Share

Modus

Author: W_udin
last update Last Updated: 2025-02-14 18:11:59

“Mas, ngapain di sini? Bukannya nunggu di luar.” 

Teguran dari Bintang membuat Purnomo menoleh dan mengembuskan napas sedikit kasar. Lalu menariknya menjauh dan menuruni tangga. 

“Kamu udah selesai?” Purnomo bertanya balik. 

“Udah. Tapi, Mas ngapain di sini? Aku baru mau turun. Eh, liat Mas Pur di sini.” Sang Adik menatap wajah kakaknya penuh selidik. Apalagi tadi terlihat tersenyum-senyum sendiri dengan wajah yang merona. Seperti orang yang sedang jatuh cinta. 

“Nggak papa. Udah yuk pulang. Udah ashar!” ajaknya sambil menarik tangan adiknya menuju parkiran motor. 

“Jangan gandengan, Mas. Nanti dikira aku selingkuh!” protesnya sambil melepaskan genggaman tangan kakaknya. 

“Ya ampun!” geramnya yang langsung menggandeng lagi tangan sang Adik dan membuatnya kesal. Tapi malah Purnomo tertawa jahil. “Udah ayo naik!” 

Bintang pun naik di belakang Purnomo sambil berpegangan pada jaket lelaki bertubuh tinggi itu. 

“Ada yang Mas Pur intai kah di lantai dua tadi? Kayak lagi mengintai seseorang,” cecar Bintang menatap wajah kakaknya dari kaca spion. 

“Kepo lu!” sahutnya dengan santai. 

“Ish ….” Bintang menepuk bahu kakaknya pelan. “Tapi roman-romannya kayak lagi jatuh cinta,” imbuhnya dengan senyum mengembang. “Iya nggak, Mas? Ngaku deh!” 

“Sok tahu!” sahutnya sambil mati-matian menahan senyum. 

Hatinya kembali berbunga-bunga saat kembali teringat wajah Wulan yang sudah bertahun-tahun tak dilihatnya dan selalu dirindukannya. 

Teringat dulu saat pertama kali bertemu. Wajahnya yang sedikit tembam membuatnya gemas dan sering kali mencubit pipinya saat bertemu sepulang sekolah. Ya, Wulan adalah perempuan istimewa bagi Purnomo setelah ibu dan adiknya. 

Pertemuannya dengan Wulan membuat hatinya semakin berwarna. Membuat semangat dalam dirinya terus bertambah setiap harinya. Namun sayang, semua itu tidaklah lama. Hanya berlangsung selama empat belas bulan. Kisah cinta mereka kandas dengan alasan yang tidak jelas. 

Keduanya berpisah dan tak pernah terjalin komunikasi lagi setelahnya hingga saat ini. Namun, perasaannya pada Wulan tidak pernah berubah sejak pertama kali Purnomo menyatakan cintanya pada wanita berdagu terbelah itu. 

“Awas, Mas!” 

Seketika itu Purnomo menarik rem dan membuat motor berhenti mendadak saat di depannya ada truk berhenti karena mogok. Padahal sudah diberi tanda, tapi karena pikiran Purnomo tengah melalang buana, membuatnya tak melihat. Dan itu membahayakan. 

“Astaghfirullah, hampir aja …,” desisnya sambil mengusap dada dan mengatur napas. 

“Mas ini gimana sih? Truk segede gitu masa gak lihat?” omel Bintang. 

“Iya, maaf, Dek,” lirihnya. “Kamu nggak papa kan?” Purnomo menoleh dan menatap adiknya yang terlihat kesal. 

“Untung aja nggak sampai nubruk,” omelnya lagi. 

“Iya, maaf. Ya udah jalan lagi.” 

“Hati-hati dan fokus!” tukasnya mengingatkan. 

“Iyaaa ….”

Motor pun kembali melaju dengan kecepatan sedang. Kali ini Purnomo fokus pada jalan. Hingga mereka pun sampai di rumah dengan selamat. 

***

Pagi harinya, saat sedang sarapan bersama, Purnomo menawarkan diri mengantar sang Adik menuju rumah sakit tempatnya mengabdi sebagai perawat.

“Dek, hari ini Mas yang antar kamu kerja, ya!” katanya dengan senyum merekah. 

“Tumben?” balas sang Adik sambil mencebikkan bibirnya. 

“Mas mau sekalian jenguk ibunya temen di rumah sakit.”

“Oh … ada maunya ternyata.” Bintang mengangguk. 

“Ya udah sih. Ayo berangkat!” ajaknya saat sarapan di piring sudah habis. 

“Sabar, Pur. Ini nasi adik kamu masih kok,” katanya menatap putranya. “Abisin dulu aja, Nduk.” 

“Siap, Bu …,” sahutnya dengan senyuman. Membuat Purnomo memutar bola matanya. 

“Pur, Ibu sudah bilang sama Mamanya Shela tentang perjodohan kalian.” Ningsih baru buka suara tentang rencananya untuk menjodohkan anak lelakinya dengan anak perempuan temannya itu. 

“Bu, perjanjiannya kan tiga bulan. Lha ini sebulan aja belum ada udah main jodoh-jodohin aja,” kesal Purnomo. 

“Ya buat jaga-jaga aja. Sampai saat ini juga kamu belum ada pergerakan.” 

“Lagian kenapa sih sama Mbak Shela? Dia cantik kok, ramah, baik banget lagi sama aku. Aku yakin nanti bisa jadi kakak ipar yang baik juga buat aku,” timpal Bintang usai menyelesaikan suapan terakhir. 

“Lihat aja nantilah. Nggak usah jodoh-jodohin. Aku bisa cari jodoh sendiri kok. Aku akan bawa mantu yang baik buat Ibu dan kakak ipar yang baik buat Bintang. Shela itu terlalu centil, baik juga kalau ada maunya doang,” ujarnya. 

“Emang udah nemu, Mas?” 

“Udah, tenang saja. Lagi proses. Doain aja,” sahutnya membuat kedua perempuan di hadapannya itu saling melempar pandangan dengan senyuman. 

“Ayo berangkat! Ntar kesiangan lho!” ajaknya menatap adiknya yang mengangguk. 

“Tapi pakai motor matic. Nggak mau pakai motor trail,” tolaknya. 

“Iya, beres … yuk!” 

“Sebentar, ambil tas dulu.”

Bintang ke kamarnya untuk mengambil tas. Kemudian keduanya pamitan pada sang Ibu. Lalu melaju menuju rumah sakit. Sebelumnya, Purnomo juga sudah memberitahu Awan jika dia hendak menjenguk ibunya yang dirawat di rumah sakit tempat Bintang bekerja.

Sesampainya di rumah sakit, Bintang langsung masuk ke ruang kerjanya. Sementara Purnomo menunggu Awan menjemputnya di bawah. Dia pura-pura tidak tahu di mana letak ruang rawat ibunya. 

Mereka pun berjalan menuju lantai dua dan berhenti di ruangan flamboyant. Degup jantungnya semakin berpacu cepat, begitu gugup karena akan bertemu langsung dengan perempuan yang begitu dia rindukan dan impikan.

Awan pun membuka pintu sambil mengucapkan salam. Purnomo mengikutinya di belakang sambil membawa buah yang tadi sempat dibelinya saat hendak ke rumah sakit. 

“Ma, Awan bawa temen. Mau jenguk Mama,” katanya sambil mendekati tempat tidur ibunya yang terbaring lemah dan menyambut kedatangan Purnomo dengan senyuman. 

“Gimana keadaannya, Bu?” sapa Purnomo sambil menjabat tangannya dan mencium punggung tangannya yang terbebas dari selang infus. 

“Alhamdulillah sudah lebih baik dari kemarin,” lirihnya. “Ini teman ketemu di mana? Mama baru pernah lihat, Wan?” tanyanya menatap putranya. 

“Ketemu di Gunung Sindoro, Ma. Naik bareng. Kebetulan orang Jogja. Eh, kebetulan lagi ketemu di sini dan adiknya kerja di sini juga. Iya, Mas?”

“Nggih, Bu. Betul. Tadi nganter adik sekalian jenguk Ibu,” sahut Purnomo mengangguk sopan. 

“Maasyaallah … nggak ada yang kebetulan, Nak. Semua sudah direncanakan oleh Allah,” balasnya dengan senyum lemah.

Iya, Bu. Memang. Dan pertemuanku dengan Awan yang membuat aku bisa melihat perempuan yang aku cinta.

Purnomo hanya mengangguk dan tersenyum. 

“Kamu sendirian, Wan?” tanya Purnomo saat tidak melihat siapapun di ruang rawat selain Awan dan ibunya. 

“Nggak. Sama kakak ipar, tapi tadi lagi keluar sebentar. Beli sarapan di bawah sama beli apa itu tadi pesenan Mama,” katanya. “Paling sebentar lagi balik,” imbuhnya. 

Purnomo mengangguk. Lalu mengobrol lagi dengan ibunya Awan. Hingga Purnomo dan Awan menoleh ke arah pintu yang terbuka. Sosok perempuan yang dirindukan Purnomo pun muncul dari balik pintu. Memberikan senyuman terbaiknya. Namun seketika lenyap saat menyadari ada orang lain selain mantan ibu mertua dan adik iparnya. 

Related chapters

  • Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara)   Klarifikasi Hati

    “Wulan, ayo sini masuk. Mama kenalin sama temannya Awan. Ketemu di Gunung Sindoro katanya,” ujar ibunya Awan dengan senyuman. “I-iya, Ma,” lirihnya dengan kepala tertunduk. Lalu berjalan perlahan menghampiri mantan ibu mertuanya dan berdiri di sisinya. “Tadi Wulan beli bubur ayam pesanan Mama,” katanya. “Mau dimakan sekarang?” tawarnya. “Kok beli di luar, Ma? Kan dapat jatah makan dari rumah sakit?” tanya Awan menatap heran. “Nggak enak, Wan. Malah bikin Mama enek kalau makan makanan rumah sakit,” sahutnya. “Makan sekarang saja, Nak,” pintanya menoleh pada Wulan yang mengangguk. Sedangkan pandangan Purnomo terpaku pada sosok perempuan yang begitu dia rindukan selama sepuluh tahun tak berjumpa dan tak pernah terjalin komunikasi. Dia begitu menikmati apa yang tersaji di hadapannya. Sikap lembut dan sopan santun yang membuatnya semakin terkesima. Padahal dulu saat masih pacarana dengannya, Wulan adalah sosok perempuan yang keras kepala, tapi manja. Meski begitu, Purnomo tetap

    Last Updated : 2025-02-15
  • Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara)   Usaha Merebut Hatimu lagi

    Sejak pertemuan itu, Purnomo pun gencar mendekati Wulan. Apalagi Awan sudah tahu dan memberinya jalan. Karena lelaki itu tidak ingin dinikahkan dengan mantan kakak iparnya. “Mas, pokoknya aku bantu buat dapatin Mbak Wulan. Pepet terus. Perjuangkan jika memang Mas Pur masih cinta sama Mbak Wulan!” ujar Awan saat mereka kembali bertemu. “Tapi aku nggak tahu gimana caranya, Wan. Wulan kayak masih marah sama aku,” sahutnya. Lalu mengembuskan napas sedikit kasar. “Aku yakin, dia sebenarnya nggak marah. Hanya sedang dilema,” katanya sambil menepuk bahu temannya. “Dulu, Mbak Wulan itu kerja jadi asisten Mama. Karena kebaikannya mengabdi, jadilah dinikahkan dengan kakak aku. Mbak Wulan pun nggak bisa bantah karena merasa nggak enak. Pun Mas Langit juga sebenarnya menaruh rasa pada Mbak Wulan,” katanya pelan. “Pasti Wulan bahagia dan beruntung banget dicintai sama kakakmu, ya,” katanya sambil tersenyum perih. Membayangkan perempuan yang dicintainya dicintai lelaki lain dengan begitu bes

    Last Updated : 2025-02-15
  • Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara)   Cek Kandungan

    Acara reuni diadakan di sebuah restoran yang mengusung tema outdoor. Sebuah restoran yang biasa digunakan untuk pertemuan-pertemuan dan meeting. Reuni atau acara-acara tertentu yang mengusung tema outdoor. Wulan datang diantar oleh Awan, tapi dia terlebih dulu memeriksakan kehamilannya di rumah sakit. Kontrol rutin bulanan. Kali ini, Wulan tidak hanya bersama dengan Awan, tapi juga dengan kekasih Awan, Bella namanya. “Mbak Wulan!” sapa gadis bermata biru yang merupakan keturunan Belanda itu. Namun sudah menjadi mualaf sejak kedua orangtuanya memutuskan tinggal di Indonesia sepuluh tahun yang lalu. “Hai, Bell. Sehat?” Wulan memeluk hangat Bella yang tetap terlihat ceria dan penuh energik itu. “Tentu saja, Mbak. Semangat banget ini mau nemenin Mbak Wulan cek kandungan. Pengin lihat dedek gemes,” kekehnya sambil mengusap perut Wulan yang sudah terlihat membuncit di usia kehamilan lima bulan. “

    Last Updated : 2025-02-15
  • Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara)   Acara Reuni

    “Wulan, kayaknya dari tadi Purnomo lihatin kamu terus tuh,” bisik salah satu temannya saat tak sengaja melihat Purnomo yang diam-diam mencuri pandang pada Wulan. “Biar sajalah. Nanti juga bosan sendiri,” balas Wulan dengan senyuman. Dia masih bersikap santai. Namun penasaran dengan apa yang dikatakan oleh temannya itu. Tapi, Wulan enggan melihat ke arah di mana Purnomo duduk bersama dengan temannya yang lain. “Kayaknya masih cinta sama kamu. Belum menikah juga dia kan?” “Nggak tahu dan nggak mau tahu aku, Her,” kekeh Wulan yang masih kecewa pada Purnomo karena kesalahannya di masa lalu. Saat dia sudah menyerahkan cintanya, dia malah ditinggal. Dan yang paling menyakitkan adalah karena gossip yang beredar jika Purnomo selingkuh dengan perempuan lain. Itu yang membuat Wulan begitu membenci Purnomo. “Jangan gitu. Nanti cinta lama bisa bersemi kembali,” goda Herni sambil menyenggol lengan Wulan yang hanya ter

    Last Updated : 2025-02-16
  • Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara)   Permintaan Purnomo

    “Hentikan semua usahamu, Pur. Aku tidak mau semua perjuangan kamu sia-sia. Kita sudah selesai dan sekarang aku masih istri orang!” tegasnya menatap tak suka. “Mana suamimu kalau kamu memang masih istri orang?” tantang Purnomo membuat Wulan mengembuskan napas kasar. “Aku ingin berkenalan dengannya jika memang masih ada, Wulan. Dia sudah tidak ada. Mengertilah ….” “Aku yakin suamiku masih hidup!”“Keyakinan apa yang membuatmu sangat berharap seperti ini? Kesatuannya saja sudah menyatakan jika suamimu gugur dalam tugas.” Purnomo masih tetap dengan pendapatnya. “Firasat seorang istri tidak pernah salah, Pur. Sudahlah … aku hanya ingin menunggunya kembali. Aku juga tidak ingin memberi harapan padamu. Jadi, carilah perempuan lain dan menikah dengannya.” Purnomo menggeleng pelan. “Di hati ini, masih ada nama kamu, Wulan. Bagaimana bisa aku mencintai perempuan lain? Bagaimana bisa aku mengganti namamu yang sudah terpatri dengan perempuan lain? Tidak akan semudah itu!” katanya sambil menu

    Last Updated : 2025-02-16
  • Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara)   Bimbang

    “Maasyallah … Mbak itu cantik banget lho kalau wajahnya lagi merona begitu.” Di mobil, Bella masih saja menggoda Wulan yang mati-matian menahan gejolak di dadanya. “Bell, udah deh, ya,” pinta Wulan menatap setengah kesal. “Serius, Mbak. Gemes banget lihatnya,” kekeh Bella. “Aduh … sebel banget kenapa harus ketemu dia lagi,” keluhnya sambil menyandar pada jok mobil. Kemudian menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. “Itu berarti jodoh, Mbak! Nggak mungkin dong Allah mempertemukan kembali Mbak Wulan dan Mas Pur itu kalau nggak ada something. Itu pertanda kalau ada sesuatu yang belum selesai antara Mas Pur sama Mbak Wulan,” katanya serius. Tak ada jawaban dari Wulan. Perempuan itu hanya mengembuskan napas panjangnya sambil memejamkan kedua matanya sesaat. “Mau langsung pulang?” tanya Awan yang masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang kemudi. “Pulang saja, Wan. Capek,” sahut Wulan sambil membuka ma

    Last Updated : 2025-02-17
  • Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara)   Bertemu Shela

    “Ma, Wulan masih berharap kalau Mas Langit masih hidup. Wulan masih bisa merasakan kehadiran Mas Langit di sekitar kita,” katanya pelan. Lalu mengembuskan napas panjang. Seolah melepas beban yang menghimpit dada dan membuatnya sesak. Bu Maya mengembuskan napasnya sedikit kasar. Sebenarnya dia pun merasakan hal yang sama. Tapi, kembali lagi pada kenyataan. Bahwa sampai saat ini pun anak kebanggannya belum ada kabar dari kesatuannya. Sudah dinyatakan gugur. “Wulan, Mama tahu perasaan kamu. Kita sebagai istri dari tentara harus ikhlas apapun yang terjadi pada suami kita. Bukankah itu juga sudah menjadi konsekuensi kita, apabila kita harus selalu siap jika suami kita pulang hanya tinggal nama demi membela negara. “Sama halnya seperti papanya Langit dan Awan. Mereka pahlawan bangsa. Kita patut bangga pada mereka yang gugur di medan tugas. Bukan karena lemah, bahkan suami kamu sudah lebih baik kekuatannya dari pada papanya. Suami kamu bahkan masuk tim elit, t

    Last Updated : 2025-02-17
  • Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara)   Berkata Jujur Meski Menyakitkan

    Menyadari putranya lama tak kembali dari toilet, Ningsih pun menyusulnya. Dia bertanya pada salah satu karyawan yang bertugas membersihkan toilet. “Mas, lihat laki-laki pakai kaos putih sama kemeja kotak-kotak warna merah marun nggak?” Ningsih menyebutkan ciri-ciri putra sulungnya. “Dia ada kumis tipis juga.” “Oh, tadi kayaknya keluar dari pintu samping itu, Bu,” balasnya sambil menunjuk pintu samping restoran di mana Purnomo keluar dari sana tadi. Ningsih pun mengikuti arah yang ditunjuk karyawan tersebut.“Ya ampun!” geramnya tertahan. “Ya sudah, maksih, ya, Mas!” “Sama-sama, Bu.” Dengan langkah panjang dan menahan kesal, Ningsih keluar dari pintu samping. Dia menoleh ka arah kanan dan kiri. Mencari putranya. Kemudian, tatapannya berhenti saat melihat Purnomo tengah berdiri di depan toko bunga. Ningsih pun segera menghampirinya dan menarik baju putranya itu dengan kesal. “Pamitnya ke toilet, kenapa jadi di sini?

    Last Updated : 2025-02-17

Latest chapter

  • Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara)   Meluruskan Kesalahpahaman

    "Sudah punya suami juga. Masih saja gatal gangguin calon suami orang. Memang suami kamu kurang memuaskan, hah! Apa kurang dibelai karena suami jarang di rumah?” tuding Shela sambil mendorong dada Wulan dengan jari telunjuknya. “Hei, jaga sikapmu, ya!” tegur Langit. “Istri saya tidak mungkin seperti itu. Jadi, jangan menuduhnya!” “Kata siapa aku asal nuduh? Aku punya bukti kok,” katanya. Lalu mengambil ponselnya dan memperlihatkan foto Wulan dengan Purnomo yang dia ambil sewaktu berada di resto sebelum kedatangan Awan dan Bella. Shela sengaja membuntuti Purnomo yang diyakini akan bertemu dengan Wulan. Lalu mengambil beberapa foto mereka saat masih berdua.“Ini istrimu yang sok sholehah itu kan?” Shela tersenyum sinis melihat reaksi Langit yang berubah tegang setelah melihat foto di ponsel Shela. “Ini benar kamu, Wulan?” tanyanya memeperlihatkan fotonya pada sang Istri. “Ini nggak seperti yang kamu lihat, Mas. Aku akan jelaskan sama Awa

  • Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara)   Dituduh Pelakor

    Laki-laki berkumis tipis itu menghela napas panjang dengan sedikit berat. Ini memang pilihan yang tidak mudah. Purnomo hanya akan berusaha meyakinkan ibunya tentang apa yang sudah menjadi keputusannya, yaitu tidak akan menikah dengan Shela. “Mas … tolonglah. Melembut sedikit hatinya untuk mau menuruti permintaan Ibu,” pinta Bintang. Kedua telapak tangan gadis itu sampai ditangkupkan di depan dada. “Tapi nggak sama Shela juga, Dek. Mas tahu tabiat dia seperti apa. Mas nggak mau salah pilih jodoh. Seumur hidup sama dia itu terlalu lama,” ungkapnya. “Terus mau sama siapa? Menunggu Mbak Wulan kan lama. Mas nggak bisa menikahinya sekarang kan? Dia statusnya masih istri orang meski suaminya sudah dinyatakan meninggal, tapi kan surat kematiannya belum diambil. Itu berarti dia masih mengharap suaminya kembali.” “Mas akan berusaha semaksimal mungkin untuk meyakinkan Wulan jika suaminya sudah tidak ada dan ada Mas yang akan menggantikannya sebagai suami

  • Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara)   Harapan yang Terwujud

    Wulan menoleh dan menatap suaminya dengan senyum lebar. Lalu kembali menatap sang Ibu mertua yang masih terlihat syok. Dia menggeser tubuhnya sambil membuka pintu kamar lebih lebar dari sebelumnya. Membiarkan suaminya itu mendekati ibunya. Kemudian memeluk perempuan itu penuh rindu. “Ya Allah … ini bener kamu, Langit?” isak Maya sambil mendekap putranya yang sudah lebih tinggi darinya itu dengan erat. Seolah enggan melepaskan. “Iya, Ma. Aku masih hidup. Aku belum mati. Dan aku kembali untuk kalian, juga untuk anakku,” balas Langit sambil menyeka sudut matanya yang basah. “Alhamdulillah, Ya Allah … Kau kembalikan putraku.” Wulan menatap haru. Dia pun sangat bahagia karena akhirnya suaminya yang sebelumnya sudah dinyatakan meninggal kembali dalam keadaan sehat tanpa kurang suatu apapun. Maya melepas pelukannya. Tangannya beralih menyentuh wajah hingga bahu putranya yang kokoh. “Maasayaallah … Mama nggak nyangka,” katanya lagi sambil menatap penuh haru. “Aku bersyukur banget akhir

  • Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara)   Kejutan untuk Wulan dan Maya

    "Diam, aku suamimu!” Seketika itu Wulan berhenti memberontak. Dia memutar tubuhnya saat pelukan di perutnya mulai renggang. Kedua netranya lekat menatap sosok berbaju serba hitam yang membuka penutup kepalanya. Perlahan … rasa takut di hatinya sirna. Tergantikan dengan rasa bahagia yang tak pernah terpikirkan oleh Wulan saat wajah yang dinantikan kini berada di hadapannya. “Mas Langit …,” panggilnya terbata. Dia bahkan membekap mulutnya. Seolah tak percaya dengan apa yang tersaji di depan mata. “Iya, aku suamimu. Suamimu sudah kembali,” katanya dengan senyum manis. “Ya Allah ….” Wulan langsung memeluk suaminya dengan perasaan haru. Dia menangis di pelukan lelaki yang telah dianggap meninggal itu, tapi Wulan meyakini jika suaminya masih hidup. Dan keyakinan itu sekarang berubah menjadi kenyataan. “Aku sangat merindukanmu, Wulan.” Nada bicara Langit sedikit bergetar. Lelaki bertubuh tegap itu ikut terharu karena akhirnya bisa kembali bertemu dengan istri dan keluarganya setelah

  • Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara)   Acara Tujuh Bulanan

    Semakin hari, Purnomo selalu menunjukkan cintanya pada Wulan. Dari diam-diam mengirim makanan, hadiah-hadiah kecil, sampai beberapa perlengkapan bayi yang Purnomo sendiri tahu jika bayi yang dikandung Wulan berjenis kelamin perempuan. Semua itu demi membuktikan kalau Purnomo benar-benar mencintai Wulan. Maya sampai heran melihat beberapa kali tukang paket datang ke rumah mengirim sesuatu pada Wulan. “Kamu beli lagi?” tanyanya menatap heran. “Iya, Ma,” jawab Wulan merasa sungkan. Takut dibilang boros, padahal itu semua karena pemberian Purnomo. Bukan Wulan yang membelinya sendiri. “Beli apapun lah yang kamu mau, Nak. Asal cucu Mama nggak kelaparan,” kekeh Maya sambil mengusap perut Wulan yang sudah semakin buncit saat usia kehamilannya hampir memasuki minggu ke dua puluh tiga. “Iya, Ma. Wulan permisi dulu, ya,” pamitnya menuju kamar. Lalu membuka paket yang dikirim dari Purnomo. Sebuah novel bertema romantic yang menceritakan tentang sebuah perjalanan cinta dua manusia yang salin

  • Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara)   Berdebat dan Menggoda

    "Dia yang menjadi pelipur lara di saat aku tersakiti olehmu. Dia juga yang sudah membantuku berdiri saat aku terjatuh. Jadi, apa salahnya kalau aku mencintainya? Dia suamiku. Sudah sepatutnya aku mencintainya,” balasnya menatap serius. Ada gemuruh di dadanya saat mengatakan kalimat tersebut. Purnomo mengembuskan napas panjang. Dadanya terasa sesak mendengar pengakuan perempuan yang selalu menjadi pujaan hatinya. Rasa penyesalan itu semakin besar. “Aku minta maaf. Tapi, sumpah, Lan. Aku nggak pernah selingkuh selama kita menjalani hubungan dulu. Semua yang kamu dengar itu hanya fitnah.” Purnomo kembali menjelaskan. “Aku sudah tidak mau dengar lagi apapun alasanmu, Pur. Bagiku, pengkhianat tetap pengkhianat. Lebih baik kamu lupakan aku. Biarpun nanti jika suamiku tidak benar-benar kembali, aku akan mengikhlaskannya dan memilih untuk tetap sendiri. Ataupun kalau menikah lagi, tidak dengan pengkhianat sepertimu,” katanya seraya menahan geram. Perasaan benci seketika itu muncul setiap

  • Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara)   Kebetulan yang Disengaja

    [“Mbak, nanti makan siang, yuk! Aku pengin makan yang segar-segar gitu,”] ajak Bella melalui sambungan telepon. “Makan siang di mana, Bell?” balas Wulan tampak antusias. Sejak hamil, Wulan memang sering kali tidak betah di rumah. Ibu mertuanya tahu itu, makanya sering kali diajak ke mana saja selama Wulan tidak mengeluh sakit atau capek. Untuk hiburan kata ibu mertuanya. [“Watu Langit Jogja Coffee and Resto. Gimana?”] “Emm … boleh. Berdua aja atau sama Awan?” [“Sama Awan dong. Tapi, nanti Mbak berangkat sendiri nggak apa? Soalnya Awan kan berangkat langsung dari tempat kerjanya.”] “Nggak papa. Santai ….”[“Oke. Jam sebelas sudah di tempat, ya, Mbak.”] “Oke. Insyallah …,” balas Wulan. Lalu mematikan sambungan teleponnya. Perempuan hamil itu kemudian keluar kamar. Mencari ibu mertuanya. Dia hendak izin untuk keluar makan siang bersama teman-temannya. “Ma,” panggil Wulan pada ibu mertuany

  • Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara)   Meyakinkan sang Ibu

    Jawabannya sudah diprediksi oleh Purnomo. Sehingga, lelaki berkumis tipis itu pun sudah mempersiapkan jawaban lain untuk menghadapi ibunya. Diembuskannya napas kasar demi melegakan hatinya yang sedikit sesak karena desakan ibunya untuk segera menikah. “Bu, jangan menyulitkan sesuatu yang sebenarnya mudah,” sahut Purnomo dengan tenang. Lebih tepatnya berusaha tenang menghadapi ibunya. Biar bagaimana pun, perempuan itu sudah berjuang untuk membesarkannya hingga tumbuh sampai sebesar ini. Sesebal-sebalnya, dia akan selalu berusaha untuk menghormati yang namanya orangtua. Namun jika salah, dia tak segan untuk menegurnya dengan cara yang lembut tentunya. “Ini sudah menjadi tradisi, Pur. Memang kamu mau dilangkahi sama adikmu?” “Kalau jodohnya Bintang datang lebih cepat daripada aku kenapa nggak, Bu? Aku ikhlas lahir batin!” tegas Purnomo menatap ibunya. Lalu meraih tangannya dan menggenggamnya dengan lembut. “Kasihan mereka, Bu.

  • Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara)   Memperjelas Niat Baik

    “Mas, kenapa sih?” tanya Bintang dengan wajah ketakutan saat melihat ekspresi kakaknya yang seperti orang marah. Dia khawatir kalau Purnomo akan memarahi kekasihnya yang sudah dipacarinya selama satu tahun ini. Purnomo hanya berdecak. Lalu masuk ke dalam mobil jenis SUV berwarna silver itu. Dia duduk di jok depan. Membuat Bintang duduk di bangku tengah. “Sepertinya ada hal penting, Mas?” Rio menatap Purnomo serius. “Penting sekali. Tentang kelanjutan hubungan kalian,” katanya tak kalah serius. Membuat Rio dan Bintang saling melempar pandang. Lalu kembali fokus pada Purnomo, menunggu kalimat yang akan keluar dari mulut lelaki yang usianya mendekati angka tiga puluh. “Ada apa?” desak Bintang tak sabar. Sungguh dia penasaran.“Rio, kamu serius sama Bintang?” “Pertanyaan macam apa itu, Mas?” sergah sang Adik seolah tak terima jika hubungannya dengan Rio dikira hanya main-main saja. “Tentu saja seriuslah.” “Dek, yang Ma

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status