updated : 2025-03-19
  • Diperas Mafia Tengil   Bab 12

    Perasaan Rania sedikit terobati saat mereka tiba tujuan. Awalnya, Rania mengira bahwa mereka akan memasuki tempat kursus di sebuah ruko bertingkat. Namun ternyata ia keliru. Rania ternyata tidak banyak mengetahui tentang perusahaan tempatnya bekerja.Radin dan Rania tiba di sebuah gedung yang sempat membuat Rania tercengang saat melihatnya untuk pertama kali. Alih-alih tiba sebuah tempat kursus rumahan atau bergaya sederhana seperti dalam bayangan Rania, mereka tiba di sebuah gedung serba ada dalam dunia baking.Meskipun tidak tahu ukuran pastinya, Rania bisa melihat bahwa gedung tersebut memiliki luas yang tampaknya sama dengan luas setengah lapangan sepakbola. Gedung tersebut memiliki lahan parkir yang luas dengan tiga lantai yang digunakan untuk mengoperasikan bisnis yang berbeda.Toko roti dan kue bernama Kanre menempati lantai pertama gedung. Bisnis bakery yang dipegang oleh Radin tersebut

    Last Updated : 2025-03-19

Latest chapter

  • Diperas Mafia Tengil   Bab 70

    Dua bulan kemudian.“Saya terima nikah dan kawinnya Rania binti Ramdan dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”Radin mengucapkan kabul dengan mantap, tanpa kesalahan dan tanpa rasa gugup sedikit pun. Ia sudah menantikan pernikahan ini selama tiga belas tahun, jadi tidak ada alasan untuk melakukan kesalahan atau merasa gugup sedikit pun.Setelah dua orang saksi menyatakan sah, ucapan hamdalah menggelora di ruang keluarga kediaman Rasyid sekeluarga. Rasyid sendiri selaku saksi nikah dari pihak Radin, bahkan tak kuasa menahan tangis haru melihat pernikahan anak angkatnya tersebut.Demikian pula Rustam yang menjadi saksi nikah dari pihak Rania. Sebagai orang yang telah mengikuti kisah cinta Rania dan Rais atau Radin sejak masih remaja, ia tampak sangat bahagia dan lega karena pada akhirnya, Rania dan Radin bisa bersatu. Tiga belas tahun bukan waktu yang singkat untuk cinta yang terhalang ha

  • Diperas Mafia Tengil   Bab 69

    Mobil yang ditumpangi Rania dan Rea melaju dengan kecepatan sangat tinggi hingga tiba di kediaman Rasyid dalam waktu yang lebih cepat daripada biasanya. Keduanya langsung menemui Rasyid yang tengah menemani Rona yang tengah ‘bermain’ di sebuah dojo.Rania tersentak saat melihat putrinya tengah belajar dasar-dasar ilmu bela diri dari seorang wanita. Karate, jiujitsu, entahlah, Rania tidak yakin. Hal yang lebih penting adalah, keberadaan Rona di dojo itu adalah tanpa sepengetahuan Rania sebagai ibunya.Namun, Rania tak ingin langsung menyinggung hal itu. Sebab, saat ini, ada hal yang lebih genting untuk dibahas dengan Rasyid.“Bundaaa!” seru Rona sambil berlari untuk memeluk Rania. “Aku latihan karate. Kata Kakek Rasyid, aku bisa sekuat Om Radin kalau rajin latihan.”Rania mengusap puncak kepala putri semata wayangnya itu. Astaga. Lihatlah anak ini.

  • Diperas Mafia Tengil   Bab 68

    Hanya terdengar suara ringisan dan jeritan mereka yang tertembak. Hampir dapat dipastikan, korban terbanyak jatuh dari pihak Rinto. Entah dengan anak buah Radin. Kalau pun jatuh korban dari pihak mereka, tentunya mereka sudah menolong kawan mereka.Dari luar toko, di antara keluh penderitaan anak buah Rinto yang tertembak, terdengar langkah kaki seseorang yang mendekat. Bunyi langkahnya teratur, menimbulkan gema yang tertata di antara teriakan para anak buah Rinto.“Bagaimana terornya? Rinto, pasti menyeramkan, ya, tidak bisa ke mana-mana karena bisa tertembak kapan saja. Di kandang lawan, lagi.”Rinto terkesiap. Itu Radin! Dia sedang mengejek Rinto, pria yang sudah ‘merebut’ cinta pertamanya.Kedua tangan Rinto terkepal. Dia murka atas penghinaan itu. Tapi untuk saat ini, tidak ada yang bisa ia lakukan. Radin sedang di atas angin berkat kelicikannya menipu Rinto yang tidak me

  • Diperas Mafia Tengil   Bab 67

    Mobil yang ditumpangi oleh Rania dan Rea melesat sekencang-kencangnya, menjauh dari lokasi pertemuan Radin dan Rinto. Sayup-sayup, terdengar bunyi rentetan tembakan dari gedung bekas pusat perbelanjaan tersebut.“Mas Radin sedang mengamuk,” komentar Rea sambil menengok ke belakang, seakan ia bisa melihat pertempuran di dalam gedung tersebut. “Mereka mungkin sudah kehilangan nyawa.”Namun Rania tidak sependapat. Ia ikut menengok ke belakang.“Kalau mereka terluka, aku rasa iya. Tapi, seperti kata Radin, tidak ada yang akan mati atau masuk penjara. Radin pasti akan menyelesaikan sesuai janjinya,” ujar Rania tenang. Sama sekali tidak gusar atau merasa cemas atas apa yang tengah terjadi.Rea menoleh pada Rania. Tercengang mendengar ucapan Rania.“Jadi, Mas Radin akan mengampuni mereka?” tanya Rea, tampak meragukan ujaran Rania.&

  • Diperas Mafia Tengil   Bab 66

    Tapi, di sisi lain, persetujuan Rania untuk hidup bersama dengan Radin telah menggoyahkan tekad Radin untuk membalas perbuatan Rinto. Barangkali memang benar, jalan terbaik adalah melupakan lalu mengambil langkah baru bersama seseorang yang berharga seperti Rania ….“Baiklah kalau begitu. Aku akan ….”Ucapan Radin terputus saat seseorang menyela kalimatnya. Bukan Rea atau Rania, melainkan seorang pria yang telah memaksa Radin berbuat sejauh ini.“Rania? Kau mau hidup bersama penjahat ini???!!!”Rania, Radin dan Rea serempak menoleh pada Rinto. Rupanya, dia telah keluar dari toko. Ramon dan Ryan mungkin masih dalam posisi siaga terhadap anak buah Rinto, sehingga Rinto memanfaatkan ketegangan itu untuk ke luar.Dugaan Radin ternyata hampir sepenuhnya benar. Di belakang Rinto, empat orang anak buahnya mengikuti disusul oleh Ramon dan Ryan.

  • Diperas Mafia Tengil   Bab 65

    Radin mendengus dan tersenyum miring. Ia tidak ingin menunjukkan emosi apa pun lagi. Segalanya tergantung pada Rania. Ia pun menoleh pada kamera ponsel yang dipegang oleh Ramon.“Bagaimana, Rania? Sudah mengingatku? Apa pendapatmu? Diselesaikan di luar sana atau di sini?” tanya Radin tenang.Sementara itu, Rinto tampak terguncang. Wajahnya memucat. Tubuhnya gemetaran dan menggeleng berkali-kali. Tidak memercayai apa yang ia alami saat ini. Para anak buahnya mulai saling melirik. Jelas, mereka sudah membaca situasi yang tidak menguntungkan itu.Namun Radin tak peduli pada keadaan Rinto. Ia hanya menunggu tanggapan Rania.Sayangnya, tidak ada tanggapan dari seberang sana. Bahkan, layar ponsel menunjukkan gambar yang bergoyang, pertanda pemegang ponsel tengah bergerak secara tiba-tiba.“Hei! Tunggu! Jangan ke sana!”Terd

  • Diperas Mafia Tengil   Bab 64

    Terdengar bunyi meja kayu yang dipukul. Rania tahu, Rinto pasti sudah murka. Kamera ponsel yang kini kembali menyorot wajahnya, menunjukkan betapa pria itu hampir tak dapat menguasai dirinya. Napasnya mulai memburu. Peluh mulai membasahi wajahnya. Rania bisa melihat dendam pada sorot matanya.“Saya hanya ingin berunding. Bukan membicarakan masa lalu atau pernikahan saya!”“Masalahnya, arah perundingan ini bergantung pada Rania. Jika dia meminta saya untuk mengampuni Anda, maka saya akan melepaskan Anda. Tapi jika dia tidak mau memaafkan Anda, maka kita akan bertarung di pengadilan, di luar sana, atau … di tempat ini. Tergantung situasi, pertarungan mana yang lebih cepat mendatangkan hasil.”Baik Rinto mau pun Rania, terkesiap mendengar kata-kata Radin. Rania ingin melihat wajah Radin saat mengatakannya, namun kamera ponsel masih menunjukkan sosok mantan s

  • Diperas Mafia Tengil   Bab 63

    Radin menyunggingkan senyuman saat melihat Rinto yang muncul dengan wajah memerah. Ia menyilakan saingannya dalam bisnis dan asmara itu duduk di kursi yang tersedia di sana. Sebuah meja kayu membatasi mereka berdua.“Mana pengkhianat itu?” tanya Rinto geram. Matanya liar mencari-cari ke penjuru ruangan.Ruangan yang mereka gunakan adalah salah satu toko yang telah tutup namun sebagian perabotan di dalamnya masih ada. Di tempat yang telah ditinggalkan itu, Radin, Ramon dan Ryan berhadapan dengan Rinto yang ditemani oleh empat orang pria yang tampaknya bukan karyawan biasa.Radin terkekeh mendengar pertanyaan musuhnya itu. Ia tersenyum mengejek hingga membuat Rinto tersentak dan makin geram.“Pengkhianat bagi Anda, tapi bukan bagi saya. Justru, dia sangat setia pada saya,” balas Radin. “Saya kira saya sudah menjelaskan bahwa saya adalah orang yang bertanggung jawab atas ke

  • Diperas Mafia Tengil   Bab 62

    Rona yang sedang berada di dalam mobil, tampak ceria. Tidak ada kekhawatiran dalam nada bicaranya. Seolah ada sesuatu yang telah menenangkannya. Sebaliknya, Rania yang menjadi semakin panik.“Kenapa, Sayang? Kok tidak sekolah? Om supir sakit jadi tidak bisa mengantar?”“Tidak, Ma. Kata Kakek Rasyid, aku boleh main dulu di rumah Kakek Rasyid yang besar itu. Aku boleh main air sepuasnya, Ma!”Rania membelalak. Ia tidak mengerti. Apa-apaan, mengapa Rasyid seenaknya mengatur anaknya? Bahkan membawa Rona pergi ke kediamannya tanpa seizin Rania selaku ibunya.Rania hendak beranjak menuju ke kamar Radin untuk melanjutkan upayanya menggugat ulah Radin, namun urung karena langkahnya tertahan. Radin ternyata sudah berdiri menghalanginya.“Aku yang meminta tolong ayahku untuk melindungi Rona sementara kita menemui mantan suamimu,” kata R

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status